Anda di halaman 1dari 27

ASUHAN

KEPERAWATAN
ATRESIA ANI
NS. ASEP MULYANA, S.KEP., MM., M.KEP
DEFINISI
• Istilah atresia berasal dari bahasa Yunani yaitu ‘a’ yang berarti “tidak ada” dan
trepsis yang berarti “makanan atau nutrisi”. Dalam istilah kedokteran, “atresia”
berarti suatu keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang badan abnormal.
Atresia ani memiliki nama lain yaitu “anus imperforata”.
• Atresia ani atau anus imperforate merupakan kelainan bawaan (kongenital)
dimana terjadi pembentukan lubang anus yang tidak sempurna (abnormal) atau
anus tampak rata maupun sedikit cekung ke dalam atau kadang berbentuk anus
namun tidak berhubungan langsung dengan rektum yang terjadi pada masa
kehamilan.
ETIOLOGI
1. Putusnya saluran pencernaan di atas dengan daerah dubur, sehingga bayi lahir
tanpa lubang dubur.
2. Gangguan organogenesis dalam kandungan. Karena ada kegagalan
pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau 3 bulan.
3. Kelainan bawaan, anus umumnya tidak ada kelainan rektum, sfingter, dan otot
dasar panggul.
4. Berkaitan dengan sindrom down.
KELAINAN
• Kelainan kardiovaskuler.
• Kelainan gastrointestinal.
• Kelainan tulang belakang dan medulla spinalis.
• Kelainan traktus genitourinarius.
KLASIFIKASI
• Tinggi (supralevator) : rektum berakhir di atas M. levator ani (M. puborektalis)
dengan jarak antara ujung buntu rektum dengan kulit perineum lebih dari 1 cm.
Letak upralevator biasanya disertai dengan fistel ke saluran kencing atau saluran
genital.
• Intermediate : rektum terletak pada M. levator ani tetapi tidak menembusnya.
• Rendah : rektum berakhir di bawah M. levator ani sehingga jarak antara kulit dan
ujung rektum paling jauh 1 cm.
MANIFESTASI KLINIS
• Bayi muntah-muntah pada 24-48 jam setelah lahir dan tidak terdapat defekasi
mekonium. Gejala ini terdapat pada penyumbatan yang lebih tinggi.
• Pada golongan 3 hampir selalu disertai fistula. Pada bayi wanita sering ditemukan
fistula rektovaginal (dengan gejala bila bayi buang air besar feses keluar dari (vagina)
dan jarang rektoperineal, tidak pernah rektourinarius. Sedang pada bayi laki-laki
dapat terjadi fistula rektourinarius dan berakhir di kandung kemih atau uretra dan
jarang rektoperineal. Gejala yang akan timbul:
• Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran.
• Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rektal pada bayi.
• Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang letaknya salah.
• Perut kembung.
KOMPLIKASI
1. Asidosis hiperkloremik
2. Infeksi saluran kemih yang terus-menerus
3. Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah)
4. Komplikasi jangka panjang
• Eversi mukosa anus
• Stenosis (akibat kontraksi jaringan parut dari anastomosis)
• Impaksi dan konstipasi (akibat dilatasi sigmoid)
• Masalah atau keterlambatan yang berhubungan dengan toilet training
• Inkontinensia (akibat stinosis anal atau inpaksi)
• Prolaps mukosa anorektal (penyebab inkontinensia)
• Fistula kambuhan
PATOFISIOLOGI
• Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit
karena gangguan pertumbuhan, fusi atau pembentukan anus dari tonjolan
embrionik, sehingga anus dan rektum berkembang dari embrionik bagian belakang.
Ujung ekor dari bagian belakang berkembang menjadi kloaka yang merupakan bakal
genitourinari dan struktur anorektal. Terjadi stenosis anal karena adanya
penyempitan pada kanal anorektal. Terjadi atresia anal karena tidak ada kelengkapan
dan perkembangan struktur kolon antara 7-10 minggu dalam perkembangan fetal.
Kegagalan migrasi dapat juga karena kegagalan dalam agenesis sakral dan
abnormalitas pada uretra dan vagina. Tidak ada pembukaan usus besar yang keluar
melalui anus sehingga menyebabkan fekal tidak dapat dikeluarkan sehingga
intestinal mengalami obstruksi. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan
daerah dubur, sehingga bayi baru lahir tanpa lubang anus.
• Atresia ani terjadi akibat kegagalan penurunan septum anorektal pada kehidupan
embrional. Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstruksi dan adanya fistula.
Obstruksi ini mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi cairan, muntah
dengan segala akibatnya. Apabila urin mengalir melalui fistel menuju rektum,
maka urin akan diabsorbsi sehingga terjadi asidosis hiperkloremia, sebaliknya
feses mengalir kearah traktus urinarius menyebabkan infeksi berulang. Pada
keadaan ini biasanya akan terbentuk fistula antara rektum dengan organ
sekitarnya. Pada perempuan, 90% dengan fistula ke vagina (rektovagina) atau
perineum (rektovestibuler). Pada laki-laki umumnya fistula menuju ke vesika
urinaria atau ke prostat (rektovesika) bila kelainan merupakan letak tinggi, pada
letak rendah fistula menuju ke uretra (rektouretralis)
Kelainan kogenital

 Gangguan Pertumbuhan
 Fusi
 Pembentukan anus dari
tonjolan embrionik

ATRESIA ANI

Feses Tidak Keluar Vistel Rektovaginal

Feses Menumpuk Feses Masuk Ke Uretra

Mikroorganisme masuk
Reabsorbsi sisa Peningkatan Tekanan ke saluran kemih
metabolisme Intraabdominal

Dysuria
Keracunan Operasi Anoplasti

Gang. Rasa nyaman


Mual, muntah
Ansietas Perubahan Defekasi:
Pengeluaran Tak Gang. Eliminasi Urine
Ketidakseimbangan Terkontrol Nyeri
Nutrisi < Kebutuhan Iritasi Mukosa
Tubuh

Resiko kerusakan kulit Abnormalitas spingter Trauma jaringan


rektal
Nyeri Inkontinensia Defekasi Perawatan tidak
Gang. Rasa Nyaman adekuat

Resiko Infeksi
PENATALAKSANAAN
1. Prevenetif
penatalaksanaan preventif yaitu:
(a) diberikan nasihat pada ibu hamil bahwa selama hamil muda untuk berhati-
hati atau menghindari obat-obatan, makanan yang diawetkan dan alkohol
karena dapat menyebabkan atresia ani;
(b) pemeriksaan lubang dubur/anus bayi pada saat lahir sangat penting
dilakukan sebagai diagnosis awal adanya atresia ani. Sebab jika sampai tiga
hari diketahui bayi menderita ani atresia ani, jiwa bayi dapat terancam
karena feses yang tertimbun dapat mendesak paru-paru bayi dan organ
yang lain.
2. Pasca Bayi Lahir
o tipe I dengan stenosis yang ringan dan tidak mengalami kesulitan mengeluarkan tinja tidak
membutuhkan penanganan apapun. Sementara pada stenosis yang berat perlu dilakukan
dilatasi setiap hari dengan karakter uretra, dilatasi Hegar, atau speculum hidung berukuran
kecil. Selanjutnya orang tua dapat melakukan dilatasi sendiri di rumah dengan jari tangan.
Dilatasi dikerjakan beberapa kali seminggu selama kurang lebih 6 bulan sampai daerah
stenosis melunak dan fungsi defekasi mencapai keadaan normal. Konstipasi dapat dihindari
dengan pengaturan diet yang baik dan pemberian laktulose. Bentuk operasi yang diperlukan
pada
o tipe II, baik tanpa atau dengan fistula, adalah anoplasti pcrincum, kemudian dilanjutkan
dengan dilatasi pada anus slama 23 bulan. Tindakan ini paling baik dilakukan dengan dilator
Hegar selama bayi di rumah sakit dan kemudian orang tua penderita dapat memakai jari
tangan di rumah sampai tepi anus lunak serta mudah dilebarkan. Pada
o tipe III, apabila jarak antara ujung rektum uang buntu ke lekukan anus kurang dari 1,5 cm,
pembedahan rekonstruktif dapat dilakukan melalui anoproktoplasti pada masa neonatus.
Akan tetapi, pada tipe III biasanya perlu dilakukan pembedahan definitif pada usia 12-15 bulan.
KOLOSTOMI BERMANFAAT UNTUK :
1. Mengatasi obstruksi usus, memungkinkan pembedahan rekonstruktif dapat
dikerjakan dengan lapangan operasi yang bersih.
2. Memberikan kesempatan pada ahli bedah untuk melakukan pemeriksaan lengkap
dalam usaha menentukan letak ujung rektum yang buntu serta menemukan kelainan
bawaan yang lain, kolostomi dapat dilakukan pada kolon transversum atau kolon
sigmoideum. Beberapa metode pembedahan rekonstruktif yang dapat dilakukan
adalah operasi abdominoperineum terpadu pada usia 1 tahun, anorektoplasti sagital
posterior pada usia 8-12 bulan, dan pendekatan sakrum menurut metode Stephen
setelah bayi berumur 6-9 bulan. Dilatasi anus baru bisa dilakukan 10 hari setelah
operasi dan selanjutnya dapat dilakukan oleh orang tua di rumah, mula-mula dengan
jari kelingking kemudian dengan jari telunjuk selama 23 bulan setelah pembedahan
definitif. Sedangkan pada penanganan tipe IV dilakukan dengan kolostomi, untuk
kemudian dilanjutkan dengan operasi abdominal pull-through seperti kasus pada
megakolon congenital.
• Pemberian antibiotic seperti cefotaxim dan garamicin untuk mencegah infeksi pada
pasca operasi. Pemberian vitamin C untuk daya tahan tubuh.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
• Pemeriksaan radiologis, yang bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi intestinal
atau menentukan letak ujung rektum yang buntu setelah bayi berumur 24 jam. Pada saat
pemeriksaan, bayi harus diletakkan dalam keadaan posisi terbalik selama 3 menit, sendi
panggul bayi dalam keadaan sedikit ekstensi, kemudian dibuat foto pandangan
anteroposterior dan lateral setelah petanda diletakkan pada daerah lekukan anus.
• Sinar-X terhadap abdomen yang bertujuan untuk menentukan kejelasan keseluruhan
bowel/usus dan untuk mengetahui jarak pemanjangan kantung rektum dari sfingternya.
• Ultrasonografi (USG) abdomen, yang bertujuan untuk melihat fungsi organ intenal terutama
dalam sistem pencernaan dan mencari adanya faktor reversibel seperti obstruksi massa
tumor.
• CT Scan, yang bertujuan untuk menentukan lesi.
• Rontgenogram pada abdomen dan pelvis, yang bertujuan untuk mengonfirmasi adanya
fistula yang berhubungan dengan saluran urinaria.
PENGKAJIAN
• Identitas pasien
• Riwayat Kesehatan
• Keluhan Utama: Distensi abdomen
• Riwayat Kesehatan Sekarang: Muntah, perut kembung dan membuncit, tidak bisa
buang air besar, meconium keluar dari vagina atau meconium terdapat dalam urin
• Riwayat Kesehatan Dahulu: Klien mengalami muntah-muntah setelah 24-48 jam
pertama kelahiran
• Riwayat Kesehatan Keluarga: Merupakan kelainan kongenital bukan
kelainan/penyakit menurun sehingga belum tentu dialami oleh angota keluarga
yang lain
• Riwayat Kesehatan Lingkungan: Kebersihan lingkungan tidak mempengaruhi
kejadian atresia ani
DATA FOKUS
Data Subjektif Data Objektif

 Ibu klien mengatakan anaknya muntah-muntah  Perut klien kembung


pada umur 24-48 jam kelahiran  Tidak terdapat lubang anus/salah letak pada klien
 Ibu klien mengatakan anaknya tidak mengeluarkan  Terdapat feses yang keluar bersama urin
mekonium melalui lubang anus
ANALISA DATA
Data Masalah Etiologi
DS: Ketidakseimbangan nutrisi Kegagalan intake makanan
Ibu klien mengatakan bahwa ananknya sering kurang dari kebutuhan tubuh (ASI)
muntah
DO:
Anak menangis, mual, perut kembung,
menolak pemberian ASI
DO : Gangguan eliminasi urine Feses masuk ke uretra
Feses keluar bersamaan dengan urine (dysuria)
DS : Cemas orang tua Kurangnya pengetahuan
Ibu klien mengatakan bahwa dirinya bingung terkait penyakit anak
melihat kondisi sang anak
DO: Kerusakan Integritas Kulit Pemasangan Kolostomi
Terpasang kolostomi pada klien
DS: Nyeri akut Trauma jaringan
Ibu klien mengatakan bahwa anak menangis
DO:
Klien terlihat lemas dan tidak nyaman
DO: Inkontinensia defekasi Abnormalitas sfingter rektal
BAB klien tidak terkontrol sebagaimana normalnya
DS: Resiko Infeksi Trauma jaringan post operasi
Ibu klien mengatakan bahwa luka pada anaknya memerah
dan seperti terjadi peradangan
DO:
Ada tanda-tanda radang pada daerah post operasi antara
lain: rubor, dolor, calor, tumor
Pasien terlihat tidak nyaman
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakseimbangan nutrisi < dari kebutuhan tubuh b.d. ketidakmampuan
mencerna makanan (mual, muntah).
2. Gangguan eliminasi urine b.d. obstruksi anatomik (atresia ani), dysuria.
3. Kecemasan orangtua b.d. kurangnya pengetahuan terkait penyakit anak,
4. Kerusakan integritas kulit b.d. pemasangan kolostomi.
5. Nyeri akut b.d trauma jaringan pasca operasi.
6. Inkontinensia defekasi b.d abnormalitas sfingter rektal.
7. Resiko infeksi b.d trauma jaringan pasca operasi, perawatan tidak adekuat.
INTERVENSI
Intervensi
No Dx. Kep Tujuan dan NOC Tindakan Keperawatan/NIC Rasional

1. Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan 1. Memonitor mual dan 1. Mengetahui berapa


nutrisi kurang dari keperawatan selama 1x24 jam muntah output yang keluar
kebutuhan b.d. diharapkan kebutuhan nutrisi 2. Kaji kemampuan klien 2. Memberikan makanan
ketidakmampuan klien terpenuhi dengan kriteria untuk mendapatkan nutrisi sesuai kemampuan
mencerna makanan hasil: yang dibutuhkan (oral atau NGT)
 Mampu 3. Memonitor status gizi 3. Mengetahui status
mengidentifikasikan 4. Kolaborasi dengan dokter gizi dan meminimali-
kebutuhan nutrisi (4) sir malnutrisi
 Tidak ada tanda-tanda 4. Terkait pemasangan
malnutrisi (4) NGT
2 Gangguan eliminasi urine Setelah dilakukan asuhan 1. Memantau tanda-tanda 1. Mengetahui tingkat
b.d. obstruksi anatomik keperawatan selama 1x24 jam vital dan tingkat distensi distensi kandung kemih
(atresia ani), dysuria diharapkan gangguan elimnasi kandung kemih dengan klien
urine dapat teratasi kriteria palpasi dan perkusi 2. Mengetahui jumlah
hasil: 2. Periksa dan timbang popok output (urine) dan ada
 Kandung kemih pasien klien tidaknya feses yang
kosong secara penuh (4) 3. Melakukan penilaian pada bercampur
 Intake cairan dalam fungsi kognitif 3. Memastikan apakah
rentang normal (4) 4. saluran kemih normal
 Bebas dari ISK (4)
3 Kecemasan orang tua Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji status mental dan 1. Derajat ansietas akan dipengaruhi
berhubungan dengan keperawatan 1x24 jam tingkat ansietas dari klien bagaimana informasi tersebut diterima.
kurang pengetahuan diharapkan rasa cemas dan keluarga. 2. Menjadi pendengar yang baik dapat
tentang penyakit dan orangtua dapat hilang atau 2. Dengarkan dengan penuh mengurangi rasa cemas orangtua
prosedur perawatan berkurang. perhatikan 3. Membuat orang tua lebih mengerti
Kriteria Hasil: 3. Jelaskan dan persiapkan keadaan anaknya
1.) Ansietas berkurang untuk tindakan prosedur 4. Dapat meringankan ansietas terutama
2.) Ibu klien tidak gelisah sebelum dilakukan ketika tindakan operasi tersebut
operasi. dilakukan.
4. Beri kesempatan klien 5. Mengungkapkan rasa takut dan
untuk mengungkapkan isi bertanya secara terbuka dimana rasa
pikiran dan bertanya. takut dapat ditujukan.
5. Ciptakan lingkungan 6. Lingkungan nyaman dapat mengurangi
yang tenang dan nyaman. cemas
4 Kerusakan integritas Setelah dilakukan asuhan 1. Hindari kerutan pada 1. Untuk mencegah
kulit b.d. pemasangan keperawatan selama 1x24 tempat tidur perlukaan pada kulit
kolostomi jam diharapkan kerusakan 2. Jaga kebersihan kulit 2. Untuk menjaga
integritas kulit dapat agar tetap bersih dan ketahanan kulit
berkurang kriteria hasil: kering 3. Untuk mengetahui
 Integritas kullit yang 3. Monitor kulit akan adanya tanda
baik bisa dipertahan- adanya kemerahan kerusakan jaringan
kan (4) 4. Oleskan lotion/baby oil kulit
 Perfusi jaringan baik pada daerah yang 4. Untuk menjaga
(3) tertekan kelembaban kulit
 Menunjukan 5. Monitor status nutrisi 5. Untuk menjaga
pemahaman dalam klien keadekuatan nutrisi
proses perbaikan kulit guna penyembuhan
dan mencegah luka
terjadinya cedera
berulang (4)
5 Nyeri akut b.d trauma Setelah dilakukan asuhan 1. Observasi reaksi 1. Untuk mengetahui
jaringan (post operasi) keperawatan selama 1x24 nonverbal dari bagian mana yang
jam diharapkan nyeri akut ketidaknyamanan klien nyeri
dapat berkurang kriteria 2. Bantu klien dan 2. Dengan dukungan
hasil: keluarga untuk mencari orang tua disekitar
 Klien tampak nyaman dan menemukan klien bisa mengurangi
dan tenang (4) dukungan nyeri
3. Kontrol lingkungan 3. Lingkungan yang
yang dapat nyaman dapat
memengaruhi nyeri mengurangi rasa nyeri
4. Kolaborasi dengan 4. Analgesik dapat
dokter terkait mengurangi nyeri
pemberian analgesik
6 Inkontinensia defekasi b.d Setelah dilakukan asuhan 1. Intruksikan keluarga untuk mencatat 1. Untuk mengetahui bentuk fisik feses
abnormalitas sfingter rektal keperawatan 1x24 jam diharapkan keluaran feses yang keluar
pengeluaran defekasi terkontrol 2. Jaga kebersihan baju dan tempat 2. Mencegah terjadinya resiko infeksi
dengan kriteria hasil: tidur 3. Mengetahui perkembangan
 Defekasi lunak, feses berbentuk 3. Evaluasi status BAB secara rutin perubahan defekasi
(4)

7 Resiko infeksi b.d trauma Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor tanda dan gejala infeksi 1. Untuk mengetahui tanda infeksi
jaringan, perawatan tidak keperawatan selama 1x24 jam sistemik dan lokal lebih dini
adekuat diharapkan klien bebas dari tanda- 2. Batasi pengunjung 2. Untuk menghindari kontaminasi dari
tanda infeksi dengan kriteria hasil: 3. Pertahankan teknik cairan asepsis pengunjung
 Klien bebas dari tanda dan pada klien yang beresiko 3. Untuk mencegah penyebab infeksi
gejala infeksi (4) 4. Inspeksi kondisi luka/insisi bedah 4. Untuk mengetahui kebersihan luka
 Jumlah leukosit dalam batas 5. Ajarkan keluarga klien tentang tanda dan tanda infeksi
normal (4) dan gejala infeksi 5. Agar gejala infeksi dapat di deteksi
6. Laporkan kecurigaan infeksi lebih dini
6. Agar gejala infeksi dapat segera
teratasi
THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai