Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA ATRESIA ANI


KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH (KMB)

OLEH

TANTINI IKA TRISNAWATI

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA

2020
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA ATRESIA ANI

1. Definisi
Atresia Ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus imperforate
meliputi anus, rectum atau keduanya (Betz. Ed 3 tahun 2002).
Atresia ini atau anus imperforate adalah tidak terjadinya perforasi membran yang
memisahkan bagian entoderm mengakibatkan pembentukan lubang anus yang tidak
sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke dalam atau kadang berbentuk anus
namun tidak berhubungan langsung dengan rectum. (sumber Purwanto. 2001 RSCM)
Atresia Ani merupakan kelainan bawaan (kongenital), tidak adanya lubang atau saluran
anus (Donna L. Wong, 520 : 2003).
Atresia berasal dari bahasa Yunani, artinya tidak ada, trepis artinya nutrisi atau
makanan. Dalam istilah kedokteran atresia itu sendiri adalah keadaan tidak adanya atau
tertutupnya lubang badan normal atau organ tubular secara kongenital disebut juga
clausura. Dengan kata lain tidak adanya lubang di tempat yang seharusnya berlubang atau
buntunya saluran atau rongga tubuh, hal ini bisa terjadi karena bawaan sejak lahir atau
terjadi kemudian karena proses penyakit yang mengenai saluran itu. Atresia dapat terjadi
pada seluruh saluran tubuh, misalnya atresia ani. Atresia ani yaitu tidak berlubangnya
dubur. Atresia ani memiliki nama lain yaitu anus imperforata. Jika atresia terjadi maka
hampir selalu memerlukan tindakan operasi untuk membuat saluran seperti keadaan
normalnya.
2. Etiologi
Etiologi secara pasti atresia ani belum diketahui, namun ada sumber mengatakan
kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan, fusi, dan pembentukan
anus dari tonjolan embriogenik. Atresia ani dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara
lain :
1. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi lahir
tanpa lubang dubur.
2. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau 3bulan.
3. Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus,
rektum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat
sampai keenam usia kehamilan.
4. Berkaitan dengan sindrom down ( kondisi yang menyebabkan sekumpulan gejala
mental dan fisik khas ini di sebabkan oleh kelainan gen dimana terdapat ekstra
salinan kromosom 21)
5. Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan.

3. Patofisiologi
Atresia ani terjadi akibat kegagalan penurunan septum anorektal pada kehidupan
embrional. Anus dan rektum berkembang dari embrionik bagian belakang. Ujung ekor
dari bagian belakang berkembang menjadi kloaka yang merupakan bakal genitourinaria
dan struktur anorektal. Terjadi stenosis anal karena adanya penyempitan pada kanal
anorektal. Terjadi atresia ani karena tidak ada kelengkapan migrasi dan perkembangan
struktur kolon antara 7 dan 10 mingggu dalam perkembangan fetal. Kegagalan migrasi
dapat juga karena kegagalan dalam agenesis sakral dan abnormalitas pada uretra dan
vagina. Tidak ada pembukaan usus besar yang keluar melalui anus menyebabkan fekal
tidak dapat dikeluarkan sehingga intestinal mengalami obstruksi.
Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstruksi dan adanya fistula. Obstruksi ini
mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi cairan, muntah dengan segala akibatnya.
Apabila urin mengalir melalui fistel menuju rektum, maka urin akan diabsorbsi sehingga
terjadi asidosis hiperkloremia, sebaliknya feses mengalir ke arah traktus urinarius
menyebabkan infeksi berulang. Pada keadaan ini biasanya akan terbentuk fistula antara
rektum dengan organ sekitarnya. Pada wanita 90% dengan fistula ke vagina (rektovagina)
atau perineum (rektovestibuler). Pada laki-laki biasanya letak tinggi, umumnya fistula
menuju ke vesika urinaria atau ke prostate. (rektovesika). Pada letak rendah fistula
menuju ke uretra (rektourethralis).

4. Manifestasi Klinis
1. Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran.
2. Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rectal pada bayi.
3. Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang salah letaknya.
4. Distensi bertahap dan adanya tanda-tanda obstruksi usus (bila tdk ada fistula).
5. Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam.
6. Pada pemeriksaan rectal touché terdapat adanya membran anal.
7. Perut kembung. (Betz. Ed 7. 2002)

5. Klasifikasi
1. Anal stenosis adalah terjadinya penyempitan daerah anus sehingga feses tidak
dapat keluar.
2. Membranosus atresia adalah terdapat membran pada anus.
3. Anal agenesis adalah memiliki anus tetapi ada daging diantara rektum dengan
anus.
4. Rektal atresia adalah tidak memiliki rectum

6. Pemeriksaan Penunjang
Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut :
a. Pemeriksaan rectal digital dan visual adalah pemeriksaan diagnostik yang umum
dilakukan pada gangguan ini.
1. Jika ada fistula, urin dapat diperiksa untuk memeriksa adanya sel-sel epitel
mekonium.
2. Pemeriksaan sinyal X lateral infeksi (teknik wangensteen-rice) dapat
menunjukkan adanya kumpulan udara dalam ujung rectum yang buntu pada
mekonium yang mencegah udara sampai keujung kantong rectal.
3. Ultrasound dapat digunakan untuk menentukan letak rectal kantong.
4. Aspirasi jarum untuk mendeteksi kantong rectal dengan menusukan jarum
tersebut sampai melakukan aspirasi, jika mekonium tidak keluar pada saat jarum
sudah masuk 1,5 cm Derek tersebut dianggap defek tingkat tinggi.
b. Pemeriksaan radiologis dapat ditemukan :
1. Udara dalam usus berhenti tiba-tiba yang menandakan obstruksi di daerah
tersebut.
2. Tidak ada bayangan udara dalam rongga pelvis pada bagian baru lahir dan
gambaran ini harus dipikirkan kemungkinan atresia reftil/anus impoefartus, pada
bayi dengan anus impoefartus. Udara berhenti tiba-tiba di daerah sigmoid,
kolon/rectum.
3. Dibuat foto anterpisterior (AP) dan lateral. Bayi diangkat dengan kepala dibawah
dan kaki diatas pada anus benda bang radio-opak, sehingga pada foto daerah
antara benda radio-opak dengan dengan bayangan udara tertinggi dapat diukur.

7. Penatalaksanaan
a. Pembedahan
Terapi pembedahan pada bayi baru lahir bervariasi sesuai dengan keparahan kelainan.
Semakin tinggi gangguan, semakin rumit prosedur pengobatannya. Untuk kelainan
dilakukan kolostomi beberapa hari setelah lahir, kemudian anoplasti perineal yaitu dibuat
anus permanen (prosedur penarikan perineum abnormal) dilakukan pada bayi berusia 12
bulan. Pembedahan ini dilakukan pada usia 12 bulan dimaksudkan untuk memberi waktu
pada pelvis untuk membesar dan pada otot-otot untuk berkembang. Tindakan ini juga
memungkinkan bayi untuk menambah berat badan dan bertambah baik status nutrisnya.
Gangguan ringan di atas dengan menarik kantong rectal melalui afingter sampai lubang
pada kulit anal fistul, bila ada harus tutup kelainan membranosa hanya memerlukan
tindakan pembedahan yang minimal membran tersebut dilubangi dengan hemostra atau
skapel.
b. Pengobatan
 Aksisi membran anal (membuat anus buatan)
 Fiktusi yaitu dengan melakukan kolostomi sementara dan setelah 3 bulan
dilakukan korksi sekaligus (pembuat anus permanen) (Staf Pengajar FKUI. 2005).
WOC ATRESIA ANI

Gangguan Fusi , putusnya saluran Pembetukan anus dari


pertumbuhan pencernaan atas dengan tonjolan embriogenik
daerah dubur

ATRESIA ANI

Feses tidak keluar Vistel rektovaginal

Feses menumpuk Feses masuk uretra

Mikroorganisme masuk
Peningkatan tekanan Reabsorbsi sisa saluran kemih
intra abdominal metabolisme oleh tubuh

Keracunan
Dysuria
Operasi anoplasti Mual, muntah

Ketidakseimbangan
Gangguan Gangguan Resti Nyeri
Nutrisi kurang dari
Rasa Eliminasi
kebutuhan tubuh
Nyaman BAK

Perubahan Trauma jaringan


defekasi

Pengeluaran Nyeri Perawatan tidak


tidak terkontrol adekuat
Gangguan Rasa Kerusakan
Iritasi mukosa Resiko infeksi
Nyaman integritas kulit
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

Pengkajian

 Identitas Pasien
Nama, Tempat tgl lahir, umur , Jenis Kelamin, Alamat, Agama, Suku Bangsa
Pendidikan, Pekerjaan , No. CM, Tanggal Masuk RS, Diagnosa Medis
 Riwayat Kesehatan
- Keluhan Utama : Distensi abdomen
- Riwayat Kesehatan Sekarang : Muntah, perut kembung dan membuncit, tidak bisa
buang air besar, meconium keluar dari vagina atau meconium terdapat dalam urin
- Riwayat Kesehatan Dahulu : Klien mengalami muntah-muntah setelah 24-48
jam pertama kelahiran
- Riwayat Kesehatan Keluarga : Merupakan kelainan kongenital bukan kelainan/
penyakit menurun sehingga belum tentu dialami oleh angota keluarga yang lain
- Riwayat Kesehatan Lingkungan : Kebersihan lingkungan tidak mempengaruhi
kejadian atresia ani
 Pola Fungsi Kesehatan
a. Pola persepsi terhadap kesehatan.Klien belum bisa mengungkapkan secara
verbal/bahasa tentang apa yang dirasakan dan apa yang diinginkan.
b. Pola aktifitas kesehatan/latihan. Pasien belum bisa melakukan aktifitas apapun
secara mandiri karena masih bayi.

Aktivitas 0 1 2 3 4
Mandi 
Berpakaian 
Eliminasi 
Mobilitas ditempat tidur 
Pindah 
Ambulasi 
Makan 
Keterangan :

1 : Mandiri
2 : Dengan menggunakan alat bantu
3 : Dengan menggunakan bantuan dari orang lain
4 : Dengan bantuan orang lain dan alat bantu
5 : tergantung total tidak berpartisipasi dalam beraktivitas

c. Pola istirahat/tidur. Diperoleh dari keterangan sang ibu bayi atau kelurga yang
lain
d. Pola nutrisi metabolik. Klien hanya minum ASI atau susu kaleng.
e. Pola eliminasi. Klien tidak dapat buang air besar, dalam urin ada mekonium.
f. Pola kognitif perceptual. Klien belum mampu berkomunikasi, berespon, dan
berorientasi dengan baik pada orang lain.
g. Pola konsep diri
1) Identitas diri : belum bisa dikaji
2) Ideal diri : belum bisa dikaji
3) Gambaran diri : belum bisa dikaji
4) Peran diri : belum bisa dikaji
5) Harga diri : belum bisa dikaji
h. Pola seksual Reproduksi. Klien masih bayi dan belum menikah.
i. Pola nilai dan kepercayaan. Belum bisa dikaji karena klien belum mengerti
tentang kepercayaan.
j. Pola peran hubungan. Belum bisa dikaji karena klien belum mampu berinteraksi
dengan orang lain secara mandiri.
k. Pola koping. Belum bisa dikaji karena klien masih bayi dan belum mampu
berespon terhadap adanya suatu masalah.

3.2 PEMERIKSAAN FISIK


Hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan pada pasien atresia ani adalah anus
tampak merah, usus melebar, kadang – kadang tampak ileus obstruksi, termometer
yang dimasukkan melalui anus tertahan oleh jaringan, pada auskultasi terdengan
hiperperistaltik, tanpa mekonium dalam 24 jam setelah bayi lahir, tinja dalam urin dan
vagina (FKUI, Ilmu Kesehatan Anak:1985).

Pemeriksaan Fisik Head to toe

1. Tanda-tanda vital
• Nadi : 110 X/menit.
• Respirasi : 32 X/menit.
• Suhu axila :37º Celsius.
2. Kepala
Kepala simetris, tidak ada luka/lesi, kulit kepala bersih, tidak ada
benjolan/tumor, tidak ada caput succedanium, tidak ada chepal hematom.

3. Mata
Simetris, tidak konjungtifistis, tidak ada perdarahan subkonjungtiva, tidak
ikterus, tidak nistagamus/ tidak episnatus, conjungtiva tampak agak pucat.

4. Hidung
Simetris, bersih, tidak ada luka, tidak ada secret, tidak ada pernafasan
cuping hidung, tidak ada pus dan lendir.

5. Mulut

Bibir simetris, tidak macrognatia, micrognatia, tidak macroglosus, tidak

cheilochisis.

6. Telinga
Memiliki 2 telinga yang simetris dan matur tulang kartilago berbentuk

Sempurna.

7. Leher
Tidak ada webbed neck.

8. Thorak
Bentuk dada simetris, silindris, tidak pigeon chest, tidak funnel shest,
pernafasan normal.
9. Jantung
Tidak ada mur-mur, frekuensi jantung teratur.
10. Abdomen
Simetris, teraba lien, teraba hepar, teraba ginjal, tidak termasa/tumor, tidak
terdapat perdarahan pada umbilicus.
11. Genetalia
Terdapat lubang uretra, tidak ada epispandia pada penis tidak ada hipospandia
pada penis, tidak ada hernia sorotalis.
12. Anus
Tidak terdapat anus, anus nampak merah, usus melebar, kadang-kadang tampak
ileus obstruksi. Thermometer yang dimasukan kedalam anus tertahan oleh
jaringan. Pada auskultasi terdengar peristaltic.

13. Ektrimitas atas dan bawah


Simetris, tidak fraktur, jumlah jari lengkap, telapak tangan maupun kaki dan
kukunya tampak agak pucat

14. Punggung
Tidak ada penonjolan spina gifid

15. Pemeriksaan Reflek


Suching +
Rooting +
Moro +
Grip +
Plantar +
3.3 DIAGNOSA KEPERAWATAN
Dx pre operasi
1. Konstipasi berhubungan dengan aganglion.
2. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan menurunnya intake, muntah.
3. Cemas orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit dan
prosedur perawatan.
Dx Post Operasi
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan trauma saraf jaringan.
2. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kolostomi.
3. Resiko infeksi Berhubungan dengan prosedur pembedahan.
4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan perawatan di rumah.
INTERVENSI KEPERAWATAN

Diagnosa Perencanaan Keperawatan


Keperawata Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
n
Konstipasi Eliminasi fekal Manajemen Konstipasi
D.0049 Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam Observasi:
konstipasi teratasi.  Pastikan gejala dan
Pengertian : Kriteria Hasil: tanda-tanda konstipasi
Penurunan Menuru Cukup Sedan Cukup Meningka  Periksa pergerakan
defekasi n Menuru g Meningka t
normal yang n t
diertai 1 Kontrol pengeluaran feses
pengeluaran   1 2 3 4 5
feses sulit 2 Distensi abdomen
dan tidak   1 2 3 4 5
tuntas serta 3 Nyeri abdomen
feses kering   1 2 3 4 5
dan banyak. 4 Kram abdomen
  1 2 3 4 5
5 Keluhan defekasi sulit/lama
  1 2 3 4 5

N Dianosa Tujuan Intervensi Rasional


o Keperawatan
1 Konstipasi b/d Setelah dilakukan 1. Lakukan enema 1. Evaluasi bowel
Aganglioniik tindakan Atau irigasi meningkatkan
keperawatan selama rectal sesuai kenyamanan
3x 24 jam klien order pada anak
mampu 2. Kaji bising usus 2. Meyakinkan
mempertahankan dan abdomen berfungsinya
pola eliminasi BAB setiap 4 jam. usus
dengan teratur. 3. Ukur lingkar 3. Pengukuran
K H: abdomen lingkar
Penurunan distensi abdomen
abdomen , membantu
meningkatnya mendeteksi
kenyamanan terjadinya
distensi
2 Kekurangan Setelah dilakukan 1. Monitor intake – 1. Dapat
volume cairan b/d tindakan output cairan mengidentifikas
menurunnya keperawatan selama 2. Lakukan i status cairan
intake, muntah 1x 24 jam klien pemasangan klien
dapat infuse dan 2. Mencegah
mempertahankan berikan cairan IV dehidrasi
keseimbangan 3. Observasi ttv 3. Mengetahui
cairan. 4. Monitor status kehilangan
KH: hidrasi cairan
- Output urine 1-2 ( kelembaban 4. Mengetahui
ml/kg/jam. membrane tanda tanda
- CPR < 2 Detik mukosa, nadi dehidrasi
- Turgor kulit baik adekuat, tekanan
- Membran mukosa darah ortostatik
lembab

3 Cemas orang gtua Setelah dilakukan 1. Jelaskan dengan 1. Agar orangtua


b/d kurang tindakan istilah yang mengerti kondisi

pengetahuan keperawatan selama dimengerti klien


2. Pengetahuan
tentang penyakit 1x 24 jam tentang anatomi
tersebut
dan prosedur kecemasan orang fisiologi saluran
diharapkan dapat
perawatan tua dapat berkurang pencernaan
membantu
KH : normal
menurunkan
Klien tidak lemas 2. Gunakan alat, kecemasan
media dan gambar 3. Membantu
beri jadwal studi mengurangi
diagnose pada kecemasan klien

orangtua
3. Beri informasi
pada orangtua
tentang operasi
kolostomi

Dx post operasi

No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


keperawatan
1 Gangguan integritas Setelah dilakukan 1. Hindari kerutan 1. Mencegah
kulit b/d kolostomi tindakan pada tempat tidur perlukaan pada
keperawatan selama 2. Jaga kebersihan kulit
1x 24 jam diharapkan kulit agar tetap 2. Menjaga
integritas kulit dapat bersih dan kering ketahanan kulit
terkontrol. 3. Monitor kulit akan 3. Mengetahui
KH : adanya kemerahan adanya tanda
- Temperature 4. Oleskan kerusakan
jaringan dalam lotion/baby oil jaringan kulit
batas normal pada daerah yang 4. Menjaga
- Sensasi dalam tertekan kelmbaban kulit
batas normal 5. Monitor status 5. Menjaga
- Elastisitas dalam nutrisi klien keadekuatan
batas normal nutrisi guna
- Hidrasi dalam penyembuhan
batas normal luka
- Perfusi jaringan
baik
2 Resiko infeksi b/d Setelah dilakukan 1. Monitor tanda dan 1. Mengetahui tanda
prosedur tindakan gejala infeksi infeksi lebih dini
pembedahan keperawatan selama sistemik dan lokal 2. Menghindari
1x 24 jam 2. Batasi pengunjung kontaminasi dari

Diharapkan klien 3. Pertahankan teknik pengunjung


cairan asepsis pada 3. Mencegah
bebab dari tanda-
klien yang beresiko penyebab infeksi
tanda infeksi
4. Inspeksi kondisi 4. Mengetahui
KH :
luka/insisi bedah kebersihan luka
Bebas dari tanda dan
5. Ajarkan keluarga dan tanda infeksi
gejala infeksi klien tentang tanda 5. Gejala infeksi
dan gejala infeksi dapat dideteksi
6. Laporkan lebih dini
kecurigaan infeksi 6. Gejala infeksi
dapat segera
diatasi

Anda mungkin juga menyukai