Anda di halaman 1dari 28

BAB 1

LAPORAN PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Atresia ani merupakan kelainan kongenital yang terbanyak pada
daerah anorektal. Insidensinya adalah 1 dari 4000 hingga 5000 kelahiran
hidup.Isidenspada laki-laki sedikit lebih banyak dibandingkan
perempuan. Pada laki-laki paling sering didapatkan fistula rektouretra,
sedangkan pada perempuan paling sering.
didapatkan fistula rektovestibuler. Sampai sekarang atresia ani
masih dalam perdebatan, baik mengenai klasifikasi maupun
penatalaksanaannya. Beberapa ahli mencoba mengklasifikasikan atresia
ani serta memperkenalkan teknik operasi terbaik.
Klasifikasi Wingspread pada pasien atresia ani, yaitu atresia ani
letak tinggi, intermediet, dan rendah saat ini banyak ditinggalkan karena
tidak mempunyaiaspek terapetik dan prognostik. Klasifikasi Pena yang
membagi atresia ani letak tinggi dan rendah lebih banyak dipakai karena
mempunyai aspek terapi.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian Atresia ani?
2. Apa etiologi Atresia ani?
3. Bagaimana patofisiologi Atresia ani?
4. Apa saja komplikasi Atresia ani?
5. Apa manifestasi Atresia ani?
6. Apa saja pemeriksaan penjunjang Atresia ani?
7. Apa saja penatalaksanaan Atresia ani?

1
1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian Atresia ani
2. Mengetahui etiologi Atresia ani
3. Mengetahui bagaimana patofisiologi Atresia ani
4. Mengetahui apa saja komplikasi Atresia ani
5. Mengetahui manifestasi Atresia ani
6. Mengetahui apa saja pemeriksaan penunjang Atresia ani
7. Mengetahui apa saja penatalaksanaan Atresia ani

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian
Menurut Nurhayati istilah atresia berasal dari bahasa Yunani yaitu yang
berarti tidak ada dan trepsis yang berarti makanan atau nutrisi. Dalam istilah
kedokteran,atresia berarti suatu keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang
badan abnormal. Atresia ani memiliki nama lain yaitu anus imperforata.
Atresia ani adalah malformasi kongenital dimana rektum tidak mempunyai
lubang keluar.
Atresia ani atau anus imperforate adalah tidak terjadinya perforasi
membran yang memisahkan bagian entoderm mengakibatkan pembentukan
lubang anus yang tidak sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke
dalam atau kadang berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung dengan
rektum. (Purwanto, 2001)
Atresia ani adalah tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada distal
anus atau tertutupnya anus secara abnormal. (Suriadi, 2001)
Atresia ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus imperforate
meliputi anus, rektum, atau keduanya. (Betz, 2002)

2
Atresia ani merupakan kelainan bawaan (konginetal), tidak adanya lubang atau
saluran anus. (Donna L. Wong, 2003)
Atresia ani adalah suatu kelainan kongenital tanpa anus atau anus tidak
sempurna, termasuk didalamnya agenesis ani, agenesis rektum dan atresia
rektum. Insiden 1:5000 kelahiran yang dapat muncul sebagai sindroma
VACTRERL (Vertebra, Anal, Cardial, Esofageal, Renal, Limb) (Faradilla, 2009).
Jadi, atresia ani atau anus imperforate merupakan kelainan bawaan
(kongenital) dimana terjadi pembentukan lubang anus yang tidak sempurna
(abnormal) atau anus tampak rata maupun sedikit cekung ke dalam atau kadang
berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung dengan rektum yang terjadi
pada masa kehamilan.

2.2 Etiologi
Atresia ani dapat disebabkan karena:
1) Putusnya saluran pencernaan di atas dengan daerah dubur, sehingga bayi
lahir tanpa lubang dubur.
2) Gangguan organogenesis dalam kandungan. Karena ada kegagalan
pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau 3 bulan.
3) Kelainan bawaan, anus umumnya tidak ada kelainan rektum, sfingter, dan
otot dasar panggul. Namum demikian pada agenesis anus, sfingter internal
mungkin tidak memadai. Menurut penelitian beberapa ahli masih jarang
terjadi bahwa gen autosomal resesif yang menjadi penyebab atresia ani.
Orang tua tidak diketahui apakah mempunyai gen carier penyakit ini. Janin
yang diturunkan dari kedua orang tua yang menjadi carier saat kehamilan
mempunyai peluang sekitar 25 % - 30 % dari bayi yang mempunyai sindrom
genetik, abnormalitas kromosom, atau kelainan kongenital lain juga beresiko
untuk menderita atresia ani (Purwanto, 2001).
4) Berkaitan dengan sindrom down.
Atresia ani memiliki etiologi yang multifaktorial. Salah satunya adalah
komponen genetik. Pada tahun 1950an, didapatkan bahwa risiko malformasi
meningkat pada bayi yang memiliki saudara dengan kelainan atresia ani yakni 1
dalam 100 kelahiran, dibandingkan dengan populasi umum sekitar 1 dalam 5000
kelahiran. Penelitian juga menunjukkan adanya hubungan antara atresia ani
dengan pasien dengan trisomi 21 (Down's syndrome). Kedua hal tersebut
menunjukkan bahwa mutasi dari bermacam-macam gen yang berbeda dapat

3
menyebabkan atresia ani atau dengan kata lain etiologi atresia ani bersifat
multigenik (Levitt M, 2007).
Beberapa jenis kelainan yang sering ditemukan bersamaan dengan malformasi
anorektal adalah
1) Kelainan kardiovaskuler.
Ditemukan pada sepertiga pasien dengan atresia ani. Jenis kelainan
yang paling banyak ditemui adalah atrial septal defect dan paten ductus
arteriosus, diikuti oleh tetralogi of fallot dan vebtrikular septal defect.
2) Kelainan gastrointestinal.
Kelainan yang ditemui berupa kelainan trakeoesofageal (10%), obstruksi
duodenum (1%-2%).
3) Kelainan tulang belakang dan medulla spinalis.
Kelainan tulang belakang yang sering ditemukan adalah kelainan
lumbosakral seperti hemivertebrae, skoliosis, butterfly vertebrae, dan
hemisacrum. Sedangkan kelainan spinal yang sering ditemukan adalah
myelomeningocele, meningocele, dan teratoma intraspinal.
4) Kelainan traktus genitourinarius.
Kelainan traktus urogenital kongenital paling banyak ditemukan
pada atresia ani. Beberapa penelitian menunjukkan insiden kelainan
urogeital dengan atresia ani letak tinggi antara 50 % sampai 60%, dengan
atresia ani letak rendah 15% sampai 20%. Kelainan tersebut dapat berdiri
sendiri ataupun muncul bersamaan sebagai VATER (Vertebrae, Anorectal,
Tracheoesophageal and Renal abnormality) dan VACTERL (Vertebrae,
Anorectal, Cardiovascular, Tracheoesophageal, Renal and Limb
abnormality) ( Oldham K, 2005).

2.3 Patofisiologi
Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan septum urorektal
secara komplit karena gangguan pertumbuhan, fusi atau pembentukan anus dari
tonjolan embrionik, sehingga anus dan rektum berkembang dari embrionik bagian
belakang. Ujung ekor dari bagian belakang berkembang menjadi kloaka yang
merupakan bakal genitourinari dan struktur anorektal. Terjadi stenosis anal karena
adanya penyempitan pada kanal anorektal. Terjadi atresia anal karena tidak ada
kelengkapan dan perkembangan struktur kolon antara 7-10 minggu dalam
perkembangan fetal.

4
Kegagalan migrasi dapat juga karena kegagalan dalam agenesis sakral dan
abnormalitas pada uretra dan vagina. Tidak ada pembukaan usus besar yang
keluar melalui anus sehingga menyebabkan fekal tidak dapat dikeluarkan
sehingga intestinal mengalami obstruksi. Putusnya saluran pencernaan dari atas
dengan daerah dubur, sehingga bayi baru lahir tanpa lubang anus.

Pathways

Kelainan kogenital

 Gangguan Pertumbuhan
 Fusi
 Pembentukan anus dari
tonjolan embrionik

ATRESIA ANI

Feses Tidak Keluar Vistel Rektovaginal

Feses Menumpuk Feses Masuk Ke Uretra

Mikroorganisme masuk
Reabsorbsi sisa Peningkatan Tekanan ke saluran kemih
metabolisme Intraabdominal

Dysuria
Keracunan Operasi Anoplast

Gang. Rasa nyaman


Mual, muntah
Ansietas Perubahan Defekasi:
Pengeluaran Tak Gang. Eliminasi Urine
Kesiapan
Terkontrol
peningkatan nutrisi
Iritasi Mukosa

Resiko kerusakan kulit Trauma jaringan

Perawatan tdak adekuat


Gang. Rasa Nyaman

Resiko 5Infeksi
2.4 Komplikasi
Menurut Betz dan Sowden (2009), komplikasi pada atresia ani antara lain:
1)Asidosis hiperkloremik
2)Infeksi saluran kemih yang terus-menerus
3)Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah)
4)Komplikasi jangka panjang
a)Eversi mukosa anus
b)Stenosis (akibat kontraksi jaringan parut dari anastomosis)
c)Impaksi dan konstipasi (akibat dilatasi sigmoid)
d)Masalah atau keterlambatan yang berhubungan dengan toilet
training
e)Inkontinensia (akibat stinosis anal atau inpaksi)
f)Prolaps mukosa anorektal (penyebab inkontinensia)
g)Fistula kambuhan.

2.5 Manifestasi Klinis


Bayi muntah-muntah pada 24-48 jam setelah lahir dan tidak terdapat
defekasi mekonium. Gejala ini terdapat pada penyumbatan yang lebih tinggi.
Pada golongan 3 hampir selalu disertai fistula. Pada bayi wanita sering ditemukan
fistula rektovaginal (dengan gejala bila bayi buang air besar feses keluar dari
(vagina) dan jarang rektoperineal, tidak pernah rektourinarius. Sedang pada bayi
laki-laki dapat terjadi fistula rektourinarius dan berakhir di kandung kemih atau
uretra dan jarang rektoperineal. Gejala yang akan timbul:
1)Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran.
2)Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rektal pada bayi.

6
3)Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang letaknya salah.
4)Perut kembung.

2.6 Pemeriksaan Penunjang


Menurut Nurhayati (2009), untuk memperkuat diagnosis dapat dilakukan
pemeriksaan penunjang sebagai berikut:
1.Pemeriksaan radiologis, yang bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya
obstruksi intestinal atau menentukan letak ujung rektum yang buntu setelah bayi
berumur 24 jam. Pada saat pemeriksaan, bayi harus diletakkan dalam keadaan
posisi terbalik selama 3 menit, sendi panggul bayi dalam keadaan sedikit ekstensi,
kemudian dibuat foto pandangan anteroposterior dan lateral setelah petanda
diletakkan pada daerah lekukan anus.
2.Sinar-X terhadap abdomen yang bertujuan untuk menentukan kejelasan
keseluruhan bowel/usus dan untuk mengetahui jarak pemanjangan kantung
rektum dari sfingternya.
3.Ultrasonografi (USG) abdomen, yang bertujuan untuk melihat fungsi organ
intenal terutama dalam sistem pencernaan dan mencari adanya faktor reversibel
seperti obstruksi massa tumor.
4.CT Scan, yang bertujuan untuk menentukan lesi.
5.Rontgenogram pada abdomen dan pelvis, yang bertujuan untuk mengonfirmasi
adanya fistula yang berhubungan dengan saluran urinaria.

7
2.7 Klasifikasi
Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan, terdapat tiga letak:
1.Tinggi (supralevator): rektum berakhir di atas M. levator ani (M. puborektalis)
dengan jarak antara ujung buntu rektum dengan kulit perineum lebih dari 1 cm.
Letak upralevator biasanya disertai dengan fistel ke saluran kencing atau saluran
genital.
2.Intermediate :rektum terletak pada M. levator ani tetapi tidak menembusnya.
3.Rendah :rektum berakhir di bawah M. levator ani sehingga jarak antara kulit
dan ujung rektum paling jauh 1 cm.

2.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dibagi menjadi dua, yaitu:
1.Preventif
Menurut Nurhayati (2009), penatalaksanaan preventif yaitu: (a) diberikan
nasihat pada ibu hamil bahwa selama hamil muda untuk berhati-hati atau
menghindari obat-obatan, makanan yang diawetkan dan alkohol karena dapat
menyebabkan atresia ani; (b) pemeriksaan lubang dubur/anus bayi pada saat lahir
sangat penting dilakukan sebagai diagnosis awal adanya atresia ani. Sebab jika
sampai tiga hari diketahui bayi menderita ani atresia ani, jiwa bayi dapat terancam
karena feses yang tertimbun dapat mendesak paru-paru bayi dan organ yang lain.
2.Pasca Bayi Lahir
Menurut Rukiyah dan Yulianti (2012), begi penyidap kelainan tipe I
dengan stenosis yang ringan dan tidak mengalami kesulitan mengeluarkan tinja
tidak membutuhkan penanganan apapun. Sementara pada stenosis yang berat
perlu dilakukan dilatasi setiap hari dengan karakter uretra, dilatasi Hegar, atau
speculum hidung berukuran kecil. Selanjutnya orang tua dapat melakukan dilatasi

8
sendiri di rumah dengan jari tangan. Dilatasi dikerjakan beberapa kali seminggu
selama kurang lebih 6 bulan sampai daerah stenosis melunak dan fungsi defekasi
mencapai keadaan normal. Konstipasi dapat dihindari dengan pengaturan diet
yang baik dan pemberian laktulose. Bentuk operasi yang diperlukan pada tipe II,
baik tanpa atau dengan fistula, adalah anoplasti pcrincum, kemudian dilanjutkan
dengan dilatasi pada anus slama 23 bulan. Tindakan ini paling baik dilakukan
dengan dilator Hegar selama bayi di rumah sakit dan kemudian orang tua
penderita dapat memakai jari tangan di rumah sampai tepi anus lunak serta mudah
dilebarkan. Pada tipe III, apabila jarak antara ujung rektum uang buntu ke lekukan
anus kurang dari 1,5 cm, pembedahan rekonstruktif dapat dilakukan melalui
anoproktoplasti pada masa neonatus. Akan tetapi, pada tipe III biasanya perlu
dilakukan pembedahan definitif pada usia 12-15 bulan. Kolostomi bermanfaat
untuk:
a.Mengatasi obstruksi usus, memungkinkan pembedahan rekonstruktif dapat
dikerjakan dengan lapangan operasi yang bersih.
b.Memberikan kesempatan pada ahli bedah untuk melakukan pemeriksaan
lengkap dalam usaha menentukan letak ujung rektum yang buntu serta
menemukan kelainan bawaan yang lain, kolostomi dapat dilakukan pada kolon
transversum atau kolon sigmoideum. Beberapa metode pembedahan rekonstruktif
yang dapat dilakukan adalah operasi abdominoperineum terpadu pada usia 1
tahun, anorektoplasti sagital posterior pada usia 8-12 bulan, dan pendekatan
sakrum menurut metode Stephen setelah bayi berumur 6-9 bulan. Dilatasi anus
baru bisa dilakukan 10 hari setelah operasi dan selanjutnya dapat dilakukan oleh
orang tua di rumah, mula-mula dengan jari kelingking kemudian dengan jari
telunjuk selama 23 bulan setelah pembedahan definitif. Sedangkan pada
penanganan tipe IV dilakukan dengan kolostomi, untuk kemudian dilanjutkan
dengan operasi abdominal pull-through seperti kasus pada megakolon congenital.
Pemberian antibiotic seperti cefotaxim dan garamicin untuk mencegah infeksi
pada pasca operasi. Pemberian vitamin C untuk daya tahan tubuh

9
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
1. Biodata
a. Identitas Klien
b. Identitas Penanggung Jawab
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama:
Distensi abdomen
b. Riwayat Kesehatan Sekarang:
Muntah, perut kembung dan membuncit, tidak bisa buang air besar,
meconium keluar dari vagina atau meconium terdapat dalam urin
c. Riwayat Kesehatan Dahulu:
Klien mengalami muntah-muntah setelah 24-48 jam pertama kelahiran
d. Riwayat Kesehatan Keluarga:
Merupakan kelainan kongenital bukan kelainan/penyakit menurun
sehingga belum tentu dialami oleh angota keluarga yang lain
e. Riwayat Kesehatan Lingkungan:
Kebersihan lingkungan tidak mempengaruhi kejadian atresia ani

3.Pola Fungsi Kesehatan


a. Pola persepsi terhadap kesehatan
Klien belum bisa mengungkapkan secara verbal/bahasa tentang apa yang
dirasakan dan apa yang diinginkan
b. Pola aktifitas kesehatan/latihan
Pasien belum bisa melakukan aktifitas apapun secara mandiri karena
masih bayi
c. Pola istirahat/tidur
Diperoleh dari keterangan sang ibu bayi atau kelurga yang lain
d. Pola nutrisi metabolik

10
Klien hanya minum ASI atau susu kaleng
e. Pola eliminasi
Klien tidak dapat buang air besar, dalam urin ada mekonium
f. Pola kognitif perseptual
Klien belum mampu berkomunikasi, berespon, dan berorientasi dengan
baik pada orang lain
g. Pola konsep diri
1) Identitas diri : belum bisa dikaji
2) Ideal diri : belum bisa dikaji
3) Gambaran diri : belum bisa dikaji
4) Peran diri : belum bisa dikaji
5) Harga diri : belum bisa dikaji
h. Pola seksual Reproduksi
Klien masih bayi dan belum menikah
i. Pola nilai dan kepercayaan
Belum bisa dikaji karena klien belum mengerti tentang kepercayaan
j. Pola peran hubungan
Belum bisa dikaji karena klien belum mampu berinteraksi dengan orang
lain secara mandiri
k. Pola koping
Belum bisa dikaji karena klien masih bayi dan belum mampu berespon
terhadap adanya suatu masalah
3. Pemeriksaan Fisik
A. Keadaan Umum
Klien lemah
B. Tanda-tanda vital
 Nadi : 120 – 140 kali per menit
 Tekanan darah : normal
 Suhu : 36,5ºC – 37,6ºC
 Pernafasan : 30 – 40 kali per menit
 BB : > 2500 gram
 PB : normal
C. Data sistematik
1) Sistem kardiovaskuler
Tekanan darah normal
Denyut nadi normal (120 – 140 kali per menit )
2) Sistem respirasi dan pernafasan
Klien tidak mengalami gangguan pernapasan
3) Sistem gastrointestinal
Klien mengalami muntah-muntah, perut kembung dan membuncit
4) Sistem musculosceletal
Klien tidak mengalami gangguan sistem muskuloskeletal
5) Sistem integumen
Klien tidak mengalami gangguan sistem integumen
6) Sistem perkemihan
Terdapatmekoniumdidalamur

11
3.2 Dagnosa Keperawatan
a) Ansietas
b) Kesiapan peningkatan nutrisi
c) Gang. Rasa Nyaman
d) Resiko Infeksi
e) Gang. Eliminasi Urine

12
BAB IV
KASUS SEMU

Bayi laki laki Ny. N berusia 1 hari yang dirawat di RSU B dengan keluhan tidak
mempunyai anus dan perut kembung.
4.1 Identitas
A. Identitas Penderita
Nama : By. Ny.N
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat & tanggal Lahir : Surabaya
Umur : 20 jam
4.2 Anamnesis
Keluhan Utama : tidak mempunyai lubang anus
Diagnosis : atresia ani letak tinggi
a. Keluhan Utama
Anak tidak memiliki lubang anus.
b.Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien lahir 20 jam SMRS di rumah dengan bantuan bidan , bayi lahir cukup
bulan, dengan berat badan 3 kg. Saat lahir pasien langsunng menangis saat
dilahirkan. Saat hamil ibu tidak pernah melakukan pemeriksaan USG da tidak
melakukan pemeriksaan ke bidan setempat. Saat lahir pasien tidak mengelurkan
meconium dan saat diperiksa pasien tidak memiliki anus, kemudian pasien juga
mengalami perut kembung,mual dan menolak diberikan asi. telihat mengalami
sesak nafas.pasien juga mengalami muntah.Factor risiko ibu: keputihan gatal
berbau. Pasien setelah itu menjalankan operasi pemasangan stoma.pasien
dilakukan pembuatan stoma terdapat stoma dikuadran kiri bawah,warana stoma
merah terdapat luka post..pasien terdapat luka post PSA.leukosit pasien meningkat
15,96.10,3/L(4,7-11,3).

c.Riwayat Penyakit Dahulu


Tidak menderita penyakit serupa.
d. Riwayat Penyakit Keluarga

13
Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit dan keluhan serupa.
e. Riwayat Sosial Ekonomi
Ayah dan ibu pasien bekerja sebagai petani

Pemeriksaan Fisik
a.Tanggal : 19september 2019
b.Umur: 1 hari
c. Berat badan: 2850 g
Panjang badan: 47cm
d. Tanda vital
Kesadaran: Compos mentis
Denyut jantung: 151x menit
Suhu : 36,8’C
Respirasi : 46xmenit
SaO2 : -
Kulit : Tidak pucat, kemerahan pada kuku-kuku ekstrimitas, tidak juga kuning.
e.Kepala/leher
KepalaBentuk kepala mesosefal, alopesia (-), scar (-).
Rambut :Distribusi rambut tipis dan lurus, dengan warna hitam. Alis mata dan
bulu mata hitam dan tidak mudah dicabut.
Mata :konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, produksi air mata normal,
secret berlebih tidak ada.
Telinga: Pinna terbentuk sempurna, rekoil cepat kembali.
Hidung: Hidung berbentuk normal, simetris, tidak terdapat epistaksis, chonca
tidak edem dan hiperemi, sekret berlebih tidak ada. Pernafasan cuping hidung (-).
Mulut : warna merah tidak ada sianosis
f.Leher: perbesaran KGB (-)
g.Toraks :
Inspeksi : Bentuk simetris, retraksi tidak ada, iktus terlihat di linea
midklavikula sinistra ICS V.
Palpasi : fremitus vokalis simetris

14
Perkusi : Sonor all regio pulmo
Auskultasi : Vesikuler all regio, Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
h. Payudara : Areola menonjol berdiameter 2 cm.
i. Jantung : S1 > S2 tuggal, bising (-)
Batas jantung kanan : Linea parasternal
Batas jantung kiri :
j.Abdomen :
Inspeksi : Datar.
Auskultasi : BU= (+) N
Palpasi : Tidak ada pembesaran organ. (H/L/M≠teraba
Perkusi : Timpani
k.Ekstremitas : Akral hangat.
l.Genitalia :Laki-laki.
n.Anus : : Tidak ada.

15
ANALISA DATA ETIOLOGI MASALAH
KEPERAWATAN
DS: Atresia ani Resiko infeksi
Ibu mengatakan bahwa
anaknya lahir dibidan Feses tidak keluar
dengan kondisi atresia ani
Ibu mengatakan bahwa Feses menumpuk
anaknya dilakukan
pembuatan stoma. Peningkatan tekananan
Do: intraabdomonal
Lubang anus tidak ada
Operasi PSA

Perubahan
Defekasi:Pengeluaran
Tak Terkontrol

Trauma jaringan

Perawatan tidak adekuat

Resiko Infeksi

DS: Antresia ani Ansietas


-ibu klien mengeluh
sedikit khawatir pasien Feses Tidak Keluar
akan menjalani operasi
Feses menumpuk
DO:
-terdapat stoma Peningkatan Tekanan
dikuadran kiri Intraabdominal
bawah,warna stoma

16
merah Operasi PSA
-terdapat luka post PSA
Ansietas

DS: Antresia ani Kesiapan peningkatan


-ibu klien mengatakan nutrisi
bahwa anaknya sering Feses Tidak Keluar
muntah
DO: Feses menumpuk
-anak menangis
,mual,perut Reabsorbsi sisa
kembung,menolak metabolisme
pemberian ASI
Keracunan

Mual, muntah

Kesiapan peningkatan
nutrisi

Atresia ani Gangguan rasa nyaman


DS:
-ibu pasien mengatakan Feses tidak keluar
pasien mual.
DO: Feses menumpuk
-pasien menangis
Peningkatan Tekanan
Intraabdominal

17
Operasi PSA

Perubahan Defekasi:
Pengeluaran Tak
Terkontrol
Iritasi Mukosa

Resiko kerusakan kulit

Gang. Rasa Nyaman

DS:- Antrasia ani Gangguan eliminasi


DO:- urin
Vistel Rektovaginal

Feses Masuk Ke Uretra

Mikroorganisme masuk
ke saluran kemih

Dysuria

Gang. Rasa nyaman

Gangguan eliminasi
urin

SDKI SLKI SIKI


Ansietas Setelah dilakukan tindakan Reduksi ansietas

18
keperawatan selama 2x24 jam Observasi :
dengan luaran Tingkat Ansietas -Identifikasi saat tingkat
dapat mengurangi gejala dan ansietas berubah (mis.
menormalkan indikator sebagai Kondisi,waktu, stressor}
berikut -Monitor tanda-tanda
-verbilisasi khawatir akibat ansietas.
kondisi yang dihadapi :menurun Terapeutik :
-kensentrasi :membaik -Ciptakan suasana
-pola berkemih :membaik terapeutik untuk
menumbuhkan
kepercayaan
-Temani pasien untuk
mengurangi kecemasan,
jika memungkinkan
-Gunakan pendekatan
yang tenang dan
meyakinkan
-Motivasi
mengidentifikasi situasi
yang memicu kecemasan
Edukasi :
-Jelaskan
prosedur,termasuk
sensasi yang mungkin
dialami
-Informasikan secara
faktual mengenai
diagnosis, pengobatan ,
dan prognosis
-Anjurkan
mengungkapkan
perasaan dan persepsi

19
-Latih teknik relaksasi
Kolaborasi :
-Kolaborasi pemberian
obat antlansietas , jika
perlu

SDKI SLKI SIKI


Kesiapan Setelah dilakukan tindakan Edukasi Nutrisi :
peningkatan nutrisi keperawatan selama 2x24 jam Observasi :

20
dengan luaran Status Nutrisi -Periksa status gizi, status
dapat mengurangi gejala dan alergi, program diet,
menormalkan indikator kebutuhan dan
sebagai berikut : kemampuan pemenuhan
-nafsu makan: membaik kebutuhan nutisi
-verbalisasi keinginan untuk -Identifikasikan
meningkatkan kemampuan dan waktu
nutrisi:meningkat yang tepat menerima
-sikap terhadap makanan/ informasi
minuman sesuai dengan tujuan Terapeutik :
kesehatan:meningkat -Persiapkan materi dan
media seperti jenis-jenis
nutrisi, tabel makanan
penukar, cara mengelola,
cara menakar makanan
Edukasi :
-Jelaskan pada pasien dan
keluarga alergi makanan,
makanan yang harus
dihindari, kebutuhan
jumlah kalori, jenis
makananyang dibutuhkan
pasien
-Ajarkan cara
melaksanakan diet sesuai
program (mis. Makanan
tinggi protein,rendah
garam, rendah kalori

-Ajarkan pasien/keluarga
memonitor asupan kalori
dan makanan (mis,

21
menggunakan buku
harian)
-Ajarkan pasien dan
keluarga memantau
kondisi kekurangan gizi

SDKI SLKI SIKI


Gangguan rasa Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri :
nyaman keperawatan selama 2x24 jam Observasi
dengan luaran Status -Identifikasi lokasi,

22
Kenyamanan dapat karakteristik,durasi,
mengurangi gejala dan frekuensi, kualitas ,
menormalkan indikator intensitas nyeri
sebagai berikut : -Identifikasi skala nyeri
-mual :menurun -Identifikasi factor yang
-menangis:menurun memperberat dan
-pola hidup :membaik memperingan nyeri
-pola tidur:membaik -Monitor efek samping
penggunaan analgetik
Terapeutik :
-Berikan teknik
nonfarmakolois untuk
mengurangi rasa nyeri
(mis, TENS, hypnosis,
akupresur, terapi
musik,biofeedback, terapi
pijat, aromaterapi, teknik
imajinasi terbimbing,
kompres
hangat/dingin,terapi
bermain)
-Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri

Edukasi :
-Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu nyeri
-Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
-Anjurkan mwnggunakan

23
analgetik secara tepat
-Anjurkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
-Kolaborasi pemberian
analgetik,jika perlu

SDKI SLKI SIKI


Resiko infeksi Setelah dilakukan tindakan Pencegahan infeksi
keperawatan selama 2x24 jam Observasi :
dengan luaran Tingkat Infeksi -Monitor tanda dan gejala
dapat mengurangi gejala dan infeksi lokal sistemik
menormalkan indikator sebagai Terapeutik :

24
berikut : -Batasi jumlah
-kemerahan :menurun pengunjung
-nafsu makan :meningkat -Berikan perawatan kulit
-kultur area luka :membaik pada area edema
-kultur feses:membaik -Cuci tangan sebelum dan
sesudah kontak dengan
pasien
-Pertahankan teknik
aseptic
Edukasi :
-Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
-Ajarkan mencuci tangan
dengan benar
-Ajarkan cara memeriksa
kondisi luka operasi
-Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
-Anjurkan meningkatkan
asupan cairan

SDKI SLKI SIKI


Gangguan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Eliminasi
eliminasi urin keperawatan selama 2x24 jam Urine
dengan luaran Eliminasi Urine Observasi :
dapat mengurangi gejala dan -Identifikasi tanda dan
menormalkan indikator sebagai gejala retensi atau
berikut : inkontinensia urine

25
-frekuensi BAK :membaik -Identifikasi factor yang
-karakteristik urine :membaik menyebabkan retensi atau
-sensasi berkemih:meningkat inkontinesia urine
-Monitor eliminasi urine
(mis,
frekuensi,konsistensi,
aroma, volume, dan
warna
Terpeutik :
-Catat waktu-waktu dan
haluaran berkemih
-Ambil sample urine
tengah (midstream) atau
kultur
Edukasi :
-Ajarkan tanda gejala
infeksi saluran kemih
-Ajarkan mengambil
specimen urine
midstream
-Ajarkan terapi modalitas
penguatan otot-otot
panggul/berkemihan
-Anjurkan minum yang
cukup, jika tidak ada
kontraindikasi
Kolaborasi :
-Kolaborasi pemberian
obat supositoria uretra,
jika perlu

26
DAFTAR PUSTAKA

https://www.cincinnatichildrens.org/health/i/imperforate-anus (diakses pada 09


November 2016)
Huda, Nuraruf Amin, dkk. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Medis dan Nanda Nic-Noc Edisi Revisi Jilid 1. Yogyakarta. Mediaction
Irfandi,Febri.2012.AskepAtresiaAni.Jombang.http://chocolateperfect.blogspot.co.i
d

27
Lynn, Betz Cecily, dkk. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri Edisi 5. Jakarta.
EGC
Marlaim. 2002. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Jilid 1. Jakarta. Fakultas
Kedokteran UI
Nurhayati. 2009. Asuhan Kegawatdaruratan dan Penyulit Pada Neonatus.
Jakarta. Trans Info Media
Yeyen, Rukiyah Ai, dkk. 2009. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta.
Trans Info Media

28

Anda mungkin juga menyukai