Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN PERITONITIS CAPD

A. KONSEP DASAR CAPD


a. DEFINISI CAPD
CAPD (Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis) adalah metode
pencucian darah dengan menggunakan peritoneum (selaput yang melapisi perut
dan pembungkus organ perut). Selaput ini memiliki area permukaan yang luas
dan kaya akan pembuluh darah. Zat-zat dari darah dapat dengan mudah tersaring
melalui peritoneum ke dalam rongga perut. Cairan dimasukkan melalui sebuah
selang kecil yang menembus dinding perut ke dalam rongga perut. Cairan harus
dibiarkan selama waktu tertentu sehingga limbah metabolic dari aliran darah
secara perlahan masuk ke dalam cairan tersebut, kemudian cairan dikeluarkan,
dibuang, dan diganti dengan cairan yang baru (Surya Husada, 2008).
Pada dialysis peritoneal, permukaan peritoneum yang luasnya sekitar
22.000 cm2 berfungsi sebagai permukaan difusi. Cairan dialisat yang tepat dan
steril dimasukkan ke dalam cavum peritoneal menggunakan kateter abdomen
dengan interval. Ureum dan creatinin yang keduanya merupakan produk akhir
metabolism yang diekskresikan oleh ginjal dikeluarkan (dibersihkan) dari darah
melalui difusi dan osmosis ketika produk limbah mengalir dari daerah dengan
konsentrasi tinggi (suplai darah peritoneum) ke daerah dengan konsentrasi rendah
(cavum peritoneal) melalui membrane semipermeable (membrane peritoneum).
Ureum dibersihkan dengan kecepatan 15 hingga 20 ml/menit, sedangkan
creatinin dikeluarkan lebih lambat.
b. TUJUAN CAPD
Tujuan terapi CAPD ini adalah untuk mengeluarkan zat-zat toksik serta
limbah metabolic, mengembalikan keseimbangan cairan yang normal dengan
mengeluarkan cairan yang berlebihan dan memulihkan keseimbangan elektrolit.
c. INDIKASI CAPD
1. Pasien yang rentan terhadap perubahan cairan, elektrolit dan metabolic yang
cepat (hemodinamik yang tidak stabil)
2. Penyakit ginjal stadium terminal yang terjadi akibat penyakit diabetes
3. Pasien yang berisiko mengalami efek samping pemberian heparin secara
sistemik
4. Pasien dengan akses vascular yang jelek (lansia)
5. Adanya penyakit kardiovaskuler yang berat
6. Hipertensi berat, gagal jantung kongestif dan edema pulmonary yang tidak
responsive terhadap terapi dapat juga diatasi dengan dialysis peritoneal.
d. KONTRA INDIKASI CAPD
1. Riwayat pembedahan abdominal sebelumnya (kolostomi, ileus, nefrostomi)
2. Adhesi abdominal
3. Nyeri punggung kronis yang terjadi rekuren disertai riwayat kelainan pada
discus intervertebalis yang dapat diperburuk dengan adanya tekanan cairan
dialisis dalam abdomen yang kontinyu
4. Pasien dengan imunosupresi
e. CARA KERJA CAPD
1. Pemasangan Kateter untuk Dialisis Peritoneal
Sebelum melakukan Dialisis peritoneal, perlu dibuat akses sebagai tempat
keluar masuknya cairan dialisat (cairan khusus untuk dialisis) dari dan ke
dalam rongga perut (peritoneum). Akses ini berupa kateter yang “ditanam” di
dalam rongga perut dengan pembedahan. Posisi kateter yaitu sedikit di bawah
pusar.  Lokasi dimana sebagian kateter muncul dari dalam perut disebut “exit
site”.
Mula-mula, alat perangkat harus disiapkan. Ini terdiri dari alat baxter
“dineal”R61L” yang besar dengan tetes rangkap dimana diikatkan dua
kantong cairan dialysis 1 L. Dari pipa umum, alat tetes rangkap ada suatu
pipa tambahan yang menuju ke belakang, ini untuk meng“syphon off” cairan
dari peritoneum. Seluruh pipa harus terisi dengan cairan yang dipakai.
Sebuah kantong pengumpulan steril yang besar (paling sedikit volume 2 L)
diikatkan pada pipa keluar.
Kemudian, anastesi local (lignocain 1-2%) disuntikkan ke linea alba
antara pusar atau umbilicus dan symphisis pubis, biasanya kira-kira 2/3
bagian dari pubis. Bekas luka pada dinding abdominal harus dihindari dan
kateter dapat dimasukkan sebelah lateral dari selaput otot rectus abdominus.
Anastesi local yang diberikan cukup banyak (10-15 ml) dan yang paling
penting untuk meraba peritoneum dan mengetahui bahwa telah diinfiltrasi,
bila penderita gemuk, sebuah jarum panjang (seperti jarum cardiac atau
pungsi lumbal) diperlukan untuk menganastesi peritoneum.

Suatu insisi kecil (sedikit lebih pendek dari garis tengah kanula) dibuat di
kulit dengan pisau nomor 11. Kateter peritoneal kemudian didorong masuk
ke ruang peritoneal dengan gerakan memutar (seperti sekrup). Sewaktu sudah
masuk, pisau ditarik 1 inci dan kateter diarahkan ke pelvis. Kdang-kadang
dinding atau selaput peritoneum terasa sebagai dua lapis yang dapat
dibedakan, keduanya harus ditembus sebelum menarik pisau dan
mengarahkan kateter. Pada waktu ini, harus segera dijalankan atau dialirkan 2
L cairan dan diperhatikan reaksi penderita, minimalkan rasa tidak nyaman.
Segera setelah cairan ini masuk, harus di “syphon off” untuk melihat bahwa
system tersebut mengalir lancar, sesuaikan posisi kateter untuk menjamin
bahwa aliran cukup baik. Beberapa inci dari kateter akan menonjol dari
abdomen dan ini dapat dirapikan bila perlu. Namun paling sedikit 1 atau 2
inci harus menonjol dari dinding perut. Hal ini kemudian dikuatkan ditempat
dengan elastoplas. Dengan tiap trokat ada suatu pipa penyambung yang
pendek yang menghubungkan kateter ke alat perangkat.

2. Pemasukan Cairan Dialisa


Dialisis Peritoneal diawali dengan memasukkan cairan dialisat (cairan
khusus untuk dialisis) ke dalam rongga perut melalui selang kateter, lalu
dibiarkan selama 4-6 jam. Ketika dialisat berada di dalam rongga perut, zat-
zat racun dari dalam darah akan dibersihkan dan kelebihan cairan tubuh akan
ditarik ke dalam cairan dialisat.
Sekitar 2 L dialisat dihangatkan sesuai dengan suhu tubuh kemudian
disambungkan dengan kateter peritoneal melalui selang.dialisat steril
dibiarkan mengalir secepat mungkin kedalam rongga peritoneum. Dialisat
steril 2 L dihabiskan dalam waktu 10 menit. Kemudian klem selang ditutup.
Osmosis cairan yang maksimal dan difusi –solut/butiran ke dalam dialisat
mungkin terjadi dalam 20-30 menit. Pada akhir dwell-time (waktu yang
diperlukan dialisat menetap di dalam peritoneum), klem selang dibuka dan
cairan dibiarkan mengalir karena gravitasi dari rongga peritoneum ke luar
(ada kantong khusus). Cairan ini harus mengalir dengan lancar. Waktu
drainase (waktu yang diperlukan untuk mengeluarkan semua dialisat dari
rongga peritoneum) adalah 10-15 menit. Drainase yang pertama mungkin
berwarna merah muda karena trauma yang terjadi waktu memasang kateter
peritoneal. Pada siklus ke-2 atau ke-3, drainase sudah jernih dan tidak boleh
ada lagi drainase yang bercampur dengan darah. Setelah cairan dikeluarkan
dari rongga peritoneum, siklus yang selanjutnya harus segera dimulai. Pada
pasien yang sudah dipasang kateter peritoneal, sebelum memasukkan dialisat
kulit diberi obat bakterisida. Setelah dialisis selesai, kateter dicuci lagi dan
ujungnya ditutup dengan penutup yang steril.
Zat-zat racun yang terlarut di dalam darah akan pindah ke dalam cairan
dialisat melalui selaput rongga perut (membran peritoneum) yang berfungsi
sebagai “alat penyaring”, proses perpindahan ini disebut Difusi.
3. Proses Penggantian Cairan Dialisat
Proses ini tidak menimbulkan rasa sakit dan hanya membutuhkan waktu
singkat (± 30 menit). Terdiri dari 3 langkah:

a. Pengeluaran Cairan
Cairan dialisat yang sudah mengandung zat-zat racun dan kelebihan air
akan dikeluarkan dari rongga perut dan diganti dengan cairan dialisis yang
baru. Proses pengeluaran cairan ini berlangsung sekitar 20 menit.

b. Memasukkan Cairan
L cairan dialirkan pada kira-kira setiap 45-60 menit, biasanya hanya
memakan waktu 5 menit untuk mengalirkan. Cairan dialisat dialirkan ke
dalam rongga perut melalui kateter.

c. Waktu Tinggal
Sesudah dimasukkan, cairan dialisat dibiarkan ke dalam rongga perut
selama 4-6 jam, tergantung dari anjuran dokter. Atau cairan ditinggal
dalam ruang peritoneum untuk kira-kira 20 menit dan kemudian 20 menit
dibiarkan untuk pengeluaran. Setelah itu, 2 L cairan lagi dialirkan. Hal ini
diulang tiap jam untuk 36 jam atau lebih lama bila perlu. Suatu catatan,
keseimbangan kumulatif dari cairan yang mengalir ke dalam dan keluar
harus dilakukan dengan dasar tiap 24 jam. Suatu kateter “Tenchoff” yang
fleksibel dapat dipakai juga dapat ditinggal secara permanen untuk CAPD
dari penderita yang mengalami gagal ginjal tahap akhir. Proses
penggantian cairan di atas umumnya diulang setiap 4 atau 6 jam (4 kali
sehari), 7 hari dalam seminggu.

d. KOMPLIKASI CAPD
1. Peritonitis
Komplikasi yang bisa terjadi pada pelaksanaan Dialisa Peritonial Ambulatory
Continous adalah radang selaput rongga perut atau peritonitis. Gejala yang
muncul seperti cairan menjadi keruh dan atau nyeri perut dan atau demam.
Peritonitis merupakan komplikasi yang paling sering dijumpai dan paling serius.
Komplikasi ini terjadi pada 60% hingga 80% pasien yang menjalani dialysis
peritoneal. Sebagian besar kejadian peritonitis disebabkan oleh kontaminasi
staphylococcus epidermis yang bersifat aksidental. Kejadian ini mengakibatkan
gejala ringan dan prognosisnya baik. Meskipun demikian, peritonitis akibat
staphylococcus aureus menghasilkan angka morbiditas yang lebih tinggi,
mempunyai prognosis yang lebih serius dan berjalan lebih lama. Mikroorganisme
gram negative dapat berasal dari dalam usus, khususnya bila terdapat lebih dari
satu macam mikroorganisme dalam cairan peritoneal dan bila mikroorganisme
tersebut bersifat anaerob. Manifestasi peritonitis mencakup cairan drainase
(effluent) dialisat yang keruh dan nyeri abdomen yang difus. Hipotensi dan tanda-
tanda syok lainnya dapat terjadi jika staphylococcus merupakan mikroorganisme
penyebab peritonitis. Pemeriksaan cairan drainase dilakukan untuk penghitungan
jumlah sel, pewarnaan gram, dan pemeriksaan kultur untuk mengenali
mikroorganisme serta mengarahkan terapi. Untuk mencegah komplikasi seperti
ini, sangatlah penting penderita selalu:
a) Membersihkan tangan sebelum melakukan penukaran atau menyentuh kateter.
b) Menjaga lubang keluar kateter itu bersih dan sehat
c) Tidak mengkontaminasi peralatan yang steril (gunakan masker selama proses
penukaran cairan)
d) Carilah tempat yang bersih, nyaman dan aman sebelum melakukan penukaran
cairan dialisat tersebut
e) Jika hendak bepergian, jangan lupa mengontak 3 minggu sebelumnya sentra-
sentra dialisa di kota tujuan
Jika telah terjadi komplikasi seperti ini, biasanya dokter akan menginstruksikan
untuk menambah obat pada cairan pencuci (dialisat) tersebut. Hal ini bisa
dilakukan sendiri oleh pasien.
2. KEBOCORAN
Kebocoran cairan dialisat melalui luka insisi atau luka pada pemasangan kateter
dapat segera diketahui sesudah kateter dipasang. Biasanya kebocoran tersebut
berhenti spontan jika terapi dialysis ditunda selama beberapa ahri untuk
menyembuhkan luka insisi dan tempat keluarnya kateter. Selama periode ini,
factor-faktor yang dapat memperlambat proses kesembuhan seperti aktivitas
abdomen yang tidak semestinya atau mengejan pada saat BAB harus dikurangi.
Kebocoran melalui tempat pemasangan kateter atau ke dalam dinding abdomen
dapat terjadi spontan beberapa bulan atau tahun setelah pemasangan kateter
tersebut
3. PERDARAHAN
Cairan drainase (effluent) dialisat yang mengandung darah kadang-kadang dapat
terlihat, khususnya pada pasien wanita yang sedang haid. Kejadian ini sering
dijumpai selama beberapa kali pertukaran pertama mengingat sebagian darah
akibat prosedur tersebut tetap berada dalam rongga abdomen pada banyak kasus
penyebab terjadinya perdarahan tidak ditemukan. Pergeseran kateter dari pelvis
kadang-kadang disertai dengan perdarahan. Sebagian pasien memperlihatkan
cairan drainase dialisat yang berdarah sesudah ia menjalani pemeriksaan enema
atau mengalami trauma ringan. Perdarahan selalu berhenti setelah satu atau dua
hari sehingga tidak memerlukan intervensi yang khusu. Terapi pertukaran yang
lebih sering dilakukan selama waktu ini mungkin diperlukan untuk mencegah
obstruksi kateter oleh bekuan darah.
4. HERNIA ABDOMEN
Hernia abdomen mungkin terjadi akibat peningkatan tekanan intraabdomen yang
terus menerus. Tipe hernia yang pernah terjadi adalah tipe insisional, inguinal,
diafragmatik dan umbilical. Tekanan intraabdomen yang secara persisten
meningkat juga akan memperburuk gejala hernia hiatus dan hemoroid.
5. HIPERTRIGLISERIDEMIA
Hipertrigliseridemia sering dijumpai pada pasien-pasien yang menjalani CAPD
sehingga timbul kesan bahwa terapi ini mempermudah aterogenesis.
6. Nyeri punggung bawah dan anoreksia
Nyeri punggung bawah dan anoreksia terjadi akibat adanya cairan dalam rongga
abdomen disamping rasa manis yang selalu terasa pada indera pengecap serta
berkaitan dengan absorbsi glukosa dapat pula terjadi pada terapi CAPD.
7. Gangguan citra rubuh dan seksualitas
Meskipun CAPD telah memberikan kebebasan yang lenih besar untuk
mengontrol sendiri terapinya kepada pasien penyakit renal stadium terminal,
namun bentuk terapi ini bukan tanpa masalah. Pasien sering mengalami gangguan
citra tubuh dengan adanya kateter abdomen dan kantong penampung serta selang
dibadannya.

B. KONSEP DASAR PERITONITIS


1. Pengertian
Peritonitis adalah peradangan pada peritoneum suatu membrane yang melapisi
rongga abdomen. Peritonitis biasanya terjadi akibat masunya bakteri dari saluran
cerna atau organ-organ abdomen ke dalam ruang perotonium melalui perforasi usus
atau rupturnya suatu organ. (Corwin, 2000).
Peritonitis adalah inflamasi dari peritoneum yang biasanya di akibatkan oleh
infeksi bakteri, organisme yang berasal dari penyakit saluran pencernaan atau pada
organ-organ reproduktif internal wanita (Baugman dan Hackley, 2000).
Peritonitis adalah peradangan yang disebabkan oleh infeksi pada selaput organ
perut (peritonieum). Peritonieum adalah selaput tipis dan jernih yang membungkus
organ perut dan dinding perut sebelah dalam. Lokasi peritonitis bisa terlokalisir atau
difuse, riwayat akut atau kronik dan patogenesis disebabkan oleh infeksi atau aseptik.
Peritonitis merupakan suatu kegawat daruratan yang biasanya disertai dengan
bakterecemia atau sepsis. Akut peritonitis sering menular dan sering dikaitkan dengan
perforasi viskus(secondary peritonitis). Apabila tidak ditemukan sumber infeksi pada
intraabdominal, peritonitis diketagori sebagai primary peritonitis. (Fauci et al, 2008).
Peritonitis adalah peradangan yang biasanya disebabkan oleh infeksi pada selaput
rongga perut (peritoneum). Peritoneum adalah selaput tipis dan jernih yang
membungkus organ perut dan dinding perut sebelah dalam. (Ratu dan Adwan, 2013).
Peritonitis adalah peradangan pada peritonium yang merupakan pembungkus visera
dalam rongga perut. Peritonitis adalah suatu respon inflamasi atau supuratif dari
peritoneum yang disebabkan oleh iritasi kimiawi atau invasi bakteri. ( Sibuea dkk,
2009).
2. ANATOMI FISIOLOGI
Saluran pencernaan di tubuh manusia dimulai dari rongga mulut, esofagus,
lambung, usus halus hingga anus. Sistem pencernaan meliputi :
1. Rongga mulut
Rongga mulut merupakan awal saluran pencernaan, proses pencernaan dimulai
dengan aktivitas mengunyah dimana makanan dipecah ke dalam partikel kecil dan
dicampur dengan enzim-enzim p encernaan. Di dalam mulut terdapat saliva yang
mengandung mukus yang fungsinya membantu melumasi makanan saat dikunyah.
Kemudian saat makanan ditelan epiglotis bergerak menutup lubang trakea untuk
mencegah terjadinya aspirasi makanan ke paru-paru sehingga mengakibatkan bolus
makanan berjalan ke dalam esofagus.
2. Esofagus
Esofagus memiliki panjang + 25 cm dan terletak di mediastinum rongga thorakal,
anterior terhadap tulang punggung dan posterior terhadap trakea dan jantung. Otot
halus di dinding esofagus berkontraksi dalam urutan irama dari esofagus ke arah
lambung untuk mendorong bolus makanan sepanjang saluran. Selama proses
peristaltik esofagus, sfingter esofagus bawah rileks dan memungkinkan bolus
makanan masuk ke lambung kemudian sfingter esofagus menutup dengan rapat
untuk mencegah refluks isi lambung ke dalam esofagus.
3. Lambung
Lambung terletak di bagian atas abdomen sebelah kiri dari garis tengah tubuh, tepat
di bawah diafragma kiri. Lambung adalah suatu kantong yang dapat berdistensi
dengan kapasitas + 1.500 ml. Lambung terdiri dari  4 bagian yaitu kardia (jalan
masuk), fundus, korpus, dan pilorus. Lambung mensekresi cairan yang sangat
asam, cairan ini mempunyai pH serendah 1 dan memperoleh keasamannya dari
asam hidrochlorida yang disekresikan oleh kelenjar lambung. Fungsi sekresi asam
untuk memecah makanan menjadi komponen yang lebih dapat diabsorbsi dan
untuk membantu destruksi bakteri pencernaan. Lambung dapat menghasilkan
sekresi kira-kira 2,4 liter/hari.
4. Usus halus
Usus halus adalah bagian dari sistem pencernaan makanan yang berpangkal pada
pilorus dan berakhir pada sekum, memiliki panjang 2/3 dari panjang total saluran
pencernaan. Bagian permukaan usus halus untuk sekresi dan absorbsi. Usus halus
dibagi menjadi 3 bagian yaitu :
a. Duodenum
Duodenum adalah bagian pertama usus halus yang panjangnya 25 cm
berbentuk sepatu kuda dan kepalanya mengelilingi kepala pankreas. Saluran
empedu dan saluran pankreas masuk ke dalam duodenum pada suatu lubang
yang disebut ampula hepatopankreatika 10 cm dari pilorus.
b. Yeyunum
Yeyunum menempati 2/5 sebelah atas dari usus halus.
c. Ileum
Ileum menempati 3/5 akhir dari usus halus. Dinding usus halus terdiri atas 4
lapisan yang sama dengan lambung yaitu
 Dinding lapisan luar adalah membran serosa, yaitu peritoneum yang
membalut usus dengan erat.
 Dinding lapisan berotot terdiri atas 2 lapisan serabut yaitu lapisan
luar terdiri atas serabut longitudinal, dan di bawahnya yaitu lapisan tebal
terdiri dari atas serabut sirkuler. Diantara kedua lapisan serabut berotot
terdapat pembuluh darah, pembuluh limfe dan plexus saraf.
 Dinding sub mukosa, terdapat antara otot sirkuler dan lapisan yang
terdalam yang merupakan perbatasannya. Dinding sub mukosa ini terdiri
dari jaringan areolar dan berisi banyak pembuluh darah, saluran limfe,
kelenjar dan plexus saraf yang disebut plexus meissner. Di dalam
duodenum terdapat kelenjar bruner yang mengeluarkan sekret cairan
kental alkali yang bekerja untuk melindungi lapisan duodenum dari
pengaruh isi lambung yang asam.

Di dalam dinding mukosa terdapat berbagai ragam sel termasuk banyak


leukosit juga terdapat beberapa nodula jaringan limfe yang disebut
kelenjar soliter. Di dalam ileum terdapat kelompok-kelompok nodula,
membentuk tumpukan kelenjar peyer dan dapat berisi 20-30 kelenjar
soliter yang panjangnya 1 cm sampai beberapa cm. Kelenjar-kelenjar ini
mempunyai fungsi melindungi dan merupakan tempat peradangan pada
demam usus atau tifoid.
Fungsi usus halus adalah mencerna dan mengabsorbsi khime dari lambung isi
duodenum yaitu alkali.
 Empedu  
Empedu diperlukan untuk pencernaan lemak yang diemulsikan untuk
membantu kerja lipase. Sifatnya alkali dan membantu membuat makanan
yang keluar dari lambung yang asam menjadi netral. Garam Empedu
mengurangi tegangan permukaan isi usus dan membantu membentuk emulsi
dari lemak yang dimakan.
 Pankreas
Getah pankreas berisi tiga jenis enzim pencernaan yang memecah atas 3 jenis
makanan. Amilase, mencerna hidrat karbon, mengubah zat tepung menjadi
disakharida. Lipase, ialah enzim yang memecah lemak menjadi gliserin dan
asam lemak. Tripsin, merupakan enzim pembeku susu mengubah protein
menjadi pepton.
5. Usus Besar
Usus besar atau kolon memiliki panjang kira-kira 1,5 meter. Refleks gastrokolik
terjadi ketika makanan masuk lambung dan menimbulkan peristaltik di dalam usus
besar. Refleks ini menyebabkan defekasi atau pembuangan air besar. Dalam 4 jam
setelah makan, materi sisa residu melewati ileum terminalis dan dengan perlahan
melewati bagian proksimal kolon melalui katup ileosekal. Katup ini secara normal
tertutup, membantu mencegah isi colon mengalir kembali ke usus halus. Populasi
bakteri adalah komponen utama dari isi usus besar. Bakteri membantu
menyelesaikan pemecahan materi sisa dan garam empedu. Dua jenis sekresi kolon
ditambah pada materi sisa mukus dan larutan elektrolit. Larutan elektrolit adalah
larutan bikarbonat yang bekerja untuk menetralisasi. Prosedur akhir yang terbentuk
melalui kerja bakteri kolonik. Mukus ini melindungi mukosa colon dari isi
interluminal dan juga memberikan perlekatan untuk massa fekal. Aktifitas
peristaltik yang lemah menggerakkan isi kolonik dengan perlahan sepanjang
saluran. Gelombang peristaltik kuat intermiten mendorong isi untuk jarak tertentu.
Hal ini terjadi secara umum setelah makanan lain dimakan, bila hormon
perangsang usus dilepaskan. Materi sisa dari makanan akhirnya mencapai dan
mengembangkan anus, biasanya dalam 12 jam. sebanyak seperempat dari materi
sisa dari makanan mungkin tetap berada di rektum selama 3 hari setelah makanan
dicerna.
6. Rektum : Defekasi, Faeces dan Flatus
Rektum terletak 10 cm di bawah dari usus besar dimulai pada kolon sigmoideus
dan berakhir pada saluran anal. Saluran ini berakhir ke dalam anus yang dijaga oleh
otot internal dan eksternal. Rektum serupa dengan kolon tetapi dindingnya yang
berotot lebih tebal dan membran mukosanya memuat lipatan-lipatan membujur
yang disebut kolumna morgagni. Semua ini menyambung ke dalam saluran anus.
Di dalam saluran anus ini serabut otot sirkuler menebal membentuk otot sfingter
anus internal. Sel-sel yang melapisi saluran anus berubah sifatnya epitelium
bergaris menggantikan sel-sel silinder. Sfingter eksterna menjaga saluran anus dan
orifisium supaya tertutup. Rektum biasanya kosong sampai menjelang defekasi.
3. ETIOLOGI
1. Infeksi bakteri
a. Mikroorganisme berasal dari penyakit saluran gastrointestinal
b. Appendisitis yang meradang dan perforasi
c. Tukak peptik (lambung / dudenum)
d. Tukak thypoid
e. Tukan disentri amuba / colitis
f. Tukak pada tumor
g. Salpingitis
h. Divertikulitis

Kuman yang paling sering ialah bakteri Coli, streptokokus alpha dan beta
hemolitik, stapilokokus aurens, enterokokus dan yang paling berbahaya adalah
clostridium wechii.

4. PATOFISIOLOGI
Disebabkan oleh kebocoren dari  organ abdomen kedalam rongga abdomen
bisanya sebagai akibat dari inflamasi,infeksi,iskemia, trauma atau perforasi tumor.
Terjadi proliferasi bacterial, yang menimbulkan edema jaringan, dan dalam waktu yang
singkat terjadi eksudasi cairan. cairan dalam peritoneal menjadi keruh dengan
peningkatan protein, sel darah putih, debris seluler dan darah. Respon segera dari saluran
usus adalah hipermotilitas, diikut oleh oleh ileus pralitik, disertai akumudasi udara dan
cairan dalam usus.

Peritonitis menyebabkan penurunan aktivitas fibrinolitik intra abdomen


(meningkatkan aktivitas inhibitor activator plasminogen) dan sekuestrasi fibrin dengan
adanya pembentukan jajaring pengikat. Produksi eksudat fibrin merupakan mekanisme
terpenting dari system pertahanan tubuh, sengan cara ini akan terikat bakteri dalam
jumlah yang sangat banyak diantara matrika fibrin. Pembentukan abses pada peritonitis
pada prinsipnya merupakan mekanisme tubuh yang melibatkan substansi pembentuk
abses dan kuman-kuman itu sendiri untuk menciptakan kondisi abdomen yang steril.
Pada keadaan jumlah kuman yang sangat banyak, tubuh sudah tidak mampu
mengeliminasi kuman dan berusaha mengendalikan penyebaran kuman dengan
membentuk kompartemen yang dikenal sebagai abses.
Masuknya bakteri dalam jumlah besar ini bisa berasal dari berbagai sumber. Yang
paling sering ialah kontaminasi bakteri transien akibat penyakit visceral atau intervensi
bedah yang merusak keadaan abdomen. Selain jumlah bakteri transien yang terlalu
banyak di dalam rongga abdomen, peritonitis juga terjadi karena virulensi kuman yang
tinggi hingga mengganggu proses fagositosis dan pembunuhan bakteri dengan neutrofil.
Keadaan makin buruk jika infeksinya disertai dengan pertumbuhan bakteri lain atau
jamur (Clevo, 2012).

5. KLASIFIKASI
Berdasarkan pathogenesis peritonitis dapat di klasifikasikan sebagai berikut:
a. Peritonitis bacterial primer
Akibat kontaminasi bacterial secara hematogen pada cavum peritoneum dan
tidak ditemukan focus infeksi dalam abdomen. Penyebabnya bersifat
monomikrobial, biasanya E.coli, Streotokokus atau Pneumococus, peritonitis ini
dibagi menjadi dua yaitu:
1) Spesifik : Seperti Tuberculosa.
2) Non-spesifik : Pneumonia non tuberculosis dan tonsillitis. Factor yang
beresiko pada peritonitis ini adalah malnutrisi, keganasan intra abdomen,
imunosupresi dan splenektomi. Kelompok resiko tinggi adalah dengan
sindrom nefrotik, gagal ginjal kronik, lupus eritematosus sistemik, dan
sirosis hepatis dengan asites.
b. Peritonitis bacterial akut sekunder(supurative)
Peritonitis yang mengikuti suatu infeksi akaut atau perforasi traktus
gastrointestinal atau tractus urinarius. Pada umunya organism tunggal tidak akan
menyebabkan peritonitis yang fatal. Sinergisme dari multiple organism dapat
memperberat terjadinya infeksi ini. Bakteri anaerob, khususnya spesies
bacteroides dapat memperbesar pengaruh bakteri aerob dalam menimbulkan
infeksi. Luas dan lama kontaminasi suatu bakteri juga dapat memperberat
peritonitis. Kuman dapat berasal:
a. Luka trauma atau penetrasi, yang membawa kuman dari luar masuk ke
dalam cavum peritoneal.
b. Perforasi organ-organ dalam perut. Seperti di akibatkan oleh bahan kimia.
Perforasi usus sehingga feces keluar dari usus. Komplikasi dari proses
inflamasi organ-organ  intra abdominal, misalnya appendicitis.
c.  Peritonitis Tersier
Peritonitis ini terjadi akibat timbulnya abses atau flagmon dengan atau
tanpa fistula. Yang disebabkan oleh jamur, peritonitis yang sumber kumannya
tidak dapat ditemukan. Seperti disebabkan oleh iritan langsung, seperti misalnya
empedu, getah lambung, getah pancreas, dan urine(Andra & Yessie, 2013).
6. TANDA DAN GEJALA
Menurut Corwin (2000), gambaran klinis pada penderita peritonitis adalah sebagai
berikut :
a. Nyeri terutama diatas daerah yang meradang.
b. Peningkatan kecepatan denyut jantung akibat hipovolemia karena perpindahan
cairan kedalam peritoneum.
c. Mual dan muntah.
d. Abdomen yang kaku.
e. Ileus paralitik (paralisis saluran cerna akibat respon neurogenik atau otot terhadap
trauma atau peradangan) muncul pada awal peritonitis.
f. Tanda-tanda umum peradangan misalnya demam, peningkatan sel darah putih
dan takikardia.
g. Rasa sakit pada daerah abdomen
h. Dehidrasi
i. Lemas
j. Nyeri tekan pada daerah abdomen
k. Bising usus berkurang atau menghilang
l. Nafas dangkal
m. Tekanan darah menurun
n. Nadi kecil dan cepat
o. Berkeringat dingin
p. Pekak hati menghilang

7. KOMPLIKASI
Menurut (Haryono, 2013) komplikasi potensial Peritonitis yang memerlukan
pendekatan kolaboratif dalam perawatan, mencakup :
a. Septikemia dan syok septic.
b. Syok hipovelmia.
c. Sepsis intra abdomen rekuren yang tidak dapat dikontrol dengan
kegagalan multi system.
d. Abses residual intraperitoneal
e. Eviserasi luka.
f. Obstruksi usus
g. Oliguri
8. PENATALAKSANAAN
Menurut Netina (2001), penatalaksanaan pada peritonitis adalah sebagai berikut :
a. Penggantian cairan, koloid dan elektrolit merupakan focus utama dari
penatalaksanaan medik.
b. Analgesik untuk nyeri, antiemetik untuk mual dan muntah.
c. Intubasi dan penghisap usus untuk menghilangkan distensi abdomen.
d. Terapi oksigen dengan nasal kanul atau masker untuk memperbaiki
fungsi ventilasi.
e. Kadang dilakukan intubasi jalan napas dan bantuan ventilator juga
diperlukan.
f. Therapi antibiotik masif (sepsis merupakan penyebab kematian utama).
g. Tindakan pembedahan diarahkan pada eksisi ( appendks  ), reseksi ,
memperbaiki  (perforasi ), dan drainase ( abses ).
h. Pada sepsis yang luas perlu dibuat diversi fekal
9. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Menurut Doengoes, Moorhouse, dan Geissler (1999), pemeriksaan diagnostic
pada peritonitis adalah sebagai berikut :
a. Pemeriksaan darah lengkap : sel darah putih meningkat kadang-kadang
lebih dari 20.000 /mm3.Sel darah merah mungkin meningkat
menunjukan hemokonsentrasi.
b. Albumin serum, mungkin menurun karena perpindaahan cairan.
c. Amylase serum biasanya meningkat.
d. Elektrolit serum, hipokalemia mungkin ada.
e. Kultur, organisme penyebab mungkin teridentifikasi dari darah,
eksudat/sekret atau cairan asites.
f. Pemeriksaan foto abdominal, dapat menyatakan distensi usus ileum. Bila
perforasi visera sebagai etiologi, udara bebas akan ditemukan pada
abdomen.
g. Foto dada, dapat menyatakan peninggian diafragma.
h. Parasentesis, contoh cairan peritoneal dapat mengandung darah,
pus/eksudat, amilase, empedu, dan kreatinin.
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

1. Pengumpulan data

Dalam pengumpulan data ada urutan – urutan kegiatan yang dilakukan yaitu :
a. Identitas klien
Nama, umur, jenis kelamin, tempat tinggal (alamat), pekerjaan, pendidikan dan status
ekonomi menengah kebawah dan satitasi kesehatan yang kurang ditunjang dengan
padatnya penduduk dan pernah punya riwayat penyakit CKD
b. Riwayat penyakit sekarang
Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit yang di rasakan saat
ini. Dengan rasa sakit pada bagian abdomen, nyeri tekan daerah abdomen, mual, muntah,
demam, lemas.
c. Riwayat penyakit dahulu
Biasanya klien berkemungkinan memiliki riwayat pembedahan pada perut , memeiliki
riwayat penyakit gastro intestinal seperti apendiksitis, memilki riwayat tertusuk di bagian
perut
d. Riwayat penyakit keluarga
Mencari diantara anggota keluarga yang menderita penyakit tersebut.
e. Riwayat psikososial
Biasanya klien mengalami faktor stress contoh: financial, hubungan dan sebabnya,
perasaan tidak berdaya, tidak ada harapan, tidak ada kekuatan, menolak, ansietas,
takut,marah, mudah tersinggung, perubahan kepribadian dan perilaku serta perubahan
proses kognitif.
f. Pola fungsi kesehatan
1. Aktivitas dan Istirahat
Keletihan, kelelahan, malaise, Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-
hari karena nyeri abdomen, mual, muntah. Ketidakmampian untuk tidur.
2. Sirkulasi
Pembengkakan pada ekstremitas bawah, Peningkatan tekanan darah, Peningkatan
frekuensi jantung, Distensi vena leher, Edema dependen, tidak berhubungan dengan
penyakit jantung, Warna kulit/membrane mukosa: normal/abu-abu/sianosis, sianosis
perifer, Pucat dapat menunjukkan anemia.

3. Integritas Ego

·         Ansietas, ketakutan, peka rangsang

4. Makanan/ cairan
Mual/muntah, Nafsu makan buruk/anoreksia, penurunan berat badan menetap, ,
Turgor kulit buruk, Edema dependen.

5. Hyegene

Kebersihan buruk

g. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum dan TTV
a. Biasanya keadaan umum klien lemah, letih dan terlihat sakit berat.
b. Biasanya tingkat kesadaran klien composmentis
c. TTV : Biasanya RR meningkat, biasanya tekanan darah naik
2) Kepala
Mengamati bentuk kepala, tidak ada hematoma atau edema, perlukaan
(rincian luka, adanya jahitan, dan kondisi luka).
a) Mata : Biasanya simetris kiri dan kanan, konjungtiva tidak
anemis, dan sklera tidak ikterik
b) Hidung : Biasanya tidak ada pembengkakan polip dan simetris
kiri dan kanan.
c) Bibir : Biasanya bibir pucat
d) Gigi : Biasanya tidak terdapat karies pada gigi.
e) Lidah : Biasanya klien tidak mengalami pendarahan lidah
3) Leher
Biasanya tidak terjadi pembesaran kelenjar tyroid atau kelenjar getah bening dan
pembesaran vena leher.
4) Dada / Thorak
1) Inspeksi : Biasanya simetris kiri dan kanan
2) Palpasi : Biasanya fremitus lemah kiri dan kanan
3) Perkusi : Biasanya terdengar sonor
4) Auskultasi : Biasanya terdapat bunyi vesicular.
5) Jantung
1) Inspeksi : Biasanya letak ictus cordis normal yang berada pada
ICS 5 pada linea medio clavicularis sinistra selebar 1
cm. Ictus cordis tidak terlihat.
2) Palpasi : Biasanya ictus cordis tidak teraba
3) Perkusi : Biasanya tidak ada nyeri
4) Auskultasi : Biasanya terdapat irama jantung yang cepat
6) Perut / Abdomen
1) Inspeksi : Biasanya tidak ada pembesaran pada abdomen, simetris
kiri dan kanan
2) Auskultasi : Biasanya bising usus normal, berkisar antara 5-35
kali/menit.
3) Palpasi : Biasanya ada nyeri tekan, tidak ada pembesaan hepar dan
lien.
4) Perkusi : biasanya terdapat nyeri tekan.
7) Genitourinaria
Biasanya tidak terpasang kateter
8) Ekstremitas
Biasanya tidak ada gangguan pada ekstremitas
9) Sistem Integumen
Biasanya warnanya sawo matang, dan tidak ada gatal pada kulit
10) Sistem Neurologi
Biasanya tidak terjadi penurunan kesadaran
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Setelah dilakukan pengkajian, data-data yang di dapatkan dalam pengkajian tersebut
dianalisa dan dapat ditegakkan diagnosa keperawatannya sesuai dengan masalah yang
sedang dihadapi klien, maka kemungkinan diagnosa yang mungkin muncul pada klien
dengan peritonitis yaitu :
a. Nyeri terutama diatas daerah yang meradang.
b. Peningkatan kecepatan denyut jantung akibat hipovolemia karena perpindahan
cairan kedalam peritoneum.
c. Mual dan muntah.
d. Abdomen yang kaku.
e. Ileus paralitik (paralisis saluran cerna akibat respon neurogenik atau otot terhadap
trauma atau peradangan) muncul pada awal peritonitis.
f. Tanda-tanda umum peradangan misalnya demam, peningkatan sel darah putih
dan takikardia.
g. Rasa sakit pada daerah abdomen
h. Dehidrasi
i. Lemas
j. Nyeri tekan pada daerah abdomen
k. Bising usus berkurang atau menghilang
l. Nafas dangkal
m. Tekanan darah menurun
n. Nadi kecil dan cepat
o. Berkeringat dingin
p. Pekak hati menghilang
C. RENCANA KEPERAWATAN

1. Rencana Asuhan Keperawatan


No Diagnosa NOC NIC
Keperawatan
1 Resiko infeksi Immune Status 1. Pertahankan teknik aseptif
berhubungan
dengan trauma a. Knowledge : Infection 2. Batasi pengunjung bila perlu

jarigan
control 3.Cuci tangan setiap sebelum dan
sesudah indakan keperawatan Gunakan
b. Risk control baju, sarung tangan sebagai

kriteria hasil: alat pelindung

a) Klien bebas dari tanda 4. Ganti letak IV perifer dan dressing


sesuai dengan petunjuk umum
dan gejala infeksi

5. Gunakan kateter intermiten untuk


b) Menunjukkan
menurunkan infeksi kandung kencing
kemampuan untuk
mencegah timbulnya 6. Tingkatkan intake nutrisi
nfeksi
c) Jumlah leukosit dalam 7. Berikan terapi
batas normal
d) Menunjukkan perilaku 8.  Monitor tanda dan gejala infeksi
hidup sehat sistemik dan lokal

e) Status imun,
9. Pertahankan teknik isolasi k/p
gastrointestinal,
genitourinaria dalam 10. Inspeksi kulit dan membran mukosa
batas normal terhadap kemerahan, panas, drainase

11. Monitor adanya luka

12. Dorong masukan cairan

13.Dorong istirahat

14. Ajarkan pasien dan keluarga tanda


dan gejala infeksi

15. Kaji suhu badan pada pasien


neutropenia setiap 4 jam

2 Nyeri akut a. Pain Level, a. Lakukan pengkajian nyeri secara


berhubungan b. pain control, komprehensif termasuk lokasi,
dengan agen c. comfort level karakteristik, durasi, frekuensi,
cidera fisik kualitas dan faktor presipitasi
Setelah dilakukan tinfakan b. Observasi reaksi nonverbal dari
ketidaknyamanan
kriteria hasil:
c. Bantu pasien dan keluarga untuk

a. Mampu mengontrol mencari dan menemukan dukungan

nyeri (tahu penyebab d. Kontrol lingkungan yang dapat

nyeri, mampu mempengaruhi nyeri seperti suhu

menggunakan tehnik ruangan, pencahayaan dan kebisingan

nonfarmakologi untuk e.  Kurangi faktor presipitasi nyeri

mengurangi nyeri, f. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk

mencari bantuan) menentukan intervensi

b. Melaporkan bahwa nyeri g. Ajarkan tentang teknik non


berkurang dengan farmakologi: napas dala, relaksasi,

menggunakan distraksi, kompres hangat/ dingin

manajemen nyeri h. Berikan analgetik untuk mengurangi

c. Mampu mengenali nyeri nyeri:

(skala, intensitas, i. ingkatkan istirahat

frekuensi dan tanda j. Berikan informasi tentang nyeri

nyeri) seperti penyebab nyeri, berapa lama

d.  Menyatakan rasa nyeri akan berkurang dan antisipasi

nyaman setelah nyeri ketidak nyamanan

berkurang
e. Tanda vital dalam
rentang normal
f. Tidak mengalami
gangguan tidur

3 Devisit self care : Activity of Daily Self Care assistane : ADLs


perawatan diri Living (ADLs) a. Monitor kemempuan klien untuk
berhubungan
dengan gangguan kriteria hasil: perawatan diri yang mandiri.
kognitif
a. Klien terbebas dari bau b. Monitor kebutuhan klien untuk alatalat
bantu untuk kebersihan diri, berpakaian,
badan berhias, toileting dan makan.

b. Menyatakan kenyamanan c.  Sediakan bantuan sampai klien


terhadap kemampuan untuk mampu secara utuh untuk melakukan
melakukan ADLs self-care.

c. Dapat melakukan ADLS d.  Dorong klien untuk melakukan


dengan bantuan aktivitas sehari-hari yang normal sesuai
kemampuan yang dimiliki.

e. Dorong untuk melakukan secara


mandiri, tapi beri bantuan ketika klien
tidak mampu melakukannya.

f.  Ajarkan klien/ keluarga untuk


mendorong kemandirian, untuk
memberikan bantuan hanya jika pasien
tidak mampu untuk melakukannya.

g.  Berikan aktivitas rutin sehari- hari


sesuai kemampuan

D. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan rencana tindakan yang telah
ditentukan, dengan maksud agar kebutuhan pasien terpenuhi secara optimal. Tindakan
keperawatan dapat dilaksanakan sebagian oleh pasien itu sendiri, oleh perawat secara
mandiri atau dilakukan secara bekerja sama dengan anggota tim kesehatan lain, misalnya
ahli gizi atau fisioterapi.
Hal yang akan dilakukan ini sangat bergantung pada jenis tindakan, pada
kemampuan/ keterampilan dan keinginan pasien, serta pelaksanaan keperawatan bukan
semata-mata tugas perawat, tetapi melibatkan banyak pihak. Namun demikian, yang
memiliki tanggung jawab secara keseluruhan adalah tenaga perawat (Suarli, 2012).

E. Evaluasi
Evaluasi adalah proses penilaian pencapaian tujuan serta pengkajian ulang
rencana keperawatan.
Evaluasi bertujuan untuk menentukan kemampuan pasien dalam mencapai tujuan
yang telah ditentukan dan menilai aktifitas rencana keperawatan dan strategi asuhan
keperawatan.
Langkah-lagkah yang dilakukan dalam evaluasi adalah :
a. Mengumpulkan data perkembangan pasien.
b. Menafsirkan (menginterprestasikan) perkembangan pasien.
c. Membandingkan keadaan sebelum dan sesudah dilakukan tindakan, dengan
menggunakan kriteria pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
d. Mengukur dan membandingkan perkembangan pasien dengan standar normal yang
berlaku.
Ada tiga simpulan dalam menafsirkan hasil evaluasi, yaitu :
a. Tujuan tercapai
b. Tujuan tercapai sebagian
c. Tujuan sama sekali tidak tercapai

DAFTAR PUSTAKA
Corwin, J Elizabeth. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Lintong, Poppy M. 2005. Ginjal Dan Saluran Kencing Bagian Bawah. Bagian Patologi Anatomi
FK UNSRAT, Manado
Mubin, Halim. 2007. Panduan Praktis Ilmu Penyakit Dalam Diagnosis dan Terapi. EGC :
Jakarta
NIH. 2008. The National Kidney and Urologic Diseases Information Clearinghouse (NKUDIC).
the National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases (NIDDK).
(http://www.kidney.niddk.nih.gov).
Purnomo, Basuki. B. 2011. Dasar – Dasar Urologi. Edisi Ke Tiga. Jakarta :Sagung Seto
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth
volume 2. Jakarta: EGC.
Suwitra K. 2006. Penyakit Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 581-584.
Universitas Sumatera Utara. 2011. Bab 2 Tinjuan Pustaka.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16742/4/Chapter%20II.pdf.
diakses pada tanggal 26 November 2019
Wilkinson, Judith M. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai