Anda di halaman 1dari 5

RANGKUMAN PEMENUHAN CAIRAN ELEKTROLIT

Tugas Ini Dibuat Untuk Memenuhi Penugasan Discovery Learning 2 Modul


Fundamental Of Nursing (FON) 3
Dosen Pengampu : Ns. Waras Budi Utomo, S. Kep., MKM

Disusun Oleh:
Adella Putri Mulida
11201040000066
PSIK B

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
OKTOBER 2021
Mengidentifikasi Infeksi Luka Infus

1. Infeksi Luka Infus Sebagai Mutu Layanan


Kinerja adalah merupakan implementasi dari rencana yang telah disusun
tersebut. Implementasi kinerja dilakukan oleh sumber daya manusia yang memiliki
kemampuan, kompetensi, motivasi dan kepentingan. Kinerja organisasi juga
ditunjukkan oleh bagaimana proses berlangsungnya kegiatan untuk mencapai tujuan
tersebut. Salah satu indikator yang dipakai untuk menilai kinerja rumah sakit adalah
infeksi nosokomial, yang adalah merupakan indikator mutu pelayanan rumah sakit.
Faktor perencanaan dari variabel Peran Manajemen Keperawatan berpengaruh
terhadap Kinerja Mutu Pelayanan dengan indikator flebitis.
Menurut WHO (2002), yang termasuk infeksi nosokomial adalah infeksi
saluran kemih, infeksi luka operasi, pneumonia nosokomial, bakteremia nosokomial
serta infeksi nosokomial lainnya. Kejadian infeksi nosokomial berkisar dari terendah
1% di beberapa negara Eropa dan Amerika hingga 40% di beberapa tempat di Asia,
Amerika Latin dan Sub Sahara (Lynch dkk, 1997).
2. Patofisiologi Infeksi Luka Infus
Suatu bagian didalam tubuh, dimana bakteria harus menempel atau melekat
pada sel inang biasanya adalah sel epitel. Setelah bakteri memiliki kedudukan yang
tetap untuk menginfeksi, mereka mulai memperbanyak diri dan menyebar secara
langsung melalui jaringan atau limfatik ke aliran darah. Infeksi ini dapat sementara
atau menetap. Bakterimia memberi kesempatan untuk menyebar kedalam tubuh serta
mencapai jaringan yang cocok untuk memperbanyak diri (Geo F Brooks dkk,2005).
Proses infeksi pada dasarnya terdiri dari :
a. Melekatnya bakteri pada sel epitel
Sekali bakteri masuk kedalam tubuh inang, maka bakteri ini akan melekat pada sel
jaringan permukaan (epitel). Bila mereka tidak bisa melekat, maka bakteri tersebut
akan disapu keluar bulu getar yang ada pada lapisan mukosa. Bakteri dan sel
inang masing-masing mempunyai molekul permukaan yang bisa berinteraksi
secara spesifik satu dengan yang lainnya. Misalnya sebagian besar bakteri
mempunyai pili, yaitu satu jonjot mirip rambut yang menonjol dari permukaan sel
bakteri yang membantu bakteri melekat pada permukaan sel inang.
b. Multiplikasi bakteri
Untuk sampai pada tahap ini dan lanjut ketahapan selanjutnya dari proses infeksi
maka bakteri harus bisa mempertahankan diri dari semua hal-hal yang dapat
menghancurkannya, misalnya lisosim yang terdapat pada permukaan epitel,
antibiotik, atau sel-sel atau bahan-bahan lain yang merupakan bagian dari sistem
pertahanan tubuh yang non-spesifik atau antibodi. Untuk hal ini bakteri dilengkapi
dengan kapsul, dan juga bakteri bisa menghasilkan enzim yang dapat
menyebabkan zat-zat yang bakterisid sehingga kehilangan fungsinya.
c. Penyebaran bakteri
Setelah bakteri menetap pada lokasi pertama dari infeksi, mereka segera
berkembang biak dan mulai menyebar langsung melalui jaringan atau lewat sistim
limfatik ke aliran darah. Bisa terjadi infeksi darah (bakterimia) yang bisa bersifat
sementara (transient) atau menetap. Dengan terjadinya bakterimia ini, bakteri bisa
menyebar luas dalam tubuh dan memungkinkan mereka masuk ke jaringan
utamanya yang cocok untuk bermultiplikasi.
d. Dihasilkannya hasil-hasil metabolisme yang mengganggu kesehatan tuan rumah
yaitu toksin dan enzim.
Sebagian besar bakteri menghasilkan dan mengeluarkan enzim, yang berperan
sangat penting dalam berbagai macam mekanisme patogenesis penyakit infeksi.
Toksin yang dihasilkan bakteri menyebabkan bermacam-macam kelainan dan
pengaruh bagi tubuh manusia (Nasrum Massi, 2008)
3. Faktor-Faktor Penyebab Luka Infus
Infeksi sering terjadi pada pasien beresiko tinggi yaitu pasien dengan karakteristik
usia tua, berbaring lama, penggunaan obat imunosupresan dan steroid, daya tahan
tubuh turun pada luka bakar, pada pasien yang dilakukan prosedur infasive, infus
lama. Faktor lainnya :
1) Faktor endogen
- Umur/Usia
- Jenis kelamin
- Penyakit penyerta
- Daya tahan tubuh dan kondisi-kondisi lokal.
2) Faktor eksogen
- Lama penderita dirawat
- Kelompok yang merawat
- Alat medis
- Lingkungan
4. Pencegahan Infeksi Luka Infus
- Cuci tangan
- Aseptik
- Dressing (perawatan infus)
Tindakan yang dilakukan dengan mengganti balutan/plester pada area
insersi. Aseptik dressing/perawatan infus adalah perawatan pada tempat
pemasangan infus terhadap pasien yang terpasang infus. Frekuensi
penggantian balutan ditentukan oleh kondisi kulit klien yang terpasang infus.
Dressing dipantau untuk memastikan agar tetap kering, tertutup dan utuh.
Dressing yang utuh berarti pinggir-pinggirnya rapat ke kulit. Jika dressing
lembab atau integritasnya tidak baik maka harus segera diganti. Sekarang ada
dressing transparan dan memiliki keuntungan cepat mendeteksi tanda dini
phlebitis dan infiltrasi (terjadi kebocoran cairan atau obat yang masuk ke
jaringan yang dapat menyebabkan pembengkakan) (Otsuka, 2010).
- Penggatian set infus
5. Instrumen PIVAS
PIVAS (Peripheral intravenous assessment score) merupakan alat yang
divalidasi untuk mengevaluasi dan mendokumentasikan status dari situs PIVC.
Instrument PIVAS terdiri dari :
1. Look
Amati situs PIVC untuk eritema, pembengkakan atau eksudat. Apakah balutannya
utuh, bersih dan kering?
2. Listen
Bertanya kepada pasien atau menggunakan petunjuk visual. Apakah ada nyeri atau
nyeri tekan pada infus/palpasi atau gerakan?
3. Feel
Palpasi melalui dressing utuh. apakah ada panas atau pengerasan ?
DAFTAR PUSTAKA
Atihuta, Jeles A.,dkk. Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Mutu Pelayanan
Di Rsud Dr M.Haulussy Ambon.
http://pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/83b0d1b8cfb105006c9e408f349087e2.pdf
Fitria.,dkk. 2008. Tindakan Pencegahan Plebitis Terhadap Pasien yang Terpasang
Infus di RSU Mokopido Tolitoli. JIK VOL.03/No.02/Mei/2008
Government of Western Australia Department of Health .2017. Insertion and
Management of Peripheral Intravenous Cannulae in Western Australian
Healthcare Facilities Policy. Diakses pada tanggal 27 Oktober 2021 pukul
15.40 WIB https://ww2.health.wa.gov.au/~/media/Files/Corporate/Policy
%20Frameworks/Public%20Health/Policy/Insertion%20and%20Management
%20of%20Peripheral%20Intravenous%20Cannulae/MP38-Insertion-and-
Management-of Peripheral-Intravenous-Cannulae.pdf#:~:text=%EF
%82%B7%20%20All%20PIVC%20are%20to%20have%20a,to%20be
%20documented%20in%20the%20patient%E2%80%99s%20medical
%20record
Jannah, Ika N.,dkk. 2016. Prevalensi Phlebitis pada Pasien Rawat Inap Dengan Infus
di RSUD Tugurejo Semarang. E-Journal volume 4, Nomor 4, Oktober 2016
(ISSN:2356-3346)
Lestari, Rini. 2011. Hospital Infection Di Ruang Perawatan Bedah Rsud Tenriawaru
Kelas B Kabupaten Bone. http://repositori.uin-alauddin.ac.id/4055/1/skripsi
%20Rini%20Ayu%20Lestari.pdf

Anda mungkin juga menyukai