Anda di halaman 1dari 22

Laporan Pendahuluan

A. Definisi

CVA (Cerebro Vascular Accident) merupakan kelainan fungsi otak yang


timbul mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah
otak yang dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja dengan gejala-gejala
berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabakan cacat berupa
kelumpuhan anggota gerak, gangguan bicara, proses berpikir, daya ingat dan
bentuk-bentuk kecacatan lain hingga menyebabkan kematian (Muttaqin, 2008:234).

CVA Infark adalah sindrom klinik yang awal timbulnya mendadak, progresif
cepat, berupa defisit neurologi fokal atau global yang berlangsung 24 jam terjadi
karena trombositosis dan emboli yang menyebabkan penyumbatan yang bisa
terjadi di sepanjang jalur pembuluh darah arteri yang menuju ke otak. Darah ke
otak disuplai oleh dua arteria karotis interna dan dua arteri vertebralis. Arteri-arteri
ini merupakan cabang dari lengkung aorta jantung (arcus aorta) (Suzanne, 2002:
2131).

Jadi CVA Emboli adalah kelainan fungsi otak yang di sebabkan oleh
terjadinya perdarahan pada otak, timbulnya mendadak, progesif cepat, yang
berlangsung 24 jam karena trombositosis dan emboli yang menyebabkan
penyumbatan pembuluh darah arteri yang menuju otak.

B. Klasifikasi

Berdasarkan paatologi serangannya (Brasherz, 2008)

a. Oklusi aterotrombotik pada arteri ekstra kranial (terutama pada bitur kasio karotis
atau intrakranial)

b. Kardioemboli akibat fibrilasi atrial, infark miokard terbaru aneurismaventrikel,


gagal jantung kongestif/ penyakit vascular

c. Lakunar akibat infark cerebral dalam pada arteri lentikulostrista

d. Hemodinamik akibat penurunan perfusi cerebral global.

C. Etiologi

Ada dua penyebab CVA (Muttaqin, 2008: 235) yaitu :

1. Trombosis serebri
Terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan
iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan edema dan kongesti disekitarnya.
Trombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur.
Terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah.
Trombosis serebri ini disebabkan karena adanya:

 Aterosklerostis: mengerasnya/berkurangnya kelenturan dan elastisitas dinding


pembuluh darah
 Hiperkoagulasi: darah yang bertambah kental yang akan menyebabkan
viskositas/ hematokrit meningkat sehingga dapat melambatkan aliran darah
cerebral
 Arteritis: radang pada arteri

2. Emboli
Dapat terjadi karena adanya penyumbatan pada pembuluhan darah otak oleh
bekuan darah, lemak, dan udara. Biasanya emboli berasal dari thrombus di
jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebri. Keadaan-keadaan
yang dapat menimbulkan emboli:

 Penyakit jantung reumatik


 Infark miokardium
 Fibrilasi dan keadaan aritmia : dapat membentuk gumpalan-gumpalan kecil
yang dapat menyebabkan emboli cerebri
 Endokarditis : menyebabkan gangguan pada endocardium

D. Faktor Resiko

Ada dua macam faktor yang dapat menyebabkan terkena serangan CVA yaitu faktor
resiko yang bisa dicegah dan faktor yang tidak bisa dicegah. yaitu :
1.Faktor resiko yang bisa diobati / dicegah :

 Perokok.
 Penyakit jantung ( Fibrilasi Jantung )
 Tekanan darah tinggi.
 Peningkatan jumlah sel darah merah ( Policitemia).
 Transient Ischemic Attack ( TIAs)

2.Faktor resiko yang tidak bisa di cegah :

 Usia di atas 65.


 Peningkatan tekanan karotis ( indikasi terjadinya artheriosklerosis yang
meningkatkan resiko serangan stroke).
 DM.
 Keturunan ( Keluarga ada stroke).
 Pernah terserang stroke.
 Race ( Kulit hitam lebih tinggi )
 Sex ( laki-laki lebih 30 % daripada wanita )

E. Patofisiologi

Pada stroke atau CVA, iskemik terjadi dalam jaringan otak yang aliran darah
arterinya terganggu akibat trombus atau emboli sehingga menimbulkan gangguan
fungsi otak. Iskemik dapat menyebabkan hipoksia atau anoksia dan hipoglikemik
pada jaringan otak. Proses ini dapat mengakibatkan kematian pada neuron, sel
ganglia dan struktur otak disekitar area infark. Edema yang terjadi akan
memperberat infark itu sendiri. Edema dapat berlangsung dalam beberapa jam atau
beberapa hari.
Setelah terjadinya infark dan edema, maka secara otomatis akan terjadi
penurunan kemampuan fungsi otak dalam menjalankan fungsi neurologisnya seperti
semula. Hal ini mengakibatkan terjadinya defisit neurologis pada area kontralateral
dari area lesi otak yang terkena, sesuai dengan karakteristik dari otak
F. Pathway
G. Manifestasi Klinis (tanda gejala)

Tanda dan gejala berdasarkan bagian otak, menurut Hudak dan Gallo dalam
buku keperawatan Kritis (1996: 258-260), yaitu:
1. Lobus Frontal
a. Deficit Kognitif : kehilangan memori, rentang perhatian singkat, peningkatan
distraktibilitas (mudah buyar), penilaian buruk, tidak mampu menghitung,
memberi alasan atau berpikir abstrak.
b. Deficit Motorik : hemiparese, hemiplegia, distria (kerusakan otot-otot bicara),
disfagia (kerusakan otot-otot menelan).
c. Defici aktivitas mental dan psikologi antara lain : labilitas emosional,
kehilangan kontrol diri dan hambatan soaial, penurunan toleransi terhadap stres,
ketakutan, permusuhan frustasi, marah, kekacuan mental dan keputusasaan,
menarik diri, isolasi, depresi.
2. Lobus Parietal
a. Dominan :
1) Defisit sensori antara lain defisit visual (jaras visual terpotong sebagian
besar pada hemisfer serebri), hilangnya respon terhadap sensasi superfisial
(sentuhan, nyeri, tekanan, panas dan dingin), hilangnya respon terhadap
proprioresepsi (pengetahuan tentang posisi bagian tubuh).
2) Defisit bahasa/komunikasi

- Afasia ekspresif (kesulitan dalam mengubah suara menjadi pola-pola


bicara yang dapat dipahami)

- Afasia reseptif (kerusakan kelengkapan kata yang diucapkan)

- Afasia global (tidak mampu berkomunikasi pada setiap tingkat)

- Aleksia (ketidakmampuan untuk mengerti kata yang dituliskan)

- Agrafasia (ketidakmampuan untuk mengekspresikan ide-ide dalam


tulisan).

b. Non Dominan
Defisit perseptual (gangguan dalam merasakan dengan tepat dan
menginterpretasi diri/lingkungan) antara lain:
- Gangguan skem/maksud tubuh (amnesia atau menyangkal terhadap
ekstremitas yang mengalami paralise)
- Disorientasi (waktu, tempat dan orang)
- Apraksia (kehilangan kemampuan untuk mengguanakan obyak-obyak dengan
tepat)
- Agnosia (ketidakmampuan untuk mengidentifikasi lingkungan melalui indra)
- Kelainan dalam menemukan letak obyek dalam ruangan
- Kerusakan memori untuk mengingat letak spasial obyek atau tempat
- Disorientasi kanan kiri
3. Lobus Occipital: deficit lapang penglihatan penurunan ketajaman penglihatan,
diplobia(penglihatan ganda), buta.
4. Lobus Temporal : defisit pendengaran, gangguan keseimbangan tubuh
H. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang pada pasien CVA infark:


1. Laboratorium :
a. Pada pemeriksaan paket stroke: Viskositas darah pada apsien CVA ada
peningkatan VD > 5,1 cp, Test Agresi Trombosit (TAT), Asam Arachidonic
(AA), Platelet Activating Factor (PAF), fibrinogen (Muttaqin, 2008: 249-252)
b. Analisis laboratorium standar mencakup urinalisis, HDL pasien CVA infark
mengalami penurunan HDL dibawah nilai normal 60 mg/dl, Laju endap darah
(LED) pada pasien CVA bertujuan mengukur kecepatan sel darah merah
mengendap dalam tabung darah LED yang tinggi menunjukkan adanya radang.
Namun LED tidak menunjukkan apakah itu radang jangka lama, misalnya artritis,
panel metabolic dasar (Natrium (135-145 nMol/L), kalium (3,6- 5,0 mMol/l),
klorida,) (Prince, dkk ,2005:1122)
2. CT scan : pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya secara
pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang pemadatan
terlihat di ventrikel atau menyebar ke permukaan otak (Muttaqin, 2008:140).
3. Pemeriksaan sinar X toraks: dapat mendeteksi pembesaran jantung (kardiomegali)
dan infiltrate paru yang berkaitan dengan gagal jantung kongestif
(Prince,dkk,2005:1122)
4. Ultrasonografi (USG) karaois: evaluasi standard untuk mendeteksi gangguan
aliran darah karotis dan kemungkinan memmperbaiki kausa stroke (Prince,dkk ,
2005:1122).
5. Angiografi serebrum : membantu menentukan penyebab dari stroke secara
Spesifik seperti lesi ulseratrif, stenosis, displosia fibraomuskular, fistula
arteriovena, vaskulitis dan pembentukan thrombus di pembuluh besar (Prince, dkk
,2005:1122).
6. Pemindaian dengan Positron Emission Tomography (PET): mengidentifikasi
seberapa besar suatu daerah di otak menerima dan memetabolisme glukosa serta
luas cedera (Prince, dkk ,2005:1122)
7. Ekokardiogram transesofagus (TEE): mendeteksi sumber kardioembolus potensial
(Prince, dkk ,2005:1123).
8. MRI : menggunakan gelombang magnetik untuk memeriksa posisi dan besar /
luasnya daerah infark (Muttaqin, 2008:140).
I. Penatalaksanaan

Beberapa penatalaksanaan pada pasien dengan CVA infark (Muttaqin, 2008:14):

1. Untuk mengobati keadaan akut, berusaha menstabilkan TTV dengan :


- Mempertahankan saluran nafas yang paten 
- Kontrol tekanan darah 
- Merawat kandung kemih, tidak memakai keteter 
- Posisi yang tepat, posisi diubah tiap 2 jam, latihan gerak pasif.
2. Terapi Konservatif
- Vasodilator untuk meningkatkan aliran serebral 
- Anti agregasi trombolis: aspirin untuk menghambat reaksi pelepasan agregasi
thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma. 
1. Anti koagulan untuk mencegah terjadinya atau memberatnya trombosisiatau
embolisasi dari tempat lain ke sistem kardiovaskuler. 
2. Bila terjadi peningkatan TIK, hal yang dilakukan:
1) Hiperventilasi dengan ventilator sehingga PaCO2 30-35 mmHg
2) Osmoterapi antara lain : - Infus manitol 20% 100 ml atau 0,25-0,5 g/kg BB/
kali dalam waktu 15-30 menit, 4-6 kali/hari. - Infus gliserol 10% 250 ml
dalam waktu 1 jam, 4 kali/hari 
3. Posisi kepala head up (15-30⁰) 
4. Menghindari mengejan pada BAB 
5. Hindari batuk
6. Meminimalkan lingkungan yang panas
Kosep Askep

A. Pengkajian

1. Identitas
Mencakup nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, agama dan
alamat.
2. Riwayat Penyakit
Biasanya klien datang ke rumah sakit dalam kondisi : penurunan
kesadaran atau koma serta disertai kelumpuhan dan keluhan sakit kepala hebat
bila masih sadar..
3. Riwayat penyakit dahulu
Perlu di kaji adanya riwayat DM, Hipertensi, Kelainan Jantung,
Pernah TIAs, Policitemia karena hal ini berhubungan dengan
penurunan kualitas pembuluh darah otak menjadi menurun..
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Apakah ada keluarga yang mengalami penyakit yang sama.
5. Pola Aktivitas Sehari-hari
Pengkajian menggunakan 11 Pola Fungsional Gordondan pemeriksaan
fisik. Adapun hal-hal yang perlu dikaji pada pasien dengan sop cerebri mulai
dari sebelum masuk rumah sakit sampai dengan saat sudah dirawat di rumah
sakit adalah sebagai berikut:
1) Persepsi Kesehatan dan Manajemen Kesehatan
a) Deskripsi pasien tentang status kesehatan secara umum dan perubahan status
kesehatan dalam kurun waktu tertentu: riwayat kesehatan diambil untuk
mendapatkan informasi tentang perasaan lelah, adanya nyeri kepala atau
(lokasi, frekuensi, durasi).
b) Persepsi pasien terhadap penyebab sakit saat ini dan upaya yang dilakukan
serta apakah upaya tersebut telah dapat membantu mengatasi permasalahan
pasien.
2) Nutrisi-Metabolik
Makan

a) Kaji tipe intake makanan sehari-hari (pada waktu pasien belum masuk rumah
sakit), meliputi jenis makanan yang dikonsumsi, frekuensi, porsi makanan
yang habis dikonsumsi, waktu makan dan snack.
b) Nafsu makan saat ini apakah mengalami penurunan atau tidak. Pada beberapa
kasus dapat ditemukan pasien mengalami penurunan nafsu makan.
c) Adakah perubahan pada sensasi kecap.
d) Intake makanan terakhir yang dikonsumsi sebelum masuk rumah sakit.
e) Pembatasan diet atau tipe makanan yang diresepkan di rumah sakit.
f) Porsi makanan yang habis dikonsumsi di rumah sakit.
g) Kesulitan dalam mengunyah atau menelan makanan.
h) Kehilangan BB yang terjadi saat ini.
i) Ada atau tidaknya penggunaan alat bantu nutrisi seperti NGT
j) Penggunaan suplemen, atau vitamin tertentu.
k) Mual atau muntah (berapa kali muntah).
Minum

a) Kaji intake minum sehari-hari.


b) Adakah rasa haus yang berlebih.
c) Minuman yang telah dikonsumsi, jumlahnya berapa ml atau gelas.
d) Kaji jumlah cairan melalui IV yang telah masuk sehingga diketahui cairan
masuk pada pasien.
3) Eliminasi
BAB

a. Frekuensi BAB perhari, konsistensi feses, warna feses, ada tidaknya darah
atau lendir.
b. BAB pasien yang terakhir.
c. Adanya konstipasi atau tidak.
d. Adanya penggunaan laksatif atau tidak.
e. Adanya perubahan pada defekasi.
BAK

a. Frekuensi BAK, warna, jernih/tidak, ada darah/tidak, jumlah urine (ml)


b. Nyeri saat berkemih
c. Penggunaan kateter
d. Penggunaan obat diuretik
4) Aktivitas-latihan
Kemampuan Perawatan Diri 0 1 2 3 4

Makan/Minum

Mandi

Toileting
Berpakaian

Mobilisasi

Berpindah

Ambulasi Rom

0 : Mandiri 3 : Dibantu orang lain dan alat

1 : Alat bantu 4 : Tergantung total

2 : Dibantu orang lain

5) Istirahat dan Tidur


a) Kebiasaan tidur (berapa jam)
b) Kebiasaan tidur siang
c) Perubahan tidur yang terjadi
d) Perasaan setelah bangun tidur
e) Permasalahan tidur yang dialami seperti kesulitan tertidur kembali setelah
bangun, insomnia.
f) Penggunaan obat tidur
g) Ritual khusus sebelum tidur
h) Kondisi lingkungan seperti kebisingan, kondisi tempat tidur atau
hospitalisasi yang mempengaruhi tidur pasien.
6) Kognitif-Perseptual
a) Status pendengaran seperti gangguan pendengaran, ataupun penggunaan alat
bantu dengar.
b) Status penglihatan seperti gangguan penglihatan dan penggunaan kaca mata.
c) Pengecap dan pembau.
d) Sensasi perabaan seperti masalah dengan sensasi perabaan seperti baal atau
kesemutan.
e) Nyeri yang meliputi PQRST (pencetus, kualitas nyeri, lokasi, skala dan
waktu munculnya nyeri). Pasien biasanya akan mengeluhkan mengalami
nyeri pada kepala.
f) Fungsi kognisi dalam memori istilah, ingatan jangka pendek, ingatan jangka
panjang
g) Riwayat setiap perubahan dalam level kesadaran atau periode kebingungan
h) Komunikasi yang meliputi bahasa utama, bahasa lain, tingkatpendidikan,
kemampuan membaca dan menulis
i) Derajat kemampuan memecahkan masalah, dan derajat kemampuan
pengambilan keputusan.
j) Perasaan berputar, riwayat pingsan, kejang atau sakit kepala.
k) Kemampuan memahami dan manajemen nyeri yang dilakukan.
7) Persepsi diri dan Konsep diri
a) Perasaan pasien berhubungan dengan keadaan/penyakitnyaharga diri, ideal,
identitas, gambaran diri.
b) Deskripsi pasien tentang diri sendiri.
c) Adanya ketakutan, kecemasan dan depresi atau merasa kehilangan kontrol.
d) Pengalaman yang berhubungan dengan perasaan keputusasaan.
8) Peran dan Hubungan
a) Bentuk struktur keluarga
b) Cara hidup seperti sendirian, dengan keluarga
c) Peran dalam keluarga (pemberi perawatan di rumah, pencari nafkah)
d) Persepsi dari efek masalah kesehatan saat ini atau situasi saat ini terhadap
peran.
e) Kepuasan/ketidakpuasan terhadap peran
f) Kecukupan keuangan untuk memenuhi kebutuhan saat ini
g) Kecukupan dukungan atau hubungan keluarga untuk memenuhi kebutuhan
saat ini
h) Pekerjaan dan status pekerjaan
i) Masalah keluarga berhubungan dengan perawatan
j) Komunikasi antar anggota keluarga.
9) Seksual dan Reproduksi
a) Jenis kelamin.
b) Jumlah anak.
c) Masalah seksual yang berhubungan dengan penyakit.
10) Koping-Stres
a) Perubahan, masalah saat ini, kejadian yang menyebabkan stress.
b) Krisis saat ini misalhnya hospitalisasi, sakit.
c) Level stress saat ini.
d) Penggunaan obat atau alkohol untuk koping.
e) Metode koping yang digunakan.
f) Penggunaan koping tersebut untuk mengatasi masalah.
g) Kehilangan atau perubahan besar yang dialami di masa lalu.
h) Orang terdekat dengan pasien.
11) Nilai dan Kepercayaan
a) Agama yang dianut.
b) Aktivitas sembahyang pasien.
c) Pantangan agama atau keyakinan tertentu.
d) Permintaan kunjungan rohaniwan.
e) Kepercayaan spiritual yang berhubungan dengan pengambilan keputusan
dan praktek kesehatan.
f) Kepercayaan kultural yang berhubungan dengan kesehatan dan nilai.
g) Persepsi terhadap kepuasan hidup.

B. Pemeriksaan Fisik (head to toe)

1. Kulit, Rambut dan Kuku


Inspeksi: warna kulit, kondisi kuku, warna kuku, kebersihan kulit kepala, kaji
warna rambut, kebersihan kulit, turgor, oedem.

2. Kepala dan Leher


Inspeksi: bentuk kepala.

Palpasi: nyeri tekan, distensi vena jugularis, ada/tidak benjolan pada kepala.

3. Mata dan Telinga


a) Mata
Inspeksi: bentuk bola mata, pergerakan bola mata, nistagmus ada/tidak,
refleks cahaya pada kedua mata, sklera/konjungtiva.

Palpasi: nyeri tekan bola mata, benjolan pada mata.


b) Telinga
Inspeksi: bentuk daun telinga, kebersihan liang telinga, ada/tidaknya lesi pada
telinga, bengkak atau peradangan pada mastoid ada/tidak, adanya
serumen atau tidak, adanya otitis media atau tidak.
Palpasi: nyeri tekan ada/tidak.

4. Sistem Pernafasan:
Inspeksi: bentuk dada, saat inspirasi apakah ada bagian yang tertinggal, ada
tidaknya retraksi otot bantu pernapasan, pernapasan cuping hidung,
RR = x/menit, apakah ada batuk.
Palpasi: taktil fremitus pada kedua lapang paru, kondisi kulit dinding dada,
nyeri tekan, massa, pembengkakan atau benjolan, kesimetrisan
ekspansi
Perkusi: pada daerah yang terdapat udara terdengar hipersonor dan pada daerah
yang terdapat cairan terdengar suara pekak.
Auskultasi: suara napas apakah vesikuler atau ronchi. (Pada umumnya, area paru
yang terdapat infiltratnya akan terdengar ronchi).
5. Sistem Kardiovaskular :
Nyeri dada  Ya  Tidak
Palpitasi  Ya  Tidak
CRT < 3 dtk > 3 dtk
Inspeksi: kaji letak ictus cordis (letak ictus cordis normal berada pada ICS 5
pada linea medio claviculas kiri selebar 1 cm).
Palpasi: denyut jantung teraba/tidak, HR = x/menit, irama dan kedalaman
denyut jantung.
Perkusi: pergeseran letak jantung.
Auskultasi: Bunyi jantung S1 S2, ada gallop atau tidak, adanya murmur atau
tidak ada. (pada umumnya, pasien mengalami nyeri dada dan dapat
diikuti dengan peningkatan tanda-tanda vital. Selain itu, nilai analisa
gas darah juga mungkin abnormal yang dapat ditandai dengan gejala
sesak nafas, CRT > 3 detik).

6. Payudara Pria dan Wanita


Inspeksi: bentuk payudara, apakah adanya luka atau tidak, warna kulit disekitar
payudara.
Palpasi: apakah ada nyeri tekan atau tidak, apakah teraba massa atau tidak.
7. Sistem Gastrointestinal
Inspeksi: bentuk abdomen, asites ada/tidak ada, mukosa
(lembab/kering/stomatitis).
Palpasi: nyeri tekan ada/tidak ada, ada/tidak teraba benjolan.
Perkusi: terdengar suara timpani pada lambung (regio kiri atas) dan pekak
pada regio yang lain.
Auskultasi:peristaltik: ... x/mnt

8. Sistem Urinarius
Penggunaan alat bantu/ kateter, adanya nyeri tekan kandung kencing, gangguan
eliminasi urin (anuria/oliguria/retensi/inkontinensia/nokturia)
Lain-lain:
Palpasi: nyeri tekan, ada tidaknya benjolan, ada tidaknya distensi.

Perkusi: terdengar suara timpani pada pelvis.

9. Sistem Reproduksi Wanita/Pria


Inspeksi: kaji kondisi alat kelamin, kebersihan, ada peradangan atau benjolan.
10. Sistem Saraf
GCS (Eye, Verbal, Motorik)
Gerakan involunter: ada/tidak ada tremor pada lidah, tangan.
11. Sistem Muskuloskeletal
Hal-hal yang perlu dikaji: kemampuan pergerakan sendi (bebas/terbatas), ada
tidaknya deformitas, kekakuan, nyeri sendi/otot, sianosis atau edema pada
ektremitas, akral.

12. Sistem Imun


Hal-hal yang perlu dikaji: perdarahan gusi, perdarahan lama, pembengkakan
keletihan/kelemahan. Pada umumnya, dapat ditemukan pasien mengalami
keletihan dan kelemahan akibat penurunan suplai oksigen ke jaringan perifer.

13. Sistem Endokrin:


Hal-hal yang perlu dikaji: kadar glukosa

C. Diagnosa Keperawatan

1. Resiko peningkatan TIK berhubungan dengan penambahan isi otak sekunder


terhadap perdarahan otak.
2. Intoleransi aktifitas (ADL) berhubungan dengan kehilangan
kesadaran,kelumpuhan.
3. Gangguan Persepsi Sensosri : Perabaan yang berhubungan dengan penekanan
pada saraf sensori
4. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan hemiparese/hemiplegi dan
kehilangan kesadaran.
5. Resiko Gangguan Nutrisi kurang dari kebutuhan dengan kelemahann otot
mengunyah dan menelan sekunder kehilangan kesadaran.

D. Intervensi

Diagnosa. 1

Resiko peningkatan TIK berhubungan dengan penambahan isi otak sekunder terhadap
perdarahan otak.

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan klien tidak mengalami peningkatan


tekanan intra kranial.
Kriteria hasil :

Tidak terdapat tanda peningkatan tekanan intra kranial :

 Peningkatan tekanan darah.


 Nadi melebar.
 Pernafasan cheyne stokes
 Muntah projectile.
 Sakit kepala hebat.

Pencegahan TIK meningkat di laksanakan.

intervensi

NO INTERVENSI RASIONAL
1.       1 Pantau tanda dan gejala peningkatan TIK Deteksi dini peningkatan
§  tekanan darah TIK untuk melakukan
§  nadi tindakan lebih lanjut.
§  GCS
§  Respirasi
§  Keluhan sakit kepala hebat
§  Muntah projectile
§  Pupil unilateral
2.       2 Tinggikan kepala tempat tidur 15-30 derajat Meninggikan kepala dapat
kecuali ada kontra indikasi.Hindari mengubah membantu drainage vena
posisi dengan cepat. untuk mengurangi kongesti
vena.
3 Hindari hal-hal berikut :
Masase karotid Masase carotid
memperlambat frekuensi
jantung dan mengurangi
sirkulasi sistemik yang
diikuti peningkatan
sirkulasi secara tiba-tiba.
Fleksi leher atau rotasi > 45 derajat. Fleksi atau rotasi ekstrem
leher mengganggu  cairan
cerebrospinal dan drainage
vena dari rongga intra
kranial.
Rangsangan anal dengan jari (boleh tapi dengan Aktifitas ini menimbulkan
hati-hati ) hindari mengedan, fleksi ekstrem manuver valsalva yang
panggul dan lutut. merusak aliran balik vena
dengan kontriksi vena
jugularis dan peningkatan
TIK.

4.     4   Konsul dokter untuk mendapatkan pelunak feces Mencegah konstipasi dan
jika di perlukan. mengedan yang
menimbulkan manuver
valsalva.
5.       5 Pertahankan lingkungan  tenang, sunyi dan Meningkatkan istirahat dan
pencahayaan redup. menurunkan rangsangan
membantu menurunkan
TIK.
6.       6 Berikan obat-obatan sesuai dengan pesanan:
§  Anti hipertensi. §  Menurunkan tekanan darah.
§  Mencegah terjadinya
§  Anti koagulan. trombus.
§  Mencegah defisit cairan.
§  Terapi intra vena pengganti cairan dan elektrolit.
§  Pelunak feces. §  Mencegah obstipasi.
§  Anti tukak. §  Mencegah stres ulcer.
§  Roborantia. §  Meningkatkan daya tahan
tubuh.
§  Analgetika. §  Mengurangi nyeri.
§  Vasodilator perifer. §  Memperbaiki sirkulasi darah
otak.

Diagnosa. 2

Intoleransi aktifitas (ADL) berhubungan dengan kehilangan kesadaran,kelumpuhan.

Tujuan : Klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya

Kriteria hasil

 Tidak terjadi kontraktur sendi, Bertambahnya kekuatan otot


 Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas

Intervensi

INTERVENSI RASIONAL
1.      Ubah posisi klien tiap 2 jam §  Menurunkan resiko terjadinnya iskemia jaringan
akibat sirkulasi darah yang jelek pada daerah yang
tertekan
§  Gerakan
2.      Ajarkan klien untuk melakukan aktif memberikan massa, tonus dan
latihan gerak aktif pada kekuatan otot serta memperbaiki fungsi jantung
ekstrimitas yang tidak sakit dan pernapasan
3.      Lakukan gerak pasif §  Otot
pada volunter akan kehilangan tonus dan
ekstrimitas yang sakit kekuatannya bila tidak dilatih untuk digerakkan
4.      Berikan papan kaki pada
ekstrimitas dalam posisi
fungsionalnya
5.      Tinggikan kepala dan tangan
6.      Kolaborasi dengan ahli
fisioterapi untuk latihan fisik
klien

Diagnosa. 3

Gangguan Persepsi Sensosri : Perabaan yang berhubungan dengan penekanan pada


saraf sensori

Tujuan : Meningkatnya persepsi sensorik : perabaan secara optimal.

Kriteria hasil :

 Klien dapat mempertahankan tingakat kesadaran dan fungsi persepsi


 Klien mengakui perubahan dalam kemampuan untuk meraba dan merasa
 Klien dapat menunjukkan perilaku untuk mengkompensasi terhadap perubahan
sensori

Intervensi
INTERVENSI RASIONAL
1. Tentukan kondisi patologis klien 1.   Untuk mengetahui tipe dan lokasi yang
mengalami gangguan, sebagai penetapan
rencana tindakan
2. Kaji kesadaran sensori, seperti Penurunan kesadaran terhadap sensorik
membedakan   panas/dingin, dan perasaan kinetik berpengaruh
tajam/tumpul, posisi bagian terhadap keseimbangan/posisi dan
tubuh/otot, rasa persendian kesesuaian dari gerakan yang
mengganggu ambulasi, meningkatkan
resiko terjadinya trauma.
3
3. Berikan stimulasi terhadap rasa Melatih kembali jaras sensorik untuk
sentuhan, seperti memberikan klien mengintegrasikan persepsi dan intepretasi
suatu benda untuk menyentuh, diri. Membantu klien untuk
meraba. Biarkan klien menyentuh mengorientasikan bagian dirinya dan
dinding atau batas-batas lainnya. kekuatan dari daerah yang terpengaruh.
4.  
4. Lindungi klien dari suhu yang Meningkatkan keamanan klien dan
berlebihan, kaji adanya lindungan menurunkan resiko terjadinya trauma.
yang berbahaya. Anjurkan pada klien
dan keluarga untuk melakukan
pemeriksaan terhadap suhu air
dengan tangan  yang normal
5. Anjurkan klien untuk mengamati
5.   Penggunaan stimulasi penglihatan dan
kaki dan tangannya bila perlu dan sentuhan membantu dalan
menyadari posisi bagian tubuh yang mengintegrasikan sisi yang sakit.
sakit. Buatlah klien sadar akan
semua bagian tubuh yang terabaikan
seperti stimulasi sensorik pada
daerah yang sakit, latihan yang
membawa area yang sakit melewati
garis tengah, ingatkan individu untuk
merawata sisi yang sakit.
6. Hilangkan kebisingan/stimulasi Menurunkan ansietas dan respon emosi
eksternal yang berlebihan. yang berlebihan/kebingungan yang
berhubungan dengan sensori berlebih.
7.      
7. Lakukan validasi terhadap persepsi Membantu klien untuk mengidentifikasi
klien ketidakkonsistenan dari persepsi dan
integrasi stimulus.
Diagnosa. 4
4.Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan hemiparese/hemiplegi dan kehilangan
kesadaran.
Tujuan:
Kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi
Kriteria hasil

 Klien dapat melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan kemampuan klien
 Klien dapat mengidentifikasi sumber pribadi/komunitas untuk memberikan
bantuan sesuai kebutuhan

Intervensi
INTERVENSI RASIONAL
1. Tentukan kemampuan dan tingkat
1.   Membantu dalam mengantisipasi /
kekurangan dalam melakukan merencanakan pemenuhan kebutuhan
perawatan diri. secara individual
2.   
2. Beri motivasi kepada klien untuk Meningkatkan harga diri dan semangat
tetap melakukan aktivitas dan beri untuk berusaha terus-menerus
bantuan dengan sikap sungguh 3.   

3. Hindari melakukan sesuatu untuk Klien mungkin menjadi sangat ketakutan


klien yang dapat dilakukan klien dan sangat tergantung dan meskipun
sendiri, tetapi berikan bantuan sesuai bantuan yang diberikan bermanfaat dalam
kebutuhan. mencegah frustasi, adalah penting bagi
klien untuk melakukan sebanyak
mungkin untuk diri-sendiri untuk
mempertahankan harga diri dan
meningkatkan pemulihan
4.   

4. Berikan umpan balik yang positif Meningkatkan perasaan makna diri dan
untuk setiap usaha yang dilakukannya kemandirian serta mendorong klien untuk
atau keberhasilannya berusaha secara kontinyu
5. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi 5.   Memberikan bantuan yang mantap untuk
mengembangkan rencana terapi dan
mengidentifikasi kebutuhan alat
penyokong khusus

Diagnosa. 5
Resiko Gangguan Nutrisi kurang dari kebutuhan dengan kelemahann otot mengunyah
dan menelan sekunder kehilangan kesadaran.
Tujuan
Tidak terjadi gangguan nutrisi
Kriteria hasil

 Berat badan dapat dipertahankan/ditingkatkan


 Hb dan albumin dalam batas normal

Intervensi
INTERVENSI RASIONAL
1. Tentukan kemampuan klien dalam
1.   Untuk menetapkan jenis makanan yang akan
mengunyah, menelan dan reflek batuk diberikan pada klien
2
2. Letakkan posisi kepala lebih tinggi pada Untuk klien lebih mudah untuk menelan
waktu, selama dan sesudah makan karena gaya gravitasi
3.     
3. Stimulasi bibir untuk menutup dan  Membantu dalam melatih kembali sensori
membuka mulut secara manual dengan dan meningkatkan kontrol muskuler
menekan ringan diatas bibir/dibawah dagu
jika dibutuhkan
4.   
4. Letakkan makanan pada daerah mulut Memberikan stimulasi sensori (termasuk rasa
yang tidak terganggu kecap) yang dapat mencetuskan usaha untuk
menelan dan meningkatkan masukan
5. Berikan makan dengan berlahan pada Klien dapat berkonsentrasi pada mekanisme
lingkungan yang tenang makan tanpa adanya distraksi/gangguan dari
luar
6. Mulailah untuk memberikan makan Makan lunak/cairan kental mudah untuk
peroral setengah cair, makan lunak ketika mengendalikannya didalam mulut,
klien dapat menelan air menurunkan terjadinya aspirasi
7. Anjurkan klien menggunakan sedotan Menguatkan otot fasial dan dan otot menelan
meminum cairan dan menurunkan resiko terjadinya tersedak
8.  
8. Anjurkan klien untuk berpartisipasidalam  Dapat meningkatkan pelepasan endorfin
program latihan/kegiatan. dalam otak yang meningkatkan nafsu makan
9.      
9. Kolaborasi dengan tim dokter untuk
Mungkin diperlukan untuk memberikan
memberikan ciran melalui iv  atau
cairan pengganti dan juga makanan jika klien
makanan melalui selang
tidak mampu untuk memasukkan segala
sesuatu melalui mulut

Evaluasi

Evaluasi merupakan langkah akhir dalam proses keperawatan. Evaluasi adalah kegiatan
yang di sengaja dan terus-menerus dengan melibatkan klien, perawat, dan anggota tim
kesehatan lainnya. Dalam hal ini diperlukan pengetahuan tentang kesehatan,
patofisiologi, dan strategi evaluasi. Tujuan evaluasi adalah untuk menilai apakah tujuan
dalam rencana keperawatan tercapai atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang.
(Lismidar, 1990).
Daftar Pustaka

Marylin Doengus , TERJEMAHAN RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN ,


EGC, 1999.

Lynda Jual C ,RENCANA ASUHAN DAN DOKUMENTASI KEPERAWATAN,


EGC,1999.

Anna Owen ,PEMANTAUAN PERAWATAN KRITIS, , EGC, 1997.

Susan C.dewit, ESSENTIALS OF MEDICAL SURGICAL NURSING, W.B


SOUNDERS COMPANY, 1998

Harsono,ED, NEUROLOGI KLINIS, GAJAH MADA UNIVERSITY PRESS,


1996.

2000, Harsono ED, KAPITA SELEKTA NEUROLOGI, Gajah Mada UP

Anda mungkin juga menyukai