Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

HIRSCHSPRUNG DISEASE

A. Pengertian

Hirschsprung atau mega colon adalah penyakit tidak adanya sel – sel
ganglion dalam rectum atau bagian rektosigmoid colon. Dan ketidakadaan ini
menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya peristaltik serta tidak adanya
evakuasi usus spontan (Betz & Sowden, 2009). Penyakit Hirschsprung atau mega
colon adalah kelainan bawaan penyebab gangguan pasase usus tersering pada
neonatus, dan kebanyakan terjadi pada bayi aterm dengan berat lahir  3 Kg,
lebih banyak laki – laki dari pada perempuan (Mansjoer, 2011).
Hircshprung adalah malformasi kongenital di mana saraf dari ujung distal
usus tidak ada. Hircshprung disebut juga penyakit yang disebabkan oleh obstruksi
mekanis yang disebabkan oleh tidak adekuatnya motilitas pada usus sehingga
tidak ada evakuasi usus spontan dan tidak mampunya spingter rectum berelaksasi
(Sacharin, 2009).

B. Etiologi
Penyakit ini disebabkan aganglionosis Meissher dan Aurbach dalam
lapisan dinding usus, mulai dari spingter ani internus ke arah proksimal, 70 %
terbatas di daerah rektosigmoid, 10 % sampai seluruh kolon dan sekitarnya 5 %
dapat mengenai seluruh usus sampai pilorus. Diduga terjadi karena faktor genetik
sering terjadi pada anak dengan Down Syndrom, kegagalan sel neural pada masa
embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi, craniocaudal pada myentrik dan sub
mukosa dinding plexus ( Ngastiyah, 2012).

1
C. Klasifikasi
Berdasarkan panjang segmen yang terkena, hirschsprung dapat dibagi menjadi
dua, yaitu :
1. Penyakit hirschsprung segmen pendek
Segmen aganglionosis mulai dari anus sampai sigmoid, ini merupakan
70% dari kasus penyakit hirschsprung dan lebih sering ditemukan pada
anak laki- laki dibanding anak perempuan.
2. Penyakit hirschsprung segmen panjang
Kelainan dapat melebihi sigmoid, bahkan dapat mengenai seluruh
kolon atau usus halus. Ditemukan sama banyak baik laki – laki maupun
perempuan.
( Price & Wilson, 2012)

D. Manifestasi Klinis
Gejala yang ditemukan pada bayi yang baru lahir dalam rentang waktu 24-
48 jam yaitu, bayi tidak mengeluarkan mekonium (kotoran pertama bayi yang
berbentuk seperti pasir berwarna hijau kehitaman), malas makan, muntah yang
berwarna hijau, pembesaran perut (perut menjadi buncit), distensi abdomen,
konstipasi, dan diare meningkat.
Sedangkan, gejala pada masa pertumbuhan (usia 1 -3 tahun) yaitu :
a. Tidak dapat meningkatkan berat badan
b. Konstipasi (sembelit)
c. Pembesaran perut (perut menjadi buncit)
d. Diare cair yang keluar seperti disemprot
e. Demam dan kelelahan adalah tanda-tanda dari radang usus halus dan
dianggap sebagai keadaan yang serius dan dapat mengancam jiwa.
Pada anak diatas 3 tahun, gejala bersifat kronis yaitu :
b. Konstipasi (sembelit)
c. Kotoran berbentuk pita
d. Berbau busuk
e. Pembesaran perut
f. Pergerakan usus yang dapat terlihat oleh mata (seperti gelombang)
g. Menunjukkan gejala kekurangan gizi dan anemia
Gejala pada anak-dewasa yaitu:
a. Konstipasi
b. Distensi abdomen
c. Dinding abdomen tipis

2
d. Aktivitasperistaltikmenurun
e. Terjadi malnutrisi dan pertumbuhannya terhambat
(Mansjoer, 2011)

E. Patofisiologi.
Istilah congenital aganglionic mega colon menggambarkan adanya
kerusakan primer dengan tidak adanya sel ganglion pada dinding sub mukosa
kolon distal. Segmen aganglionic hampir selalu ada dalam rectum dan bagian
proksimal pada usus besar. Ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau
tidak adanya gerakan tenaga pendorong ( peristaltik ) dan tidak adanya evakuasi
usus spontan serta spinkter rectum tidak dapat berelaksasi sehingga mencegah
keluarnya feses secara normal yang menyebabkan adanya akumulasi pada usus
dan distensi pada saluran cerna. Bagian proksimal sampai pada bagian yang rusak
pada mega colon (Betz & Sowden, 2009). Isi usus terdorong ke segmen
aganglionik dan feses terkumpul didaerah tersebut, menyebabkan terdilatasinya
bagian usus yang proksimal terhadap daerah itu karena terjadi obstruksi dan
menyebabkan dibagian colon tersebut melebar ( Price & Wilson, 2012).
Aganglionic mega colon atau hirschprung dikarenakan tidak adanya
ganglion parasimpatik disubmukosa (meissher) dan mienterik (aurbach) tidak
ditemukan pada satu atau lebih bagian dari kolon menyebabkan peristaltik usus
abnormal. Peristaltik usus abnormal menyebabkan konstipasi dan akumulasi sisa
pencernaan di kolon yang berakibat timbulnya dilatasi usus sehingga terjadi mega
colon dan pasien mengalami distensi abdomen. Aganglionosis mempengaruhi
dilatasi sfingter ani interna menjadi tidak berfungsi lagi, mengakibatkan
pengeluaran feses, gas dan cairan terhambat. Penumpukan sisa pencernaan yang
semakin banyak merupakan media utama berkembangnya bakteri. Iskemia
saluran cerna berhubungan dengan peristaltik yang abnormal mempermudah
infeksi kuman ke lumen usus dan terjadilah enterocolitis. Apabila tidak segera
ditangani anak yang mengalami hal tersebut dapat mengalami enterocolitis
(Wong, 2008).

3
F. Pathway ( Price & Wilson, 2012)

Kegagalan migrasi ganglion sel craniocaudal (5-12 minggu)

Pembentukan syaraf parasimpatis pada segmen usus besar tidak sempurna


(agangglionik)

Tidak adanya sel ganglion parasimpatik (meissner dan aurbach)

Hirschprung MK : Ansietas

Hipertrofi otot colon pada sub Kegagalan sfingter ani internal


proximal zona peralihan antara usus relaksasi
dan persyarafan)

Motilitas usus menurun


Penebalan dinding colon

Colon distal berdilatasi hebat Terjadi konstipasi atau obstipasi

Akumulasi feses dan gas


Dilatasi colon distal Tindakan operasi

Mikroorganisme berkembang biak


di daerah colon Megacolon Luka terbuka (terpasang stoma)

Akumulasi enterocolitis Peningkatan peristaltik


pada colon proksimal MK : Resiko
infeksi
Diare
Hipertrofi otot colon dan
distensi abdomen
Output cairan dan elektrolit Terputusnya kontinuitas
berlebih jaringan
Stagnansi menekan difragma
makanan
Dehidrasi Berat
Ekspansi MK : Pengeluaran
Impuls ke paru Gangguan zat vasoaktif
MK : Resiko SSP integritas (bradikinin,
kestidakeimbangan kulit serotonin)
elektrolit Sesak nafas
Merangsang vomiting center Rangsang reseptor
MK : Pola nafas syaraf bebas
tidak efektif
Nausea dan vomitus
Rangsang thalamus
MK : Nyeri
MK : Defisit Anoreksia akut
nutrisi Cortex serebri
4
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan dengan barium enema, dengan pemeriksaan ini akan bisa
ditemukan:
a. Daerah transisi
b. Gambaran kontraksi usus yang tidak teratur di bagian usus yang
menyempit
c. Entrokolitis padasegmen yang melebar
d. Terdapat retensi barium setelah 24 – 48 jam
Pada bayi baru lahir, barium enema tidak selalu memperlihatkan
gambaran yang jelas dari penyakit apabila seluruh kolon tidak mempunyai
sel ganglion. Hal ini terjadi meskipun pengeluaran barium terlambat 24 jam
setelah pemeriksaan diagnostik.
2. Biopsi isap rektum
Hendaknya tidak dilakukan kurang dari 2 cm dari linea dentata untuk
menghindari daerah normal hipogang lionosis dipinggir anus. Biopsi ini
dilakukan untuk memperlihatkan tidak adanya sel – sel ganglion di sub
mukosa atau pleksus saraf intermuskular.
3. Biopsi rektum
Biopsi rektum dilakukan dengan cara tusukan atau punch atau sedotan
2 cm diatas garis pektinatus memperlihatkan tidak adanya sel – sel
ganglion di sub mukosa atau pleksus saraf intermuskular.
4. Biopsi otot rektum
Pengambilan otot rektum, dilakukan bersifat traumatik, menunjukan
aganglionosis otot rektum.
5. Manometri anorektal
Dilakukan dengan distensi balon yang diletakan di dalam ampula
rektum. Balon akan mengalami penurunan tekanan di dalam sfingter ani
interna pada pasien yang normal. Sedangkan pada pasien yang megacolon
akan mengalami tekanan yang luar biasa.
6. Pemeriksaan colok anus
Pada pemeriksaan ini jari akan merasakan jepitan dan pada waktu tinja
yang menyemprot. Pemeriksaan ini untuk mengetahu bahu dari tinja,
kotoran yang menumpuk dan menyumbat pada usus di bagian bawah dan
akan terjadi pembusukan.
7. Foto rontgen abdomen
Didasarkan pada adanya daerah peralihan antara kolon proksimal yang
melebar normal dan colon distal tersumbat dengan diameter yang lebih

5
kecil karena usus besar yang tanpa ganglion tidak berelaksasi. Pada
pemeriksaan foto polos abdomen akan ditemukan usus melebar / gambaran
obstruksi usus letak rendah.
(Mansjoer, 2011)

H. Penatalaksanaan
1. Medis
Penatalaksaan operasi adalah untuk memperbaiki portion aganglionik
di usus besar untuk membebaskan dari obstruksi dan mengembalikan
motilitas usus besar sehingga normal dan juga fungsi spinkter ani internal.

Ada dua tahapan dalam penatalaksanaan medis yaitu :

a. Temporari ostomy dibuat proksimal terhadap segmen aganglionik untuk


melepaskan obstruksi dan secara normal melemah dan terdilatasinya
usus besar untuk mengembalikan ukuran normalnya.
b. Pembedahan koreksi diselesaikan atau dilakukan lagi biasanya saat berat
anak mencapai sekitar 9 Kg ( 20 pounds ) atau sekitar 3 bulan setelah
operasi pertama
Ada beberapa prosedur pembedahan yang dilakukan seperti
Swenson, Duhamel, Boley & Soave. Prosedur Soave adalah salah satu
prosedur yang paling sering dilakukan terdiri dari penarikan usus besar yang
normal bagian akhir dimana mukosa aganglionik telah diubah.
2. Perawatan
Perhatikan perawatan tergantung pada umur anak dan tipe
pelaksanaanya bila ketidakmampuan terdiagnosa selama periode neonatal,
perhatikan utama antara lain :

a. Membantu orang tua untuk mengetahui adanya kelainan kongenital pada


anak secara dini
b. Membantu perkembangan ikatan antara orang tua dan anak
c. Mempersiapkan orang tua akan adanya intervensi medis ( pembedahan )
d. Mendampingi orang tua pada perawatan colostomy setelah rencana
pulang (Mansjoer, 2011)

6
I. Komplikasi
Menurut (Mansjoer, 2011), komplikasi penyakit hirschprung yaitu :
a. Pneumatosis usus
Disebabkan oleh bakteri yang tumbuh berlainan pada daerah kolon yang
iskemik distensi berlebihan dindingnya.
b. Enterokolitis nekrotiokans
Disebabkan oleh bakteri yang tumbuh berlainan pada daerah kolon yang
iskemik distensi berlebihan dindingnya.
c. Abses peri kolon
Disebabkan oleh bakteri yang tumbuh berlainan pada daerah kolon yang
iskemik distensi berlebihan dindingnya.
d. Perforasi
Disebabkan aliran darah ke mukosa berkurang dalam waktu lama.
e. Septikemia
Disebabkan karena bakteri yang berkembang dan keluarnya endotoxin
karena iskemia kolon akibat distensi berlebihan pada dindinng usus.
Sedangkan komplikasi yang muncul pasca bedah antara lain:
a. Gawat pernafasan (akut)
Disebabkan karena distensi abdomen yang menekan paru – paru sehingga
mengganggu ekspansi paru.
b. Enterokolitis (akut)
Disebabkan karena perkembangbiakan bakteri dan pengeluaran endotoxin.
c. Stenosis striktura ani
Gerakan muskulus sfingter ani tak pernah mengadakan gerakan kontraksi
dan relaksasi karena ada colostomy sehingga terjadi kekakuan ataupun
penyempitan.

7
J. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
1) Identitas klien
Nama : an. L
Jenis kelamin : lebih banyak laki – laki dari pada perempuan
2) Keluhan utama
Ibu klien mengatakan sulit BAB, distensi abdomen, kembung.
3) Riwayat kesehatan sekarang
Sulit bab
4) Riwayat kesehatan masa lalu
Klien pernah mengalami penyakit yang sama atau tidak, pasien pernah
mengalami sakit apa saja.
5) Riwayat kesehatan keluarga
Apakah ada anggota keluarga yang menderita Hirschsprung.
6) Riwayat Nutrisi
Klien makan 3x sehari
7) Riwayat psikologis
Bagaimana perasaan klien terhadap kelainan yang diderita apakah ada
perasaan rendah diri atau bagaimana cara klien mengekspresikannya.
8) Riwayat sosial
Apakah ada pendekatan secara verbal atau tidak adekuatnya dalam
mempertahankan hubungan dengan orang lain.
9) Riwayat tumbuh kembang
Sejak kapan bisa BAB, konsistensinya encer atau padat BAB.
10) Riwayat kebiasaan sehari-hari
Kebutuhan nutrisi, kebersihan diri, istirahat dan aktifitas.
11) Pemeriksaan Fisik
a. Sistem integument
Kebersihan kulit mulai dari kepala maupun tubuh, pada palpasi
dapat dilihat capilary refil time, warna kulit, edema kulit.
b. Sistem respirasi
Kaji apakah ada kesulitan bernapas, frekuensi pernapasan
c. Sistem kardiovaskuler
Kaji adanya kelainan bunyi jantung (mur-mur, gallop), irama
denyut nadi apikal, frekuensi denyut nadi / apikal.
d. Sistem penglihatan
Kaji adanya konjungtivitis, rinitis pada mata

8
e. Sistem Gastrointestinal
Kaji pada bagian abdomen palpasi adanya nyeri, auskultasi bising
usus, adanya kembung pada abdomen, adanya distensi abdomen,
tendernes.

2. Diagnosa Keperawatan
1) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan ekspansi paru menurun
2) Nyeri akut berhubungan dengan rangsang reseptor syaraf bebas
3) Defisit nutrisi berhubungan dengan anoreksia
4) Resiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan output
cairan dan elektrolit berlebih
5) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan terputusnya kontinuitas
jaringan
6) Ansietas berhubungan dengan tindakan operasi
7) Resiko infeksi berhubungan dengan adanya luka yang terbuka

3. Intervensi Keperawatan
1) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan ekspansi paru menurun
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan pola nafas efektif kembali
SLKI
Pola napas
1. Dispnea
2. Penggunaan otot bantu napas
SIKI
Manajemen jalan napas
Observasi
1. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
2. Monitor bunyi napas tambahan
3. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)

Terapeutik
1. Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin-lift
2. Posisikan semi fowler atau fowler
3. Berikan oksigen
Edukasi
1. Anjurkan asupan cairan 2000ml/hari

9
2. Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik
Pemantauan respirasi
Observasi
1. Monitor adanya produksi sputum
2. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
3. Auskultasi bunyi napas
4. Monitor saturasi oksigen
Terapeutik
1. Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
2. Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil pemantauan

2) Nyeri akut berhubungan dengan rangsang reseptor syaraf bebas


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan nyeri berkurang sampai hilang
SLKI
Tingkat nyeri
1. Keluhan nyeri
2. Meringis
3. Gelisah
SIKI
Manajemen nyeri
Observasi
1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri
2. Identifikasi skala nyeri
3. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
4. Monitor efek samping penggunaan analgesik
Terapeutik
1. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri (ex terapi
musik, terapi pijat, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
2. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
3. Fasilitasi istirahat dan tidur

10
Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgesik
Pemberian analgesik
Observasi
1. Identifikasi riwayat alergi obat
2. Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah pemberian analgesik
3. Monitor efektifitas analgesik
Terapeutik
1. Diskusikan jenis analgesik yang disukai untuk mencapai analgesia
optimal
2. Tetapkan target efektifitas analgesik untuk mengoptimalkan respon
pasien
3. Dokumentasikan respon terhadap efek analgesik dan efek yang tidak
diinginkan
Edukasi
1. Jelaskan efek terapi dan efek samping obat
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesik

3) Defisit nutrisi berhubungan dengan anoreksia


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan defisit nutrisi dapat teratasi
SLKI
Status nutrisi
1. Porsi makanan yang dihabiskan
2. Perasaan cepat kenyang

SIKI
Manajemen nutrisi
Observasi
1. Identifikasi status nutrisi
2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
3. Identifikasi perlunya penggunaan selang NGT

11
4. Monitor asupan makanan
5. Monitor berat badan
Terapeutik
1. Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
2. Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
3. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
4. Hentikan pemberian makanan melalui selang NGT jika asupan oral
dapat ditoleransi
Edukasi
1. Anjurkan posisi duduk
2. Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
jenis nutrien yang dibutuhkan

4) Resiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan output cairan


dan elektrolit berlebih
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan ketidakseimbangan elektrolit
SLKI
Keseimbangan elektrolit
1. Serum natrium
2. Serum kalium
SIKI
Pemantauan elektrolit
Observasi
1. Identifikasi kemungkinan penyebab ketidakseimbangan elektrolit
2. Monitor kadar elektrolit serum
3. Monitor mual, muntah dan diare
4. Monitor kehilangan cairan
Terapeutik
1. Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi pasien
2. Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil pemantauan

12
DAFTAR PUSTAKA

Betz, Cecily L., Sowden, Linda A. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri Edisi 5.
Jakarta: EGC
Mansjoer, Arif, dkk. 2011. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 1. Jakarta:
Media Aesculapius.
Ngastiyah, 2012. Perawatan anak sakit.Edisi II. Jakarta: EGC.
Price Sylvia A, Wilson Lorraine M. 2012. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit. Jakarta: EGC.
Sacharin. 2009. Prinsip Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC.

13
Wong D. L., Huckenberry M.J. 2008. Wong’s Nursing care of infants and children.
Mosby Company, St Louis Missouri.

14

Anda mungkin juga menyukai