Anda di halaman 1dari 2

Analisa Persepsi Masyarakat Terkait Wabah Covid-19

Keperawatan Transkultural

Disusun Oleh:

TAUFIK WAHYUDI
(18.035)

Politeknik Negeri Madura


Jurusan Kesehatan Prodi D3 Keperawatan

Pandangan Masyarakat sekitar terkait penularan penyakit Covid-19


1. Susceptibility of illness
Salah satu masyarakat Desa Pakong Dalam baru datang dari luar kota dan dia
memeriksa dirinya di RS dirinya dinyatakan sakit tapi bukan tertular Covid19, orang
tersebut dianter oleh Ambulan RS kerumahnya. Orang – orang menganggap bahwa
‘dia’ telah tertularCovid-19 karena beberapa hari yang lalu dia datang dari luar jawa
dan sempat diperiksa di RS . Orang – orang cenderung khawatir kalau dekat dengan
orang tersebut ,karena menganggap virus Covid-19 menular melalui Airborne.

padahal WHO telah memberikan penjelasan bahwa Covid-19 tidak menular


lewat udara WHO mengatakan seseorang dapat terinfeksi Covid-19 dengan
menghirup virus jika berada dalam jarak 1 meter dari seseorang yang menderita
Covid-19 atau dengan menyentuh permukaan yang terkontaminasi dan kemudian
menyentuh mata, hidung atau mulut sebelum mencuci tangan.

Namun, yang patut diperhatikan dari pernyataan ini adalah perbedaan aerosol
dan airborne. Airborne berarti suatu penyakit bisa menyebar lewat udara. Sementara
aerosol adalah istilah untuk partikel halus hasil penyemprotan cairan dengan tekanan
yang dapat bertahan lama di udara. Tetapi kunjungan para petugas Medis tersebut
hanya berlangsung selama 2 hari, setelah dilakukan pemeriksaan lebih lanjut ternyata
orang tersebut hanya mengalami flu dan demam biasa padahal orang – orang telah
menjauhi keluarga tersebut sedemikian rupa karena pengetahuan tentang penularan
Covid-19 yang kurang.

2. Severity/Perceived seriousness of illness


Masyarakat didaerah Kadur, khususnya Desa PakongDalam Sendiri tidak
terlalu menganggap serius akan berita – berita penyebaran Covid-19, berbeda dengan
para anak muda yang cenderung memiliki ketakutan berlebihan seperti yang saya
jelaskan sebelumnya. Mereka selalu mengatakan bahwa hidup mati Tuhan lah yang
menentukan, bahkan ketika ada health education tentang bagaimana cuci tangan dan
etika bersin/batuk yang baik. Masyaraakat menganggap penyakit ini tidak terlalu
menganncam, diangan-angan mereka penyakit seperti ini sudah ada sejak dulu seperti
“Taún’. Benar adanya bahwa hidup mati ditangan tuhan, tapi bukankan kita juga
harus ber-ikhtiar agar terhindar dari bahaya yang mengancam nyawa kita? Karena
persepsi mereka yang tidak menganggap bahwa resiko tertular sangat tinggi akibatnya
adalah masyarakat didaerah pagagan masih bergerombol. Bahkan ada masyarakat
yang masih mengadakan tahlilan bersama setiap minggunya, seakan akan viris ini
tidak berbahaya. Sedangkan pemerintah melarang untuk bergerombolan dan melarang
untuk keluar rumah.

Anda mungkin juga menyukai