Anda di halaman 1dari 18

A.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG


KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK
INDONESIA,

Menimbang :
a. bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan
yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;
b. bahwa setiap kegiatan dalam upaya untuk memelihara dan meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dilaksanakan berdasarkan prinsip
nondiskriminatif, partisipatif, dan berkelanjutan dalam rangka pembentukan sumber
daya manusia Indonesia, serta peningkatan ketahanan dan daya saing bangsa bagi
pembangunan nasional;
c. bahwa setiap hal yang menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan pada masyarakat
Indonesia akan menimbulkan kerugian ekonomi yang besar bagi negara, dan setiap
upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat juga berarti investasi bagi
pembangunan negara;
d. bahwa setiap upaya pembangunan harus dilandasi dengan wawasan kesehatan dalam
arti pembangunan nasional harus memperhatikan kesehatan masyarakat dan
merupakan tanggung jawab semua pihak baik Pemerintah maupun masyarakat;
e. bahwa Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan sudah tidak sesuai
lagi dengan perkembangan, tuntutan, dan kebutuhan hukum dalam masyarakat
sehingga perlu dicabut dan diganti dengan UndangUndang tentang Kesehatan yang
baru;
f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b,
huruf c, huruf d, dan huruf e perlu membentuk Undang-Undang tentang Kesehatan;
Mengingat :
Pasal 20, Pasal 28H ayat (1), dan Pasal 34 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
Dengan Persetujuan

Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN : Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG KESEHATAN.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

1. Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial
yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
2. Sumber daya di bidang kesehatan adalah segala bentuk dana, tenaga, perbekalan
kesehatan, sediaan farmasi dan alat kesehatan serta fasilitas pelayanan kesehatan dan
teknologi yang dimanfaatkan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan yang
dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
3. Perbekalan kesehatan adalah semua bahan dan peralatan yang diperlukan untuk
menyelenggarakan upaya kesehatan.
4. Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetika.
5. Alat kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin dan/atau implan yang tidak
mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan
dan meringankan penyakit, merawat orang sakit, memulihkan kesehatan pada
manusia, dan/atau membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh.
6. Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan
serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang
kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya
kesehatan.
7. Fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang digunakan untuk
menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif
maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau
masyarakat.
8. Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk
mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka
penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan
dan kontrasepsi, untuk manusia.
9. Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan,
bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atau campuran dari bahan
tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat
diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.
10. Teknologi kesehatan adalah segala bentuk alat dan/atau metode yang ditujukan untuk
membantu menegakkan diagnosa, pencegahan, dan penanganan permasalahan
kesehatan manusia.
11. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang
dilakukan secara terpadu, terintregasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit,
peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh
pemerintah dan/atau masyarakat.
12. Pelayanan kesehatan promotif adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan
pelayanan kesehatan yang lebih mengutamakan kegiatan yang bersifat promosi
kesehatan.
13. Pelayanan kesehatan preventif adalah suatu kegiatan pencegahan terhadap suatu
masalah kesehatan/penyakit.
14. Pelayanan kesehatan kuratif adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan
pengobatan yang ditujukan untuk penyembuhan penyakit, pengurangan penderitaan
akibat penyakit, pengendalian penyakit, atau pengendalian kecacatan agar kualitas
penderita dapat terjaga seoptimal mungkin.
15. Pelayanan kesehatan rehabilitatif adalah kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan untuk
mengembalikan bekas penderita ke dalam masyarakat sehingga dapat berfungsi lagi
sebagai anggota masyarakat yang berguna untuk dirinya dan masyarakat semaksimal
mungkin sesuai dengan kemampuannya.
16. Pelayanan kesehatan tradisional adalah pengobatan dan/atau perawatan dengan cara
dan obat yang mengacu pada pengalaman dan keterampilan turun temurun secara
empiris yang dapat dipertanggungjawabkan dan diterapkan sesuai dengan norma yang
berlaku di masyarakat.
17. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia
yang memegang kekuasaan Pemerintah Negara Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
18. Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota dan perangkat daerah
sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
19. Menteri adalah menteri yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang
kesehatan.
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR
HK.02.02/MENKES/148/I/2010 TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK PERAWAT
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang:

1. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 23 ayat (5) UndangUndang Nomor 36


Tahun 2009 tentang Kesehatan perlu menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang
Izin dan Penyelenggaraan Praktik Perawat;

Mengingat :

1. Undang-Undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran


Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4431);
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambaran Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4844);
3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5063);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3637);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan
Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor
82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/Menkes/Per/XI/2005 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Departemen Kesehatan sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 439/Menkes/Per/VI/2009 tentang Perubahan
Kedua Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/Per/Menkes/XI/2005 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan;

PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK


PERAWAT.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1. Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan perawat baik di dalam maupun di luar
negeri sesuai dengan peraturan perundangan-undangan.
2. Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan
upaya kesehatan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
3. Surat Izin Praktik Perawat yang selanjutnya disingkat SIPP adalah bukti tertulis yang
diberikan kepada perawat untuk melakukan praktik keperawatan secara perorangan
dan/atau berkelompok.
4. Standar adalah pedoman yang harus dipergunakan sebagai petunjuk dalam menjalankan
profesi yang meliputi standar pelayanan, standar profesi, dan standar prosedur operasional.
5. Surat Tanda Registrasi yang selanjutnya disingkat STR adalah bukti tertulis yang diberikan
oleh Pemerintah kepada tenaga kesehatan yang telah memiliki sertifikat kompetensi sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
6. Obat Bebas adalah obat yang berlogo bulatan berwarna hijau yang dapat diperoleh tanpa
resep dokter.
7. Obat Bebas Terbatas adalah obat yang berlogo bulatan berwarna biru yang dapat diperoleh
tanpa resep dokter.
8. Organisasi Profesi adalah Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI)
BAB II
PERIZINAN
Pasal 2
1. Perawat dapat menjalankan praktik pada fasilitas pelayanan kesehatan.
2. fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi fasilitas
pelayanan kesehatan di luar praktik mandiri dan/atau praktik mandiri.
3. Perawat yang menjalankan praktik mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
berpendidikan minimal Diploma III (D III) Keperawatan.

Pasal 3
1. Setiap Perawat yang menjalankan praktik wajib memiliki SIPP.
2. Kewajiban memiliki SIPP dikecualikan bagi perawat yang menjalankan praktik pada fasilitas
pelayanan kesehatan di luar praktik mandiri.

Pasal 4

1. SIPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota.
2. SIPP berlaku selama STR masih berlaku.

Pasal 5

1. Untuk memperoleh SIPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Perawat harus mengajukan
permohonan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dengan melampirkan:
(1) fotocopy STR yang masih berlaku dan dilegalisir;
(2) surat keterangan sehat fisik dari dokter yang memiliki Surat Izin Praktik;
(3) surat pernyataan memiliki tempat praktik;
(4) pas foto berwarna terbaru ukuran 4X6 cm sebanyak 3 (tiga) lembar; dan
(5) rekomendasi dari Organisasi Profesi.
2. Surat permohonan memperoleh SIPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagaimana
tercantum dalam Formulir I terlampir.
3. SIPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya diberikan untuk 1 (satu) tempat praktik.
4. SIPP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sebagaimana tercantum dalam Formulir II
terlampir.
Pasal 6

Dalam menjalankan praktik mandiri, Perawat wajib memasang papan nama praktik keperawatan.

Pasal 7

SIPP dinyatakan tidak berlaku karena:

1. tempat praktik tidak sesuai lagi dengan SIPP.


2. masa berlakunya habis dan tidak diperpanjang.
3. dicabut atas perintah pengadilan.
4. dicabut atas rekomendasi Organisasi Profesi.
5. yang bersangkutan meninggal dunia.

Pasal 8

PENYELENGGARAAN PRAKTIK

1. Praktik keperawatan dilaksanakan pada fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama,


tingkat kedua, dan tingkat ketiga.
2. Praktik keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan kepada individu,
keluarga, kelompok, dan masyarakat.
3. Praktik keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui kegiatan:
a. pelaksanaan asuhan keperawatan;
b. pelaksanaan upaya promotif, preventif, pemulihan, dan pemberdayaan masyarakat;
dan
c. pelaksanaan tindakan keperawatan komplementer.
4. Asuhan keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a meliputi pengkajian,
penetapan diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi, dan evaluasi keperawatan.
5. Implementasi keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi penerapan
perencanaan dan pelaksanaan tindakan keperawatan.
6. Tindakan keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) meliputi pelaksanaan prosedur
keperawatan, observasi keperawatan, pendidikan dan konseling kesehatan.
7. Perawat dalam menjalankan asuhan keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
dapat memberikan obat bebas dan/atau obat bebas terbatas.

Pasal 9

Perawat dalam melakukan praktik harus sesuai dengan kewenangan yang dimiliki.
Pasal 10

1. Dalam keadaan darurat untuk penyelamatan nyawa seseorang/pasien dan tidak ada dokter
di tempat kejadian, perawat dapat melakukan pelayanan kesehatan diluar kewenangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8.
2. Bagi perawat yang menjalankan praktik di daerah yang tidak memiliki dokter dalam rangka
melaksanakan tugas pemerintah, dapat melakukan pelayanan kesehatan diluar kewenangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8.
3. Dalam melaksanakan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus
mempertimbangkan kompetensi, tingkat kedaruratan dan kemungkinan untuk dirujuk.
4. Daerah yang tidak memiliki dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah kecamatan
atau kelurahan/desa yang ditetapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
5. Dalam hal daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) telah terdapat dokter, kewenangan
perawat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku.

Pasal 11

Dalam melaksanakan praktik, perawat mempunyai hak:

1. memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan praktik keperawatan sesuai standar;


2. memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari klien dan/atau keluarganya;
3. melaksanakan tugas sesuai dengan kompetensi;
4. menerima imbalan jasa profesi; dan
5. memperoleh jaminan perlindungan terhadap risiko kerja yang berkaitan dengan tugasnya.

Pasal 12

1. Dalam melaksanakan praktik, perawat wajib untuk:


a. menghormati hak pasien;
b. melakukan rujukan;
c. menyimpan rahasia sesuai dengan peraturan perundangan-undangan;
d. memberikan informasi tentang masalah kesehatan pasien/klien dan pelayanan yang
dibutuhkan;
e. meminta persetujuan tindakan keperawatan yang akan dilakukan;
f. melakukan pencatatan asuhan keperawatan secara sistematis; dan
g. mematuhi standar.
2. Perawat dalam menjalankan praktik senantiasa meningkatkan mutu pelayanan profesinya,
dengan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui pendidikan dan
pelatihan sesuai dengan bidang tugasnya, yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau
organisasi profesi.
3. Perawat dalam menjalankan praktik wajib membantu program Pemerintah dalam
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

B. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR


1796/MENKES/PER/VIII/2011 TENTANG REGISTRASI TENAGA KESEHATAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

Menimbang :
a. bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 23 ayat (5) Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2009 tentang Kesehatan, peningkatan mutu pelayanan kesehatan yang diberikan
oleh tenaga kesehatan, dan dalam rangka pemberian izin, perlu mengatur registrasi
tenaga kesehatan
b. bahwa Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 161/Menkes/Per/I/2010 tentang Registrasi
Tenaga Kesehatan perlu disesuaikan dengan perkembangan dan kebutuhan hukum; c.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b,
perlu menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Registrasi Tenaga Kesehatan;
Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah terakhir dengan
UndangUndang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5063);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3637);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan
Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor
82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1144/Menkes/ Per/VIII/2010 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan;

Memutuskan :
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG REGISTRASI TENAGA
KESEHATAN

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang
kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan
di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk
melakukan upaya kesehatan.
2. Fasilitas pelayanan kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk
menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif
maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah,
dan/atau masyarakat.
3. Uji kompetensi adalah suatu proses untuk mengukur pengetahuan, keterampilan,
dan sikap tenaga kesehatan sesuai dengan standar profesi.
4. Sertifikat kompetensi adalah surat tanda pengakuan terhadap kompetensi
seseorang tenaga kesehatan untuk dapat menjalankan praktik dan/atau pekerjaan
profesinya di seluruh Indonesia setelah lulus uji kompetensi.
5. Registrasi adalah pencatatan resmi terhadap tenaga kesehatan yang telah memiliki
sertifikat kompetensi dan telah mempunyai kualifikasi tertentu lainnya serta
diakui secara hukum untuk menjalankan praktik dan/atau pekerjaan profesinya.
6. Surat Tanda Registrasi yang selanjutnya disingkat STR adalah bukti tertulis yang
diberikan oleh pemerintah kepada tenaga kesehatan yang telah memiliki sertifikat
kompetensi.
7. Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia yang selanjutnya disingkat MTKI adalah
lembaga yang berfungsi untuk menjamin mutu tenaga kesehatan yang
memberikan pelayanan kesehatan.
8. Majelis Tenaga Kesehatan Provinsi yang selanjutnya disingkat MTKP adalah
lembaga yang membantu pelaksanaan tugas MTKI.
9. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
kesehatan.
10. Kepala Badan adalah Kepala Badan pada Kementerian Kesehatan yang tugas dan
tanggung jawabnya di bidang pengembangan dan pemberdayaan sumber daya
manusia kesehatan.

BAB II
PELAKSANAAN REGISTRASI

Pasal 2
(1) Setiap tenaga kesehatan yang akan menjalankan pekerjaannya wajib memiliki STR
(2) Untuk memperoleh STR sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tenaga kesehatan harus
memiliki ijazah dan sertifikat kompetensi.
(3) Ijazah dan sertifikat kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan
kepada peserta didik setelah dinyatakan lulus ujian program pendidikan dan uji
kompetensi.

Pasal 3
(1) Ijazah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dikeluarkan oleh perguruan
tinggi bidang kesehatan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Sertifikat kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dikeluarkan oleh
MTKI.

Pasal 4
(1) Sertifikat kompetensi berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang setiap 5
(lima) tahun.
(2) Untuk pertama kali sertifikat kompetensi diberikan selama jangka waktu 5 (lima)
tahun terhitung sejak tanggal kelahiran tenaga kesehatan yang bersangkutan.
(3) Sertifikat kompetensi dipergunakan sebagai dasar untuk memperoleh STR.

Pasal 5
(1) Sertifikat kompetensi yang telah habis masa berlakunya dapat diperpanjang melalui
partisipasi tenaga kesehatan dalam kegiatan pendidikan dan/atau pelatihan, serta
kegiatan ilmiah lainnya sesuai dengan bidang tugasnya atau profesinya.
(2) Partisipasi tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat digunakan
sepanjang telah memenuhi persyaratan perolehan Satuan Kredit Profesi.
(3) Satuan Kredit Profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selama 5 (lima) tahun
harus mencapai minimal 25 (dua puluh lima) Satuan Kredit Profesi.
(4) Jumlah Satuan Kredit Profesi dari setiap kegiatan pelatihan, temu ilmiah dan kegiatan
lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk setiap kegiatan ditentukan oleh
Organisasi Profesi.
(5) Organisasi Profesi dalam menentukan jumlah Satuan Kredit Profesi berdasarkan:
a. materi dalam kegiatan tersebut;
b. penyaji materi/narasumber;
c. tingkat kegiatan lokal/nasional/internasional;
d. jumlah jam/hari kegiatan; dan
e. peran kepesertaan (peserta/moderator/penyaji).

Pasal 6
(1) Pelaksanaan uji kompetensi dilakukan oleh perguruan tinggi bidang kesehatan yang
telah terakreditasi dari badan yang berwenang, bersamaan dengan pelaksanaan ujian
akhir.
(2) Perguruan tinggi bidang kesehatan melaporkan akan dilakukannya uji kompetensi
kepada MTKI melalui MTKP sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan sebelum dilakukan
uji kompetensi.
(3) MTKI setelah menerima laporan dari perguruan tinggi bidang kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) menyiapkan soal uji kompetensi, dan pengawas

Pasal 7
Ketentuan lebih lanjut mengenai uji kompetensi bagi peserta didik pada perguruan
tinggi bidang kesehatan diatur oleh Menteri dan Menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang pendidikan nasional.

Pasal 8
(1) Setelah uji kompetensi dilakukan, perguruan tinggi bidang kesehatan melaporkan
kepada MTKI melalui MTKP tentang peserta didik yang dinyatakan lulus.
(2) MTKI setelah menerima laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mempersiapkan sertifikat kompetensi.
(3) Sertifikat kompetensi diberikan MTKI kepada peserta didik pada waktu pengambilan
sumpah.
(4) Format Sertifikat Kompetensi sebagaimana tercantum dalam Formulir I terlampir.

Pasal 9
(1) MTKI setelah menerima laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1),
selain mempersiapkan sertifikat kompetensi sebagaimana dimaksud dalam pasal 8
ayat (2) juga mempersiapkan STR.
(2) STR diberikan MTKI kepada peserta didik yang dinyatakan lulus bersamaan dengan
pemberian sertifikat kompetensi.
(3) STR dikeluarkan oleh MTKI dan berlaku secara nasional.
(4) Masa berlaku STR sepanjang masa berlakunya sertifikat kompetensi.
(5) Format STR sebagaimana tercantum dalam Formulir II terlampir.

Pasal 10
(1) MTKI harus membuat pembukuan terhadap setiap STR yang dikeluarkan.
(2) Pembukuan registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada
Menteri melalui Kepala Badan.

Pasal 11
Tenaga Kesehatan Warga Negara Asing atau Tenaga Kesehatan Warga Negara
Indonesia Lulusan Luar Negeri untuk dapat melakukan pekerjaan/praktik di Indonesia harus
memenuhi ketentuan mengenai sertifikat kompetensi dan STR.

Pasal 12
Sertifikat kompetensi dan STR tidak berlaku apabila:
a. masa berlaku habis;
b. dicabut atas dasar peraturan perundang-undangan;
c. atas permintaan yang bersangkutan; atau
d. yang bersangkutan meninggal dunia.
Pasal 13
(1) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan uji kompetensi, sertifikasi, dan
registrasi sebagaimana dimaksud dalam Bab ini diatur dalam Pedoman yang
dikeluarkan oleh MTKI.
(2) Pedoman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun dengan terlebih dahulu
mendapat masukan dari lembaga yang mempunyai tugas untuk mengembangkan uji
kompetensi pada Kementerian Pendidikan Nasional, Badan Pengembangan dan
Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan Kementerian Kesehatan, organisasi
profesi, dan asosiasi/forum institusi pendidikan tenaga kesehatan.

C. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17


TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI
KESEHATAN NOMOR HK.02.02/MENKES/148/I/2010 TENTANG IZIN DAN
PENYELENGGARAAN PRAKTIK PERAWAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang :

Bahwa beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor


HK.02.02/Menkes/148/I/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Perawat perlu
disesuaikan dengan perkembangan hukum dan kebutuhan pelayanan kesehatan; bahwa
berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan
Peraturan Menteri Kesehatan tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
HK.02.02/Menkes/148/ I/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Perawat;

Mengingat :

1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang praktik Kedokteran (Lembaran


Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4431);
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4844);
3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5063);
4. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5072);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3637);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan
Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor
82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
7. Peraturan Menteri Kesehatan HK.02.02/Menkes/148/1/2010 tentang Penyelenggaraan
Praktik Perawat;
8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1144/Menkes/ Per/VIII/2010 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2010 Nomor 585);
9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1796/Menkes/ Per/VIII/2011 tentang Registrasi
Tenaga Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 603);

Memutuskan :

PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN


MENTERI KESEHATAN NOMOR NOMOR HK.02.02/MENKES/148/1/2010 TENTANG
IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK PERAWAT.
Pasal I

Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor


HK.02.02/Menkes/148/1/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Perawat, diubah
sebagai berikut:

1. Ketentuan Pasal 1 angka 2 dan angka 3 diubah, di antara angka 3 dan angka 4
disisipkan 1 (satu) angka, yakni angka 3a, sehingga Pasal 1 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan :

1. Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan perawat baik di dalam maupun
di luar negeri sesuai dengan peraturan perundangan-undangan.
Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk
menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan baik promotif, preventif, kuratif,
maupun rehabilitatif, yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau
masyarakat.
2. Surat Izin Praktik Perawat yang selanjutnya disingkat SIPP adalah bukti tertulis
pemberian kewenangan untuk menjalankan praktik keperawatan di fasilitas pelayanan
kesehatan berupa praktik mandiri.
3. Surat Izin Kerja Perawat yang selanjutnya disingkat SIKP adalah bukti tertulis
pemberian kewenangan untuk menjalankan praktik keperawatan di fasilitas pelayanan
kesehatan di luar praktik mandiri.
4. Standar adalah pedoman yang harus dipergunakan sebagai petunjuk dalam
menjalankan profesi yang meliputi standar pelayanan, standar profesi, dan standar
prosedur operasional.
5. Surat Tanda Registrasi yang selanjutnya disingkat STR adalah bukti tertulis yang
diberikan oleh Pemerintah kepada tenaga kesehatan yang telah memiliki sertifikat
kompetensi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
6. Obat Dahan adalah ahat vana harloga bulatan berwarna hijau yang dapat diperoleh
tanpa resep dokter
7. Obat Bebas Terbatas adalah obat yang berlogo bulatan berwarna biru yang dapat
diperoleh tanpa resep dokter.
8. Organisasi Profesi adalah Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI).
2. Ketentuan Pasal 2 ayat (1) diubah, sehingga Pasal 2 berbunyi sebagai berikut :

Pasal 2

1. Perawat dapat menjalankan praktik keperawatan di fasilitas pelayanan kesehatan.


2. Fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi fasilitas
pelayanan kesehatan di luar praktik mandiri dan/atau praktik mandiri..
3. Perawat yang menjalankan praktik mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
berpendidikan minimal Diploma III (D III) Keperawatan.

3. Ketentuan Pasal 3 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 3

(1) Setiap Perawat yang menjalankan praktik keperawatan di fasilitas pelayanan


kesehatan di luar praktik mandiri wajib memiliki SIKP.
(2) Setiap Perawat yang menjalankan praktik keperawatan di praktik mandiri wajib
memiliki SIPP.
(3) SIKP dan SIPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dikeluarkan oleh
pemerintah daerah kabupaten/kota dan berlaku untuk 1 (satu) tempat.

4. Pasal 4 dihapus.
5. Ketentuan. Pasal 5 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 5

(1) Untuk memperoleh SIKP atau SIPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Perawat
harus mengajukan permohonan kepada pemerintah daerah kabupaten/kota dengan
melampirkan:
a. fotocopy STR yang masih berlaku dan dilegalisasi;
b. surat keterangan sehat fisik dari dokter yang memiliki Surat
c. surat pernyataan memiliki tempat di praktik mandiri atau di fasilitas pelayanan
kesehatan di luar praktik mandiri;
d. pas foto berwarna terbaru ukuran 4X6 cm sebanyak 3 (tiga) lembar;
e. rekomendasi dari kepala dinas kesehatan kabupaten/kota atau pejabat yang ditunjuk;
dan
f. rekomendasi dari organisasi profesi.

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

(2) Apabila SIKP atau SIPP dikeluarkan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota,
persyaratan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e tidak
diperlukan.
(3) Contoh surat permohonan memperoleh SIKP atau SIPP sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tercantum dalam Formulir I terlampir yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(4) Contoh SIKP dan SIPP sebagaimana tercantum dalam Formulir II dan Formulir III
terlampir yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(5) Permohonan SIKP atau SIPP yang disetujui atau ditolak harus disampaikan oleh
pemerintah daerah kabupaten/kota atau dinas kesehatan kabupaten/kota kepada
pemohon dalam waktu paling lambat 1 (satu) bulan sejak tanggal permohonan
diterima.
(6) Di antara Pasal 5 dan Pasal 6 disisipkan 2 (dua) pasal, yakni Pasal 5A dan Pasal 5B,
yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 5A

Perawat hanya dapat menjalankan praktik keperawatan paling banyak di 1 (satu)


tempat praktik mandiri dan di 1 (satu) tempat fasilitas pelayanan kesehatan di luar praktik
mandiri.

Pasal 5B

(1) SIKP atau SIPP berlaku selama STR masih berlaku dan dapat diperbaharui kembali
jika habis masa berlakunya.
(2) Ketentuan memperbarui SIKP atau SIPP mengikuti ketentuan memperoleh SIKP atau
SIPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5.
(7) Ketentuan Pasal 7 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

SIKP atau SIPP dinyatakan tidak berlaku karena:

a. tempat kerja/praktik tidak sesuai lagi dengan SIKP atau SIPP;


b. masa berlakunya habis dan tidak diperpanjang;

REPUBLIK INDONESIA-6

c. dicabut atas perintah pengadilan;


d. dicabut atas rekomendasi organisasi profesi; atau
e. dicabut oleh pejabat yang berwenang memberikan izin.
(8) Ketentuan Pasal 14 ayat (2) diubah sehingga Pasal 14 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 14

(1) Dalam rangka pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13,
Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat memberikan tindakan administratif kepada
perawat yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan penyelenggaraan praktik
dalam Peraturan ini.
(2) Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:
a. teguran tertulis; atau
b. pencabutan SIKP atau SIPP.
c. teguran lisan;
d. Teguran tertulis ;atau
e. Pencabutan SIKP atau SIPP

Anda mungkin juga menyukai