Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH BIOETIKA ATAU BIOMEDIS

BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Kemajuan teknologi yang semakin pesat membuat akses informasi yang beredar seolah
tak terbendung. Masyarakat semakin cerdas dalam menentukan pilihan, yang salah satunya
adalah pilihan dalam urusan kesehatan. Dengan akses informasi yang tak terbatas inilah,
masyarakat semakin diperdalam pengetahuannya dalam bidang kesehatan, terutama mengenai
hak hak yang wajib mereka dapat dan bahkan mengenai penyakit yang mereka derita.
Seorang dokter yang baik tentu harus memperhatikan hal tersebut, agar bisa
mengimbangi pasien yang datang untuk berobat padanya. Penerapan kaidah bioetik merupakan
sebuah keharusan bagi seorang dokter yang berkecimpung didalam dunia medis, karena kaidah
bioetik adalah sebuah panduan dasar dan standar, tentang bagaimana seorang dokter harus
bersikap atau bertindak terhadap suatu persoalan atau kasus yang dihadapi oleh pasiennya.
Kaidah bioetik harus dipegang tegush oleh seorang dokter dalam proses pengobatan
pasien, sampai pada tahap pasien tersebut tidak mempunyai ikatan lagi dengan dokter yang
bersangkutan.

B.       Rumusan Masalah
1.      Apa Pengertian Bioetika?
2.      Darimana Asal Kata Bioetika?
3.      Apa Tujuan Bioetika?
4.      Jelaskan Tantangan Masyarakat Masyarakat Terhadap Permasalahan Bioetika?
5.      Apa Masalah-masalah yang timbul dalam Bioetika?

C.      Tujuan
1.      Mengetahui Pengertian Bioetika.
2.      Mengetahui Asal Kata Bioetika.
3.      Mengetahui Tujuan Bioetika.
4.      Mengetahui Tantangan Masyarakat Masyarakat Terhadap Permasalahan Bioetika.
5.      Mengetahui Masalah-masalah yang timbul dalam Bioetika.
BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Bioetika
Perkembangan yang begitu pesat di bidang biologi dan ilmu kedokteran membuat etika
kedokteran tidak mampu lagi menampung keseluruhan permasalahan yang berkaitan dengan
kehidupan. Etika kedokteran berbicara tentang bidang medis dan profesi kedokteran saja,
terutama hubungan dokter dengan pasien, keluarga, masyarakat, dan teman sejawat. Oleh karena
itu, sejak tiga dekade terakhir ini telah dikembangkan bioetika atau  yang disebut jugadengan
etika biomedis.
Menurut F. Abel, Bioetika adalah studi interdisipliner tentang masalah-masalah yang
ditimbulkan oleh perkembangan biologi dan kedokteran, tidak hanya memperhatikan masalah-
masalah yang terjadi pada masa sekarang, tetapi juga memperhitungkan timbulnya masalah pada
masa yang akan datang.
Bioetika berasal dari kata bios yang berati kehidupan dan ethos yang berarti norma-norma
atau nilai-nilai moral. Bioetika merupakan studi interdisipliner tentang masalah yang
ditimbulkan oleh perkembangan di bidang biologi dan ilmu kedokteran baik skala mikro maupun
makro, masa kini dan masa mendatang. Bioetika mencakup isu-isu sosial, agama, ekonomi, dan
hukum bahkan politik. Bioetika selain membicarakan bidang medis, seperti abortus, euthanasia,
transplantasi organ, teknologi reproduksi butan, dan rekayasa genetik, membahas pula masalah
kesehatan, faktor budaya yang berperan dalam lingkup kesehatan masyarakat, hak pasien,
moralitas penyembuhan tradisional, lingkungan kerja, demografi, dan sebagainya. Bioetika
memberi perhatian yang besar pula terhadap penelitian kesehatan pada manusia dan hewan
percobaan.
Masalah bioetika mulai diteliti pertama kali oleh Institude for the Study of Society, Ethics
and Life Sciences, Hasting Center, New York pada tahun 1969. Kini terdapat berbagai isu etika
biomedik.
Di Indonesia, bioetika baru berkembang sekitar satu dekade terakhir yang dipelopori oleh
Pusat Pengembangan Etika Universitas Atma Jaya Jakarta. Perkembangan ini sangat menonjol
setelah universitas Gajah Mada Yogyakarta yang melaksanakan pertemuan Bioethics 2000; An
International Exchange dan Pertemuan Nasional I Bioetika dan Humaniora pada bulan Agustus
2000. Pada waktu itu, Universitas Gajah Mada juga mendirikan center for Bioethics and Medical
humanities. Dengan terselenggaranya Pertemuan Nasional II Bioetika dan Humaniora pada tahun
2002 di Bandung, Pertemuan III pada tahun 2004 di Jakarta, dan Pertemuan IV tahun 2006 di
Surabaya serta telah terbentuknya Jaringan Bioetika dan Humaniora Kesehatan Indonesia
(JBHKI) tahun 2002, diharapkan studi bioetika akan lebih berkembang dan tersebar luas di
seluruh Indonesia pada masa datang.
Humaniora merupakan pemikiran yang beraitan dengan martabat dan kodrat manusia,
seperti yang terdapat dalam sejarah, filsafat, etika, agama, bahasa, dan sastra.

B.       Asal Kata Bioetika


Sepanjang perjalanan sejarah dunia Kedokteran, banyak defenisi dan paham mengenai
bioetika yang dilontarkan oleh para ahli etika dari berbagai belahan dunia. Pendapat pendapat ini
dibuat untuk merumuskan suatu pemahaman bersama tentang apa itu bioetika.
Bioetika berasal dari kata bios yang berati kehidupan dan ethos yang berarti norma-
norma atau nilai-nilai moral. Bioetika merupakan studi interdisipliner tentang masalah yang
ditimbulkan oleh perkembangan di bidang biologi dan ilmu kedokteran baik skala mikro maupun
makro, masa kini dan masa mendatang. Bioetika mencakup isu-isu sosial, agama, ekonomi, dan
hukum bahkan politik. Bioetika selain membicarakan bidang medis, seperti abortus, euthanasia,
transplantasi organ, teknologi reproduksi butan, dan rekayasa genetik, membahas pula masalah
kesehatan, faktor budaya yang berperan dalam lingkup kesehatan masyarakat, hak pasien,
moralitas penyembuhan tradisional, lingkungan kerja, demografi, dan sebagainya. Bioetika
memberi perhatian yang besar pula terhadap penelitian kesehatan pada manusia dan hewan
percobaan.
Menurut F. Abel, Bioetika adalah studi interdisipliner tentang masalah-masalah yang
ditimbulkan oleh perkembangan biologi dan kedokteran, tidak hanya memperhatikan masalah-
masalah yang terjadi pada masa sekarang, tetapi juga memperhitungkan timbulnya masalah pada
masa yang akan datang.

C.      Tujuan Bioetika
a.        Bioetika sangat diperlukan sebagai pengawal riset biologi dan bioteknologi modern.
b.       Pembelajaran bioetika diarahkan untuk mencegah dampak negatif yang muncul dari teknologi.
c.        Pembelajaran bioetika menunjukkan pada mahasiswa untuk menjadi ilmuwan yang memiliki
tanggung jawab sosial.
d.       Pembelajaran bioetika dibutuhkan karena menekankan pada pengembangan berpikir kritis untuk
menentukan sisi baik dan buruk atau dimensi etis dari biologi modern dan teknologi yang terkait
dengan kehidupan.
e.        Pembelajaran bioetika dapat melatih mahasiswa menjadi ilmuwan biologi yang dapat
mempertimbangkan tindakan-tindakan yang akan dilakukan sebagaimana pengembangan pola
berpikir yang dikemukakan Rasulullah SAW yaitu pola berpikir menggunakan akal.

D.      Tantangan Masyarakat Masyarakat Terhadap Permasalahan Bioetika


1.      Lingkungan
Biologi adalah ilmu pengetahuan yang paling lekat dengan manusia dalam alam
lingkungan kehidupannya. Pada akhir decade 1990-an Olson mengangkat topik-topik genetika,
keragaman hayati, ilmu syaraf (neuroscience), evolusi serta moral dan etika dalam bahasannya
mengenai masa depan perkembangan ilmu hayati dan sekaligus merupakan strategi masa depan
bagi pengembangannya.
Objek kajian hayati/biologis meliputi klasifikasi dan sistematik, morfologi atau struktur,
fisiologi atau operasional hidup, anatomi dan sitologi atau struktur mikroskopik, proses yang
khas seperti pertumbuhan dan aspek metabolisme serta kajian aspek aplikasi hayati/biologi
seperti rekayasa genetika, transgenik/cloning, kultur jaringan, breeding, hibridisasi dan rekayasa
hayati lainnya.
Pengaplikasian mengenai bioetika sudah menjadi keharusan bagi ilmuwan-peneliti yang
ada di ilmu hayat ini dan etika keilmuan sudah lebih lama dikenal di Indonesia ini. Bioetika
diartikan tidak lain sebagai pedoman aktivitas biologiwan atau ahli-ahli biologi di dalam
melakukan pekerjaannya sehingga tidak menimbulkan efek negatif bagi kehidupan.
Akal merupakan faktor utama dalam proses mendapatkan ilmu. Faktor akal ini yang
membedakan manusia dari hewan, maka dapat diterima dalam menemukan ilmu biologi Islam,
penggunaan pancaindera yang sehat dan akal yang sehat untuk memahami kebenaran hakekat
dari fenomena hayati organisme tumbuhan dan hewan/manusia yang hidup.
Saintis/biologiwan mencari hakekat atau realitas dibalik alam fenomenal yang lahir yang
mampu merangkum berbagai performens hayati. Akan tetapi pencarian ilmu biologis kurang atau
sedikit sekali menggunakan daya ilhami, karena ontologi biologi yang mensifatkan demikian,
yang berbeda dengan sains sosial atau psikologi. Fenomena biologi umumnya bersifat fisik yang
mudah ditangkap oleh indera. Oleh karena itu biologiwan sedikit mendapat penjelasan secara
ilhami. Meskipun demikian , dalam perjalanannya sering kita dengar berita dari para penemu
sains terjadinya “lucky discovery”. Penemuan yang muncul tiba-tiba. Ilham/intuisi yang
mengakhiri kemandegan saintis dalam pencarian ilmunya.
Aristoteles 300 SM menyatakan pemikirannya, bahwa binatang atau mahluk kecil itu
munculnya begitu saja dari benda yang mati. Pemikiran itu dianut juga oleh Needham, pendeta
orang Irlandia yang pada tahun 1745-1750 mengadakan percobaan dan penelitian dengan variasi
emulsi dan cairan biji-bijian, daging dan substrat lainnya. Air rebusan yang disediakan disimpan
rapat-rapat dalam wadah tertutup, namun mikroorganisme dapat muncul dan hidup pada media
tersebut. Kesimpulannya, kehidupan baru dapat muncul dari benda yang mati. Pendapat ini
terkenal dengan teori abiogenesis (mahluk muncul begitu saja dari barang mati) atau juga disebut
teori generatio spontanea (mahluk itu terjadi begitu saja muncul secara spontan). Tetapi
kemudian, pendapat Aristoteles dan Needhan tersebut dibantah oleh Spallanzani (1729-1799)
yang membuktikan bahwa perebusan dan penutupan botol yang dilakukan Needhan tidak akurat.
Percobaan Schultze 1836 dan Schroeder dan Dusch pada 1854 serta Louis Pasteur tahun
1865 membuktikan bahwa tidak ada kehidupan baru dari benda mati. Pendapat ini dikenal
dengan semboyan Omne vivum ex ovo, omne ovum ex vivo (kehidupan itu berasal dari telur,
dan telur itu berasal dari sesuatu yang hidup). Penelitian saintis barat tersebut belum dapat
menjawab dari mana asal mahluk kecil (bakteri) bermula. Mereka berhenti disana, tidak ada
panduan atau petunjuk yang mengarahkan pada suatu keyakinan yang berada di luar rasio
mereka.
Rasio mereka bergerak pada sesuatu yang tidak empiris. Mereka mulai berpikir analisis-
historis (sesuatu yang tidak dialami). Mahluk hidup atau bakteri itu adalah entitas
mikroorganisme yang wujudnya tersusun dari makro-molekul protein (daging), sedangkan
protein tersusun dari molekul asam amino (NH2). Memang rasional, elemen/unsur zat lemas atau
nitrogen (N) dan hidrogen H2 dan sulfida H2S berlimpah dialam ini. Atmosfir (udara) bebas
mengandung +78% gas nitrogen dan H2 dapat terlisis dari air (H2O), maka mereka
menggunakan teori evolusi bahwa bakteri tersebut muncul melalui evolusi atau perubahan dari
anasir yang ada di bumi yaitu dari zat nitrogen dan hidrogen. Memang sekarang orang sudah
dapat menyusun molekul protein sintetis dengan alat mesin yang sangat canggih, tetapi satu hal
yang tidak dapat dibuat adalah “hidup”. Bakteri adalah mahluk hidup yang dapat bergerak dan
berbiak, bukan hanya molekul protein (daging) yang tidak bernyawa
Kemajuan Bioteknologi berbasis Biologi Molekuler dan Teknologi Rekayasa Genetika
(Transgenic Experiment, Cloning, Stem Cell Experiment dan lain- lain) menyentuh martabat dan
harkat hidup organisme. Perkembangan di bidang bioteknologi kedokteran/farmasi terjadi pada
tahun 1978 pada saat industri Genentech di AS berhasil menyisipkan gen sintetik penyandi
sintesis hormon insulin manusia ke dalam bakteri Escherissia coli, dan sebagaimana diharapkan,
bakteri E. coli tersebut akhirnya memproduksi hormon insulin manusia dalam jumlah yang
banyak.
2.      Sosial
Dalam perkembangannya, banyak isu yang dianggap berkaitan dengan bioetika mulai
bermunculan. Isu-isu tersebut pun direspon dengan berbagai tanggapan, sebagian besar
mengkhawatirkan adanya pelanggaran dalam pemanfaatannya, karena menurut sebagian orang
pencapaian tersebut disinyalir berpotensi disalahgunakan.
Pengertian inseminasi buatan merupakan terjemahan dari artificial insemination.
Artificial artinya buatan atau tiruan, sedangkan insemination artinya pemasukan. Dalam kamus,
kata ini dimaknai dengan pembuahan buatan. Dan istilah bayi tabung muncul sebagai hasil dari
pembuahan tiruan itu.
Salah satunya adalah pelayanan terhadap bayi tabung yang dalam dunia kedokteran
dikenal dengan istilah fertilisasi-in-vitro dan memiliki pengertian sebagai berikut : Fertilisasi-in-
vitro adalah pembuahan sel telur oleh sel sperma di dalam tabung petri yang dilakukan oleh
petugas medis. Inseminasi buatan pada manusia sebagai suatu teknologi reproduksi berupa
teknik menempatkan sperma di dalam vagina wanita, pertama kali berhasil dipraktekkan pada
tahun 1970. Awal berkembangnya inseminasi buatan bermula dari ditemukannya teknik
pengawetan sperma. Sperma bisa bertahan hidup lama bila dibungkus dalam gliserol yang
dibenamkan dalam cairan nitrogen pada temperatur -321 derajat Fahrenheit.
Pada mulanya program pelayanan ini bertujuan untuk menolong pasangan suami istri yang tidak
mungkin memiliki keturunan secara alamiah disebabkan tuba fallopi istrinya mengalami
kerusakan yang permanen. Namun kemudian mulai ada perkembangan dimana kemudian
program ini diterapkan pula pada pasutri yang memiliki penyakit atau kelainan lainnya yang
menyebabkan tidak dimungkinkan untuk memperoleh keturunan.
Di satu sisi bayi tabung merupakan suatu hikmah. Karena dengan proses ini dapat
membantu pasangan suami istri yang subur tetapi karena suatu gangguan pada organ reproduksi,
mereka tidak dapat mempunyai anak. Dalam kasus ini, sel telur istri dan sperma suami
dipertemukan di luar tubuh dan zigot yang terjadi ditanam dalam kandungan istri. Pada  hal ini
kiranya tidak ada pendapat pro dan kontra terhadap bayi yang lahir karena merupakan keturunan
genetik suami dan istri itu sendiri. Oleh karena itu, anak tersebut baik secara biologis ataupun
yuridis mempunyai satus sebagai anak sah (keturunan genetik) dari pasangan tersebut. Sehingga
memiliki hubungan mewaris dan hubungan keperdataan lainnya.
Akan tetapi seiring perkembangannya, mulai timbul persoalan dimana semula program
ini dapat diterima oleh semua pihak karena tujuannya yang “mulia” menjadi pertentangan.
Terkhusus bagi kasus bayi tabung yang berasal dari sperma pendonor, dalam artian bukan dari
sperma suami sendiri. Karena nantinya akan timbul pertanyaan yang bernada bagaimanakah
status keperdataan dari bayi yang dilahirkan melalui proses inseminasi buatan? lebih lanjut lagi,
bagaimanakah hubungan perdata bayi tersebut dengan surogate mother-nya (dalam kasus terjadi
penyewaan rahim) dan orang tua biologisnya? darimanakah ia memiliki hak mewaris?
3.        Psikologi
Autisme merupakan gangguan perkembangan saraf pada anak yang ditandai 
keterlambatan dalam bicara, kognitif, perilaku, dan interaksi sosial. Penemuan kelainan pada sel-
sel otak penyandang autisme membuka peluang bagi  stem cell sebagai salah satu metode terapi.
Keunggulan stem cell terletak pada sifat pluripoten sel yang mampu berdiferensiasi,
memperbaharui diri, dan  mereproduksi diri secara kontinyu. Sifat pluripoten sel dimanfaatkan
untuk melakukan diferensiasi sesuai dengan sel target.  Pengertian stem cell dapat dibedakan
menjadi stem cell embrionik dan non  embrionik. Stem cell embrionik umumnya diambil dari
tahap blastosis sedangkan  stem cell non embrionik didapatkan dari jaringan dewasa. Asal stem
cell yang berbeda masing-masing memiliki keunggulan dan kekurangan. Sel yang berasal  dari
jarigan mesenkim (Icim et al., 2007) embrio lebih diprioritaskan karena  memiliki daya
plastisitas, namun ada reaksi penolakan dari sistem imun tubuh.
Kelebihan stem cell dewasa (adult stem cell) yang tidak memiliki resiko resistensi
terhadap sistem imun tubuh sebab dari  sel-sel yang sama dengan sel yang akan digantikan,
namun  hanya mampu menghasilkan satu tipe sel (totipoten). Stem cell dewasa dari darah  tali
pusar bayi yang baru lahir berpotensi hampir sama dengan stem cell embrionik  (Fischbach &
Fischbach, 2004).  Bisa juga stem cell dewasa (adult stem cell) yang bersumber dari sum-sum
tulang belakang. Teknik mendapatkan stem cell embrionik dapat dilakukan dengan cara,
pertama  membuat embrio dari sperma dan oosit dalam proses fertilisasi in vitro (FIV) dan  yang
kedua terapi kloning. Teknik lain yaitu menggabungkan sebuah sel dewasa  sel target dengan sel
oosit. Nukleus dari oosit dihilangkan dan diganti dengan nukleus dari stem cell dewasa. Oosit 
kemudian dirangsang untuk membelah  dengan menggunakan zat kimia atau kejutan listrik.
Embrio yang dihasilkan akan  membawa materi genetis dari sel target. Hal ini dilakukan untuk
mengurangi  resistensi dari sistem imun.
Metode stem cell masih banyak mengundang perdebatan terutama terkait dengan  etika.
Proses pengambilan pada stem cell embrionik dari dalam tubuh yang akan  lebih mudah
dilakukan melalui vagina. Hal ini menjadi perdebatan ketika siapa  yang berhak mengambil dan
apakah ada perlindungan terhadap hak-hak wanita yang embrionya diambil. Pada stem cell
embrionik dari FIV, diferensiasi sel  belum dapat secara pasti diarahkan dan bagaimana
mengendalikannya setelah  diinjeksikan. Proses membuat dan mematikan embrio dianggap
menyalahi etika  karena kehidupan telah dimulai sesaat setelah fertilisasi terjadi dan embrio juga 
sudah memiliki status sebagai manusia (Saniei & de Vries, 2008). Embrio pada  tahap awal
sampai tahap blastosis boleh digunakan untuk alasan kesehatan dan  kontribusi pada ilmu
pengetahuan.
Pendapat lain menyatakan bahwa embrio tidak memerlukan perhatian khusus dari  sisi
moral (Fischbach & Fischbach, 2004). Aborsi yang dilakukan pada tingkat sel  sangat diperlukan
ketika faktor keselamatan organ dan individu sangat urgensi. Embrio dari tahap  blastosis belum
memiliki sel-sel saraf jadi belum ada kemampuan untuk  mendeteksi dan legal digunakan untuk
tujuan kesehatan. Perdebatan tentang etika  juga terjadi pada stem cell yang diambil dari tali
pusar orang lain. Sel-sel yang akan ditransfer juga membawa gen yang memiliki kelainan genetis
walaupun  terekspresi pada generasi berikutnya.
Terapi stem cell untuk anak autisme yang telah berhasil dilakukan untuk memperbaiki
ketidaknormalan dalam sirkulasi sistem saraf pusat yaitu kerusakan  hypoferpusi basal (Icim et
al., 2007) yang berkontribusi pada akumulasi  neurotransmiter dan hypoksia atau sel-sel yang
mati pada sel-sel saraf pusat. Pada  autisme juga ditemukan abnormalitas imun yang dapat
dideteksi pada saraf pusat  dan tepi. Terapi stem cell dewasa yang berasal dari tali pusar untuk
anak autistik telah dilakukan (Icim et al., 2007). Keberhasilan ini sangat ditentukan jika asal stem
cell sama dengan sel target, sehingga dapat meminimalisir penolakan reaksi  imunitas.
Perbedaan pandangan terhadap terapi autisme terjadi karena perbedaan dalam area
penelitian,  misalnya ahli psikologi melihat sampai ke tingkah laku. Ahli psikologi  percaya
selama masih dapat dilakukan terapi berdasarkan faktor-faktor kejiwaan,  terapi stem cell tidak
perlu diaplikasikan untuk anak autis. Anak autistik yang  termasuk dalam HFA memiliki harapan
untuk hidup mandiri dan sukses dalam  bekerja, jadi terapinya dapat berupa terapi perilaku dan
sensori integrasi saja.
Terapi stem cell untuk anak autis dilakukan terhadap anak yang masuk dalam kategori
LFA dan MFA yang memerlukan bantuan untuk hidup mandiri dan  kemungkinan tidak dapat
memasuki dunia kerja. Upaya screening prenatal akan dilakukan orang tua yang telah memiliki
anak autistik kategori LFA dan MFA untuk anak berikutnya. Aspek etika yang dapat muncul
pada terapi stem cell untuk anak autistik juga  mencakup asal stem cell. Jika stem cell yang
didapatkan melalui terapi kloning  maka akan ada proses mematikan oosit. Jika sel yang
ditransfer membawa gen  yang memiliki kelainan genetis, hal ini akan sama dengan mentranfer
kelainan  genetis baru. Jika pengambilan stem cell dewasa dari tubuhnya sendiri, harus  melihat
kode etik penelitian manusia dan hukum perlindungan anak.
Stem cell merupakan sumber kreativitas manusia dan memiliki kontribusi terhadap ilmu
pengetahuan, kita tetap patut mempertimbangkan aplikasinya untuk  tujuan mulia. Jika kita
setuju dengan adanya hak hidup embrio yang sama dengan  manusia, maka stem cell tidak perlu
dilakukan untuk terapi autisme. Kehadiran  individu autistik ditengah-tengah kita memberi
”warna” pada keragaman populasi manusia. Kearifan dan kesabaran kita saat ini sedang dituntut
sambil menunggu  kepastian apa penyebab sesungguhnya autisme.
Stem cell dapat diaplikasikan pada individu autistik bergantung pada kategori autisme atau
kompleksitas penyandang.  Perdebatan tentang aspek bioetika dimulai  ketika mendefinisikan
kapan kehidupan dimulai. Urgensi dan tujuan terapi stem  cell untuk autisme menjadi prioritas
utama untuk mengurangi pertentangan  bioetika.
Pada dasarnya secanggih apapun dan semaju apapun teknologi yang di kembangkan manusia,
ada teknologi yang manusia belum bisa dan hanya Tuhan yang Maha Sempurna. Tinggal kita
menyikapinya saja bagaimana etika yang telah di ajarkan kepada masing-masing keyakinan.
Karena hanya Tuhan yang bisa menciptakaan sempurna seperti manusia harapkan.

E.       Masalah-masalah yang timbul


            Kaidah kaidah bioetik merupakah sebuah hukum mutlak bagi seorang dokter. Seorang
dokter wajib mengamalkan prinsip prinsip yang ada dalam kaidah tersebut, tetapi pada beberapa
kasus, karena kondisi berbeda, satu prinsip menjadi lebih penting dan sah untuk digunakan
dengan mengorbankan prinsip yang lain. Kondisi seperti ini disebut Prima Facie. Konsil
Kedokteran Indonesia, dengan mengadopsi prinsip etika kedokteran barat, menetapkan bahwa,
praktik kedokteran Indonesia mengacu kepada kepada 4 kaidah dasar moral yang sering juga
disebut kaidah dasar etika kedokteran atau bioetika, yaitu:
o   Beneficence
o   Non - Maleficence
o   Justice
o   Autonomi

1.        Beneficence
          Dalam arti bahwa seorang dokter berbuat baik, menghormati martabat manusia, dokter
tersebut harus berusaha maksimal agar pasiennya tetap dalam kondisi sehat. Perlakuan terbaik
kepada pasien merupakan poin utama dalam kaidah ini. Kaidah beneficence menegaskan peran
dokter untuk menyediakan kemudahan dan kesenangan kepada pasien mengambil langkah positif
untuk memaksimalisasi akibat baik daripada hal yang buruk. Prinsip prinsip yang terkandung
didalam kaidah ini adalah;
o   Mengutamakan Alturisme
o   Menjamin nilai pokok harkat dan martabat manusia
o   Memandang pasien atau keluarga bukanlah suatu tindakan tidak hanya menguntungkan seorang
dokter
o   Tidak ada pembatasan “goal based”
o   Mengusahakan agar kebaikan atau manfaatnya lebih banyak dibandingkan dengan suatu
keburukannya
o   Paternalisme bertanggung jawab/kasih sayang
o   Menjamin kehidupan baik-minimal manusia
o   Memaksimalisasi hak-hak pasien secara keseluruhan
o   Menerapkan Golden Rule Principle, yaitu melakukan hal yang baik seperti yang orang lain
inginkan
o   Memberi suatu resep berkhasiat namun murah
o   Mengembangkan profesi secara terus menerus
o   Minimalisasi akibat buruk

Kaidah Benefince dalam kasus dokter Bagus


1.        Dokter Bagus telah lama bertugas di suatu desa terpencil yang sangat jauh dari kota. Sehari-
harinya ia bertugas di sebuah puskesmas yang hanya ditemani oleh seorang mantri, hal ini
merupakan pekerjaan yang cukup melelahkan karena setiap harinya banyak warga desa yang
datang berobat karena puskesmas tersebut merupakan satu-satunya sarana kesehatan yang ada.
Dokter Bagus bertugas dari pagi hari sampai sore hari tetapi tidak menutup kemungkinan ia
harus mengobati pasien dimalam hari bila ada warga desa yang membutuhkan pertolongannya.
(Paragraf 1).
Disini dokter bagus menunjukan bahwa ia melayani pasien tanpa mengenal batas waktu,
walaupun sebenarnya ia merasakan kelelahan, tetapi  hal tersebut tidak meruntuhkan niatnnya
untuk menolong pasien dokter bagus juga rela berkorban demi orang lain. Dalam kasus ini,
dokter bagus telah menjalankan prinsip altruisme dalam kaidah Beneficence.
2.        Setelah memeriksakan anak tersebut, dokter Bagus menyarankan agar anak tersebut dirawat
dirumah sakit yang berada dikota.(Paragraf 2).
Dapat kita lihat bahwa dokter bagus juga telah melakukan suatu tindakan yang berhubungan
dengan Kaidah Beneficence yaitu mengusahakan agar kebaikan atau manfaat lebih banyak
dibandingkan dengan keburukannya, dan meminimalisasi akibat buruk.
3.        Dokter Bagus memberikan beberapa macam obat dan vitamin serta nasehat agar istirahat yang
cukup.(Paragraf 2).
Disini dokter Bagus memberi perhatian penuh kepada pasien, dalam mengusahakan agar
kebaikan serta manfaatnya lebih besar dibandingkan dengan kerugian yang akan diterima pasien.
4.        “Pak mantri tolong bikinkan puyer untuk anak ibu ini dan setelah itu tolong jelaskan cara
membuat air oralit pada ibu ini” kata dokter Bagus kepada pak mantri. (Paragraf 3)
            Dapat dilihat jika dokter Bagus juga menjalankan prinsip Benefince yang ke 15 yaitu,
memberikan obat berkhasiat namun murah kepada pasiennya.
5.        “Pak, yang hanya dapat saya lakukan adalah memberi obat obatan penunjang agar anak bapak
tidak terlalu menderita” kata dokter Bagus sambil menyerahkan obat kepada orang tua pasien.
(Paragraf 4).
Dokter bagus memberikan obat penunjang untuk meminimalisasi akibat buruk agar pasien tidek
terlalu menderita.
6.        Sambil bersimbah peluh, dokter Bagus akhirnya menyelesaikan tindakan amputasi telapak
tangan pemuda yang mengalami kecelakaan tersebut. (Paragraf 5). Disini dokter Bagus
menunjukkan sisi paternalisme penuh kasih sayang dan bertanggung jawab sebagai seorang
dokter dalam menangani pasiennya.
7.        Demikianlah kegiatan sehari-hari dokter Bagus dan tanpa terasa sudah 25 tahun dokter Bagus
mengabdi di desa tersebut dan kini usianya sudah memasuki 55 tahun, namun belum ada
sedikitpun dibenaknya dokter Bagus untuk mencari pendamping hidupnya, yang ada hanya
bagaimana mengobati pasien-pasiennya (Paragraf 7).
Disini dokter Bagus menunjukkan sis i altruisme, ia menolong dan rela berkorban demi
kepentingan orang lain, dan tidak mementingkan dirinya sendiri.

2.      Non – Malficence
          Non-malficence adalah suatu prinsip yang mana seorang dokter tidak melakukan
perbuatan yang memperburuk pasien dan memilih pengobatan yang paling kecil resikonya bagi
pasien yang dirawat atau diobati olehnya. Pernyataan kunoFist, do no harm, tetap berlaku dan
harus diikuti. Non-malficence mempunyai ciri-ciri:
o    Menolong pasien emergensi
o    Mengobati pasien yang luka
o    Tidak membunuh pasien
o    Tidak memandang pasien sebagai objek
o    Tidak menghina/mencaci maki/memanfaatkan pasien
o    Melindungi pasien dari serangan
o    Manfaat pasien lebih banyak daripada kerugian dokter
o    Tidak membahayakan pasien karena kelalaian
o    Menghindari misrepresentasi
o    Memberikan semangat hidup
o    Tidak melakukan white collar crime

Kaidah Non - Maleficence dalam kasus dr. Bagus:


Ketika yang lain sibuk membaringkan pemuda yang tidak sadarkan diri tersebut, salah satu orang
mengatakan bahwa pemuda tersebut telapak tangan sebelah kanannya masuk kedalam mesin
penggilingan padi dan setelah 15 menit kemudian telapak tangan pemuda tersebut baru dapat
dikeluarkan dari mesin penggilingan padi. Pada pemeriksaan, dokter Bagus mendapatkan telapak
tangan pemuda tersebut hancur. Dokter Bagus bertanya kepada orang-orang yang mengantar
pemuda tadi apakah diantara mereka ada keluarga dari pemuda tersebut. Dari serombongan
orang tadi keluar seorang perempuan, ia mengatakan bahwa ia adalah istri dari pemuda tersebut.
Dokter Bagus menjelaskan keadaan telapak tangan kanan suaminya dan tindakan yang harus
dilakukan adalah amputasi. (Paragraf 5).
            Disini dokter Bagus menunjukkan usahanya yaitu melakukan amputasi dalam hal untuk
meminimalisasi akibat buruk yang akan merugikan pasien, seperti kehilangan nyawa akibat
pendarahan.

3.      Autonomi
Dalam kaidah ini, seorang dokter wajib menghormati martabat dan hak manusia. Setiap individu
harus diperlakukan sebagai manusia yang mempunyai hak menentukan nasib sendiri. Dalam hal
ini pasien diberi hak untuk berfikir secara logis dan membuat keputusan sendiri. Autonomi
bermaksud menghendaki, menyetujui, membenarkan, membela, dan membiarkan pasien demi
dirinya sendiri. Kaidah Autonomi mempunyai prinsip – prinsip sebagai berikut:
o    Menghargai hak menentukan nasib sendiri
o    Tidak mengintervensi pasien dalam membuat keputusan
o    Berterus terang menghargai privasi
o    Menjaga rahasia pasien
o    Menghargai rasionalitas pasien
o    Melaksanakan Informed Consent
o    Membiarkan pasien dewasa dan kompeten mengambil keputusan sendiri
o    Tidak mengintervensi atau menghalangi autonomi pasien
o    Mencegah pihak lain mengintervensi pasien dalam membuat keputusan, termasuk keluarga pasien
sendiri
o    Sabar menunggu keputusan yang akan diambil pasien pada kasus non emergensi
o    Tidak berbohong kepada pasien meskipun demi kebaikann pasien
o    Mejaga hubungan atau kontrak

Kaidah Autonomi dalam kasus dr. Bagus :


1.        Namun ibu tersebut menolak karena tidak mempunyai uang untuk berobat. “Baiklah kalau
begitu saya akan memberi ibu obat dan oralit untuk anak ibu, nanti ibu berikan obat tersebut
sesuai dengan aturan dan usahakan anak ibu minum oralit sesering mungkin, nanti sore setelah
selesai tugas saya akan mampir kerumah ibu untuk melihat kondisi keadaan anak ibu”, kata
dokter Bagus. (Paragraf 3).
Disini dokter Bagus menunjukkan bahwa setiap keputusan itu berada di tangan pasien, dan
dokter bagus tidak mengintervensi keputusan dari ibu tersebut. Dia juga tetap menjaga hubungan
atau kontrak dengan pasien, dengan berjanji akan mengunjungi anak dari ibu tersebut
2.        Dokter Bagus menjelaskan keadaan telapak tangan kanan suaminya dan tindakan yang harus
dilakukan adalah amputasi. (Paragraf 5).
Disini dokter bagus berterus terang dan tidak berbohong demi kebaikan pasien itu sendiri.
3.        Melihat kondisi pasien yang baik dan stabil, akhirnya pasien diperbolehkan pulang dengan diberi
beberapa macam obat dan anjuran agar besok datang kembali untuk kontrol. (Paragraf 5).
Dapat dilihat bahwa dokter Bagus sepenuhnya memberikan keputusan kepada pasien, apakah dia
mau dirawat atau tidak, dan dokter Bagus pun tetap menjaga hubungannya dengan pasien
melalui kontrol rutin yang dilakukannya.
4.        Setelah menerima penjelasan tentang kemungkinan penyakit yang dideritanya, pasien pulang
dengan membawa surat rujukan tersebut. (Paragraf 6)
Dapat kita lihat juga dalam paragraph ini, bahwa dokter Bagus selalu menerapkan prinsip prinsip
yang ada didalam kaidah Autonomi. Dalam kasus ini, dokter Bagus menerapkan prinsip ke 3,
yaitu berterus terang kepada pasiennya.

4.      Justice
          Keadilan atau Justice adalah suatu prinsip dimana seorang dokter wajib memberikan
perlakuan sama rata serta adiluntuk kebahagiaan dan kenyamanan pasien tersebut. Perbedaan
tingkat ekonomi, pandangan politik, agama, kebangsaan, perbedaan kedudukan sosial,
kebangsaan, dan kewarganegaraan tidak boleh mengubah sikap dan pelayanan dokter terhadap
pasiennya. Justice mempunyai ciri-ciri :
o    Memberlakukan segala sesuatu secara universal
o    Mengambil porsi terakhir dari proses membagi yang telah ia lakukan
o    Memberikan kesempatan yang sama terhadap pribadi dalam posisi yang sama
o    Menghargai hak sehat pasien
o    Menghargai hak hukum pasien
o    Menghargai hak orang lain
o    Menjaga kelompok rentan
o    Tidak membedakan pelayanan terhadap pasien atas dasar SARA, status social, dan sebagainya
o    Tidak melakukan penyalahgunaan
o    Memberikan kontribusi yang relatif sama dengan kebutuhan pasien
o    Meminta partisipasi pasien sesuai dengan kemampuannya
o    Kewajiban mendistribusikan keuntungan dan kerugian secara adil
o    Mengembalikan hak kepada pemiliknya pada saat yang tepat dan kompeten
o    Tidak memberi beban berat secara tidak merata tanpa alasan sah atau tepat
o    Menghormati hak populasi yang sama sama rentan penyakit atau gangguan kesehatan
o    Bijak dalam makroalokasi

Kaidah Justice dalam kasus dr. Bagus :


1.        Pada suatu pagi hari, ketika ia datang ke puskesmas sudah ada 4 orang pasien yang sedang
mengantri. Dokter bagus memeriksa pasien sesuai nomor urut pendaftaran, hal ini dilakukannya
agar pemeriksaan pasien berjalan tertib teratur. (Paragraf 2).
Disini dokter Bagus menunjukkan keadilannya dalam menangani pasien, ia memeriksa
pasiennya secara teratur menurut nomor urut agar pemeriksaan berjalan dengan tertib, lancar dan
tidak membeda-bedakan pasien.
2.        “Pak mantri tolong bikinkan puyer untuk anak ibu ini dan setelah itu tolong jelaskan cara
membuat air oralit pada ibu ini” kata dokter Bagus kepada pak mantri. (Paragraf 3)
Dari percakapan dokter bagus diatas, dapat dilihat jika dokter Bagus menjalankan prinsip Justice
yang ke sepuluh, yaitu memberikan kontribusi yang relatif sama dengan kebutuhan pasien
3.        Dokter Bagus meminta kesediaan pasien keempat untuk menunggu diluar karena ia akan terlebih
dahulu memberi pertolongan pada pemuda tersebut. (Paragraf 5).
Di sini dokter bagus menjalankan prinsip Justice yang ketiga, yaitu memberi kesempatan yang
sama terhadap pribadi dalam posisi yang sama.

BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
         Etika adalah cabang filsafat yang mengenakan refleksi dan metode pada tugas manusia
untuk menemukan nilai-nilai moral atau menerjemahkan nilai-nilai itu ke dalam norma-norma
(etika dasar) dan menerapkan nya pada situasi kehidupan konkret  (Prof.Dr.Guido
Maertens,1990).
         Teknologi telah berkembang yang memmunculkan berbagai problem etika. Institusi-
institusi telah membahas masalah bioetika seperti transpalasi organ tubuh, pembuahan in vitro,
jantung buatan, abortus, penguasaan kelahiran, alokasi sumber daya, rekayasa genetik,
pengubahan perilaku, dan problem-problem yang berkaitan dengan kematian. Karena bioetika
menyelidiki dimensi etis dari masalah-masalah teknologi, ilmu kedokteran, dan biologi, sejauh
diterapkan pada kehidupan, maka mau tidak mau cakupannya luas sekali.
         Prinsip-prinsip dalam bioetik tersebut dapat diterapkan dalam menghadapi pasien, sehingga
terciptanya situasi yang,baik bagi hubungan pasien dan dokter dalam pelayanan kesehatan demi
kesembuhan pasien.
B.       Saran
Dalam pengambilan keputusan melakukan percobaan untuk mengadopsi temuan yang
dapat dianggap paling bermanfaat dari beberapa aspek harus memikirkan dampak negative dan
positif disekitarnya. Rekomendasi Etika dan Bioetika yaitu: Mulai dari diri sendiri dan
lingkungan keluarga, saling mengingatkan, kembangkan etika profesi, hindari Plagiat (khusus
Peneliti).

DAFTAR PUSTAKA

Basterra, F.J.E. (1994). Bioethics. Minnesota: The Lithurgical Press.


Beauchamp T, James F. (1977). Childress, Principles of Biomedical Ethics: Oxford           
University Press.
Bertens, K. (2004). Etika. Jakarta: Gramedia.
Bertens,K. (1990). Prospek Perkembangan Bioetika di Indonesia. Jakarta:Makalah Kongres
Persi.
Bone Edouard. (1988). Bioteknologi dan Bioetika. Yogyakarta: Kasinius.
Hanafiah, J., Amri amir. 2009. Etika Kedokteran dan Hukum\Kesehatan (4th ed).  Jakarta: EGC.
A. Bioetika

1) Definisi

Bioetika mengacu pada kajian sistematis, prural, dan interdisiplin serta penyelesain masalah etika yang
timbul dari ilmu hayati dan sosial, sebagaimana yang diterapkan pada manusia dan hubungannya
dengan biosfera, termasuk masalah yang terkait dengan ketersediaam dan keterjangkauan
perkembangan keilmuan dan keteknologian serta penerapannya (Prelimenary Draf Dedokteran
Universal Norm on Bioethics, UNESCO 2005)

2) Ciri-ciri bioetika

a) Interdisiplineritas

Melibatkan segala macam ilmu seperti ilmu pertanian, hayati, biomedis, hukum, ilmu social, teologi dan
lain-lain

b) Internasionalisasi

Problem-problem etis yang ditimbulkan dalam perkembangan ilmu pengetahuan yang bersifat nasional.

c) Pluralisme

Banyak golongan dan pandangan diikut sertakan . (Bioetika di Indonesia, Universitas Brawijaya)

3) Prinsip Bioetika (Marsudi.et al, 2015)

a) Autonomy : pasien diberi hak untuk menentukan nasib sendiri.

b) Beneficence : memaksimalkan keuntungan bagi pasien.

c) Justice : memperlakukan pasien dengan sama rata dan adil.

d) Nonmaleficence : memilih pengobatan dengan risiko yang paling rendah.


B. Humaiora

1) Definisi

Humaniora adalah Ilmu pengetahuan yang meliputi filsafat, hukum, sejarah, bahasa, sastra, seni, dan
lain sebagainya. Bisa juga diartikan sebagai makna intrinsik nilai-nilai humanisme (KBBI, 2004).

2) Tujuan Humaniora

● memajukan manusia sehingga mencapai kemanusiaan yang sesungguhnya

● menumbuhkan sifat kritis

● mendewasakan seseorang menjadi pribadi manusai yang berbudaya

● menyiapkan manusia yang memiliki pemikiran dengan cara bahasa yang berkembang dari dalam
dan beradaptasi dengan lingkungan dan tuntutan zaman

3) Unsur-unsur Humaniora

a) Unsur seni

b) Etika

c) Kearifan

d) Kejujuran

e) Kebenaran

f) Kelembutan

g) Memanusiakan manusia

h) Menyingkirkan beban dan berbuat baik bagi manusia

(Akhmad Mahyuni B.sc, S.sos, MPH,. M.M)

4) Cabang-cabang Ilmu Humaniora

● Teologi

● Filsafat

● Hukum

● Sejarah

● Filologi

● Bahasa, budaya, dan linguistik


● Kesenian

● Psikologi

● Kesusastraan

(Balai Pustaka depdikbud)

5) Aplikasi dalam kehidupan sehari-hari

● Praktek Kedokteran

● Pelayanan Kesehatan

● Pendidikan Kedokteran

● Penelitian

(Dr. Hari Wujoso, dr., Sp. F.)

6) Alasan Mengapa Ilmu Humaniora Sering Dikesampingkan menurut Dr. Hari Wujoso, dr., Sp. F. antara
lain :

1. Masih kuatnya pengaruh positivistik dalam dunia akademik, sehingga ukuran ilmiah selalu
diperlakukan seragam yakni eksak, terukur, dan bermanfaat.

2. Penomorduaan terhadap ilmu humaniora dalam berbagai aktivitas ilmiah bahkan dalam bentuk
pengakuan atau opini masyarakat.

3. Gagap teknologi dipandang lebih memalukan daripada gagap budaya dan gagap kemanusiaan

4. rendah diri menghadapi kalangan ilmuwan di bidang humaniora

7) Humaniora dalam ilmu kedokteran

Lebih khusus dalam kaitan dengan pengembangan ilmu dan teknologi, ialah Iptek Kedokteran.
Kedokteran adalah ilmu yang paling manusiawi, seni yang paling indah, dan humaniora yang paling
ilmiah . Ilmu kedokteran, selain ilmu-ilmu dasar, adalah juga profesi. Pengembangan profesi cenderung
mengkotak-kotakkan pada bidang spesialisasi. Seorang spesialis cenderung memahami hanya bidang
spesialisasinya saja. Tuntutan efektif-efisien, perhitungan cost-benefit cenderung menghapus nilai
empati, kurang dapat menempatkan diri sebagai penderita. Hubungan dokter-pasien menjadi kurang
manusiawi. Humaniora memperbaiki kondisi tersebut. (Pellegrino, 1970)

Daftar pustaka

Akhmad Mahyuni B.sc, S.sos, MPH,. M.M. 2015. Pengertian Humaniora.[Slide PowerPoint ].

Bertens, K. 1994. Etika. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama


Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1999. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi kedua. Jakarta :
Balai Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai