Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

PENYAKIT HIRSCHPRUNG DISEASE DI RUANG ASTER 2


RSUD DR SOEBANDI JEMBER

Oleh :

Antoni Pradana, S.Kep


2301031047

PROGAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
2023
HALAMAN PERSETUJUAN

Asuhan keperawatan pada klien dengan Hirschprung disease pada By.M.Danial di ruang
Aster 2

RSD dr. Soebandi Jember

Telah dilaksanakan pada tanggal 20-25 Novemberr 2023

Oleh
Nama : Antoni Pradana
Nim : 2301031047

Jember, November 2023

Pembimbing Ruangan Pembimbing Akademik

( Ns. Fia M. S.Kep ) (Dr. Resti Utami S. Kep M. Kep)


NIP. 202201304 2 19860709 NPK. 19890222 11 803860

Kepala Ruangan PJMK Departemen

( Ns. Inganah, S.Kep ) (Dr. Nikmatur Rohmah, S.Kep, M.Kes)


NIP.19760510 200604 2 022 NIP.19720626 200501 2001
A. Definisi

Penyakit Hirschprung (congenital aganglionic megacolon) merupakan


kelainan kongenital langka sistem pencernaan yang ditandai dengan kegagalan
pengeluaran feses. Penyakit hirschprung terjadi pada sekitar 1 dari 5.000 kelahiran
hidup. Pada bayi baru lahir dengan hirschprung mekonium tidak dapat dikeluarkan
dalam waktu 24-48 jam setelah kelahiran. Penyakit ini terjadi akibat sel-sel saraf
enterik tidak terbentuk di sebagian atau seluruh usus besar (Mayo Clinic, 2019).
Para ahli tidak mengetahui hal ini dapat terjadi secara pasti. Saraf enterik berfungsi
mengendalikan kontraksi otot dalam pengeluaran feses melewati usus. Tanpa
adanya saraf enterik feses tidak dapat terdorong keluar hingga anus. Hal ini
menyebabkan penyumbatan usus, sembelit parah, bengkak dan infeksi.
Dalam kasus ringan, kondisi hirschprung mungkin tidak terdeteksi sampai
masa anak-anak (NIH, 2019). Hisprung dapat terjadi karena diperkirakan adanya
kegagalan kolonisasi usus distal oleh precursor system saraf enteric selama
perkembangan embrionik. Normalnyaterdorong seperti fungsi fisiologis seharusnya
(Novtarina, 2020).
pada kondisi normal, otot-otot yang ada di usus akan memeras dan
mendorong feses (kotoran) secara ritmis melalui rectum, namun pada penyakit
hirschprung saraf yang mengendalikan otot-otot ini (sel ganglion) hilang dari bagian
usus sehingga tinja tidak dapat didorong melalui usus secara lancer. akibat dari
kondisi tersebut maka kotoran akan menumpuk di bagian bawah hingga
menyebabkan pembesaran pada usus dan jga ktoran dapat menjadi keras kemudian
membuat bayi tidak dapat BAB. Pada bayi baru lahir dengan hirschprung,
meconium tidak dapat dikeluarkan dalam waktu 24-48 jam setelah kelahiran (
Nelson Textbook of Padiatries. 21 ed. Elsevier: 2020)
B. Klasifikasi

Hirschprung dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. Segmen pendek
Segmen pendek aganglionisis dimulai dari anus hingga sigmoid, terjadi sekitar 70%
dan sering ditemukan pada laki-laki. Pada tipe segmen pendek yang umum
insidennya 5 kali lebih besar pada laki-laki dibandingkan dengan wanita.
2. Segmen panjang
Daerah aganglionisis bisa melampaui sigmoid, bahkan bisa mengenai seluruh
kolon. Lelaki dan perempuan berpeluang sama.

C. Etiologi
Kondisi penyakit hirschprung dapat disebabkan oleh beberapa factor menurut
Suryandari (2018), yaitu terdiri dari :

1. Masa kehamilan

Terjadi gangguan pada poseas migrasi sel-sel kristaneuralis yang menyebabkan


terjadinya segmen usus yang aganglionik.

2. Penyebab genetic
Mutasi genetic adalah salah satu factor penyebab terjadinya penyakit
hirschprung. Mutasi genetic pada Ret proto-onkogen dan sel neurotropic grail.

3. Kondisi terkait sindrom down

5-15% pasien dengan penyakit hirschprung juga mengalami trisomy 21.


Sindrom down adalah kelainan kromososm domana ada tambahan salinan
kromosom 21, dengan karakteristik fitur wajah, cacat jantung bawaan, dan
keterlambatan perkemangan anak.

D. Patofisiologi

Tidak jelas apa yang menyebabkan penyakit hirschprung. Kadang terjadi dalam
keluarga dan mungkin dalam beberapa kasus dikaitkan dengan mutasi genetic. Penykit
hirschprung terjadi ketika sel-sel saraf di usus besar tidak terbentuk sepenuhnya. Saraf di
usus besar mengontrol konttaksi otot yang memindahkan makanan melalui usus. tanpa
kontaksi, tinja tetap berada di usus besar ( Nelson Textbook of Padiatries. 21 ed. Elsevier:
2020). Anak dengan hirschsprung memiliki risiko kondisi yang lebih serius seperti radang
usus (enterokolitis) atau lubang di dinding usus (perforasi usus) yang dapat menyebabkan
infeksi serius dan mungkin berakibat kematian (NIH, 2019).

E. Tanda dan Gejala


Terdapat beberapa tanda dan gejala yang mungkin muncul pada penderita
hirschprung yaitu (Nelson Textbook of Padiatries. 21 ed. Elsevier: 2020 & Hockenberry
dkk, 2017 : Luanne & Haile, 2017) :

1. Bayi baru lahir


Ditandai dengan kegeglan dalam mengeluarkan meconium dalam 24 jam hingga 48
jam setelah lahir, penolakan untuk memberi makan, muntah berwarna kehijauan dan terjadi
distensi perut.
2. Masa Bayi
Ditandai mengalami kegagalan tumbuh/failureto thrive (FTT), konstipasi,
distensiperut, muntah terus menerus, demand an diare.
3. Masa Anak
Ditandai mengalami sembelit, keluar kotoran seperti pita dan berbau busuk, distensi
perut, terjadi peristaltic, teraba masa tinja, penampilan anak kurang gizi dan mengalami
anemia.
adanya gangguan pada lapis sarafdi usu yakni aganglionik/oyot pada usus tidak bergerak

F. Pathway terjadi spasme otot, otot menjadi kaku sehingga feses tidak terdorong keluar
adanya gangguan pada lapis sarafdi usu yakni aganglionik/oyot pada usus tidak bergerak
terjadi obstruksi pada aliran pencernaan di usus sehingga feses menumpuk pada usus
besar
anak mengalami distens abdomen/obstruksi fungsional

Hischprung
pre operasi post operasi

absorsi cairan perubahan post pembedahan


feses sulit obstruksi colon luka insisi
tidak normal defekasi abdomen dan usus
keluar,kembung dan Hischprung
peningkatan intra abdomen distal
paristaltik usus pengeluaran
menurun distensi abdomen penurunan dikontinuitas suara peristaltik tdk
intake cairan jaringan fess tdk ada atau hiperaktif,
terkontrol kembung
konstipasi
ketidakseimbanga Gg.integritas
didning Nyeri akut
mual/muntah penumpukan n cairan dan kult dan inkotensia Disfungsi motilitas
abdomen
feses berlebih eletrolit jaringan fekal gastroentestinal
Nausea menekan
paru-paru pada usus

penyerapan distensi kurangya pengetahuan


paru tdk
nutrisi tdk abdomen pada orang tua
berkembnag
adekuat secara maksimal
bakteri cemas thdp kondisi
resiko anak
defisit nutrisi sesak berkembang infeksi
pada colon
pola napas Ansietas
inflamasi
tidak efektif
merangsang
hipotalamus menaikan
suhu pd tubuh

Hipertermi
G. Masalah Keperawatan dan Data yang perlu dikaji

A. Assesment Keperawatan

1) Data subjektif

Data subjektif merupakan deskripsi verbal pasien/keluarga mengennai masalah


kesehatan yang diperoleh dari:
a) Biodata

Pada umumnya kejadian hisprung lebih banyak dialami pada bayi/anak yang
berjenis kelamin laki-laki.
b) Keluhan utama

Keluhan utama pada bayi/anak dengan hisprung adalah opstipasi. Adapun keluhan
utama pada bayi baru lahir yakni mekonium yang terlambat keluar (lebih dari 24
jam pertama setelah lahir), perut kembung, mual, dan muntah bewarna hijau.
c) Riwayat penyakit sekarang

Yang diperhatikan adanya keluhan mekonium keluar 24 jam setelah lahir, distensi
abdomen, dan muntah hijau atau fekal. Tanyakan sudah berapa lama gejala
dirasakan pasien dan tanyakan bagaimana upaya klien mengatasi masalah tersebut.
Pada bayi/anak dengan hisprung perlu didapatkan riwayat saat kehamilan sampai
dengan riwayat persalinan.
(1) Riwayat atenatal

Kebiasaan ibu ketika hamil seperti mengkonsumsi obat-obatan di luar dan jamu
yang beli di toko. Adanya faktor penyakit seperti stress, preeklamsia dan nutrisi
yang kurang selama hamil, serta riwayat genetik dengan hisprung.
(2) Riwayat natal

Mengkaji adanya penyulit seperti dilahirkan secara Caesar, ketuban pecah dini,
penolong persalinan, warna ketuban.
(3) Riwayat post natal

Hisprung paling sering ditemui pada bayi baru lahir dengan berat <2500
gram, dan tidak dapat mengeluarkan mekonium setelah 24 jam pertama pasca
kelahiran.
d) Riwayat penyakit dahulu

Perlu ditanyakan apakah ibu melahirkan secara premature, dan pernah melahirkan
anak dengan hisprung. Apakah bayi/anak pernah melakukan operasi.
e) Riwayat penyakit keluarga

Mengkaji adakah di keluarga yang memiliki penyakit sama seperti hisprung.

f) Pola kebiasaan sehari-hari

(1) Pola nutrisi

Bayi/anak akan mengalami penurunan nutrisi setelah pasca operasi laparotomi


dikarenakan bayi/anak apabila mengeluarkan residu lambung bewarna hijau
lebih dari 50% maka bayi/anak dipuasakan.
(2) Pola eliminasi

Pola eliminasi pada bayi/anak dengan hisprung bab melalui stoma dan BAK
secara spontan dan tidak terkontrol. BAB akan berbentuk cair di awal pasca
post operasi bewarna hijau.
(3) Pola istirahat

Pola istirahat pada bayi/anak dengan hisprung yakni lebih banyak tidur dan
bangun ketika tidak nyaman/lapar
(4) Personal hygiene

Personal hygiene pada bayi/anak dengan hisprung yakni dibantu oleh perawat.

2) Data Objektif

a) B1/Breathing

Klien dengan pre operasi tidak mengalami masalah pada pernapasan. Namun
sebaliknya ketika klien post operasi akan mengalami permasalahan pada
pernapasan dimana RR > 60x/menit, HR: > 160x/menit, SPO2 berada pada rentang
88-92%, suhu cenderung diatas 37,5ºC. Pada bayi/anak akan mengalami gangguan
pernapasan pada post operasi dikarenakan bayi/anak telah melakukan
prosedur pembedahan di bagian abdomen, yang mana diketahui ketika bernapas
bayi/anak menggunakan pernapasan perut.
b) B2/Blood

Pada klien dengan hisprung pre operasi tidak mengalami masalah apapun pada
denyut jantung, sebaliknya klien dengan hisprung akan mengalami perubahan
tekanan darah/ hipotensi, takikardi/ denyut jantung diatas normal
c) B3/Brain

Tingkat kesadaran pasien hisprung pre operasi komposmentis, dan post operasi
hisprung mengalami apatis.
d) B4/Bladder

Pasien terpasang selang kateter/tidak yang dilihat dari kondisinya. Pemasangan


kateter dapat dilakukan jika terjadi penyumbatan pada pangkal kandung kemih dan
tindakan pasca bedah area genital. Kajian umum yang dilakukan pada B4 meliputi
frekuensi, jumlah/produksi urin, dan dieresis. Apabila dalam 24 jam bayi belum
BAK, maka perlu mendapat perhatian khusus.
e) B5/Bowel

Pasien dengan hisprung pre operasi akan mengalami nyeri pada perut yang ditandai
bayi/anak rewel,distensi abdomen, bsiing usus menurun, muntah, BAB keluar
sedikit. Pasien dengan hisprung post operasi akan terpasang stoma di abdomen,
sehingga BAB akan keluar melalui stoma. Selain itu, klien akan mengeluarkan
residu yang cenderung bewarna hijau.
f) B6/Bone/Muskuloskletal

Adanya kelemahan fisik secara umum

g) B7/Breast/Seksualitas

Data ibu: payudara (lunak, keras, nyeri tekan, benjolan), putting (menonjol, datar,
tenggelam, lecet/luka), ASI (keluar/tidak, menyusui/tidak menyusui).
h) B8/Bonding Attachment

Bonding attachment berperan penting dalam memberikan kehangatan dan


kenyamanan pada bayi, serta mendorong ibu untuk memberikan kasih sayang dan
perlindungan penuh pada bayi agar bisa memiliki tumbuh kembang yang optimal.
i) B9/Behavior and Community

Kaji nilai kepercayaan dalam masyarakat dan adanya adat istiadat tentang
kesehatan.
j) B10/Blood Examination

Dapat dilakukan pemeriksaan tes darah rutin.

H. Pemeriksaan Penunjang

Terdapat beberapa pemeriksaan yang dpaat dilakukan untuk mendeteksi penyakit


hirschprung, yaitu (Nelson Textbook of Patriatrics. 21 st ed. Elsever: 2020 & PerMenKes 2017) :

1. Foto polos abdomen

Foto polos abdomen dapat menyingkirkan diagnosis lain, seperti peritonitis intrauterine atau
perforasi gaster. Foto polos abdomen dapat memperlihatkan loop distensi usus dengan
penumpukan udara di daerah rectum. Pada hasil foto untuk penyakit hirschprung pada neonates
cenderung akan menampilkan gambar onstuksi usus letak rendah, meski pada bayi selalu mudah
untuk membedakan antara distensi usus halus dan usus besar. Sedangkan pada pasien bayi dan
anak gambaran distensi kolon dan gambaran massa feses akan lebih jelas terlihat. Pengambilna fto
pada posisi tengkurap kadang-kadang terlihat jelas bayangan udara dalam rektosigmoid dengan
tanda-tanda klasik penyakit hirschprung.

2. Barium Enema

Pemeriksaan enema barium merupakan pemeriksaan diagnostic terpenting untuk mendeteksi


penyakit hirschprung. Pemeriksaan enema barium harus dikerjakan pada neonates yang
mnegalami keterlambatan evaluasi meconium dan disertai dengan detensi abdomen dan mentah
hijau meskipun dengan pemeriksaan colok dubur gejala dan tanda-tanda obstuksi usus telah
mereda atau menghilang. Tanda-tanda klasik radiografik yang khas untuk penykit hirschprung
adalah :
a) Segmen sempit dari sfingter anal dengan panjang tertentu.

b) Zona transisi, daerah perubahan dari segmen sempit ke segmen dilatasi.

c) Segemn dilatasi.

3. Foto Retensi Barium

Apabila dari foto barium enema tidak terlihat tanda-tanda khas HD, maka dapat dilanjutkan
dengan foto rentensi barium, yankni foto setelah 24-48 jam barium dibiarkan berbaur dengan feses.
Gambaran khasnya adalah terlihatnya barium yang membaur dengan feses kearah proksimal
kolon. Sedangkan para penderita yang bukan Hirschprung namun disertai dengan obstipasi kronis,
maka barium terlihat menggumpal di daerah rectum dan sigmoid.

4. Anal manometri ( balon ditiupkan dalam rectum untuk mengukur tekanan dalam rectum)

Sebuah balon kecil ditiupkan pada rectum. Ano-rekal menometri mengukur tekanan dari otot
sfingter anal dan seberapa naik seorang dapat merasakan pernedaan sensasi dari rectum yang
penuh. Pada anak-anak yang memiliki penyakit Hirschprung otot pad rectum tidak relaksasi secara
normal. Selama tes, pasien diminta untuk memeras, santai, dan mendorong. tekanan otot spinkter
anal diukur selama aktivitas. Saat memeras, seseorang mengencangkan otot spinkter seperti
mencegah sesuatu keluar. Mendorong seseorang seolah mencoba seperti pergerakan usus. Taes ini
biasanya berhasil pada anak-anak yang kooperatif dan dewasa.

5. Biopsi Rektum

Pemeriksaan jenis ini merupakan tes paling akurat untuk penykit Hirschprung. Dokter
mnegambil bagian sangat kecil dari rectum untuk dilihat dibawah mikroskop. Anak-anak dengan
penyakit Haorschprung akan tidak meliki sel-sel pada sampel yang diambil. Pada biopsy hisap
jaringan dikeluarkan dari kolon dengan menggunkan alat penghisap. Karena tidak melibatkan
pemotongan jaringan kolon maka tidak diperlukan anastesi. Jika biopsi menunjukkan adanya
ganglion, penyakit Hirschprung tidak terbukti. Jika tidak terdpat sel-sel ganglion pada jaringan
contoh, biopsy full-thickness biposi diperlukan untuk mengkonfirmasi penyakit Hirschprung. Pada
biopsy full-thickness lebih banyak jaringan yang lebih dalam dikeluarkan secara bedah untuk
kemudian diperiksa dibwah mikroskop. tidak adanya sel-sel ganglion menunjukkan penyakit
Hirschprung.
6. Pemeriksaan Genetik

Minimal terdapat 12 gen yang dianggap berperan terhadap adanya penykit Hirschprung, yaitu
RET GDNE, NRTN, SOX10, EDNRB, EDN3, ECE1, ZFHX1B, TCF4, PHOX2B, KBT1, dan
LICAM. Namun, mutasi pada gen-gen diatas hanya ditemukan pada 21% pasien penyakit
Hirschprung. Sebaliknya, polimorfisme pada intron 1 gen RET (rs2435357) ditemukan pada
hamper 80% pasien hirschprung, sehingga polimorfisme ini dianggap sebagai factor rsikomayor
untuk terjadinya penylait hirschprung.

7. Laboratorium

a. Kimia Darah : pada kebayakan pasien temuan elektrolit dan panel renal biasanya dalam batas
normal. anak yang diare memiliki hasil yang sesuai dengandehidrasi. pemeriksaan ini dapat
membantu mengarahkan pada penata laksanaan cairan dan elektrolit.

b. Darah Rutin : pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui hematocrit dan platelet preopratif.

c. Profil Koagurasi : Pemerikasaan ini dilakukan untuk memastikan tidak ada gangguan
pembekuan darah yang perlu dikoreksi sebelum operasi dilakukan.

I. Diagnosa Keperawatan

No. Diagnosa
1. Pola nafas tidak efektif b.d hambatan upaya napas d.d sesak nafas, pernapasan
cuping hidung, takipnea (D. 0005)
2. Inkontnensia fekal b.d pasca operasi d.d tidak mampu mengontrol pengeluaran
feses, tidak mampu menunda defekasi (D.0041)
3. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologi d.d tampak meringis, rewel dan nadi
meningkat
4. Risiko Infeksi b.d ketidakadekuatan pertahanan sekunder (D.0142)
J. Intervensi

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Paraf


1. Pola nafas tidak Setelah dilakukan asuhan Manajemen jalan napas (I.01011) Antoni
efektif b.d hambatan keperawatan sebanyak 2 x 24 jam pola Oservasi Pradana
upaya napas d.d sesak napas (L.01004 ) teratasi dengan 1. Monitor pola napas meliputi
nafas, pernapasan kriteria hasil: frekuensi napas, retraksi dinding
cuping hidung, 1. frekuensi napas normal dada
takipnea (D. 0005) 2. retraksi dada tidak terlihat 2. Monitor bunyi napas tambahan
3. suara napas tambahan tidak seperti wheezing, ronki kering atau
terdengar ronki halus
Terapeutik
3. Berikan posisi semi fowler atau
fowler dengan cara diberi bantal
dibawah leher pada anak-anak/ bayi
4. Berikan oksigen
2. Inkontnensia fekal b.d Setelah dilakukan asuhan Perawatan stoma (I.04166) Antoni
pasca operasi d.d tidak keperawatan sebanyak 2 x 24 jam Observasi Pradana
mampu mengontrol Kontinensia Fekal (L. 04035) 1. Periksa kondisi umum bayi
pengeluaran feses, membaik dengan kriteria hasil yang 2. Periksa kondisi stoma pada bayi
tidak mampu menunda diharapkan adalah: Terapeutik
defekasi (D.0041) 1. kondisi kulit perianal tidak 3. Jauhkan area stoma dari pakaian
kemerahan 4. Bersihkan lendir/feses yang keluar
2. keadekuatan defekasi dari stoma
5. Bersihkan kulit di sekitar stoma
dengan air hangat dan kain bersih
6. Bilas kulit sampai bersih
7. Keringkan kulit di sekitar stoma
3. Nyeri akut b.d agen Setelah dilakukan asuhan Manajemen nyeri (I.03119) Antoni
pencedera fisiologis keperawatan sebanyak 2 x 24 jam Observasi Pradana
d.d tampak meringis, tingkat nyeri (L.03023) dengan 1. Monitor skala nyeri
rewel dan nadi kriteria hasil: 2. Monitor respon non verbal klien
meningkat 1. Nyeri non verbal klien berkurang Terapeutik
2. Rewel berkurang 3. Fasilitasi istirahat dan tidur pada
3. Tidak meringis klien
4. Atur suhu ruangan klien
Kolaborasi
5. Kolaborasi pemberian injeksi anti
nyeri seperti santagesik/ antrain
4. Risiko Infeksi b.d Setelah dilakukan asuhan Pencegahan infeksi (I.14539) Antoni
ketidakadekuatan keperawatan sebanyak 2 x 24 jam Observasi Pradana
pertahanan sekunder kontrol risiko (L.14128) dengan 1. Monitor adanya tanda infeksi seperti
(D.0142) kriteria hasil : kemerahan disekitar stoma
1. Hasil pemeriksaan tanda-tanda 2. Monitor suhu tubuh bayi/anak
vital berada dalam rentang Terapeutik
normal 3. Batasi jumlah pengunjung
2. Nilai lekosit normal 4. Cuci tangan sebelum dan sesudah
3. Tidak terdapat tanda tanda kontak dengan bayi
infeksi 5. Periksa kondisi luka post operasi
kolostomi
6. Berikan cairan berupa susu
Perawatan bayi (I. 03132)
Observasi
1. Monitor tanda tanda vital bayi/anak
seperti suhu
Terapeutik
2. Oleskan baby oil untuk
mempertrahankan kelembaban kulit
3. Selimuti untuk mempertahankan
kehangatan dan mencegah
hipotermia
4. Ganti popok segera ketika basah
Edukasi
5. Anjurkan menyendawakan bayi
setelah disusui
DAFTAR PUSTAKA

Kliegman RM, et al. Motility disordes and Hirschprung disease. In : Nelson Textbook of
Pediatrics. 21 st ed. Elsevier ; 2020
Chhabra, S, Harwood, R., & Kenny, S. E. 2019. Hirschprung’s Disease. Surgary
Suryandari, A. E. 2017. Analisis faktor yang mempengaruhi hirschsprung di rumah sakit prof.
dr. margono soekarjo purwokerto. Jurnal Publikasi Kebidanan AKBID YLPP
Purwekoerto. 1(1):8–18.

Tim Pojka SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI). Edisi
1. Jakarta. Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pojka SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SDKI). Edisi
1. Jakarta. Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pojka SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SDKI). Edisi 1.
Jakarta. Persatuan Perawat Indonesia

Anda mungkin juga menyukai