Anda di halaman 1dari 19

ATRESIA ANI

Pengertian
Atresia ani (Imperforate anus) merupakan suatu
kelainan (kongenital) dengan tidak adanya lubang
saluran anus.
(Wong, 2003; Yongki, 2012)
Klasifikasi Atresia Ani
Tipe atresia ani secara Umum :
1. Anal Stenosis :
Terdapat penyempitan pada sebelah proksimal
sehingga dari luar tampak anus normal.

2. Membranosus Atresia
Terdapat selaput/ membran dekat dengan lubang anus.
3. Rektal Atresia
Ujung rektum berakhir buntu, sehingga dari luar jelas
tidak terlihat anus.

4. Anal Agenesis
Ujung rektum buntu, tetapi terdapat lekukan kedalam
dari anus, sehingga dari luar anus tampak normal.
 Anomali letak rendah
1. Rektum melewati M.Puborectalis
2. Anus bisa tertutup secara komplit dan bisa pula mempunyai
lubang keluar yang berjalan kedepan dan bermuara
kepangkal peni, vestibulum dan kadang ditemukan dianus.
 Anomali intermediet
 Anomali letak tinggi
Etiologi
Atresia ani di sebabkan oleh beberapa faktor :
1. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan
daerah dubur sehingga bayi lahir tanpa lubang
dubur.
2. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam
kandungan berusia 12 minggu/3 bulan.
3. Adanya gangguan atau berhentinya
perkembagan embriologik di daerah usus,
rektum bagian distal serta traktus urogenitalis,
yang terjadi antara minggu ke empat sampai ke
enam usia kehamilan
4. Sindrom VACTERL
Patofisiologi
gangguan pertumbuhan fusi atau pembentukan anus dari tonjolan
embriogenik (terjadi antara 7-10 minggu usia kehamilan)

anus dan rektum berkembang dari embriogenik bagian belakang

ujung ekor bagian belakang berkembang menjadi kloaka


(bakal struktur anorektal)

penyempitan pada kanal anorektal

terjadi kegagalan pembentukan septum urorektal


secara komplit

ATRESIA ANI
feses tidak keluar vistel rektrovaginal

feses menumpuk feses masuk ke uretra

reabsorbsi sisa mikroorganisme masuk


peningkatan tekanan ke saluran kemih
metabolisme oleh
intraabdominal
tubuh

Dysuria
keracunan operasi anoplasti

gangguan rasa nyaman


mual, muntah

ketidakseimbangan Gangguan eliminasi


nutrisi kurang dari urine
Nyeri
kebutuhan tubuh

Ansietas
Perubahan defekasi:
Resiko kerusakan
-pengeluaran tak terkontrol
integritas kulit -iritasi mukosa

Nyeri abnormalitas spingter


Gangguan rasa nyaman
trauma jaringan
ani

perawatan tidak
Inkontinensia defekasi adekuat

Resiko Infeksi
Manifestasi Klinis
 Selama 24-48 jam pertama kelahiran, bayi
mengalami muntah-muntah dan tidak ada
defekasi mekonium. Selain itu anus tampak
merah.
 Perut kembung baru kemudian disusul muntah.
 Tampak gambaran gerak usus dan bising usus
meningkat (hiperperistaltik) pada auskultasi
 Tidak ada lubang anus.
 Invertogram dilakukan setelah bayi berusia 12 jam
untuk menentukan tingginya atresia.
 Terkadang tampak ileus obstruktif.
 Dapat terjadi fistel. Pada bayi perempuan sering
terjadi fistel rektovaginal, sedangkan pada bayi laki-
laki sering terjadi fistel rektourinal.
 Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rektal pada
bayi

(Vivian, 2013; Abdul Wahid, 2012)


Komplikasi
 Infeksi saluran kemih yang berkepanjangan
 Kerusakan uretra
 Komplikasi jangka panjang
◦ Eversion mukosa anal
◦ Stenosis
◦ Impaksi dan konstipasi
◦ Masalah dengan toilet training
◦ Inkontinensia
◦ Prolaps mukosa analrektal
(Wahid,2012)
Penatalaksanaan
• Dilatasi manual
• Rekonstruksi anus
• Anorektoplasti

( Donne L.Wong, 2008)


Pemeriksaan Diagnostik
 Pemeriksaan Radiologis
Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya
obstrksi intestinal

 Sinar X pada abdomen


Dilakukan ntuk menentukan kejelasan
keseluruhan bowel dan utnuk mengetahui
jarak pemanjangan kantung rektum dari
sfingternya
 Ultrasound
Dilakukan untuk melihat fungsi
organ internal terutama dalam sistem
pencernaan dan mencari adanya faktor
reversible seperti obstruksi oleh karena
massa tumor

 CT-Scan
Digunakan untuk menentukan lesi
 Rongenogram abdomen dan pelvis

 Aspirasi jarum
Mendeteksi kantong rektal dengan menusukkan
jarum tersebut sambil melakukan aspirasi
(Wahid,2012)
 Pemeriksaan HbA₁c ( Hemoglobin Glikosilasi merupakan
pemeriksaan darah yang mencerminkan kadar glukosa darah
rata-rata selama periode waktu kurang lebih 2 hingga 3
bulan.
 Glukosa plasma sewaktu/ random ˃200 mg/dl (11,1 mmol/L)
 Glukosa plasma puasa/Nuchter > 140 mg/dl (7,7 mmol/L)
 Glukosa plasma dari sempel yang diambil 2 jam kemudian
sesudah mengonsumsi 75 gram karbohidrat (2 jam
postprandial (pp)) >200ml/dl (11,1 mmol/L)

(Smeltzer& Bare, 2001)


TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai