BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Kehamilan adalah hasil akhir dari suatu fertilisasi yang terjadi karena
adanya pertemuan dan persenyawaan antara sel telur (ovum) dan sel mani
(spermatozoon). (Firman, 2010)
Kehamilan merupakan hal fisiologis. Walaupun demikian, jika perempuan
hamil memiliki penyakit tertentu, penting diketahui penyakit yang diderita akan
mempengaruhi kehamilan atau sebaliknya kehamilan akan mempengaruhi
perjalanan penyakit. Tatalaksana penyakit pada kehamilan tidak hanya meliputi
periode antenatal, namun juga periode persalinan dan post partum. Selain itu
dalam tatalaksana farmakologik perlu diperhatikan keamanan pemberian obatobatan bagi janin yang dikandung, karena ini semua berpengaruh terhadap
morbiditas dan mortalitas. (FKUI, 2008)
Banyak timbul spekulasi mengenai efek-efek yang mungkin timbul
sehubungan dengan menurunnya surveilans imun selama kehamilan. Walaupun
terjadi perubahan ringan kadar immunoglobulin dalam darah selama kehamilan,
perubahan ini tampaknya tidak menimbulkan dampak. Kemotaksis dan daya
lekat leukosit polimorfonuklear mungkin berkurang mulai pertengahan
kehamilan.
Penilaian
tentang
imunitas
selular
sulit
dilakukan,
tetapi
menunjukkan bahwa limfosit ibu sama kompetennya seperti sel ayah atau sel lain
dalam menghasilkan respons sitotoksik (Williams, 2005)
Wanita hamil dan janinnya rentan terhadap banyak infeksi dan penyakit
infeksi. Beberapa penyakit ini mungkin cukup serius dan mengancam nyawa bagi
ibu, sementara yang lain menimbulkan dampak besar pada neonatus karena
besarnya kemungkinan infeksi pada janin. (Williams, 2005)
I.2 Tujuan
a. Tujuan Umum
Tujuan penyajian referat ini adalah untuk mengetahui tentang infeksi pada ibu
hamil dan memahami dengan baik guna membantu dalam pencegahan
penyakit ini.
b. Tujuan Khusus
Untuk memenuhi persyaratan mengikuti Ujian Akhir Blok.
I.3 Manfaat
1. Menjadi bahan pembelajaran pribadi yang menambah pengetahuan serta
wawasan penulis mengenai infeksi pada ibu hamil.
2. Memberi wawasan untuk teman mahasiswa lain.
3. Menambah bahan pustaka bagi institusi.
BAB II
PEMBAHASAN
II.1. Infeksi Virus pada Ibu Hamil
A. Human immunodeficiency virus (HIV) dan Acquired immunodeficiency
syndrome (AIDS)
1) Definisi
Human immunodeficiency virus (HIV) adalah virus yang
menyerang sistem kekebalan tubuh manusia. Virus HIV yang masuk ke
dalam tubuh akan berkembang biak. Virus HIV akan masuk kedalam sel
adarah putin dan merusaknya, sehingga sel darah putih yang berfungsi
sebagai pertahanan terhadap infeksi akan menurun jumlahnya. Akibatnya,
sistem kekebalan tubuh menjadi lemah dan penderita mudah terkena
berbagai penyakit. (DEPKES RI, 2001)
Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) adalah sindroma
dengan gejala penyakit infeksi oportunistik atau kanker tertentu akibat
menurunnya
sistem
kekebalan
tubuh
oleh
infeksi
(AIDS)
Human
merupakan
2) Epidemiologi
Jumlah wanita penderita AIDS di dunia terus bertambah,
khususnya pada usia reproduksi. Sekitar 80% penderita AIDS anak-anak
mengalami infeksi perinatal dari ibunya. Laporan CDC (center for disease
control) Amerika memaparkan bahwa seroprevalensi HIV pada ibu
prenatal adalah 0,0%-1,7%, pada saat persalinan 0,4%-2,3% dan 9,4%29,6% pada ibu hamil yang biasa menggunakan narkotika intra vena.
(Sarwono, 2006)
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa kehamilan dapat
memperberat kondisi klinik wanita dengan infeksi HIV. Penelitian di
Amerika Serikat dan Eropa menunjukkan bahwa risiko transmisi perinatal
pada ibu hamil adalah 20%-40%. Transmisi dapat terjadi melalui plasenta,
perlukaan dalam proses persalinan atau melalui ASI. Walaupun demikian
WHO menganjurkan agar ibu dengan HIV (+) tetap menyusui bayinya
mengingat manfaat ASI yang lebih besar dibandingkan dengan risiko
penularan HIV. (Sarwono, 2006)
3) Patogenesis
Virus masuk kedalam tubuh manusia terutama melalui perantara
darah, semen dan secret vagina. Sebagian besar 75% penularan terjadi
melalui hubungan seksual. Human immunodeficiency virus (HIV)
awalnya dikenal dengan nama lymphadenopathy associated virus (LAV)
merupakan golongan retrovirus dengan materi genetic ribonucleic acid
(RNA) yang dapat diubah menjadi deoxyribonucleic acid (DNA) untuk
diintegrasikan ke dalam sel pejamu dan deprogram membentuk gen virus.
Virus ini cenderung menyerang sel jenis tertentu, yaitu sel-sel yang
mempunyai antigen permukaan CD4, terutama limfosit T yang
memegang peranan penting dalam mengatur dan mempertahankan sistem
kekebalan tubuh. (Sarwono, 2012)
4) Gejala klinis
Infeksi HIV memberikan gambaran klinik yang tidak spesifik
dengan
spektrum
yang
lebar, mulai
dari
infeksi
tanpa
gejala
imun yang berat, maka terjadi berbagai infeksi oportunistik dan dapat
dikatakan pasien telah masuk pada keadaan AIDS. Perjalanan penyakit
lambat dan gejala-gejala AIDS rata-rata baru timbul 10 tahun sesudah
infeksi pertama, bahkan bisa lebih lama lagi. (Sarwono, 2012)
Penderita HIV mempunyai gejala awal yang tidak spesifik seperti
fatigue, anoreksia, berat badan menurun atau mungkin menderita
kandidiasis orofaring maupun vagina. (Sarwono, 2006)
5) Penatalaksanaan
Sampai saat ini belum ada pengobatan AIDS yang memuaskan.
Pemberian AZT (zidovudine) dapat memperlambat kematian dan
menurunkan frekuensi serta beratnya infeksi opportunistic. Pengobatan
infeksi HIV dan penyakit opportunistiknya dalam kehamilan merupakan
masalah, karena banyak obat belum diketahui dampak buruknya terhadap
kehamilan. Dengan demikian pencegahan menjadi sangat penting
peranannya, yaitu hubungan seksual yang sehat, menggunakan alat
kontrasepsi dan mengadakan tes terhadap HIV sebelum kehamilan.
(Sarwono, 2006)
Dalam persalinan, seksio sesaria bukan merupakan indikasi untuk
menurunkan risiko infeksi pada bayi yang dilahirkan. Penularan kepada
penolong persalinan dapat terjadi dengan rate 0-1% per tahun exposure.
Oleh karena itu di anjurkan untuk melaksanakan upaya pencegahan
terhadap penularan infeksi bagi petugas kamar bersalin sebagai berikut:
a. Gunakan gaun, sarung tangan dan masker yang kedapa air dalam
b.
c.
d.
e.
menolong persalinan.
Gunakan sarung tangan saat menolong bayi
Cucilah tangan setiap selesai menolong penderita
Gunakan pelindung mata
Peganglah plasenta dengan sarung tangan dan beri label sebagai
barang infeksious
f. Jangan menggunakan pengisap lendir bayi melalui mulut
g. Bila curiga adanya kontaminasi, lakukan konseling dan periksa
antibodi terhadap HIV serta dapatkan AZT sebagai profilaksis.
(Sarwono, 2006)
6) Pencegahan penularan HIV/AIDS
kontak seksual secara fekal oral. Hepatitis non A dan non B tidak jelas
diketahui penularan secara kontak seksualnya. Hepatitis non A dan non B
yang saat ini disebut sebagai hepatitis C, ternyata merupakan
permasalahan yang cukup besar mengingat selama ini tidak pernah
dilakukan
skrining
pada
donor
darah,
sedangkan
infeksi
yang
secara akut dan merupakan wabah pada daereah dengan sanitasi buruk.
(Sarwono, 2012)
Wabah pernah dilaporkan terjadi di India, Burma, China, dan
Afganistan. Di Indonesia pernah dilaporkan terhadi di Jawa Barat pada
tahun 1983 dan di Kalimantan 1989. (Sarwono, 2012)
Dari ibu hamil yang terinfeksi ini 42,86% mengalami nifeksi
akut dan 30% kemudian mengalami hepatitis fulminan, dengan 25%
kematian ibu, dimana 2 ibu meninggal sebelum melahirkan dan 1
meninggal segera pascapersalinan. Dari ibu hamil dengan RNA-VHE
positif 92,86% akan tertular dan mengalami ikterus atau tanda klinik
lainnya, teyapi hanya 2 yang meninggal dan sisanya sembuh total.
(Sarwono, 2012)
6) Penatalaksanaan
Pengobatan terhadap infeksi virus hepatitis tidak ada yag spesifik,
dalam kehamilan sama dengan di luar kehamilan. Penderita harus dirawat,
istirahat baring, dan diet tinggi protein, rendah lemak. Infuse cairan untuk
keperluan kalori dan elektrolit harus diberikan apabila penderita mual dan
muntah-muntah. (Sarwono, 2006)
7) Pencegahan
Pencegahan dengan vaksinasi sebaiknya dilakukan. Seorang
wanita yang telah pasti terpapar virus hepatitis B harus diberikan
imunisasi HBIG (hepatitis B immuneglobulin) dengan dosis 0,06ml/kgBB
IM dosis tunggal dalam jangka waktu 14 hari setelah terpapar, kemudian
dilanjutkan dengan serial vaksin HB. Untuk wanita yng diketahui
mempunyai risiko untuk menjadi terpapar HbAg dianjurkan untuk
dilakukan vaksinasi HB dalam waktu 6 bulan setelah terpapar. Pada ibu
hamil sebaiknya diberikan pula vaksinasi untuk mencegah infeksi
hepatitis. (Sarwono, 2006)
C. Rubela
1) Definisi
Rubela merupakan penyakit saluran pernafasan dengan masa
inkubasi 2-3 minggu, disebabakan olejh infeksi virus RNA rantai tunggal
10
Serikat
menagalami peningkatan dari tahun 80an hingga awal 90. Salah satu
penyebabnya adalah kegagalan vaksinasi MMR (measles mumps rubela)
terhadap kelompok individu yang rentan terhadap infeksi tersebut.
(Purwita, 2008)
3) Gejala klinis
Gejala klinis yang dapat muncul antara lain eksantema
makulopapular diskret berwarna merah muda, yang berawal dari wajah
dan menyebar ke batang tubuh dan ekstremitas. Gejala sistemik seperti
limfadenopati postaulikular dan suboksipetal, demam, serta nyeri sendi
juga dapat dijumpai. Sekitar 25-50% infeksi rubela tidak bergejala.
(Purwita, 2008)
4) Penatalaksanaan
Tidak ada terapi anti viral spesifik untuk infeksi rubela. Vaksinasi
merupakan upaya preventif yang dianjurkan, mengingat angka kegagalan
proteksinya cukup rendah. Vaksinasi MMR memberikan proteksi jangka
panjang pada 95% kasus. Jadwal imunisasai MMR yang dianjurkan ialah
pada usia 12-15 bulan. Wanita yang tidak memiliki antibodi IgG spesifik
terhadap rubela perlu mendapat imunisasi, dan tidak boleh hamil sampai 3
bulan setelah mendapat suntikan MMR. Kontraindikasi vaksinasi MMR
antara lain kehamilan. Pemberian terapi simptomatis dengan asetaminofen
dapat diberikan untuk mengurangi keluhan. (Purwita, 2008)
5) Pencegahan
11
Untuk
mengeradikasi
penyakit
secara
tuntas,
dianjurkan
12
3) Patogenesis
Infeksi CMV terjadi secara primer terjadi pada masa anak dan
dewasa. Infeksi ini ditandai dengan adanya limfosit atipikal pada darah
tepi. Virus sitomegalo (CMV) yang telah menginfeksi jaringan akan
bertahan lama di jaringan host tersebut. Transmisi melalui darah atau
transplantasi organ terjadi akibat sifat infeksi ini yang tidak terdeteksi
secara klinis (silent infections). (Purwita, 2008)
4) Gejala klinis
Pada umumnya tidak menunjukkan gejala klinis, dan beberapa
pasien dapat memberikan gejala mononucleosis like syndrome, seperti
demam, nyeri tenggorok, mialgia, fatigue, dan diare. Gejala sistemik lain
yang dapat dijumpai adalah lesi kulit, limfadenopati, faringitis,
hepatosplenomegali,
peningkatan
enzim
transaminase
13
14
5) Penatalaksanaan
Mengingat infeksi HSV selain pada trimester akhir kehamilan
hampir tidak memberikan dampak klinis kepada janin, terapi anti viral
dibatasi penggunaannya hanya untuk infeksi maternal dengan gejala yang
berat. Asiklovir, valasiklovir dan famsiklovir merupakan anti viral yang
efektif terhadap HSV, tetapi hanya asiklovir yang telah terbukti aman
digunakan untuk wanita hamil. Dosis asiklovir untuk infeksi HSV pada
wanita hamil tidak berbeda dengan wanita yang tidak hamil. (Purwita,
2008)
6) Pencegahan
Ibu dengan herpes genital aktif boleh merawat dan menyusui
bayinya, tetapi kebersihan tangan harus dijaga, dan dianjurkan untuk
selalu mencuci tangan sebelum memegang bayi. Ditambahkan mengenai
HSV yang berat dan pemberian obat secara intra vena. (Purwita, 2008)
(TBC)
disebababkan
oleh
kuman
15
tersebut, maka akan terjadi suatu proses respon inflamasi lokal yang
diawali dengan dikeluarkannya tumor necrosis factor alpha (TNF-) dan
kemikin inflamasi, dimana hal ini akan menyebabkan rekruitmen dari
sel-sel leukosit ke tempat inflamasi tersebut. Sel leukosit yang berada di
tempat inflamasi ini juga akan turur menghasilkan kemokin dan sitokin,
menyebabkan amplifikasi respons inflamasi yang sudah terjadi, dengan
pembentukan Granuloma (afek primer/nodu; gohn) sebagai hasil akhirnya
yakni suatu kumpulan massa seluler yang terdiri dari makoofag terinfeksi,
makrofag berbusa (foamy macrophage), serta sel-sel limfosit, yang
dikelilingi oleh kolagen dan komponen matriks ekstraseluler lainnya.
Pada sisi yang lain, fagositosis kuman tuberculosis oleh leukosit ini akan
mempermudah terjadinya penyebaran hematogen. (Purwita, 2008)
4) Gejala klinis
Beberapa gejala dan tanda klinis pada tuberculosis seperti anemia,
peningkatan laju endap darah, serta penurunan kadar albumin serum
merupakan gejala dan tanda klinis yang dapat juga dijumpai pada
kehamilan normal, sehingga dapat menyamarkan kemunculan infeksi
tuberculosis pada perempuan hamil. Hal ini tentu saja perlu disadari oleh
pada tenaga medis yang menangani pasien hamil guna meingkatkan
kewaspadaan dan kecurigaan
16
dan
etambutol
(EMB).
Secara
khusus
PZA
belum
bahwa
penyakit
ini
menurun
angka
kejadiannya
17
18
19
20
terhirup atau termakan kista dari kotoran hewan seperti kucing yang ada
di tanah, memakan buah atau sayuran yang tercemar atau dari tanah yang
mengandung kista toksoplasma. Pada tanah yang lembab, kista ini dapat
bertahan dan bersifat infeksius sampai dengan 1 tahun. Cara ketiga
adalah melalui plasenta ibu ke janin, bias terjadi apabila infeksi primer
terjadi saat hamil. Penularan melalui transfuse jarang didapatkan
walaupun biasa terjadi. (Purwita, 2008)
Parasit T.gondii bersifat intraseluler, dapat menginfeksi burung
dan mamalia. Terdapat 2 tahapan infeksi, pertama adalah yang terjadi
pada host peranta (intermedieate) di mana bradizoit atau ookista sponula
termakan dan berubah menjadi takizoit pada host intermedieate ini
(manusia, tikus, sapi, dan burung). Takizoit akan dieliminasi oleh tubuh
melalui sistem imun humoral dan seluler. Tahapan infeksi paling penting
terjadi pada tubuh kucing sebagai host definitif. (Purwita, 2008)
4) Penatalaksanaan
Terapi untuk toksoplasmosis pada wanita hamil diberikan jika
terdapat gejala klinis dan hasil uji serologi IgM spesifik terhadap
T.gondii positif. Pada saat hamil, spiramisin diberikan dengan dosis 3
gram perhari dibagi 3-4 dosis selama 3-4 minggu sampai usia kehamilan
mencapai 18 minggu. Karena obat ini tidak melalui sawar plasenta maka
apabila telah didapatkan tanda infeksi pada janin maka harus
dipertimbangkan permberian sulfadiazine. Setelah 18 minggu kehamilan
terapi yang dapat diberikan adalah pirimetamin 2x50 mg oral setiap 2
hari dikombinasi sulfadiazine 75mg/kbBB/hari 4 kali sehari sampai
dengan persalinan. Sebagai tambahan, dapat diberikan asam folinik intra
muscular atau oral 3 kali seminggu, mengingat pirimetamin merupakan
antagonis asam folinik. Namun demikian terapi yang tersedia adalah
asam folat dengan dosis 1x 15mg per hari setiap 3 hari. [julianto
wicaksono]. Protocol terapi tersebut dapat dilanjutkan sampai beberapa
bulan jika gejala yang timbul berat. (Purwita, 2008)
5) Pencegahan
21