Anda di halaman 1dari 11

A.

DEFINISI
Hirschprung atau Megakolon adalah penyakit tidak adanya sel-sel ganglion
dalam rektum atau bagian rektosigmoid colon. Akibat ketidakadaan ini menimbulkan
keabnormalan atau tidak adanya peristaltik serta tidak adanya evakuasi usus spontan
(Betz, Cecily & Sowden, 2009).
Penyakit Hirschsprung atau Mega Kolon adalah kelainan bawaan penyebab
gangguan pasase usus tersering pada neonatus, dan kebanyakan terjadi pada bayi
aterm denagn berat lahir ≤ 3 kg, lebih banyak laki – laki dari pada perempuan. ( Arief
Mansjoeer,2008)

B. ETIOLOGI
Penyebab dari penyakit Hirschsprung yaitu kegagalan sel-sel krista neuralis
untuk bermigrasi ke dalam dinding suatu bagian saluran cerna bagian bawah termasuk
kolon dan rektum. Akibatnya tidak ada ganglion parasimpatis (aganglion) di daerah
tersebut.sehingga menyebabkan peristaltik usus menghilang sehingga profulsi feses
dalam lumen terlambat serta dapat menimbulkan terjadinya distensi dan penebalan
dinding kolon di bagian proksimal sehingga timbul gejala obstruktif usus akut, atau
kronis tergantung panjang usus yang mengalami aganglion.
Selain akibat dari aganglion, faktor penyebab lain penyakit Hirschsprung
adalah adanya riwayat keluarga yang terkena penyakit tersebut. Terdapat
kecenderungan bahwa penyakit Hirschsprung dipengaruhi oleh riwayat atau latar
belakang keluarga dari ibu.Penderita laki-laki lebih banyak dibandingkan penderita
perempuan dengan perbandingan 4:1.

C. MANIFESTASI KLINIS
Berdasarkan usia penderita tanda dan gejala penyakit Hirschsprung dapat
dibedakan menjadi 2, yaitu:
a. Periode neonates
1. Gagal mengeluarkan mekonium dalam 48 jam setelah lahir
2. Muntah berisi empedu
3. Enggan minum
4. Distensi abdomen
5. Obstruksi usus
b. Periode anak-anak
Walaupun kebanyakan gejala akan muncul pada bayi, namun ada beberapa
kasus dimana gejala-gejala tersebut tidak muncul hingga usia kanak-kanak
(Lakhsmi, 2008).
Gejala yang biasanya timbul pada anak-anak yakni :
1. Konstipasi kronis
2. Malnutrisi
3. Anemia
4. Perut membuncit (abdomen distention)
5. Pemeriksaan rectal touche (colok dubur) menunjukkan sfingter anal yang
padat/ketat, dan biasanya feses akan langsung menyemprot keluar dengan
bau feses dan gas yang busuk
6. Terdapat tanda-tanda edema, bercak-bercak kemerahan khususnya di
sekitar umbilicus, punggung dan di sekitar genitalia ditemukan bila telah
terdapat komplikasi peritonitis
7. Infeksi serius dengan diare, demam dan muntah dan kadang-kadang
dilatasi kolon yang berbahaya

D. KOMPLIKASI
1. Gawat pernapasan (akut)
2. Enterokolitis nekrotkans
3. Striktura ani (pasca bedah)
4. Inkontinensia (jangka panjang)
5. Obstruksi usus
6. Ketidak seimbangan cairan dan elektrolit
7. Konstipasi
8. Pneumatosis usus
9. Abses perikolon
10. Perforasi dan septikemi
E. PENATALAKSANAAN
1. Preoperatif
a. Diet
b. Terapi farmakologik
2. Operatif
3. Post Operatif

F. PATOFISIOLOGI

Istilah congenital aganglionic Megacolon menggambarkan adanya kerusakan primer


dengan tidak adanya sel ganglion pada dinding sub mukosa kolon distal. Segmen
aganglionic hampir selalu ada dalam rectum dan bagian proksimal pada usus besar.
Ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya gerakan tenaga
pendorong ( peristaltik ) dan tidak adanya evakuasi usus spontan serta spinkter rectum
tidak dapat berelaksasi sehingga mencegah keluarnya feses secara normal yang
menyebabkan adanya akumulasi pada usus dan distensi pada saluran cerna. Bagian
proksimal sampai pada bagian yang rusak pada Mega Colon (Cecily Betz & Sowden,
2009).

Isi usus terdorong ke segmen aganglionik dan feses terkumpul didaerah tersebut,
menyebabkan terdilatasinya bagian usus yang proksimal terhadap daerah itu karena
terjadi obstruksi dan menyebabkan dibagian Colon tersebut melebar( Price, S & Wilson,
2008).

Aganglionic mega colon atau hirschprung dikarenakan karena tidak adanya ganglion
parasimpatik disubmukosa (meissher) dan mienterik (aurbach) tidak ditemukan pada satu
atau lebih bagian dari kolon menyebabkan peristaltik usus abnormal. Peristaltik usus
abnormal menyebabkan konstipasi dan akumulasi sisa pencernaan di kolon yang
berakibat timbulnya dilatasi usus sehingga terjadi megakolon dan pasien mengalami
distensi abdomen. Aganglionosis mempengaruhi dilatasi sfingter ani interna menjadi
tidak berfungsi lagi, mengakibatkan pengeluaran feses, gas dan cairan terhambat.
Penumpukan sisa pencernaan yang semakin banyak merupakan media utama
berkembangnya bakteri. Iskemia saluran cerna berhubungan dengan peristaltik yang
abnormal mempermudah infeksi kuman ke lumen usus dan terjadilah enterocolitis.
Apabila tidak segera ditangani anak yang mengalami hal tersebut dapat mengalami
kematian(Dona L.Wong,1999:2009)

PATHWAYS
Tidak adanya sel ganglion

Hirschprung (segmen panjang melebihi sigmoid, seluruh kolon/usus halus & segmen
pendek)

Akumulasi benda Spinter rectum tidak


Peristaltik menurun
cair, padat, gas dapat relaksasi

Obstruksi di kolon Obstruksi parsial


Feses tidak dapat
melewati spinter ani

Pelebaran colon Refluk peristaltik


(mega colon) Feses tidak dapat
Resiko melewati spinter ani
kekurangan Mual, muntah
Gangguan volume cairan
defekasi Akumulasi benda
Ketidakseimbangan cair, padat, gas

Konstipasi nutrisi kurang dari


kebutuhan tubuh
Pelebaran colon
(mega colon)

Intervensi
pembedahan

Ansietas pada
orang tua
G. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
Penyakit ini sebagian besar ditemukan pada bayi cukup bulan dan merupakan
kelainan tunggal. Jarang pada bayi prematur atau bersamaan dengan kelainan bawaan
lain. Pada segmen aganglionosis dari anus sampai sigmoid lebih sering ditemukan
pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan. Sedangkan kelainan yang
melebihi sigmoid bahkan seluruh kolon atau usus halus ditemukan sama banyak pada
anak laki-laki dan perempuan. (Ngastiyah, 2005)
b. Riwayat Keperawatan
1) Keluhan utama
Konstipasi merupakan tanda utama dan pada bayi baru lahir.Trias yang sering
ditemukan adalah mekonium yang lambat keluar (lebih dari 24 jam setelah lahir),
perut kembung dan muntah berwarna hijau. Gejala lain adalah muntah dan diare.
2) Riwayat penyakit sekarang
Merupakan kelainan bawaan yaitu obstruksi usus fungsional. Obstruksi total saat
lahir dengan muntah, distensi abdomen dan ketiadaan evakuasi mekonium. Bayi
sering mengalami konstipasi, muntah dan dehidrasi.Gejala ringan berupa
konstipasi selama beberapa minggu atau bulan yang diikuti dengan obstruksi usus
akut.Namun ada juga yang konstipasi ringan, enterokolitis dengan diare, distensi
abdomen, dan demam.Diare berbau busuk dapat terjadi.
3) Riwayat penyakit dahulu
Penyakit yang pernah diderita klien selain penyakit Hirschsprung.
c. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan yang didapatkan sesuai dengan manifestasi klinis.Pada keadaan
umum terlihat lemah atau gelisah.Tanda-tanda vital didapatkan hipertermi dan
takikardi dimana menandakan terjadinya iskemia usus dan gejala terjadinya
perforasi.Tanda dehidrasi dan demam bisa didapatkan pada kondisi syok atau sepsis.
Pada pemeriksaan fisik fokus pada area abdomen, lipatan paha, dan rectum akan
didapatkan :
Inspeksi : Tanda khas didapatkan adanya distensi abnormal. Pemeriksaan
rectum dan feses akan didapatkan adanya perubahan feses seperti pita dan berbau
busuk.
Auskultasi : pada fase awal didapatkan penurunan bising usus, dan berlanjut dengan
hilangnya bisng usus.
Perkusi : Timpani akibat abdominal mengalami kembung.
Palpasi : Teraba dilatasi kolon abdominal.
d. Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan diagnostik
a) Foto polos abdomen tegak akan terlihat usus-usus melebar atau terdapat
gambaran obstruksi usus rendah
b) Pemeriksaan dengan barium enema ditemukan daerah transisi, gambaran
kontraksi usus yang tidak teratur di bagian menyempit, enterokolitis pada
segmen yang melebar dan terdapat retensi barium setelah 24-48 jam.
c) Simple suction rectal biopsy (biopsi isap) mencari sel ganglion pada daerah
sub mukosa.
d) Biopsy rectal (biopsi otot rectum) yaitu pengambilan lapisan otot rektum.
e) Pemeriksaan aktivitas enzim asetilkolin esterase dimana terdapat
peningkatan aktivitas enzim asetilkolineseterase.
 Pemeriksaan laboratorium
a) Kimia darah
b) Darah rutin
c) Profil koagulasi

2. Diagnosa Keperawatan
1) Konstipasi berhubungan dengan aganglionosis
2) Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan asupan
3) Risiko ketidakseimbangan volume cairan tubuh berhubungan dengan keluar
cairan tubuh dari muntah
4) Ansietas

3. Rencana Tindakan Keperawatan


1. Gangguan eliminasi fekal (konstipasi) berhubungan dengan aganglionosis
Tujuan :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan gangguan
eliminasi fekal (konstipasi) pada klien hilang dengan kriteria hasil:
- Defekasi teratur yang
- Berkurangnya distensi abdomen
- Rasa tidak nyaman berkurang
- Aliran balik enema atau irigasi rectum jernih
Intervensi :
1) Observasi bising usus dan periksa adanya distensi abdomen pasien. Pantau dan
catat frekuensi dan karakteristik feses.
Rasional : Untuk menyusun rencana penanganan yang efektif dalam mencegah
konstipasi dan impaksi fekal
2) Catat asupan haluaran secara akurat
Rasional : Untuk meyakinkan terapi penggantian cairan yang adekuat.
3) Dorong pasien untuk mengonsumsi cairan 2,5 L setiap hari, bila tidak ada
kontraindikasikan
Rasional : Untuk meningkatkan terapi penggantian cairan dan hidrasi
4) Lakukan program defekasi. Letakkan pasien di atas pispot atau commode pada
saat tertentu setiap hari, sedekat mungkin kewaktu biasa defekasi (bila diketahui)
Rasional : Untuk membantu adaptasi terhadap fungsi fisiologis normal.
5) Kolaborasi pemeberian laksatif, enema atau supositoria sesuai instruksi.
Rasional : Untuk meningkatkan eliminasi feses padat atau gas dari saluran
pencernaan, pantai keefektifannya

2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan asupan


Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapakan resiko nutrisi
kurang dari kebutuhan tidak terjadi dengan kriteria hasil :
- Berat badan pasien meningkat
- Konjungtiva tidak anemis

Intervensi :
1) Kaji riwayat jumlah makanan/ masukan nutrisi yang biasa dimakan dan
kebiasan makan
Rasional : Memberi informasi tentang kebutuhan pemasukan/ difisiensi
2) Monitor turgor kulit
Rasional : mengkaji pasokan nutrisi yang adekuat
3) Monitor mual dan muntah
Rasional : mengkaji adanya pengeluaran output berlebih
4) Pantau / Timbang berat badan
Rasional : Sebagai indicator langsung dalam mengkaji perubahan status nutrisi
5) Anjurkan ibu untuk tetap memberikan ASI rutin
Rasional : untuk mempertahankan masukan nutrisi pada pasien
6) Kolaborasikan dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi
yang dibutuhkan.
Rasional : untuk menambah masukan nutrisi yang baik bagi pasien

3. Risiko ketidakseimbangan volume cairan tubuh berhubungan dengan keluar cairan


tubuh dari muntah
Tujuan :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan resiko
ketidakseimbangan volume cairan pada klien tidak terjadi dengan kriteria hasil:
- turgor kulit elastic dan normal, CRT < 3 detik
- membrane mukosa lembab
Intervensi :
1) Timbang berat badan pasien setiap hari sebelum sarapan
Rasional : Untuk membantu mendeteksi perubahan keseimbangan cairan
2) Ukur asupan cairan dan haluaran urine untuk mendapatkan status cairan
Rasional : Penurunan asupan atau peningkatan haluaran mengakibatkan deficit
cairan
3) Pantau berat jenis urin
Rasional : Peningkatan berat jenis urin mengindikasikan dehidrasi. Berat jenis
urin rendah mengindikasikan kelebihan volume cairan.
4) Periksa membrane mukosa mulut setiap hari
Rasional : Membrane mukosa kering merupakan suatu indikasi dehidrasi.
5) Tentukan cairan apa yang disukai pasien dan simpan cairan tersebut disamping
tempat tidur pasien, sesuai instruksi.
Rasional : Untuk meningkatkan asupan.
6) Pantau kadar elektrolit serum
Rasional : Perubahan nilai elektrolit dapat menandakan awitan ketidak
seimbangan cairan
4. Ansietas b.d ancaman pada status terkini
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
ansietas pada klien tidak terjadi dengan kriteria hasil:
- Perasaan gelisah
- Rasa cemas yang disampaikan cara lisan
Intervensi :
1) Gunakan pendekatan tenang dan meyakinkan
Rasional: agar orang tua klien merasa percaya
2) Berada di sis klien untuk meningkatkan rasa aman dan mengurangi ketakutan
Rasional: agar orang tua klien merasa diberi dukungan
3) Dengarkan klien
Rasional: agar orang tua klien merasa lega dengan bercerita dan merasa diberi
dukungan
4) Instruksikan klien untuk menggunakan tehnik relaksasi
Rasional: untuk mengurangi cemas
5) Kaji untuk tanda verbal dan nonverbal kecemasan
Rasional: untuk mengetahui perubahan kecemasan

5. Evaluasi
1) Pola eliminasi, warna feses dan bau feses pasien dalam batas normal serta tidak
menyengat
2) Penyembuhan jaringan, daya tahan tubuh pasien baik, konjungtiva tidak anemis
3) Berat bada pasien stabil, mata tidak cekung, membrane mukosa lembab
4) Kecemasan pada orang tua dapat berkurang
DAFTAR PUSTAKA
Donna, L Wong. 2004. Pedoman Klinis Perawatan Pediatrik. Jakarta: EGC

Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Edisi 2. Jakarta: EGC

Morgan Speer, Kathleen. 2008. Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik Dengan Clinical
Pathways. Jakarta: EGC

Lakshmi, P; James, W. 2008. Hirschsprung’s Disease. Hershey Medical Center


https://www.scribd.com/doc/98784927/MAKALAH-HIRSCHCPRUNG diakses tanggal 21
Mei 2015

https://www.scribd.com/doc/53245846/Klasifikasi-penyakit-Hirschsprung diakses tanggal 21


Mei 2015
LAPORAN PENDAHULUAN

HIRSCHPRUNG DISEASE

Disusun Oleh:

LUTFI ROSIDA

PENDIDIKAN PROFESI NERS


STIKes MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2020

Anda mungkin juga menyukai