Oleh :
Asuhan keperawatan pada klien dengan Hirschprung disease pada By.M.Danial di ruang
Aster 2
Oleh
Nama : Antoni Pradana
Nim : 2301031047
1. Segmen pendek
Segmen pendek aganglionisis dimulai dari anus hingga sigmoid, terjadi sekitar 70%
dan sering ditemukan pada laki-laki. Pada tipe segmen pendek yang umum
insidennya 5 kali lebih besar pada laki-laki dibandingkan dengan wanita.
2. Segmen panjang
Daerah aganglionisis bisa melampaui sigmoid, bahkan bisa mengenai seluruh
kolon. Lelaki dan perempuan berpeluang sama.
C. Etiologi
Kondisi penyakit hirschprung dapat disebabkan oleh beberapa factor menurut
Suryandari (2018), yaitu terdiri dari :
1. Masa kehamilan
2. Penyebab genetic
Mutasi genetic adalah salah satu factor penyebab terjadinya penyakit
hirschprung. Mutasi genetic pada Ret proto-onkogen dan sel neurotropic grail.
D. Patofisiologi
Tidak jelas apa yang menyebabkan penyakit hirschprung. Kadang terjadi dalam
keluarga dan mungkin dalam beberapa kasus dikaitkan dengan mutasi genetic. Penykit
hirschprung terjadi ketika sel-sel saraf di usus besar tidak terbentuk sepenuhnya. Saraf di
usus besar mengontrol konttaksi otot yang memindahkan makanan melalui usus. tanpa
kontaksi, tinja tetap berada di usus besar ( Nelson Textbook of Padiatries. 21 ed. Elsevier:
2020). Anak dengan hirschsprung memiliki risiko kondisi yang lebih serius seperti radang
usus (enterokolitis) atau lubang di dinding usus (perforasi usus) yang dapat menyebabkan
infeksi serius dan mungkin berakibat kematian (NIH, 2019).
F. Pathway terjadi spasme otot, otot menjadi kaku sehingga feses tidak terdorong keluar
adanya gangguan pada lapis sarafdi usu yakni aganglionik/oyot pada usus tidak bergerak
terjadi obstruksi pada aliran pencernaan di usus sehingga feses menumpuk pada usus
besar
anak mengalami distens abdomen/obstruksi fungsional
Hischprung
pre operasi post operasi
Hipertermi
G. Masalah Keperawatan dan Data yang perlu dikaji
A. Assesment Keperawatan
1) Data subjektif
Pada umumnya kejadian hisprung lebih banyak dialami pada bayi/anak yang
berjenis kelamin laki-laki.
b) Keluhan utama
Keluhan utama pada bayi/anak dengan hisprung adalah opstipasi. Adapun keluhan
utama pada bayi baru lahir yakni mekonium yang terlambat keluar (lebih dari 24
jam pertama setelah lahir), perut kembung, mual, dan muntah bewarna hijau.
c) Riwayat penyakit sekarang
Yang diperhatikan adanya keluhan mekonium keluar 24 jam setelah lahir, distensi
abdomen, dan muntah hijau atau fekal. Tanyakan sudah berapa lama gejala
dirasakan pasien dan tanyakan bagaimana upaya klien mengatasi masalah tersebut.
Pada bayi/anak dengan hisprung perlu didapatkan riwayat saat kehamilan sampai
dengan riwayat persalinan.
(1) Riwayat atenatal
Kebiasaan ibu ketika hamil seperti mengkonsumsi obat-obatan di luar dan jamu
yang beli di toko. Adanya faktor penyakit seperti stress, preeklamsia dan nutrisi
yang kurang selama hamil, serta riwayat genetik dengan hisprung.
(2) Riwayat natal
Mengkaji adanya penyulit seperti dilahirkan secara Caesar, ketuban pecah dini,
penolong persalinan, warna ketuban.
(3) Riwayat post natal
Hisprung paling sering ditemui pada bayi baru lahir dengan berat <2500
gram, dan tidak dapat mengeluarkan mekonium setelah 24 jam pertama pasca
kelahiran.
d) Riwayat penyakit dahulu
Perlu ditanyakan apakah ibu melahirkan secara premature, dan pernah melahirkan
anak dengan hisprung. Apakah bayi/anak pernah melakukan operasi.
e) Riwayat penyakit keluarga
Pola eliminasi pada bayi/anak dengan hisprung bab melalui stoma dan BAK
secara spontan dan tidak terkontrol. BAB akan berbentuk cair di awal pasca
post operasi bewarna hijau.
(3) Pola istirahat
Pola istirahat pada bayi/anak dengan hisprung yakni lebih banyak tidur dan
bangun ketika tidak nyaman/lapar
(4) Personal hygiene
Personal hygiene pada bayi/anak dengan hisprung yakni dibantu oleh perawat.
2) Data Objektif
a) B1/Breathing
Klien dengan pre operasi tidak mengalami masalah pada pernapasan. Namun
sebaliknya ketika klien post operasi akan mengalami permasalahan pada
pernapasan dimana RR > 60x/menit, HR: > 160x/menit, SPO2 berada pada rentang
88-92%, suhu cenderung diatas 37,5ºC. Pada bayi/anak akan mengalami gangguan
pernapasan pada post operasi dikarenakan bayi/anak telah melakukan
prosedur pembedahan di bagian abdomen, yang mana diketahui ketika bernapas
bayi/anak menggunakan pernapasan perut.
b) B2/Blood
Pada klien dengan hisprung pre operasi tidak mengalami masalah apapun pada
denyut jantung, sebaliknya klien dengan hisprung akan mengalami perubahan
tekanan darah/ hipotensi, takikardi/ denyut jantung diatas normal
c) B3/Brain
Tingkat kesadaran pasien hisprung pre operasi komposmentis, dan post operasi
hisprung mengalami apatis.
d) B4/Bladder
Pasien dengan hisprung pre operasi akan mengalami nyeri pada perut yang ditandai
bayi/anak rewel,distensi abdomen, bsiing usus menurun, muntah, BAB keluar
sedikit. Pasien dengan hisprung post operasi akan terpasang stoma di abdomen,
sehingga BAB akan keluar melalui stoma. Selain itu, klien akan mengeluarkan
residu yang cenderung bewarna hijau.
f) B6/Bone/Muskuloskletal
g) B7/Breast/Seksualitas
Data ibu: payudara (lunak, keras, nyeri tekan, benjolan), putting (menonjol, datar,
tenggelam, lecet/luka), ASI (keluar/tidak, menyusui/tidak menyusui).
h) B8/Bonding Attachment
Kaji nilai kepercayaan dalam masyarakat dan adanya adat istiadat tentang
kesehatan.
j) B10/Blood Examination
H. Pemeriksaan Penunjang
Foto polos abdomen dapat menyingkirkan diagnosis lain, seperti peritonitis intrauterine atau
perforasi gaster. Foto polos abdomen dapat memperlihatkan loop distensi usus dengan
penumpukan udara di daerah rectum. Pada hasil foto untuk penyakit hirschprung pada neonates
cenderung akan menampilkan gambar onstuksi usus letak rendah, meski pada bayi selalu mudah
untuk membedakan antara distensi usus halus dan usus besar. Sedangkan pada pasien bayi dan
anak gambaran distensi kolon dan gambaran massa feses akan lebih jelas terlihat. Pengambilna fto
pada posisi tengkurap kadang-kadang terlihat jelas bayangan udara dalam rektosigmoid dengan
tanda-tanda klasik penyakit hirschprung.
2. Barium Enema
c) Segemn dilatasi.
Apabila dari foto barium enema tidak terlihat tanda-tanda khas HD, maka dapat dilanjutkan
dengan foto rentensi barium, yankni foto setelah 24-48 jam barium dibiarkan berbaur dengan feses.
Gambaran khasnya adalah terlihatnya barium yang membaur dengan feses kearah proksimal
kolon. Sedangkan para penderita yang bukan Hirschprung namun disertai dengan obstipasi kronis,
maka barium terlihat menggumpal di daerah rectum dan sigmoid.
4. Anal manometri ( balon ditiupkan dalam rectum untuk mengukur tekanan dalam rectum)
Sebuah balon kecil ditiupkan pada rectum. Ano-rekal menometri mengukur tekanan dari otot
sfingter anal dan seberapa naik seorang dapat merasakan pernedaan sensasi dari rectum yang
penuh. Pada anak-anak yang memiliki penyakit Hirschprung otot pad rectum tidak relaksasi secara
normal. Selama tes, pasien diminta untuk memeras, santai, dan mendorong. tekanan otot spinkter
anal diukur selama aktivitas. Saat memeras, seseorang mengencangkan otot spinkter seperti
mencegah sesuatu keluar. Mendorong seseorang seolah mencoba seperti pergerakan usus. Taes ini
biasanya berhasil pada anak-anak yang kooperatif dan dewasa.
5. Biopsi Rektum
Pemeriksaan jenis ini merupakan tes paling akurat untuk penykit Hirschprung. Dokter
mnegambil bagian sangat kecil dari rectum untuk dilihat dibawah mikroskop. Anak-anak dengan
penyakit Haorschprung akan tidak meliki sel-sel pada sampel yang diambil. Pada biopsy hisap
jaringan dikeluarkan dari kolon dengan menggunkan alat penghisap. Karena tidak melibatkan
pemotongan jaringan kolon maka tidak diperlukan anastesi. Jika biopsi menunjukkan adanya
ganglion, penyakit Hirschprung tidak terbukti. Jika tidak terdpat sel-sel ganglion pada jaringan
contoh, biopsy full-thickness biposi diperlukan untuk mengkonfirmasi penyakit Hirschprung. Pada
biopsy full-thickness lebih banyak jaringan yang lebih dalam dikeluarkan secara bedah untuk
kemudian diperiksa dibwah mikroskop. tidak adanya sel-sel ganglion menunjukkan penyakit
Hirschprung.
6. Pemeriksaan Genetik
Minimal terdapat 12 gen yang dianggap berperan terhadap adanya penykit Hirschprung, yaitu
RET GDNE, NRTN, SOX10, EDNRB, EDN3, ECE1, ZFHX1B, TCF4, PHOX2B, KBT1, dan
LICAM. Namun, mutasi pada gen-gen diatas hanya ditemukan pada 21% pasien penyakit
Hirschprung. Sebaliknya, polimorfisme pada intron 1 gen RET (rs2435357) ditemukan pada
hamper 80% pasien hirschprung, sehingga polimorfisme ini dianggap sebagai factor rsikomayor
untuk terjadinya penylait hirschprung.
7. Laboratorium
a. Kimia Darah : pada kebayakan pasien temuan elektrolit dan panel renal biasanya dalam batas
normal. anak yang diare memiliki hasil yang sesuai dengandehidrasi. pemeriksaan ini dapat
membantu mengarahkan pada penata laksanaan cairan dan elektrolit.
b. Darah Rutin : pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui hematocrit dan platelet preopratif.
c. Profil Koagurasi : Pemerikasaan ini dilakukan untuk memastikan tidak ada gangguan
pembekuan darah yang perlu dikoreksi sebelum operasi dilakukan.
I. Diagnosa Keperawatan
No. Diagnosa
1. Pola nafas tidak efektif b.d hambatan upaya napas d.d sesak nafas, pernapasan
cuping hidung, takipnea (D. 0005)
2. Inkontnensia fekal b.d pasca operasi d.d tidak mampu mengontrol pengeluaran
feses, tidak mampu menunda defekasi (D.0041)
3. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologi d.d tampak meringis, rewel dan nadi
meningkat
4. Risiko Infeksi b.d ketidakadekuatan pertahanan sekunder (D.0142)
J. Intervensi
Kliegman RM, et al. Motility disordes and Hirschprung disease. In : Nelson Textbook of
Pediatrics. 21 st ed. Elsevier ; 2020
Chhabra, S, Harwood, R., & Kenny, S. E. 2019. Hirschprung’s Disease. Surgary
Suryandari, A. E. 2017. Analisis faktor yang mempengaruhi hirschsprung di rumah sakit prof.
dr. margono soekarjo purwokerto. Jurnal Publikasi Kebidanan AKBID YLPP
Purwekoerto. 1(1):8–18.
Tim Pojka SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI). Edisi
1. Jakarta. Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pojka SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SDKI). Edisi
1. Jakarta. Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pojka SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SDKI). Edisi 1.
Jakarta. Persatuan Perawat Indonesia