Anda di halaman 1dari 27

PERTEMUAN I

A. UU No.36 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan


1. Pengertian
Nakes dalam UU 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan adalah setiap orang
yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan
dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis
tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
2. latar belakang UU No.36 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan
a. bahwa tenaga kesehatan memiliki peranan penting untuk meningkatkan
kualitas pelayanan kesehatan yang maksimal kepada masyarakat sebagaimana
dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
b. bahwa kesehatan sebagai hak asasi manusia harus diwujudkan dalam bentuk
pemberian berbagai pelayanan kesehatan kepada seluruh masyarakat melalui
penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang menyeluruh oleh Pemerintah,
Pemerintah Daerah, dan masyarakat secara terarah, terpadu dan
berkesinambungan, adil dan merata, serta aman, berkualitas, dan terjangkau
oleh masyarakat;
c. bahwa penyelenggaraan upaya kesehatan harus dilakukan oleh tenaga
kesehatan yang bertanggung jawab, yang memiliki etik dan moral yang tinggi,
keahlian, dan kewenangan yang secara terus menerus harus ditingkatkan
mutunya melalui pendidikan dan pelatihan berkelanjutan, sertifikasi, registrasi,
perizinan, serta pembinaan, pengawasan, dan pemantauan agar
penyelenggaraan upaya kesehatan memenuhi rasa keadilan dan
perikemanusiaan serta sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi kesehatan;
d. bahwa untuk memenuhi hak dan kebutuhan kesehatan setiap individu dan
masyarakat, untuk memeratakan pelayanan kesehatan kepada seluruh
masyarakat, dan untuk memberikan pelindungan serta kepastian hukum
kepada tenaga kesehatan dan masyarakat penerima upaya pelayanan
kesehatan, perlu pengaturan mengenai tenaga kesehatan terkait dengan
perencanaan kebutuhan, pengadaan, pendayagunaan, pembinaan, dan
pengawasan mutu tenaga kesehatan;
e. bahwa ketentuan mengenai tenaga kesehatan masih tersebar dalam berbagai
peraturan perundang- undangan dan belum menampung kebutuhan hukum
masyarakat sehingga perlu dibentuk undang-undang tersendiri yang mengatur
tenaga kesehatan secara komprehensif;
f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf
b, huruf c, huruf d, dan huruf e, perlu membentuk Undang-Undang tentang
Tenaga Kesehatan;
3. Dasar Hukum
Dasar hukum Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan
adalah:
a. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 28H ayat (1), dan Pasal 34 ayat (3) Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5063);

B. PEMBAHASAN UU NO. 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN


1. Pengertian
UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan menyatakan bahwa kesehatan adalah
keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang
memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Setiap orang berhak atas kesehatan.
2. Status UU No. 36 Tahun 2009
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 mencabut Undang-Undang Nomor 23
Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3495).
3. Latar Belakang Disahkannya UU No. 36 Tahun 2009
a. Bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur
kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Bahwa setiap kegiatan dalam upaya untuk memelihara dan meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dilaksanakan
berdasarkan prinsip nondiskriminatif, partisipatif, dan berkelanjutan dalam
rangka pembentukan sumber daya manusia Indonesia, serta peningkatan
ketahanan dan daya saing bangsa bagi pembangunan nasional;
c. Bahwa setiap hal yang menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan pada
masyarakat Indonesia akan menimbulkan kerugian ekonomi yang besar bagi
negara, dan setiap upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat juga
berarti investasi bagi pembangunan negara;
d. Bahwa setiap upaya pembangunan harus dilandasi dengan wawasan kesehatan
dalam arti pembangunan nasional harus memperhatikan kesehatan masyarakat
dan merupakan tanggung jawab semua pihak baik Pemerintah maupun
masyarakat;
e. Bahwa Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan sudah tidak
sesuai lagi dengan perkembangan, tuntutan, dan kebutuhan hukum dalam
masyarakat sehingga perlu dicabut dan diganti dengan Undang- Undang
tentang Kesehatan yang baru;
4. Landasan Hukum UU No. 36 Tahun 2009
Landasan keluarnya UU 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan adalah Pasal 20,
Pasal 28H ayat (1), dan Pasal 34 ayat ( 3 ) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.

C. UU No. 38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan


1. Penjelasan UU No. 38 tahun 2014 Tentang keperawatan
Perawat menurut UU 38 tahun 2014 tentang Keperawatan adalah seseorang yang
telah lulus pendidikan tinggi Keperawatan, baik di dalam maupun di luar negeri
yang diakui oleh Pemerintah sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-
undangan. Keperawatan adalah kegiatan pemberian asuhan kepada individu,
keluarga, kelompok, atau masyarakat, baik dalam keadaan sakit maupun sehat.
Pelayanan Keperawatan dalam UU 38 tahun 2014 tentang Keperawatan adalah
suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari
pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat Keperawatan ditujukan
kepada individu, keluarga, kelompok, atau masyarakat, baik sehat maupun sakit.
Praktik Keperawatan adalah pelayanan yang diselenggarakan oleh Perawat dalam
bentuk Asuhan Keperawatan. Keperawatan sekarang memiliki Undang-undang
tersendiri.
2. Latar Belakang UU No. 38 tahun 2014 Tentang keperawatan
a. bahwa untuk memajukan kesejahteraan umum sebagai salah satu tujuan
nasional sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 perlu diselenggarakan pembangunan
Kesehatan.
b. bahwa penyelenggaraan pembangunan kesehatan diwujudkan melalui
penyelenggaraan pelayanan kesehatan, termasuk pelayanan keperawatan.
c. bahwa penyelenggaraan pelayanan keperawatan harus dilakukan secara
bertanggung jawab, akuntabel, bermutu, aman, dan terjangkau oleh perawat
yang memiliki kompetensi, kewenangan, etik, dan moral tinggi.
d. bahwa mengenai keperawatan perlu diatur secara komprehensif dalam
Peraturan Perundang-undangan guna memberikan pelindungan dan kepastian
hukum kepada perawat dan masyarakat.
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf
b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang
Keperawatan.

D. Kebijakan Dan Program Pemerintah Dalam Mengatasi Covid-19


1. Modifikasi Kebijakan dalam Menghadapi Covid-19
Berbagai negara melakukan kebijakan lockdown (dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia diterjemahkan sebagai karantina wilayah) untuk membatasi penyebaran
virus ini secara total.
Indonesia sendiri memodifikasinya dengan nama Pembatasan Sosial Berskala Besar
(PSBB) yang diberlakukan per wilayah, baik provinsi atau kabupaten/kota
berdasarkan tingkat keparahan wabah yang penilaiannya ditentukan oleh pemerintah
pusat melalui Kementerian Kesehatan. Aturan pelaksanaan PSBB tersebut diatur
melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial
Berskala Besar.
Kebijakan PSBB secara umum diterapkan melalui perluasan pemberlakuan libur
sekolah baik negeri maupun swasta, menutup tempat-tempat wisata/hiburan dan
perbelanjaan secara keseluruhan, menerapkan kebijakan bekerja di rumah untuk
kantorkantor yang bukan termasuk sektor penting, serta pembatasan lainnya yang
diperlukan dalam memutus penularan wabah corona ini.
2. Dampak Terhadap Perekonomian
Berbagai laporan dari lembaga studi yang menganalisis dampak Covid-19
menyatakan bahwa akan terjadi pelambatan ekonomi dunia di tahun 2020 ini, tidak
terkecuali Indonesia. United Nations Conference on Trade and Development
(UNCTAD, 2020) menyebutkan bahwa Covid-19 memukul negara-negara
berkembang pada saat mereka sedang berjuang dengan beban utang yang tidak
berkelanjutan selama bertahun-tahun. Pada akhir 2018 total stok utang negara-negara
berkembang mencapai 191 persen (atau hampir dua kali lipat) PDB gabungan mereka,
level tertinggi yang pernah tercatat. Krisis utang negara berkembang, yang sudah
berlangsung sebelum goncangan Covid-19, memiliki dua hal yang patut
diketengahkan dalam konteks perdebatan tentang pengurangan utang untuk negara
berkembang setelah goncangan Covid-19.
 Pertama, krisis utang yang sedang berlangsung tidak terbatas pada negara-
negara berkembang yang termiskin saja, tetapi juga berpengaruh pada semua
kategori pendapatan.
 Kedua, pada umumnya, tidak disebabkan oleh salah urus ekonomi di dalam
negeri, tetapi oleh salah urus ekonomi dan keuangan di tingkat global.
3. New Normal dan Kebijakan Penyesuaian PSBB
Indonesia telah melaksanakan masa tanggap darurat penanganan covid sejak awal
Maret 2020, kemudian disusul modifikasi kebijakan karantina wilayah menjadi PSBB
dimulai pada 10 April 2020 di Jakarta, kemudian disusul beberapa kota satelit Jakarta,
lalu diikuti wilayah lain dalam lingkup provinsi, kabupaten, atau kota yang
menunjukkan kecenderungan peningkatan kasus secara signifikan.
beberapa prasyarat agar masyarakat dapat produktif tetapi keamanan dari bahaya
Covid-19 tetap terjamin, yaitu:
 penggunaan data dan ilmu pengetahuan sebagai dasar pengambilan keputusan
untuk Penyesuaian PSBB;
 Penyesuaian PSBB dilakukan secara bertahap dan memperhatikan zona;
 Penerapan protokol kesehatan yang ketat
 Review pelaksanaan Penyesuaian PSBB yang dimungkinkan adanya
pemberlakuan kembali PSBB dengan efek jera yang diberlakukan secara ketat
apabila masyarakat tidak disiplin dalam beraktivitas.
Dalam rilis pers tersebut diuraikan juga tentang kesulitan pemerintah memberlakukan
pembatasan sepenuhnya, sementara roda perekonomian harus tetap berjalan.
Pertumbuhan ekonomi kuartal I 2020 sudah menunjukkan kinerja menurun di 2,97
persen. Pemerintah perlu mengedukasi masyarakat tentang normal baru sedini dan
semasif mungkin, setidaknya sampai vaksin dan obat Covid-19 tersedia atau kasus
Covid-19 dapat ditekan menjadi sangat kecil. Protokol kesehatan juga harus
diterapkan dengan disiplin yang ketat dalam setiap kegiatan sehari-hari.
4. Perencanaan Pembangunan Indonesia .
RPJMN 2020-2024 ditetapkan dengan mengusung visi “Terwujudnya Indonesia Maju
yang Berdaulat, Mandiri, dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong Royong”.
Kemudian diterjemahkan dalam tujuh agenda pembangunan, yaitu
 Memperkuat ketahanan ekonomi untuk pertumbuhan yang berkualitas dan
berkeadilan,
 Mengembangkan wilayah untuk mengurangi kesenjangan dan menjamin
pemerataan,
 Meningkatkan sumber daya manusia berkualitas dan berdaya saing,
 Revolusi mental dan pembangunan kebudayaan,
 Memperkuat infrastruktur untuk mendukung pengembangan ekonomi dan
pelayanan dasar,
 Membangun lingkungan hidup, meningkatkan ketahanan bencana, dan
perubahan iklim, dan
 Memperkuat stabilitas polhukhankam dan transformasi pelayanan publik.
Selain itu, sejumlah sasaran pembangunan jangka menengah juga akan ditargetkan
akan dicapai pada 2024, antara lain:
 Tingkat Kemiskinan pada kisaran 6,0 – 7,0 persen;
 Pertumbuhan ekonomi 6,0 persegi
 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 75,54
 Gini rasio mencapai 0,360 – 0,374
 Tingkat pengangguran terbuka (TPT) 3,6 – 4,3 persen
 Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) menuju target 29 persen di 2030
(Paris Agreement).
Terdapat 42 proyek prioritas strategis dalam Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.
Ada tiga kebijakan pembangunan yang dipilih dan menjadi strategi terpadu
percepatan pembangunan daerah dalam RPJMN 2020-2024.
 Pertama, percepatan pembangunan daerah diletakkan dalam dua pendekatan
koridor,
 Kedua, pengembangan kebijakan dan pelaksanaan pembangunan afirmatif
untuk mempercepat pembangunan daerah tertinggal, kecamatan lokasi
prioritas perbatasan, dan pulau-pulau kecil terluar dan terdepan.
 Ketiga, pembangunan desa terpadu sebagai pilar penting dari percepatan
pembangunan 62 daerah tertinggal dalam periode lima tahun ke depan.
5. Kebijakan pemerintah Perkembangan covid19
a. Indonesia terus memantau laporan perkembangan virus COVID-19 di dunia yang
dikeluarkan oleh WHO.
b. Sesuai laporan terkini WHO, saat ini terdapat kenaikan signifikan kasus COVID-
19 di luar Tiongkok, terutama di tiga negara yaitu Iran, Italia dan Korea Selatan.
c. Oleh karena itu, demi kebaikan semua, untuk sementara waktu, Indonesia
mengambil kebijakan baru bagi pendatang/travelers dan ketiga negara tersebut
sebagai berikut:
6. Kebijakan pemerintah tentang vaksin Booster
Kementerian Kesehatan RI melalui Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian
Penyakit menerbitkan surat edaran yang ditujukan kepada dinas kesehatan provinsi,
kabupaten, dan direktur rumah sakit di Indonesia untuk melaksanakan vaksinasi
booster. Surat Edaran tersebut bernomor HK.02.02/II/252/2022 tentang Vaksinasi
COVID-19 Dosis Lanjutan (Booster).
7. Kebijakan pemerintah tentang Berpergian
Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan menerbitkan
aturan terbaru tentang syarat penerbangan. Aturan tertuang dalam Surat Edaran (SE)
Menteri Perhubungan Nomor 93 Tahun 2021. Aturan itu merupakan perubahan atas
SE Nomor 88/2021 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Perjalanan Orang Dalam Negeri
dengan Transportasi Udara pada Masa Pandemi Covid-19. "Penerbitan SE baru
tersebut mengacu pada Addendum Kedua SE Satuan Tugas (Satgas) Penanganan
COVID-19 Nomor 21/2021. SE baru ini berlaku efektif mulai 28 Oktober 2021," ujar
Dirjen Perhubungan Udara Kemenhub, Novie Riyanto, di Jakarta Pusat, Jumat
(29/10/2021
8. Peraturan" terkait Covid-19
a. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020
b. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah
Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 49,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3447);
c. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan
Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus
Disease 2019 (Covid-19) (UU Covid-19)
d. Peraturan 2020 Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun Tentang Kebijakan
Negara Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Keuangan Mengatur pelaksanaan
Anggaran Pendapatan Pemerintah Keuangan Dan dan Belanja Negara (APBN)
dalam rangka penanganan pandemi Corona Virus Disease Penanganan 2019
(Covid – 19) dan menghadapi ancaman Pandemi Corona Virus yang
membahayakan perekonomian nasional Disease 2019 (Covid-19) Dan/Atau
Dalam Rangka Menghadapi Ancaman Yang Membahayakan Perekonomian
Nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan
e. Keputusan presiden nomor 9 tahun 2020 tentang perubahan atas keputusan
presiden nomor 7 tahun 2020 tentang gugus tugas percepatan penanganan Corona
virus disease 2019 (Covid-19).

E. Kebijakan Dan Program Pemerintah Mengenai Penanggulangan Diare


1. Defenisi Diare
Diare merupakan kondisi dimana seseorang buang air besar dengan konsistensi
lembek atau cair bahkan sampai berupa air yang terjadi dalam frekuensi sering,
sebanyak tiga kali atau lebih dalam satu hari (Hariani & Ramlah, 2019).
2. Program Pemerintah Dalam Penangganan Diare
Salah satu program pemerintah dalam penangganan diare ialah LINTAS DIARE “
Lima Langkah Tuntaskan Diare”
a. Berikan oralit.
b. Berikan zink selama 10 hari berturut-turut.
c. Teruskan ASI dan pemberian makan.
d. Berikan antibiotic secara selektif.
e. Berikan nasihat pada ibu/ pengasuh.

3. Kebijakan Pemerintah Dalam Penangganan Diare


a. Undang–Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular
( Lembar Negara Tahun 1984 No 20 , Tambahan Lembaran Negara Nomor
3273 ).
b. Peraturan Pemerintaha Nomor 40 Tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah
Penyakit Menular ( Lembaran Negara tahun 1991 Nomor 49 Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3447 )
c. Keputusan Menteri Kesehatan Tentang Pedoman Pemberantasan Penyakit
Diare
 Pasal 1
Pemberantasan Penyakit Diare dilakukan oleh Petugas Kesehatan
Pusat Propinsi dan Kabupaten / kota sesuai dengan tugas fungsi
kewenangan masing-masing.
 Pasal 2
Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare merupakan Acuan bagi
Petugas Kesehatan dalam melakukan kegiatannya sebagaimana
dimaksud dalam ppasal 1 untuk mencegah meningkatnya angka
kesakitan dan angka kematian serta kejadian luar Biasa ( KLB ).
 Pasal 3
Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare sebagaimana tercantum dalam
lampiran Keputusan ini.
 Pasal 4
Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan. Ditetapkan Di jakarta
Pada tanggal : 16 Nopember 2001 Menteri Kesehatan DR. Achmad
Sujudi.

4. Kebijakan
a. Kebijakan yang ditetapkan pemerintah mengacu pada Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1216/MENKES/SK/XI/2001
Tentang Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare
b. Keputusan Menteri Kesehatan Tentang Pedoman Pemberantasan Penyakit
Diare
 Pasal 1
Pemberantasan Penyakit Diare dilakukan oleh Petugas Kesehatan
Pusat Propinsi dan Kabupaten / kota sesuai dengan tugas fungsi
kewenangan masing-masing.
 Pasal 2
Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare merupakan Acuan bagi
Petugas Kesehatan dalam melakukan kegiatannya sebagaimana
dimaksud dalam ppasal 1 untuk mencegah meningkatnya angka
kesakitan dan angka kematian serta kejadian luar iasa ( KLB ).
 Pasal 3
Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare sebagaimana tercantum dalam
lampiran Keputusan ini.
 Pasal 4
Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan. (KEMENKES, 2001)

F. KEBIJAKAN DAN PROGRAM PEMERINTAH DALAM


PENANGGULANGAN PENYAKIT DBD
1. Pengertian Demam Berdarah Dengue (DBD)
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi virus akut yang
disebabakan oleh virus dengue yang ditandai demam 2 – 7 hari disertai dengan
manifestasi perdarahan, penurunan trombosit (trombositopenia), adanya
hemokonsentrasi yang ditandai kebocoran plasma (peningkatan hematokrit),
asites, efusi pleura, hipoalbuminemia).
2. Kebijakan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa DBD
Kebijakan publik dalam bentuk undang-undang mengenai penanggulangan wabah
penyakit menular tertera dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang
Wabah Penyakit Menular (UU WPM). Undang-undang tersebut merupakan
pengganti dari Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1962 tentang Wabah yang dinilai
kurang mengakomodir perkembangan teknologi, ilmu pengetahuan, lalu lintas
internasional, dan perubahan lingkungan hidup yang dapat memengaruhi
perubahan pola penyakit..
Upaya penanggulangan wabah meliputi :
a. Penyelidikan epidemiologi
b. Pemeriksaan
c. Pengobatan
d. Perawatan
e. Isolasi penderita termasuk tindakan karantina
f. Pencegahan dan pengebalan
g. Pemusnahan penyebab penyakit
h. Penanganan jenazah akibat wabah
i. Penyuluhan kepada masyarakat
3. Strategi Pencegahan dan Pengendalian KLB DBD
Strategi pencegahan dan pengendalian KLB DBD dilakukan dengan upaya
melakukan surveilans aktif berbasis laboratorium, kesiapan dan tanggap darurat
untuk pengendalian nyamuk, darurat rawat inap dan pengobatan penderita DBD,
pendidikan kesehatan masyarakat tentang diagnosis klinis dan manajemen DBD,
pengendalian nyamuk Aedes di komunitas (Gubler, 2005).

G. KEBIJAKAN DAN PROGRAM PEMERINTAH DALAM


PENANGGULANGAN PENYAKIT YANG DAPAT DICEGAH DENGAN
IMUNISASI (PD3I)
1. Pengertian Imunisasi
Menurut Permenkes No. 12 Tahun 2017 Tentang Penyelenggaraan Imunisasi,
yaitu suatu upaya untuk menimbulkan/meningkatkan kekebalan seseorang secara
aktif terhadap suatu penyakit sehingga bila suatu saat terpajan dengan penyakit
tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan.
Imunisasi Program adalah imunisasi yang diwajibkan kepada seseorang sebagai
bagian dari masyarakat dalam rangka melindungi yang bersangkutan dan
masyarakat sekitarnya dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.
Imunisasi Pilihan adalah imunisasi yang dapat diberikan kepada seseorang sesuai
dengan kebutuhannya dalam rangka melindungi yang bersangkutan dari penyakit
tertentu.
2. Kebijakan Dan Strategi Program Imunisasi
a. Kebijakan
 Penyelenggaraan Imunisasi dilaksanakan oleh pemerintah, swasta dan
masyarakat dengan mempertahankan prinsip keterpaduan antara pihak.
 Mengupayakan pemerataan jangkauan pelayanan imunisasi baik
terhadap sasaran masyarakat maupun sasaran wilayah.
 Mengupayakan kualitas pelayanan yang bermutu.
 Mengupayakan kesinambungan penyelenggaraan melalui perencanaan
program dan anggaran terpadu.
 Perhatian khusus diberikan untuk wilayah rawan sosial, rawan
penyakit (KLB) dan daerah-daerah sulit secara geografis.
b. Strategi
 Memberikan akses (pelayanan) kepada swasta dan masyarakat.
 Membangun kemitraan dan jejaringan kerja.
 Ketersediaan dan kecukupan vaksin, peralatan rantai vaksin dan alat
suntik.
 Menerapkan sistem Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) untuk
menentukan prioritas kegiatan serta tindakan perbaikan.
 Pelayanan imunisasi dilaksanakan oleh tenaga profesional/terlatih.
 Pelaksanaan sesuai dengan standar.
 Memanfaat perkembangan metoda dan teknologi.
 Meningkatkan advokasi, fasilitasi dan pembinaan.

H. KEBIJAKAN DAN PROGRAM PEMERINTAH DALAM


PENANGGULANGAN CACAR MONYET DAN PMK (PENYAKIT MULUT
DAN KUKU)
1. Kebijakan dan Program Pemerintah Dalam Penanggulangan Cacar Monyet
A. Pengertian Penyakit Cacar Monyet
Cacar monyet (monkeypox) merupakan penyakit infeksi virus yang
disebabkan oleh virus monkeypox, yaitu virus yang termasuk dalam kelompok
Orthopoxvirus. Virus ini awalnya menular dari hewan ke manusia melalui
cakaran atau gigitan hewan, seperti tupai, monyet atau tikus, yang terinfeksi
virus monkeypox.
B. Pencegahan Penyakit Cacar Monyet
Centers for Disease Control and Prevention (CDC) Amerika Serikat dan
World Health Organization (WHO) memberikan langkah langkah pencegahan
berikut ini:
a) Hindari kontak apapun dengan hewan sumber virus terutama golongan
rodentia dan primata (termasuk hewan yang sakit atau yang ditemukan
mati di daerah Monkeypox terjadi).
b) Hindari kontak dengan bahan apapun (seperti darah atau daging yang tidak
dimasak dengan baik) yang telah bersentuhan dengan hewan yang sakit.
c) Pisahkan penderita yang terinfeksi dari orang lain yang bisa berisiko
terinfeksi.
d) Bersihkan tangan, baik setelah kontak dengan hewan atau orang yang
terinfeksi. Misalnya, mencuci tangan dengan sabun dan air atau
menggunakan pembersih tangan berbahan dasar alkohol.
e) Gunakan alat pelindung diri saat merawat penderita. Sebaiknya tenaga
kesehatan, laboratorium, maupun orang orang yang diduga terpapar
dengan penderita dan spesimennya diberikan Vaksin Smallpox.

C. Kebijakan dan Program Pemerintah Dalam Penanggulangan Cacar Monyet.


Berikut ini adalah beberapa tindakan yang akan dilakukan oleh pemerintah
dalam menghadapi kemungkinan penyebaran cacar monyet ditengah
masyarakat Indonesia, diantaranya adalah:
1) Melakukan revisi pedoman pencegahan dan pengendalian cacar monyet
untuk menyesuaikan situasi dan informasi baru dari WHO,
2) Memperbarui situasi dan frekuensi question (FAQ) terkait monkeypox
yang dapat diunduh melalui https://infeksiemerging.kemkes.go.id/
3) Mengeluarkan Surat Edaran NOMOR: HK.02.02/C/2752/2022 Tentang
Kewaspadaan Terhadap Penyakit Monkeypox di Negara non Endemis
Surat Edaran ini dimaksudkan untuk meningkatkan dukungan Pemerintah
Daerah, fasilitas pelayanan kesehatan, Kantor Kesehatan Pelabuhan, Sumber
Daya Manusia (SDM) Kesehatan, dan para pemangku kepentingan terkait
kewaspadaan dini penemuan kasus Monkeypox

2. PMK (Penyakit Mulut dan Kuku)


A. Pengertian PMK (Penyakit Mulut dan Kuku)
Penyakit mulut dan kuku (PMK) adalah penyakit infeksi virus yang bersifat
akut dan sangat menular. Penyakit ini menyerang semua hewan berkuku
belah/genap, seperti sapi, kerbau, babi, kambing, domba termasuk juga hewan
liar seperti gajah, rusa dan sebagainya. Virus dapat bertahan lama di
lingkungan, dan bertahan hidup di tulang, kelenjar, susu serta produk susu.
Masa inkubasi 1-14 hari, virus awet dalam pendinginan dan terinaktivasi oleh
temperature > 500 dan terinaktivasi pada pH < 6,0 & pH > 9,0.
B. Pencegahan Penularan dan Penyebaran Virus PMK
 Biosekuriti Barang
 Biosekuriti Kandang
 Biosekuriti pada Karyawan Peternakan
 Biosekuriti Tamu Kunjungan
 Biosekuriti kendaraan
 Biosekuriti Ternak
C. Kebijakan dan program pemerintah dalam penanggulangan Penyakit Mulut
dan Kuku (PMK)
1. Membentuk satuan tugas (Satgas) penanganan PMK yang akan diketahui
oleh kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
2. Melakukan pembatasan berbasis mikro bagi mobilitas hewan ternak di
daerah yang terdampar PMK atau daerah zona merah.
3. Mengintensifkan vaksinasi PMK bagi hewan ternak dengan menggunakan
anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
4. Mempersiapkan vaksinator dan obat - obatan, serta memperketat
mekanisme penangganan hewan ternak agar virus tidak menyebar.
5. Menyiapkan santunan penggantian ternak, terutama bagi para peternak
pelaku usaha mikro, kecil, menengah (UMKM) sebesar Rp10 juta per sapi.

Adapun Pelaksanaan Pengendalian dan Penanggulangan PMK


a. Pemberantasan PMK pada wilayah yang telah ditetapkan sebagai daerah
wabah PMK
b. Dalam hal terjadi indikasi wabah yang belum ditetapkan sebagai daerah
wabah oleh Menteri Pertanian, atau belum dilakukan penutupan wilayah
oleh gubernur atau bupati/wali kota,
c. Melakukan pendataan terkait profil peternakan di wilayah masingmasing
termasuk populasi ternak yang berisiko serta lokasinya (by name by
address) sehingga langkah-langkah kontingensi dapat dilakukan cepat dan
tepat jika sewaktu-waktu terjadi kasus di masa mendatang;
d. Melakukan pelarangan pengeluaran dan/atau pemasukan hewan, produk
hewan, dan/atau media yang dimungkinkan membawa PMK dari daerah
tertular dan/atau terduga ke daerah bebas.
e. Penetapan daerah wabah PMK dapat diubah oleh Menteri Pertanian

Adapun Perundang - Undangan terkait PMK


1. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan
Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5015) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 6573);
2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 224,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587)
sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 6573)
3. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan
dan Tumbuhan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019
Nomor 200, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
6411);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 95 Tahun 2012 tentang Kesehatan
Masyarakat Veteriner dan Kesejahteraan Hewan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 214, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5356);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2014 tentang Pengendalian dan
Penanggulangan Penyakit Hewan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5543);
6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2017 Tentang
Otoritas Veteriner (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017
Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
6019);

PERTEMUAN II
A. PERAN PERAWAT DALAM MENGATASI KEJADIAN LUAR BIASA DAN
KASUS PENYAKIT BARU
1. Defenisi
Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian
kesakitan dan atau kematian yang bermakna secara epidemiologs pada suatu
daerah dalam kurun waktu tertentu.Penanggulangan KLB adalah kegiatan yang
dilaksanakan untuk menangani penderita, mencegah perluasan kejadian dan
timbulnya penderita atau kematian baru pada suatu kejadian Iuar biasa yang
sedang terjadi.
2. Peraturan Pemerintah
a. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
949/MENKES/SK/VIII/2004 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem
Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa.
b. Penanggulangan wabah/KLB penyakit menular diatur dalam UU. No. 4 tahun
1984 tentang Wabah Penyakit Menular, PP No. 40 tahun 1991 tentang
Penanggulangan Wabah Penyakit Menular, Peraturan Menteri Kesehatan No.
560 tentang Jenis Penyakit Tertentu Yang Dapat Menimbulkan Wabah.
c. Pada tahun 2000, Indonesia menerapkan secara penuh UU No. 22 tahun 1999
tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Daerah, yang kemudian diikuti
dengan terbitnya PP No. 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pernerintah dan
Kewenangan Propinsl Sebagai Daerah Otonom yang berpengaruh terhadap
penyelenggaraan penanggulangan wabah/KLB.
B. Peran Pelayanan Primer, Sekunder Dan Tertier Dalam Mengatasi Kejadian
Luar Biasa Dan Kasus Penyakit Baru.
1. Definisi Pelayanan Kesehatan
Levey dan Loomba (1973) menjabarkan pelayanan kesehatan ialah setiap upaya
yang diselenggarakan secara sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu
organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan
menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perseorangan, keluarga,
kelompok dan ataupun masyarakat (Azwar, 1996).

2. Pencegahan Penyakit
a. Pencegahan primer.
Pencegahan primer adalah upaya memodifikasi faktor risiko atau mencegah
berkembangnya faktor risiko, sebelum dimulainya perubahan patologis,
dilakukan pada tahap suseptibel dan induksi penyakit, dengan tujuan
mencegah atau menunda terjadinya kasus baru penyakit.
b. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder merupakan upaya pencegahan pada fase penyakit
asimtomatis, tepatnya pada tahap preklinis, terhadap timbulnya gejala-gejala
penyakit secara klinis melalui deteksi dini (early detection). Jika deteksi tidak
dilakukan dini dan terapi tidak diberikan segera maka akan terjadi gejala
klinis yang merugikan.
c. Pencegahan Tersier
Pencegahan penyakit pada tahap ini dapat dilakukan dengan dua aspek
pertama Penanganan komplikasi dan Pembatasan cacat yang bertujuan untuk
untuk menghentikan proses penyakit dan mencegah komplikasi, penyediaan
fasilitas untuk membatasi ketidakmampuan dan mencegah kematian.
Aspek kedua yaitu dengan melaukan rehabilitasi langkah ini dilakukan dalam
rangka Penyediaan fasilitas untuk pelatihan hingga fungsi tubuh dapat
dimanfaatkan sebaik-baiknya.

C. PROGRAM PEMERINTAH DALAM PENANGGULAN TB PARU


1. Defenisi Tuberkulosis
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi
dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. TB anak terjadi pada anak usia 0-14
tahun (Kemenkes RI,2016).
Tuberkulosis atau TB adalah penyakit infektius yang terutama menyerang
parenkim paru.
2. Program Pemerintah Dalam Penanggulangan TB Paru
a. Strategi dan Kebijakan
1. Strategi
Strategi penanggulangan TB dalam pencapaian eliminasi nasional TB
meliputi:
a. Penguatan kepemimpinan program TB di kabupaten/kota
b. Peningkatan akses layanan TB yang bermutu
c. Pengendalian faktor risiko
d. Peningkatan kemitraan TB melalui Forum Koordinasi TB
e. Peningkatan kemandirian masyarakat dalam penanggulangan TB
f. Penguatan manajemen program (health system strenghtening)
2. Kebijakan Penanggulangan TB di Indonesia
a. Penanggulangan TB dilaksanakan sesuai dengan azas desentralisasi
dalam kerangka otonomi daerah dengan Kabupaten/kota sebagai titik
berat manajemen program,
b. Penanggulangan TB dilaksanakan dengan menggunakan pedoman
standar nasional sebagai kerangka dasar dan memperhatikan kebijakan
global untuk PenanggulanganTB.
c. Penemuan dan pengobatan untuk penanggulangan TB dilaksanakan
oleh seluruh Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) yang
meliputi Puskesmas, Klinik, dan Dokter Praktik Mandiri (DPM) serta
Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL) yang meliputi:
Rumah Sakit Pemerintah, non pemerintah dan Swasta, Rumah Sakit
Paru (RSP), Balai Besar/Balai Kesehatan Paru Masyarakat (B/BKPM).
d. Obat Anti Tuberkulosis (OAT) untuk penanggulangan TB disediakan
oleh pemerintah dan diberikan secara cuma-cuma.
e. Keberpihakan kepada masyarakat dan pasien TB. Pasien TB tidak
dipisahkan dari keluarga, masyarakat dan pekerjaannya. Pasien
memiliki hak dan kewajiban sebagaimana individu yang menjadi
subyek dalam penanggulangan TB
f. Penanggulangan TB dilaksanakan melalui penggalangan kerjasama
dan kemitraan diantara sektor pemerintah, non pemerintah, swasta dan
masyarakat melalui Forum Koordinasi TB.
g. Penguatan manajemen program penanggulangan TB ditujukan
memberikan kontribusi terhadap penguatan sistem kesehatan nasional.
h. Pelaksanaan program menerapkan prinsip dan nilai inklusif, proaktif,
efektif, responsif, profesional dan akuntabel
i. Penguatan Kepemimpinan Program ditujukan untuk meningkatkan
komitmen pemerintah daerah dan pusat terhadap keberlangsungan
program dan pencapaian target strategi global penanggulangan TB
yaitu eliminasi TB tahun 2035.

b. Promosi Kesehatan
Promosi kesehatan adalah berbagai upaya yang dilakukan terhadap masyarakat
sehingga mereka mau dan mampu untuk meningkatkan dan memelihara
kesehatan mereka sendiri. Dalam promosi kesehatan dalam penanggulangan
TB diarahkan untuk meningkatkan pengetahuan yang benar dan komprehensif
mengenai pencegahan penularan, pengobatan, pola hidup bersih dan sehat
(PHBS), sehingga terjadi perubahan sikap dan perilaku sasaran program TB
terkait dengan hal tersebut serta menghilangkan stigma serta diskriminasi
masyakarat serta petugas kesehatan terhadap pasien TB.
Sasaran promosi kesehatan penanggulangan TB adalah:
 Pasien,
 Tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama, petugas kesehatan,
pejabat pemerintahan, organisasi kemasyarakatan dan media massa.
 Pembuat kebijakan publik yang menerbitkan peraturan perundang-
undangan dibidang kesehatan dan bidang lain
Strategi Promosi Kesehatan dalam Penanggulangan TB Promosi kesehatan
dalam penanggulangan TB diselenggarakan dengan strategi pemberdayaan
masyarakat, advokasi dan kemitraan.
 Pemberdayaan masyarakat
 Advokasi
 Kemitraan
3. Landasan Hukum dalam Penanggulangan TB Paru
a. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 20, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3273);
b. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431);
c. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587)
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5679);
d. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 298,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5607);
e. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1991 tentang Penanggulangan
Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1991 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3447);
f. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2014 tentang Sistem Informasi
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor
126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5542);
g. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2014 tentang Kesehatan
Lingkungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor
184, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5570);
h. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2052/Menkes/Per/X/2011 tentang
Izin Praktik dan Pelaksaan Praktik Kedokteran (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 671);
i. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 45 Tahun 2014 tentang
Penyelenggaraan Surveilans Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 1113);
j. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang Pusat
Kesehatan Masyarakat (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 1676);

D. PROGRAM PEMERINTAH DALAM PENANGGULANGAN HIV/AIDS


1. Pengertian HIV/AIDS
HIV (human immunodeficiency virus) adalah virus yang merusak sistem
kekebalan tubuh dengan menginfeksi dan menghancurkan sel CD4. Jika makin
banyak sel CD4 yang hancur, daya tahan tubuh akan makin melemah sehingga
rentan diserang berbagai penyakit. HIV yang tidak segera ditangani akan
berkembang menjadi kondisi serius yang disebut AIDS (acquired
immunodeficiency syndrome). AIDS adalah stadium akhir dari infeksi HIV. Pada
tahap ini, kemampuan tubuh untuk melawan infeksi sudah hilang sepenuhnya.
2. Pencegahan HIV dan AIDS
a. Tidak melakukan hubungan seks sebelum menikah
b. Tidak berganti-ganti pasangan seksual
c. Menggunakan kondom saat berhubungan seksual
d. Menghindari penggunaan narkoba, terutama jenis suntik
e. Mendapatkan informasi yang benar terkait HIV, cara penularan, pencegahan, dan
pengobatannya, terutama bagi anak remaja

3. Penyebaran HIV/AIDS di Indonesia


Dikutip dari artikel Stigma terhadap Orang Dengan HIV dan AIDS (ODHA) dari
laman Kementerian Sosial, fenomena yang terjadi di masyarakat Indonesia terkait
dengan stigma kepada orang dengan HIV/AIDS adalah:
a. Ketakutan akan stigma dan diskriminasi, kendala utama penanganan
HIV/AIDS;
b. Stigma HIV/AIDS masih berkutat pada masalah seks;
c. Paradigma baru pola transmisi HIV/AIDS yang didominasi oleh pengguna
narkotika intravena.
Stigma di atas menjadi kendala dalam membuat kebijakan pemerintah atau
regulasi tentang penanggulangan HIV/AIDS karena kurangnya partisipasi
masyarakat. Padahal, kebijakan di tingkat nasional sudah ada, namun
implementasinya di tingkat daerah masih jauh dari ideal.
4. Monitoring evaluasi pencegahan dan penanggulangan HIV AIDS
Monitoring dan evaluasi dilakukan dengan tujuan untuk :
a. Menjamin bahwa program pencegahanHIV AIDS mencapai tingkat
efisiensi dan akuntabilitas yang tinggi,
b. Membantu mengintensifkan dan meningkatkan pelaksanaan program,
c. Memungkinkan tindakan korektif untuk mengarahkan program,
d. Menghasilkan informasi yang berguna bagi pelaksanaan program serta
sebagaimasukan untuk penyusunan program lanjutan.
5. Strategi Pencegahan dan Penanggulangan HIV AIDS
a. Meningkatkan dan memperkuat kebijakan dan kepemilikan program
melalui regulasi, standarisasi layanan program, mobilisasi dan harmonisasi
sumber daya dan alokasi pembiayaan.
b. Meningkatkan dan memperkuat sistem kesehatan dan manajemen
program,melalui peningkatan kapasitas program, pengembangan SDM
program yang profesional, manajemen logistik, kegiatan Monitoring dan
Evaluasi (ME)program dan promosi program.
c. Meningkatkan dan menguatkan sistem informasi strategis
melaluipengembangan kegiatan surveilans generasi kedua, penelitian
operasionaluntuk memperoleh data dan informasi bagi pengembangan
programpengendalian HIV dan AIDS.
d. Memberdayakan ODHA dan masyarakat dalam upaya
pencegahan,perawatan, dukungan, pengobatan dan upaya kegiatan
program lainnya.

E. PROGRAM PEMERINTAH DALAM PENANGGULANGAN MALARIA


1. Definisi Malaria
Malaria adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh parasit dari genus
Plasmodium, yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles dengan
gambaran penyakit berupa demam yang sering periodik, anemia, pembesaran
limpa dan berbagai kumpulan gejala oleh karena pengaruhnya pada beberapa
organ misalnya otak, hati dan ginjal.
2. UU Mengenai Malaria
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR
043/MENKES/SK/V/2007 TENTANG PEDOMAN PELATIHAN MALARIA
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
3. Program Pemerintah Dalam Penanggulangan Malaria
Upaya pemerintah dalam program pengendalian malaria yaitu Diagnosa Malaria
harus terkonfirmasi mikroskop atau Rapid Diagnostic Test; Pengobatan
menggunakan Artemisinin Combination Therapy; Pencegahan penularan malaria
melalui: distribusi kelambu (Long Lasting Insecticidal Net), Penyemprotan rumah,
repellent, dan lain-lain; Kerjasama Lintas Sektor dalam Forum Gebrak Malaria;
dan Memperkuat Desa Siaga dengan pembentukan Pos Malaria Desa (Posmaldes).
Cara mencegah malaria yaitu dengan menghindari gigitan nyamuk malaria
diantaranya dengan tidur di dalam kelambu, mengolesi badan dengan obat anti
gigitan nyamuk (Repelent); membersihkan tempat-tempat hinggap/istirahat
nyamuk dan memberantas sarang nyamuk; membunuh nyamuk dewasa dengan
menyemprot rumah-rumah dengan racun serangga; membunuh jentik-jentik
nyamuk dengan menebarkan ikan pemakan jentik; membunuh jentik nyamuk
dengan menyempot obat anti larva (jentik) pada genangan air dan melestarikan
hutan bakau di rawa-rawa sepanjang.

F. PROGRAM PEMERINTAH DALAM PENANGGULANGAN FILARIASIS


1. Pengertian Filariasis
Filariasis adalah penyakit menular (penyakit kaki gajah) yang disebabkan oleh cacing
filaria yang ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. Penyakit ini bersifat menahun
(kronis) dan jika tidak mendapat pengobatan dapat menimbulkan cacat menetap
berupa pembesaran kaki, lengan, payudara, scrotum dan alat kelamin baik perempuan
maupun laki-laki. Akibatnya, penderita tidak dapat bekerja secara optimal, bahkan
hidupnya tergantung kepada orang lain sehingga menjadi beban keluarga, masyarakat
dan negara (Achmadi, 2001).
2. Tindakan Pencegahan dan Pemberantasan Filariasis
Menurut Depkes Ri (2005), tindakan pencegahan dan pemberantasan filariasis yang
dapat dilakukan adalah:
a. Melaporkan ke Puskesmas bila menemukan warga desa dengan pembesaran
kaki. tangan, kantong buah zakar, atau payudara.
b. Ikut serta dalam pemeriksaan darah jari yang dilakukan pada malam hari oleh
petugas kesehatan.
c. Minum obat anti filariasis yang diberikan oleh petugas kesehatan.
d. Menjaga kebersihan rumah dan lingkungan agar bebas dan nyamuk penular.
e. Menjaga diri dari gigitan nyamuk misalnya dengan menggunakan kelambu
pada saat tidur.
3. Kebijakan Pemerintah Terkait Program dan Strategi Pemberantasan Filariasis
Beberapa kebijakan terkait :
a. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1582/MENKES/SK/XI/2005 Tentang Pedoman Pengendalian Filariasis
(Penyakit Kaki Gajah)
b. Untuk mempercepat terwujudnya Indonesia bebas Penyakit Kaki Gajah,
pemerintah juga mengadakan Bulan Eliminasi Kaki Gajah (BELKAGA)
selama 5 tahun (2015-2020)

G. PROGRAM PEMERINTAH DALAM PENANGGULANGAN GONDOK


1. Pengertian
Penyakit gondok adalah kondisi ketika terdapat benjolan di leher akibat kelenjar tiroid
yang membesar. Kelenjar tiroid dimiliki oleh pria maupun wanita. Pada kondisi
normal, kelenjar tiroid tidak tampak menonjol. Fungsi kelenjar ini adalah untuk
menghasilkan hormon tiroid, yang mengatur berbagai fungsi normal tubuh, seperti
denyut jantung, suhu tubuh, dan kekuatan otot. Gejala yang dialami oleh penderita
penyakit gondok dapat berbeda-beda, tergantung dari pengaruhnya terhadap hormon
tiroid dalam tubuh, apakah meningkat, menurun, atau tetap normal.
2. Kebijakan Pengendalian dan Penanggulangan Penyakit Gondok
Berdasarkan Kebijakan Pemerintah pada UU Republik Indonesia nomor 25 Tahun
2009, yaitu: “Kebijakan memberantas atau mengurangi penyakit gondok yang
dilakukan melalui pemberian yodium pada setiap garam (di luar garam industri)”.
Mengingat masalah gondok ini terutama disebabkan karena lingkunganyang
miskin sumber yodium, maka upaya penanggulangan ditekankan pada
suplementasi yodium baik secara oral, melalui garam beryodium maupun secara
parentral melalui preparat yodium dosis tinggi (Kresnawan, 1993).
Kegiatan yang dilaksanakan antara lain meliputi :
a. Upaya Jangka Pendek
Pemberian kapsul minyak beryodium kepada penduduk wanita umur 0-35
tahun, pria 0-20 tahun sesuai dengan dosis yang telah ditentukan, pemberian
ini terutama kepada penduduk di daerah endemik berat dan sedang.
b. Upaya Jangka Panjang
Iodisasi garam merupakan kegiatan penanggulangan Gaky jangka panjang.
Program untuk meyodisasi garam konsumsi dimulai tahun 1975, dan
pelaksanaan program mulai tahun 1980 dikelola oleh perindustrian. Tujuan
dari program ini adalah semua garam yang dikonsumsi oleh masyarakat baik
yang menderita maupun yang tidak dan garam beryodium tersedia diseluruh
wilayah Indonesia. (Departemen Perindustrian, 1983).
Tujuan utama program penanggulangan GAKY:
a. Menurunkan angka gondok total/TGR
b. Mencegah munculnya kasus kretin pada bayi baru lahir di daerah endemik
sedang dan berat
Perundang - undangan :
a. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009, tentang Kesehatan
b. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 1994 tentang
Pengadaan Garam Konsumsi Beryodium;
c. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 63 Tahun 2010 tentang Pedoman
Penanggulangan Gangguan Akibat Kekurangan Yodium di Daerah (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 675)
I. PROGRAM PEMERINTAH DALAM PENANGGULANGAN DIABETES
MELLITUS
1. Pengertian Diabetes Melitus
Diabetes Melitus adalah suatu penyakit gangguan metabolik menahun yang
ditandai oleh kadar glukosa darah yang melebihi nilai normal.
2. Kebijakan Pengendalian Diabetes Melitus Di Indonesia
Terdapat beberapa kebijakan yang mendukung pengendalian Diabetes Melitus di
Indonesia, antara lain adalah:
a. Permenkes RI No.5 Tahun 2017 tentang Rencana Aksi Nasional
Penanggulangan Penyakit Tidak Menular 2015 – 2019.
b. Instruksi Presiden No.1 Tahun 2017 tentang Gerakan Masyarakat Hidup Sehat
(Germas).
c. Permenkes RI No.52 Tahun 2016 tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan
dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan.
d. Permenkes No.43 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang
Kesehatan.

H. PROGRAM PEMERINTAH DALAM PENANGGULANGAN PENYAKIT


HIPERTENSI DAN PENYAKIT JANTUNG KORONER
1. Penyakit Hipertensi
A. Pengertian Hipertensi
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah didalam arteri. Seseorang dikatakan
terkena hipertensi bila mempunyai tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan
darah diastolik ≤90 mmHg. Pengukuran dilakukan 2 kali dengan waktu yang berbeda
dan dilakukan pada saat istirahat dengan posisi duduk atau berbaring.

B. Pengertian Penyakit Jantung Koroner (PJK)


Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan penyebab kematian nomor satu di Negara
yang sudah maju. Di Indonesia, kejadian PJK pada tahun-tahun terakhir ini juga
cenderung meningkat . Hal ini erat hubungannya dengan peningkatan taraf hidup
masyarakat serta perubahan pola makanan.Penyakit jantung koroner adalah terjadinya
penyumbatan sebagian atau total dari satu atau lebih pembuluh darah koroner yang
diawali dengan penimbunan lemak pada lapisan-lapisan pembuluh darah tersebut .
Penyumbatan pembuluh darah koroner terjadi akibat adanya proses aterosklerosis
(perkapuran), proses aterosklerosis sebenarnya sudah dimulai sejak masa kanak-
kanak, akan tetapi baru manifes pada usia dewasa, pertengahan atau lanjut. Selain
proses aterosklerosis, ada juga proses lain, yakni spasme (penyempitan) pembuluh
darah koroner tanpa adanya kelainan anatomis, yang secara tersendiri atau bersama-
sama memberikan gejala iskemia.

3. Upaya Pencegahan Penyakit Jantung Koroner (PJK)


Karena kekerapan kejadian PJK di Indonesia dari tahun ke tahun meningkat terus dan
angka kematiannya cukup tinggi serta banyak didapatkan pada golongan urnur yang
produktif (40-60 tahun), lagi pula pengobatannya masih cukup mahal, maka
diperlukan upaya-upaya pencegahannya. Upaya-upaya pencegahan tersebut dibagi
atas :
Pencegahan primer : yaitu mengendalikan FRK
Pencegahan sekunder : Yaitu mencegah timbulnya AP,IKA,IMA dan MM pada
mereka yang sudah dikenal sebagai penderita PJK
Pencegahan primer adalah jauh lebih penting dari pada pencegahan sekunder, karena
penurunan kekerapan PJK dengan 10% akan menurunkan pula angka kematian
dengan 10% pula.

4. Aturan–Aturan Menyangkut Program Pemerintah Dalam Penanggulangan


Penyakit Hipertensi Dan Penyakit Jantung Koroner
a. PERMENKES RI No. 05 Tahun 2017 Tentang Rencana Aksi Nasional
Penanggulangan Penyakit Tidak Menular Tahun 2015-2019
b. PERMENKES RI No. 43 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Minimal
Bidang Kesehatan.
c. PP No. 109 Tahun 2012 tentang pengaman bahan yang mengandung zat
adiktif berupa produk tembakau bagi kesehatan,
d. Permenkes No. 28 tahun 2013 tentang pencatuman peringatan kesehatan dan
informasi kesehatan pada kemasan produk tembakau,
e. UU No. 28 tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah tentang pajak
rokok,
f. Permenkes No. 30 tahun 2013 tentang pencantuman informasi kandungan
gula, garam, dan lemak, sertapesan kesehatan pada pangan olahan dan siap
dengan tujuan mengendalikan faktor risiko PTM

Anda mungkin juga menyukai