Anda di halaman 1dari 30

Tinjauan Pustaka

Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Penyakit Parkinson

Oleh:

Pembimbing:

BAGIAN/ DEPARTEMEN NEUROLOGI

FK UNSRI/RSUP DR. MOH HOESIN PALEMBANG

2020
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan berkat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tinjauan pustaka yang berjudul
“Penatalaksanaan Fisioterapi Penyakit Parkinson”. Tinjauan pustaka ini bertujuan sebagai
salah satu sarana pembelajaran dan salah satu syarat untuk menyelesaikan Program
Pendidikan Dokter Spesialis Neurologi Fakultas Kedotkeran Universitas Sriwijaya/ RSUP
DR. Moh. Hoesin Palembang.
Penyusun mengucapkan terima kasih kepada xxx selaku pembimbing yang telah
memberikan bimbingan selama penulisan dan penyusunan tinjauan pustaka ini, serta semua
pihak yang telah membantu hingga selesainya tinjauan pustaka ini.
Penyusun menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan tinjauan pustaka
ini disebabkan keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun dari berbagai pihak sangat diharapkan demi perbaikan di masa yang akan
datang. Mudah-mudahan tinjauan pustaka ini dapat memberi manfaat bagi yang
membacanya.

Palembang, Mei 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 2

DAFTAR ISI 3

DAFTAR TABEL 4

DAFTAR GAMBAR 5

BAB I PENDAHULUAN 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7

2.1. Penyakit Parkinson 7

2.1.1. Definisi..................................................................................................................7

2.1.2. Epidemiologi.........................................................................................................8

2.1.3. Etiologi..................................................................................................................8

2.1.4. Gejala Klinis.........................................................................................................9

2.1.5. Diagnosis.............................................................................................................11

2.1.6. Patofisiologi........................................................................................................11

2.1.7. Penatalaksanaan..................................................................................................14

2.1.8. Manajemen Fisioterapi Pada Pasien Parkinson..................................................14

2.1.9. Program Fisioterapi Pasien dengan Parkinson....................................................19

2.1.10. Prognosis.............................................................................................................23

BAB III KESIMPULAN 24

DAFTAR PUSTAKA 25

3
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Deskripsi dari Skala Fase Penyakit Parkinson dari Hoehn dan Yahr......................11
Tabel 2. Rekomendasi Alat Pengukuran dan Perkiraan Waktu yang Dibutuhkan
untuk Penggunaannya..............................................................................................20
Tabel 3. Intervensi Fisioterapi untu Pasien Parkinson...........................................................23

4
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Basal Ganglia Nuklei..............................................................................................8


Gambar 2. Patologi Lewy Body pada Otak............................................................................12
Gambar 3. Skema Teori Ketidakseimbangan Jalur Langsung dan Tidak Langsung..............13
Gambar 4. Bidang Inti Fisioterapi Terkait Dengan Perkembangan Penyakit.........................15
Gambar 5. Gait Pasien dengan Parkinson...............................................................................17

5
BAB I PENDAHULUAN

Penyakit Parkinson merupakan penyakit neurodegeneratif kronik progresif yang


ditandai dengan hilangnya sel saraf (neuron) dopaminergik pada bagian substantia nigra. 1
Neuron tersebut bertugas untuk memproduksi dopamin, sebuah neurotransmitter yang
bertanggungjawab untuk memulai perjalanan pesan yang mengkoordinasi pergerakan otot
yang normal. Pasien Parkinson menunjukkan gejala seperti bradikinesia, tremor dan rigiditas.
Secara umum, pasien yang mengalami gangguan fungsional memiliki kesulitan dalam
melakukan hal yang penting baginya karena ketidaknormalan kontrol motorik. Pemilihan
terapi yang tepat dapat membantu memperbaiki kualitas hidup pasien. Meskipun terdapat
terapi medis dan intervensi bedah untuk penyakit Parkinson, secara bertahap tetap terjadi
kecacatan progresif. Fisioterapi bertujuan untuk memaksimalkan kemampuan fungsional dan
meminimalkan komplikasi sekunder melalui rehabilitasi gerakan.
Tujuan keseluruhan dari manajemen terapi adalah untuk mengoptimalkan kemandirian,
keamanan, dan kesejahteraan, sehingga meningkatkan kualitas hidup.

6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penyakit Parkinson


2.1.1. Definisi
Penyakit Parkinson merupakan penyakit neurodegeneratif 1 sistem ekstrapiramidal
yang merupakan bagian dari Parkinsonism yang secara patologis ditandai oleh adanya
degenerasi ganglia basalis terutama di substansia nigra pars kompakta (SNC) yang disertai
adanya inklusi sitoplasmik eosinofilik (lewy bodies).2 Parkinsonism adalah suatu sindrom
yang ditandai oleh tremor pada waktu istirahat, rigiditas, bradikinesia dan hilangnya refleks
postural akibat penurunan dopamin dengan berbagai macam sebab.3
Ketidaknormalan kontrol motorik pada pasien penyakit parkinson disebabkan oleh
neuron dopaminergik yang hilang pada basal ganglia4. Basal ganglia (BG) membentuk empat
subkortikal nuklei utama, yaitu striatum (putamen dan nukleus kaudatus), globus pallidus
(segmen internal dan eksternal), subthalamic nucleus (STN), dan SN (pars compacta dan
parsreticulata). Nuklei tersebut berperan dalam kontrol motorik, fungsi eksekutif dan tingkah
laku, serta emosi.5 Dopamin yang dilepas dari ujung saraf nigostriatum akan disalurkan ke
globus pallidus segmen internal (GPi) dan substantia nigrapars reticulata (SNr) melalui dua
jalur, yaitu jalur langsung melalui reseptor DA tipe 1 (D1) yang bersifat eksikatorik dan jalur
tidak langsung melalui reseptor DA tipe 2 (D2) yang bersifat inhibitorik. Terjadinya
neurodegenerasi pada SN menyebabkan peningkatan aktivitas pada reseptor D1, sebaliknya
aktivitas pada reseptor D2 menurun. Akibatnya, terjadi penekanan pada aktivitas thalamus,
sehingga memicu terjadinya penurunan aktivasi korteks dan selanjutnya menyebabkan
penurunan aktivitas motorik.6

7
Gambar 1. Basal Ganglia Nuklei5
Keterangan : Bagian parasagital otak monyet (diwarnai dengan metode asetilkolinesterase)
menunjukkan lokalisasi dan batas-batas semua komponen utama sistem ganglia basal

2.1.2. Epidemiologi
Penyakit parkinson adalah penyakit neurodegeneratif kedua yang paling umum
setelah penyakit Alzheimer7. Penyakit Parkinson lebih banyak diderita pria daripada wanita,
dengan rasio 3:2.2 Penyakit ini mempengaruhi hingga 5 juta orang setiap tahunnya. 8 Penyakit
Parkinson diperkirakan diderita oleh 876.665 penduduk Indonesia dari total jumlah
penduduk.9
Dengan populasi yang menua, baik prevalensi dan kejadian parkinson diperkirakan
akan meningkat dua kali lipat pada tahun 2030, yang akan menghasilkan biaya langsung dan
tidak langsung pada masyarakat dan ekonomi secara keseluruhan.8

2.1.3. Etiologi
Penyakit Parkinson adalah penyakit multifaktorial, dengan faktor genetik dan
lingkungan berperan. Usia adalah faktor risiko terbesar untuk PD, dengan usia onset rata-rata
adalah 60 tahun.10 Selain itu, ada variasi lintas budaya, dengan prevalensi yang lebih tinggi
dilaporkan di Eropa, Amerika Utara, dan Amerika Selatan dibandingkan dengan negara-
negara Afrika, Asia dan Arab.7
Meskipun Penyakit Parkinson umumnya merupakan gangguan idiopatik, ada sebagian
kecil kasus (10-15%) yang melaporkan riwayat keluarga, dan sekitar 5% memiliki warisan
Mendel.11 Gen yang telah ditemukan berpotensi menyebabkan penyakit Parkinson diberi
nama "PARK" dalam urutan mereka diidentifikasi. Hingga saat ini, 23 gen PARK telah

8
dikaitkan dengan penyakit Parkinson. Mutasi pada gen PARK menunjukkan autosom
dominan (mis., SCNA, LRRK2, dan VPS32) atau pewarisan resesif autosomal (mis., PRKN,
PINK1, dan DJ-1).12
Faktor risiko genetik yang paling penting secara numerik yang menjadi predisposisi
penyakit parkinson adalah mutasi pada GBA1, sebuah gen yang mengkode β-
glucocerebrosidase—enzim lisosom yang bertanggung jawab untuk hidrolisis
glukoserebrosida.13 Mutasi GBA1 diketahui menyebabkan penyakit Gaucher, yang
merupakan gangguan penyimpanan lisosomal yang paling umum. 14 Faktor risiko genetik
lainnya termasuk kompleks histokompatibilitas utama, antara lain; kelas II (HLA-DQB1) 15
dan gen yang mengkode protein MAPT.16
Sementara sebagian kecil pasien parkinson memiliki penyebab monogenik untuk
penyakit mereka, sebagian besar kasus mungkin tidak terkait dengan kelainan genetik
tertentu. Sebaliknya, ada kemungkinan bahwa risiko parkinson sebagian, ditentukan oleh
kombinasi faktor kerentanan poligenik. Lingkungan juga dapat berkontribusi terhadap risiko
penyakit Parkinson, meskipun hubungan antara perkembangan penyakit dan faktor-faktor
seperti merokok, kafein, dan paparan pestisida masih kurang dipahami.17

2.1.4. Gejala Klinis


Keadaan penderita pada umumnya diawali oleh gejala yang non spesifik, yang didapat
dari anamnesa yaitu; kelemahan umum, kekakuan pada otot, pegal-pegal atau kram otot,
distonia fokal, gangguan ketrampilan, kegelisahan, gejala sensorik (parestesia) dan gejala
psikiatrik (ansietas atau depresi).18

Gambaran klinis penderita parkinson :


a) Tremor
Tremor parkinson biasanya dideskripsikan sebagai "pill rolling". Awalnya
unilateral namun dapat berkembang melibatkan kedua sisi, meskipun begitu
gerakannya tetap asimetris. Gerakannya tampak pada bagian paling distal dari
ekstremitas.
Tremor terjadi pada saat istirahat dengan frekuensi 4-5 Hz dan menghilang pada
saat tidur. Tremor disebabkan oleh hambatan pada aktivitas gamma motoneuron.
Inhibisi ini mengakibatkan hilangnya sensitivitas sirkuit gamma yang mengakibatkan
menurunnya kontrol dari gerakan motorik halus. Berkurangnya kontrol ini akan
menimbulkan gerakan involunter yang dipicu dari tingkat lain pada susunan saraf pusat.

9
Tremor pada penyakit Parkinson mungkin dicetuskan oleh ritmik dari alfa motor
neuron dibawah pengaruh impuls yang berasal dari nukleus ventro-lateral talamus. Pada
keadaan normal, aktivitas ini ditekan oleh aksi dari sirkuit gamma motoneuron, dan
akan timbul tremor bila sirkuit ini dihambat.2

b) Rigiditas
Rigiditas disebabkan oleh peningkatan tonus pada otot antagonis dan otot
protagonis dan terdapat pada kegagalan inhibisi aktivitas motoneuron otot protagonis
dan otot antagonis sewaktu gerakan. Meningkatnya aktivitas alfa motoneuron pada otot
protagonis dan otot antagonis menghasilkan rigiditas yang terdapat pada seluruh luas
gerakan dari ekstremitas yang terlibat.2

c) Bradikinesia
Gerakan volunter menjadi lamban sehingga gerak asosiatif menjadi berkurang
misalnya: sulit bangun dari kursi, sulit mulai berjalan, lamban mengenakan pakaian
atau mengkancingkan baju, lambat mengambil suatu obyek, bila berbicara gerak bibir
dan lidah menjadi lamban. Bradikinesia menyebabkan berkurangnya ekspresi muka
serta mimik dan gerakan spontan berkurang sehingga wajah mirip topeng. Hal ini juga
menyebabkan kedipan mata berkurang, menelan ludah berkurang sehingga ludah keluar
dari mulut. Pasien mungkiin melaporkan kesulitan melakukan gerakan motorik halus,
seperti mengancingkan kancing. Terdengar perubahan dari cara bicara, dengan suara
monoton (hipophonia).
Bradikinesia merupakan hasil akhir dari gangguan integrasi dari impuls optik
sensorik, labirin , propioseptik dan impuls sensorik lainnya di ganglia basalis. Hal ini
mengakibatkan perubahan pada aktivitas refleks yang mempengaruhi alfa dan gamma
motoneuron.2

d) Ciri Non-Motorik
Fitur non-motorik penyakit Parkinson berkontribusi terhadap kepastian diagnosis.
Ada bukti kuat dari fase pra-motorik, yang dianggap mewakili timbulnya patologi
neurodegeneratif. Pasien yang sakit Parkinson mengalami depresi, konstipasi, anosmia,
dan gangguan perilaku tidur REM pada tahun-tahun sebelum dapat didiagnosis.19
Gejala-gejala tersebut kurang spesifik dan umum pada populasi lansia, sehingga
mempersulit diagnosis.

10
Defisit kognitif yang halus dapat muncul bahkan pada saat diagnosis dan
biasanya memengaruhi fungsi atensi, eksekutif, visuospasial, dan memori. 20 Gejala
neuropsikiatri juga umum dan meliputi depresi, kecemasan, dan apatis serta psikosis.
Psikosis memiliki spektrum presentasi dari ilusi minor, misalnya, di mana pasien
melaporkan bahwa mereka melihat sesuatu dari sudut mata mereka yang ternyata tidak
nyata, hingga membentuk halusinasi dan delusi dengan kurangnya wawasan, yang
mengarah dalam beberapa kasus untuk perilaku paranoid delusi 21. Disfungsi otonom
dapat bermanifestasi sebagai frekuensi atau urgensi urin, konstipasi, hipotensi
ortostatik, air liur, disfungsi ereksi, atau keringat abnormal.22.

2.1.5. Diagnosis
Diagnosis penyakit Parkinson berdasarkan klinis dengan ditemukannya gejala motorik
utama antara lain tremor pada waktu istirahat, rigiditas, dan bradikinesia.
Kriteria diagnosis yang dipakai di Indonesia adalah kriteria Hughes (1992):
a) Possible : didapatkan 1 dari gejala-gejala utama
b) Probable : didapatkan 2 dari gejala-gejala utama
c) Definite : didapatkan 3 dari gejala-gejala utama

Untuk kepentingan klinis diperlukan adanya penetapan berat ringannya penyakit


dalam hal ini digunakan stadium klinis berdasarkan Hoehn and Yahr (1967) yaitu :

Tabel 1. Deskripsi dari Skala Fase Penyakit Parkinson dari Hoehn dan Yahr

2.1.6. Patofisiologi
Secara umum dapat dikatakan bahwa penyakit Parkinson terjadi karena penurunan
kadar dopamin akibat kematian neuron di substantia nigra pars compacta (SNpc) sebesar 40 –
50% yang disertai adanya inklusi sitoplasmik eosinofilik (Lewy bodies).

11
Gambar 2. Patologi Lewy Body pada Otak3
Keterangan : Contoh-contoh patologi Lewy pada SNpc (A–C) dan korteks prefrontal (D) di
bagian koronal otak pasien dengan Parkinson. (A) Batang otak khas Lewy body di dalam
neuron DA yang mengandung neuromelanin dalam hematoxylin rutin dan pewarnaan
histologis eosin. Neurit Lewy tidak terlihat dalam jenis persiapan histologis ini. (B) Lewy
body batang otak khas dengan ciri halo, divisualisasikan oleh α-synuclein
immunohistochemistry, metode yang jauh lebih sensitif yang juga dapat mengungkapkan
neurit Lewy dystrophic seperti yang terlihat pada (C). (D) Tubuh Lewy kortikal, kurang
terdefinisi dengan baik dan tanpa halo.

Lesi primer pada penyakit Parkinson adalah degenerasi sel saraf yang mengandung
neuromelanin di dalam batang otak, khususnya di substansia nigra pars kompakta, yang
menjadi terlihat pucat dengan mata telanjang. Dalam kondisi normal (fisiologik), pelepasan
dopamin dari ujung saraf nigrostriatum akan merangsang reseptor D1 (eksitatorik) dan
reseptor D2 (inhibitorik) yang berada di dendrit output neuron striatum. Output striatum
disalurkan ke globus palidus segmen interna atau substansia nigra pars retikularis lewat 2
jalur yaitu jalur direk reseptor D1 dan jalur indirek berkaitan dengan reseptor D2 . Maka bila
masukan direk dan indirek seimbang, maka tidak ada kelainan gerakan.
Pada penderita penyakit Parkinson, terjadi degenerasi kerusakan substansia nigra pars
kompakta dan saraf dopaminergik nigrostriatum sehingga tidak ada rangsangan terhadap

12
reseptor D1 maupun D2. Gejala Penyakit Parkinson belum muncul sampai lebih dari 50% sel
saraf dopaminergik rusak dan dopamin berkurang 80%.
Reseptor D1 yang eksitatorik tidak terangsang sehingga jalur direk dengan
neurotransmitter GABA (inhibitorik) tidak teraktifasi. Reseptor D2 yang inhibitorik tidak
terangsang, sehingga jalur indirek dari putamen ke globus palidus segmen eksterna yang
GABAergik tidak ada yang menghambat sehingga fungsi inhibitorik terhadap globus palidus
segmen eksterna berlebihan. Fungsi inhibisi dari saraf GABAergik dari globus palidus
segmen ekstena ke nucleus subtalamikus melemah dan kegiatan neuron nukleus subtalamikus
meningkat akibat inhibisi.
Terjadi peningkatan output nukleus subtalamikus ke globus palidus segmen
interna/substansia nigra pars retikularis melalui saraf glutaminergik yang eksitatorik
akibatnya terjadi peningkatan kegiatan neuron globus palidus / substansia nigra. Keadaan ini
diperhebat oleh lemahnya fungsi inhibitorik dari jalur langsung ,sehingga output ganglia
basalis menjadi berlebihan kearah talamus. Saraf eferen dari globus palidus segmen interna
ke talamus adalah GABA ergik sehingga kegiatan talamus akan tertekan dan selanjutnya
rangsangan dari talamus ke korteks lewat saraf glutamatergik akan menurun dan output
korteks motorik ke neuron motorik medulla spinalis melemah terjadi hipokinesia.

Gambar 3. Skema Teori Ketidakseimbangan Jalur Langsung dan Tidak Langsung


Keterangan : D2 = Reseptor dopamin 2 bersifat inhibitorik, D1 = Reseptor dopamin 1 bersifat eksitatorik, SNc
= Substansia nigra pars compacta, SNr = Substansia nigra pars retikulata, GPe = Globus palidus pars eksterna,
GPi = Globus palidus pars interna, STN = Subthalamic nucleus, VL = Ventrolateral

13
2.1.7. Penatalaksanaan
Tatalaksana penyakit Parkinson dapat dilakukan dengan beberapa modalitas yang
berbeda, termasuk farmakoterapi, pembedahan, fisioterapi, terapi okupasi, terapi wicara dan
olahraga. Kombinasi dari tatalaksana tersebut dapat digunakan untuk menghasilkan manfaat
terapeutik pada pasien dengan Parkinson.23
Pengobatan penyakit parkinson dapat dikelompokkan, sebagai berikut :
a) Bekerja pada sistem dopaminergik

b) Bekerja pada sistem kolinergik

c) Bekerja pada glutamatergik

Dari ketiga macam pengobatan mempunyai tujuan yang sama yaitu mengurangi gejala
motorik dari penyakit Parkinson. Sesuai dengan penyakit degeneratif lainnya, obat akan terus
digunakan seumur hidup. Hal ini akan menimbulkan efek samping penggunaan obat jangka
panjang yang merugikan dan akan mempengaruhi kualitas hidup penderita Parkinson.
Pada obat yang bekerja pada sistem dopaminergik terutama Levodopa mempunyai efek
samping neurotoksisitas pada penggunanan jangka panjang. Efek samping yang timbul ini
sulit diduga terjadinya. Fahn membuktikan bahwa levodopa bersifat toksik dan menambah
progesifitas dari penyakit Parkinson. Efek samping ini dapat berupa fluktuasi motorik,
diskinesia, neuropsikiatrik. Gejala yang timbul lanjut dan tidak berespon terhadap terapi
Levodopa adalah penderita mudah jatuh, gangguan postural, “freezing”, disfungsi otonom,
dan dementia.
Gejala pada tahap lanjut ini sering dijumpai pada penderita usia muda dan jarang
didapatkan pada penderita yang mulai mendapatkan terapi levodopa ini pada usia diatas 70
tahun.
Pada obat yang bekerja pada sistem kolinergik mempunyai efek terapi jangka panjang
berupa gangguan kognitif. Efek samping ini dapat berupa halusinasi dan gangguan daya
ingat. Sedangkan pada obat yang bekerja pada Glutamatergik dapat mempunyai efek terapi
jangka panjang berupa halusinasi, insomnia, konfusi dan mimpi buruk.2

2.1.8. Manajemen Fisioterapi Pada Pasien Parkinson


Manajemen penyakit Parkinson secara tradisional berpusat pada perawatan obat. 24
Namun, bahkan dengan manajemen medis yang optimal, pasien masih mengalami penurunan
fungsi tubuh, kegiatan sehari-hari, partisipasi, dan penurunan mobilitas. 25 Hal ini dapat
menyebabkan peningkatan ketergantungan pada orang lain, ketidakaktifan, dan isolasi sosial,
14
yang mengakibatkan berkurangnya kualitas hidup. Telah ada dukungan yang semakin besar
untuk dimasukkannya terapi rehabilitasi sebagai pembantu pengobatan farmakologis dan
bedah saraf dan seruan untuk bergerak ke arah manajemen multidisiplin.26
Tujuan fisioterapi pada pasien dengan penyakit Parkinson;
a) Menjaga dan meningkatkan tingkat fungsi dan kemandirian, yang akan membantu
meningkatkan kualitas hidup seseorang
b) Menggunakan latihan dan strategi gerakan untuk meningkatkan mobilitas
c) Memperbaiki dan memperbaiki pola dan postur gerakan abnormal, jika
memungkinkan
d) Maksimalkan kekuatan otot dan fleksibilitas sendi
e) Memperbaiki dan memperbaiki postur dan keseimbangan, serta meminimalkan
risiko jatuh
f) Mempertahankan pola pernapasan yang baik dan batuk yang efektif
g) Mendidik orang dengan Parkinson dan pengasuh/anggota keluarga mereka
h) Meningkatkan efek terapi obat27

Fokus utama dari fisioterapi yaitu perawatan yang spesifik pada tujuan dan individu,
serta mempertimbangkan tahap perkembangan penyakit orang tersebut.28

Gambar 4. Bidang Inti Fisioterapi Terkait Dengan Perkembangan Penyakit

15
Menurut Guideline Fisioterapi Eropa,27 lima bidang inti yang perlu diperhatikan dalam
fisioterapi orang dengan penyakit Parkinson yaitu; kapasitas fisik, perpindahan, aktivitas
manual, keseimbangan dan gait (gaya berjalan).

a) Kapasitas Fisik
Kapasitas fisik memerlukan kapasitas sistem neuromuskuler dan kardiorespirasi,
diekspresikan oleh toleransi olahraga, mobilitas sendi ditambah tonus otot, kekuatan dan daya
tahan. Kapasitas fisik yang memadai, terdiri dari kekuatan otot, daya tahan, koordinasi dan
rentang gerak, merupakan prasyarat untuk melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari dan
partisipasi dalam masyarakat.29 Pasien dengan Parkinson memiliki kecenderungan ke arah
gaya hidup yang lebih tidak aktif, sehingga memerlukan bantuan untuk menjadi aktif
kembali. Namun perlu dicatat bahwa pasien yang menggunakan agonis dopamin beresiko
untuk berolahraga kompulsif.30
Ketidakaktifan mengurangi kekuatan dan panjang otot, terutama pada otot yang
menahan beban pada orang tua.31 Kurangnya kekuatan otot berkaitan dengan meningkatnya
risiko jatuh dan penurunan kecepatan berjalan.32
Perubahan postur jangka panjang dapat menyebabkan kelemahan otot sekunder,
terutama ekstensor punggung dan leher, tetapi juga otot-otot bahu (adduktor), pinggul
(ekstensor), bokong dan kaki (ekstensor). Hubungan linear terbalik ada antara volume
aktivitas fisik dan multi morbiditas, termasuk nyeri, osteoporosis, depresi dan penyakit
kardiovaskular.33
Latihan fisik sesuai rekomendasi dan pengaturan pola hidup dapat mengurangi
mortalitas prematur dan perbaikan kesehatan lebih lanjut, terutama fungsi kardiovaskular.

b) Perpindahan
Ketika penyakit ini berkembang, gerakan motoric yang kompleks seperti untuk
berpindah tempat mungkin tidak dapat lagi dilakukan secara otomatis. Masalah perpindahan
seperti duduk ke kursi, bangun dari tempat tidur sampai atau berbalik di tempat tidur. 34 Faktor
yang berperan dalam masalah ini adalah lemahnya dukungan tungkai melawan gravitasi dan
timing yang memburuk saat bergerak. Kekuatan otot ekstensor pinggul yang berkurang juga
dapat menjadi salah satu faktor.35

c) Aktivitas Manual
Serupa dengan masalah perpindahan, aktivitas manual mungkin menjadi sulit untuk
dilakukan karena ada urutan motor yang kompleks diperlukan. Fluiditas, koordinasi, efisiensi,

16
dan kecepatan jangkauan serta ketangkasan gerakan seringkali berkurang. Pengaturan waktu
yang tidak tepat dan integrasi komponen gerakan juga memainkan peran, serta gangguan
regulasi terhadap gaya yang diperlukan dan gangguan grip presisi.36
Tremor dapat memengaruhi aktivitas manual meskipun tremor istirahat umumnya
menghilang atau berkurang ketika suatu gerakan dimulai. Namun, tremor dapat kembali
dalam aksi isometrik otot-otot misalnya ketika memegang objek untuk waktu yang lebih
lama. Pada beberapa pasien Parkinson, tremor aksi dapat diamati mempengaruhi pergerakan
volunteer.37

d) Keseimbangan
Gangguan keseimbangan sangat umum pada pasien dengan Parkinson. Dalam penilaian
prospektif, tingkat jatuh berkisar antara 38% hingga 54% untuk periode tiga bulan, 38 hingga
68% untuk periode 12 bulan39, dan hingga 87% untuk periode 20 bulan 40. Biasanya lima
tahun setelah onset gangguan pertama, keterbatasan dalam mengubah dan mempertahankan
posisi tubuh (yaitu keseimbangan) berkembang karena reflex postur semakin berkurang.
Gangguan dalam proprioseptif, mengurangnya fleksibilitas tubuh, serta pengaruh obat
Levodopa dapat pula berpengaruh dalam penurunan keseimbangan41

e) Gaya Berjalan
Keterbatasan dalam gaya berjalan muncul bahkan pada tahap awal penyakit. Dua jenis
dibedakan gangguan: 'kontinu' dan 'episodik'42

Gambar 5. Gait Pasien dengan Parkinson

17
1) Gangguan kontinu
Kelainan gaya berjalan berkelanjutan yaitu berkurangnya gerakan lengan
asimetris saat berjalan, postur bungkuk, langkah nampak lebih kecil, dan terlihat ada
kesulitan untuk membalikkan posisi berdiri atau berbaring pada orang dengan jenis
penyakit Parkinson bradikinetik-kaku. Ketika penyakit ini berkembang, gaya berjalan
menjadi lebih lambat dan gaya berjalan parkinsonian yang khas berkembang dengan
langkah-langkah yang terseok-seok dan pendek, ayunan lengan yang berkurang
bilateral dan putaran yang lambat. Panjang langkah lebih berkurang ketika tugas
kognitif ditambahkan (tugas ganda) atau saat berjalan dalam kegelapan total.43
Kecepatan berjalan rata-rata pasien dengan Parkinson grade HY 3 atau 4
diperkirakan 0,88 m/s, jauh lebih lambat daripada standar internasional untuk kecepatan
berjalan diperlukan untuk menggunakan penyeberangan pejalan kaki, yaitu 0,94 m/s
hingga 1,2 m/s.44 Tidak mengherankan, berkurangnya kecepatan berjalan berkorelasi
dengan keterbatasan ADL.45

2) Episodik: Freezing of Gait


Selain gangguan gaya berjalan berkelanjutan, pasien dengan Parkinson dapat
menunjukkan gangguan gaya berjalan episodik, seperti festination dan freezing. Pasien
dengan Parkinson dapat dengan tiba-tibatiba-tiba tidak dapat menghasilkan gerakan
melangkah yang efektif.46 Saat festination atau gaya tergesa-gesa, gerakan kaki secara
tidak sadar berada belakang pusat gravitasi mereka. Akibatnya, mereka akan
melangkah cepat dan tanpa sadar mengambil langkah-langkah kecil yang semakin
meningkatkan risiko untuk jatuh. Ketika pasien mengambil langkah korektif ke depan,
ini mengarah ke propulsi; ketika pasien kehilangan keseimbangan dan mengambil
langkah korektif mundur, itu mengarah pada retropulsi. Selama episode freezing atau
beku, pasien merasa seolah-olah kaki mereka telah terpaku pada lantai. 47 Pembekuan
bisa tidak hadir sebagai akinesia lengkap, melainkan sebagai langkah menyeret dengan
gerakan gemetar dari kaki.48
Pembekuan paling sering muncul ketika pwp mulai berjalan (mulai ragu-ragu),
melakukan belokan, melewati lorong-lorong sempit seperti pintu, melakukan tugas
ganda (seperti berbicara sambil berjalan), mencapai ruang terbuka, ketika mencapai
target, atau ketika berjalan dalam kegelapan total43

18
2.1.9. Program Fisioterapi Pasien dengan Parkinson
2.1.9.1. Merencanakan Tujuan Pengobatan Fisioterapi
Melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik, ahli fisioterapi dan orang dengan penyakit
Parkinson menentukan apakah ada indikasi untuk fisioterapi.49 Lima area inti ditargetkan dari
prespektif pasien dan fisioterapis. Jika pasien tidak menunjukkan tanda bahaya untuk
intervensi fisioterapi, indikasi untuk perawatan dalam area inti fisioterapi di mana pasien ini
memerlukan pengawasan mungkin termasuk;
a) Dukungan manajemen diri, seperti untuk perubahan perilaku
b) Berolahraga untuk meningkatkan kebugaran dan fungsi fisik atau untuk mencegah
komplikasi sekunder
c) Praktik untuk menunda timbulnya pembatasan aktivitas
d) Pelatihan strategi kompensasi untuk mengurangi batasan aktivitas.

2.1.9.2. Menggunakan Alat Pengukuran Fisioterapi


Penggunaan alat ukur untuk mengukur kemajuan fisioterapi dilakukan jika informasi
yang didapatkan dapat diinterpretasikan dengan tepat. Karenanya, fisioterapis yang akan
memakai alat ukur, haruslah dapat menggunakannya dengan tepat sehingga informasi yang
didiapatkan dapat terstruktur, objektif dan transparan.
Informasi pengukuran yang digunakan pada saat dan ketika selesai terapi dapat
digunakan untuk
a) Mendukung pasien untuk menyesuaikan tujuan jangka pendek dan panjang yang tepat
b) Memotivasi pasien dalam kepatuhan terhadap perawatan untuk memenuhi tujuan
pengobatan
c) Memotivasi pasien dalam manajemen diri
d) Memungkinkan pemantauan perubahan karena intervensi
e) Memberikan catatan perubahan yang mengidentifikasi risiko di masa depan untuk
kehilangan dan kehilangan kapasitas fisik
f) Mendukung ahli fisioterapi dan pasien dalam memutuskan kelanjutan atau perubahan
pengobatan
g) Mengizinkan komunikasi dengan dokter rujukan dan profesional kesehatan lainnya27

19
2.1.9.3. Alat Ukur yang Direkomendasikan
Dalam Guideline Fisioterapi Eropa27 ada 18 alat pengukuran yang valid dan dapat
diandalkan untuk digunakan pada pasien dengan Parkinson.

Tabel 2. Rekomendasi Alat Pengukuran dan Perkiraan Waktu yang Dibutuhkan untuk
Penggunaannya

Keterangan : ” = menit; ABC = Activities Balance Confidence Scale; FES-I = Falls Efficacy Scale International;
M-PAS = Modified Parkinson Activity Scale; TUG = Timed Up & Go; FTSTS = Five Times Sit To Stand; DGI
= Dynamic Gait Index; FGA = Functional Gait Assessment; BBS = Berg Balance Scale; 10MW = 10 Meter
Walk; FOG = freezing of gait; 6MWD = Six Minute Walk Distance; # = tidak ada alat dengan validitas,
reabilitas, dan feasibilitas yang tersedia untuk area inti ini; * = dapat digunakan untuk evaluasi

2.1.9.4. Intervensi Fisioterapi


Program intervensi fisioterapi menurut Guideline Fisioterapi Eropa terbagi menjadi
olahraga dan latihan gerakan strategis.

a) Olahraga
Olahraga yang dimaksud adalah aktivitas fisik yang terencana, terstruktur, dan berulang
yang bertujuan untuk meningkatkan atau mempertahankan kebugaran fisik. 50 Hal ini harus
terstruktur untuk mencegah komplikasi sekunder51 dan bahkan dapat menginduksi

20
perlindungan saraf. Olahraga harus diperhitungkan sesuai dengan kapasitas fisik dan
mobilitas fungsional pasien. Latihan dapat dilakukan secara individu atau dalam kelompok,
dan dapat diawasi atau tidak diawasi.
Fisioterapis dapat menyarankan atau melatih pasien menuju berolahraga dan gaya
hidup yang lebih aktif. Jika pasien memiliki batasan, dapat dilakukan fisioterapi
konvensional. Olahraga yang dipilih dapat dikombinasikan, dengan fokus pada kapasitas fisik
dan mobilitas fungsional.
Aktivitas fisik, khususnya, latihan aerobik mungkin memperlambat kemunduran
keterampilan motorik dan depresi. Selain itu, meningkatkan kualitas hidup pasien dengan
Parkinson.52 Sebuah uji coba terkontrol secara acak menunjukkan hasil yang baik dengan
latihan dan program intervensi hortikultura untuk orang dewasa yang lebih tua dengan
masalah depresi dan memori.53
Kualitas hidup dapat ditingkatkan ketika melakukan latihan kekuatan melawan
resistensi eksternal (menggunakan alat seperti sepeda statis, therapeutic putty, karet elastis,
weight cuff). Latihan ini dapat meningkatkan parameter fisik, seperti keseimbangan,
parameter gaya berjalan dan kinerja fisik.54
Pasien dengan Parkinson sering kesulitan melakukan tugas ganda, misalnya berbicara
sambil berjalan. Sehingga harus dilatih dengan Menjalankan tugas ganda, mis. berbicara
sambil berjalan, biasanya sulit pada pasien Parkinson. Pelatihan motor cognitive dual task
dapat meningkatkan kemampuan tugas ganda dan memperbaiki gaya berjalan, keseimbangan,
dan kognisi.55
Sebuah studi penelitian baru-baru ini menemukan progressive resistance training
(PRT) efektif dalam mengurangi bradikinesia dan meningkatkan kinerja fungsional pada
pasien dengan Parkinson ringan sampai sedang.56

b) Latihan Strategi Gerakan


Dasar pemikiran pelatihan strategi gerakan adalah untuk mengkompensasi defisit
dengan melakukan perilaku (otomatis) internal. Ini termasuk isyarat, perhatian dan strategi
untuk urutan motorik yang kompleks (sebelumnya disebut strategi gerakan kognitif). Ketika
strategi diterapkan pada kegiatan, mereka mendorong pembelajaran motorik, mungkin
dengan mendapatkan efisiensi dalam jalur kompensasi. 57 Untuk meningkatkan kemampuan
berpindah sendiri atau agar dapat beraktivitas manual, sering kali digunakan kombinasi dari
isyarat, perhatian dan strategi pengurutan digunakan. Untuk meningkatkan gaya berjalan,
kombinasi isyarat dan strategi untuk urutan motorik kompleks digunakan.

21
Contoh strategi isyarat yaitu;
1) Visual: melangkahi pita di lantai, kaki seseorang atau garis laser yang diproyeksikan
di lantai

2) Auditori: berjalan dengan irama metronom atau music yang disukai penderita dengan
Parkinson

3) Taktil: berjalan sesuai ritme getaran gelang yang dapat bergetar.

Contoh strategi perhatian untuk menginisiasi gerakan;

1) Goyang dari kiri ke kanan sebelum mulai berjalan

2) Gabungkan goyang dengan instruksi (atau pemikiran) untuk mengambil langkah besar

3) Ambil langkah mundur sebelum mulai berjalan

4) Tiba-tiba mengayunkan lengan di depan ('menunjuk ke arah')

5) Untuk dapat pindah dari sisi tempat tidur: Goyang lutut yang ditekuk dari kiri ke
kanan sebelum berguling

6) Untuk dapat berpindah ke kursi: Goyang ke depan dan ke belakang sebelum naik dari
kursi

Terapi ini dapat dilakukan dengan konsep sugesti eksternal. Gangguan ganglia basal
menyebabkan penurunan dari kontrol internal yang dibutuhkan untuk menentukan waktu dan
mengukur gerakan otomatis dan berulang. Isyarat eksternal dan strategi perhatian
menggantikan kontrol internal yang sudah menurun ini. Isyarat eksternal didefinisikan
sebagai stimulus eksternal temporal atau spatial yang berhubungan dengan inisiasi dan
fasilitasi aktivitas motorik (gaya berjalan).58

Stimulus ini dapat pula visual, yang bertujuan untuk menghasilkan amplitudo, atau
pendengaran atau taktil (walaupun jarang digunakan), bertujuan untuk menghasilkan ritme. 59
Dengan menggunakan isyarat, gerakan lebih dikendalikan melalui korteks premotor dan
parietal dan otak kecil.60

Di tahap selanjutnya, ketika perhatian dan fungsi eksekutif terbatas dan tidak bisa lagi
mengimbangi hilangnya otomatisasi gaya berjalan, isyarat dapat memandu perhatian,
mengurangi ketergantungan pada kontrol internal perhatian.

22
Isyarat dapat bertindak untuk memusatkan perhatian, khususnya pada tugas-tugas yang
lebih kompleks dan dengan demikian membantu dalam kiprah prioritas. Sebagai hasilnya,
isyarat pendengaran dapat meningkat bahkan ketika melakukan tugas ganda.

Tabel 3. Intervensi Fisioterapi untu Pasien Parkinson61

2.1.10. Prognosis
Dengan diperkenalkannya levodopa, angka kematian turun sekitar 50%, dan harapan
hidup diperpanjang beberapa tahun. Hal ini diduga disebabkan oleh efek simptomatis dari
levodopa.62
American Academy of Neurology mencatat bahwa fitur klinis berikut dapat membantu
memprediksi laju perkembangan Parkinson:
a. Usia yang lebih tua saat onset dan kekakuan awal/hipokinesia dapat digunakan
untuk memprediksi; (1) laju perkembangan motorik yang lebih cepat pada mereka
yang menderita penyakit Parkinson yang baru didiagnosis dan (2) perkembangan
penurunan kognitif dan demensia yang lebih dini.
b. Tingkat perkembangan motorik yang lebih cepat juga dapat diprediksi jika
pasiennya laki-laki, memiliki komorbiditas terkait, dan memiliki ketidakstabilan
postur/kesulitan berjalan (PIGD)

c. Usia yang lebih tua saat onset, demensia, dan penurunan respons terhadap terapi
dopaminergik memiliki peningkatan kemungkinan penempatan di rumah jompo dan
penurunan kelangsungan hidup.63

23
BAB III KESIMPULAN

Terapi untuk penyakit Parkinson harus dilakukan tim multidisiplin untuk mencegah
penurunan fungsi tubuh.26 Fisioterapi adalah terapi rehabilitasi yang dapat dipilih untuk
membantu pengobatan farmakologis dan bedah dalam mempertahankan kualitas hidup
penderita dengan Parkinson. 25
Menurut Guideline Fisioterapi Eropa,27 lima bidang inti yang perlu diperhatikan dalam
fisioterapi orang dengan penyakit Parkinson yaitu; kapasitas fisik, perpindahan, aktivitas
manual, keseimbangan dan gait (gaya berjalan). Penting untuk mempertimbangkan kelima
bidang tersebut dalam memilih manajemen fisioterapi. Program intervensi yang disarankan
mencakup olahraga dan latihan gerakan strategis. Penyesuaian program dengan kebutuhan
penderita dapat membantu memperbaiki fungsional tubuh.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Rubenis J. A rehabilitational approach to the management of Parkinson’s disease. Park


Relat Disord. 2007;13:Suppl 3:S495-7. doi:10.1016/S1353-8020(08)70055-5.
2. Syamsyudin T. Buku Paduan Tatalaksana Penyakit Parkinson Dan Gangguan Gerak
Lainnya. Kelompok Studi Movement Disorder PERDOSSI; 2013.
3. Stoker T., Greenland J. Parkinson’s Disease Pathogenesis and Clinical Aspects.
(Stoker T., Greenland J., eds.). Australia: Codon Publications; 2018.
doi:http://dx.doi.org/10.15586/codonpublications.parkinsonsdisease.2018 Edited
4. Patel T, Chang F. Practice recommendations for Parkinson’s disease: Assessment and
management by community pharmacists. Can Pharm J. 2015;148(3):142-149.
doi:10.1177/1715163515578146
5. Lanciego J., Luquin N, Obeso J. Neuroanatomy of the basal ganglia. Cold Spring Harb
Perspect Med. 2012;2. doi:10.1101/cshperspect.a009621
6. Hendrik L. Depresi Berkorelasi dengan Rendahnya Kualitas Hidup Penderita
Parkinson. 2013.
7. Kalla L., Lang A. Parkinson’s Disease. Lancet. 2015;29(386):896-912.
doi:10.1016/S0140-6736(14)61393-3.
8. Chen J. Parkinson’s disease: health-related quality of life, Economic Cost, and
Implication of Early Treatment. Am J Manag Care. 2010;16(4):87-93.
https://www.ajmc.com/journals/supplement/2010/a280_10mar_parkinsons/
a280_10mar_chen.
9. Noviani E, Gunarto U, Setyono J. Hubungan Antara Merokok dengan Penyakit
Parkinson di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto. Mandala Heal.
2010;4(2):81-86.
10. Lees A, Hardy J, Revesz T. Parkinson’s disease. Lancet. 2009;13(373):2055-2066.
doi:https://doi. org/10.1016/S0140-6736(09)60492-X
11. Deng H, Wang P, Jankovic J. The genetics of Parkinson disease. Ageing Res Rev.
2018;42:72-85. doi:https://doi.org/10.1016/j.arr.2017.12.007.
12. Schulte C, Gasser T. Genetic basis of Parkinson’s disease: Inheritance, penetrance, and
expression. Appl Clin Genet. 2011;4:67-80. doi:10.2147/TACG.S11639
13. Nichols WC, Pankratz N, Marek DK, et al. Mutations in GBA are associated with
familial Parkinson disease susceptibility and age at onset. Neurology. 2009;72(4):310-

25
316. doi:10.1212/01.wnl.0000327823.81237.d1
14. Sidransky E, Lopez G. The Link Between the GBA gene and Parkinsonism. Lancet
Neurol. 2012;11(11):986-998. doi:10.1016/S1474-4422(12)70190-4
15. Nalls MA, N P, CM L, et al. Large-scale meta-analysis of genome-wide association
data identifies six new risk loci for Parkinson’s disease. Nat Genet. 2014;46(9):989-
993. doi:10.1530/ERC-14-0411.Persistent
16. Simon-Sanchez J, Schulte C, Bras JM, et al. Genome-Wide Association Study reveals
genetic risk underlying Parkinson’s disease HHS Public Access Author manuscript.
Nat Genet. 2009;41(12):1308-1312. doi:10.1038/ng.487
17. Breckenridge CB, Berry C, Chang ET, Sielken RL, Mandel JS. Association between
Parkinson’s disease and cigarette smoking, rural living, well-water consumption,
farming and pesticide use: Systematic review and meta-analysis. PLoS One.
2016;11(4):1-42. doi:10.1371/journal.pone.0151841
18. Silitonga R. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kualitas Hidup Penderita
Penyakit Parkinson di Poliklinik Saraf RS Dr. Kariadi. Progr Pascasarj Magister Ilmu
Biomedik dan Progr Pendidik Dr Spes I Ilmu Penyakit Saraf Univ Diponegoro. 2007.
19. Tolosa E, Gaig C, Santamaría J, Compta Y. Diagnosis and the premotor phase of
Parkinson disease. Neurology. 2009;72(7 Supplement 2):S12 LP-S20.
doi:10.1212/WNL.0b013e318198db11
20. Muslimović D, Post B, Speelman JD, Schmand B. Cognitive profile of patients with
newly diagnosed Parkinson disease. Neurology. 2005;65(8):1239 LP - 1245.
doi:10.1212/01.wnl.0000180516.69442.95
21. Black KJ. Treatment of Parkinson’s disease psychosis. Med int rev. 2017;27(109):266-
271.
22. Goldstein DS, Sewell L, Sharabi Y. Autonomic dysfunction in PD: A window to early
detection? J Neurol Sci. 2011;310(1):118-122. doi:10.1016/j.jns.2011.04.011
23. Patel T, Chang F. Parkinson’s disease guidelines for pharmacists. Can Pharm J.
2014;147(3):161-170. doi:10.1177/1715163514529740
24. Rascol O, Payoux P, Ferreira J, Brefel-Courbon C. The management of patients with
early Parkinson’s disease. Park Relat Dis. 2002;9:61-67.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/12217623.
25. Schrag A, Jahanshahi M, Quinn N. How does Parkinson’s disease affect quality of
life? A comparison with quality of life in the general population. Move Disord.
2000;15:1112-1118. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11104193?dopt=Abstract.
26
26. Post B, van der Eijk M, Munneke M, Bloem BR. Multidisciplinary care for
Parkinson’s disease: Not if, but how! Postgrad Med J. 2011;87(1031):575-578.
doi:10.1136/pgmj.2011.241604rep
27. Keus S, Munneke M, Graziano M, et al. European Physiotherapy Guideline for
Parkinson’s disease. KNGF/ParkinsonNet, the Netherlands. 2014:1-191.
doi:10.1016/0030-4018(94)00524-X
28. Mollinedo-Cardalda I, Carral JMC, Rodriguez-Fuentes G. Pilates method guidelines
for physical therapy in patients with Parkinson’s disease. Parkinsonism Relat Disord.
2016;22(3):e65-e66. doi:10.1016/j.parkreldis.2015.10.150
29. Morris M. Movement disorders in people with Parkinson disease: a model for physical
therapy. Phys Ther. 2000;80(6):587-597.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/10842411.
30. Vitale C, Santangelo G, Verde F, Amboni M, Sorrentino G, Grossi D. Exercise
dependence induced by pramipexole in Parkinson’s Disease-a case report. Move
Disord. 2010;25(16):2893-2894. doi:10.1002/mds.23323.
31. Manini TM, Clark BC. Dynapenia and aging: An update. Journals Gerontol. 2012;67
A(1):28-40. doi:10.1093/gerona/glr010
32. Allen N, Sherrington C, Canning C, Fung V. Reduced muscle power is associated with
slower walking velocity and falls in people with Parkinson’s disease. Park Relat Dis.
2010;16(4):261-264. doi:10.1016/j.parkreldis.2009.12.011
33. Nimwegen M Van, Speelman AD, Hofman-Van Rossum EJM, et al. Physical
inactivity in Parkinson’s disease. J Neurol. 2011;258(12):2214-2221.
doi:10.1007/s00415-011-6097-7
34. Kamsma YPT, Brouwer WH, Lakke JPWF. Training of compensational strategies for
impaired gross motor skills in Parkinson’ disease. Physiother Theory Pract.
1995;11(4):209-229. doi:10.3109/09593989509036407
35. Inkster LM, Eng JJ, MacIntyre DL, Stoessl AJ. Leg muscle strength is reduced in PD
and relates to the ability to rise from a chair. Move Disord. 2003;18(2):157-162.
doi:10.1002/mds.10299
36. Bertram CP, Lemay M, Stelmach GE. The effect of Parkinson’s disease on the control
of multi-segmental coordination. Brain Cogn. 2005;57(1):16-20.
doi:https://doi.org/10.1016/j.bandc.2004.08.014
37. Baumann CR. Epidemiology, diagnosis and differential diagnosis in Parkinson’s
disease tremor. Parkinsonism Relat Disord. 2012;18:S90-S92. doi:10.1016/S1353-
27
8020(11)70029-3
38. Pickering R, Grimbergen Y, Rigney U, Ashburn A, Mazibrada G, Wood B. A meta-
analysis of six prospective studies of falling in Parkinson’s disease. Move Disord.
2007;22(13):1892-1900. doi:10.1002/mds.21598
39. Wood BH, Bilclough JA, Bowron A, Walker RW. Incidence and prediction of falls in
Parkinson’s disease: A prospective multidisciplinary study. J Neurol Neurosurg
Psychiatry. 2002;72(6):721-725. doi:10.1136/jnnp.72.6.721
40. Hely M, Reid W, Adena M, Halliday G, Morris J. The Sydney multicenter study of
Parkinson’s disease: the inevitability of dementia at 20 years. Move Disord.
2008;23(6):837-844. doi:10.1002/mds.21956
41. Konczak J, Corcos DM, Horak F, et al. Proprioception and Motor Control in
Parkinson’s Disease. J Mot Behav. 2009;41(6):543-552. doi:10.3200/35-09-002
42. Hausdorff JM. Gait dynamics in Parkinson’s disease: Common and distinct behavior
among stride length, gait variability, and fractal-like scaling. Chaos. 2009;19(2):1-14.
doi:10.1063/1.3147408
43. Ehgoetz Martens KA, Pieruccini-Faria F, Almeida QJ. Could Sensory Mechanisms Be
a Core Factor That Underlies Freezing of Gait in Parkinson’s Disease? PLoS One.
2013;8(5). doi:10.1371/journal.pone.0062602
44. Laplante JN, Kaeser TP. The continuing evolution of pedestrian walking speed
assumptions. ITE J (Institute Transp Eng. 2004;74(9):32-40.
45. Tan D, Danoudis M, McGinley J, Morris ME. Relationships between motor aspects of
gait impairments and activity limitations in people with Parkinson’s disease: A
systematic review. Park Relat Disord. 2012;18(2):117-124.
doi:10.1016/j.parkreldis.2011.07.014
46. Giladi N, Nieuwboer A. Understanding and treating freezing of gait in parkinsonism,
proposed working definition, and setting the stage. Mov Disord. 2008;23:S423-S425.
doi:10.1002/mds.21927.
47. Snijders A, Haaxma C, Hagen Y, Munneke M, BR B. Freezer or non-freezer: Clinical
assessment of freezing of gait. Park Relat Dis. 2012;18(2):149-154.
doi:10.1016/j.parkreldis.2011.09.006. Epub 2011 Oct 2.
48. Giladi N, Treves TA, Simon ES, et al. Freezing of gait in patients with advanced
Parkinson’s disease. J Neural Transm. 2001;108(1):53-61.
doi:10.1007/s007020170096
49. Hendriks HJM, Oostendorp RAB, Bernards ATM, Van Ravensberg CD, Heerkens YF,
28
Nelson RM. The Diagnostic Process and Indication for Physiotherapy: A Prerequisite
for Treatment and Outcome Evaluation. Phys Ther Rev. 2000;5(1):29-47.
doi:10.1179/ptr.2000.5.1.29
50. Goodwin V, Richards S, Taylor R, Taylor A, Campbell J. The effectiveness of exercise
interventions for people with Parkinson’s disease: A systematic review and meta-
analysis. Mov Disord. 2008;23(5):631-640.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK76045/.
51. Speelman AD, van de Warrenburg BP, van Nimwegen M, Petzinger GM, Munneke M,
Bloem BR. How might physical activity benefit patients with Parkinson disease? Nat
Rev Neurol. 2011;7(9):528-534. doi:10.1038/nrneurol.2011.107
52. Wu PL, Lee M, Huang TT. Effectiveness of physical activity on patients with
depression and Parkinson’s disease: A systematic review. PLoS One. 2017;12(7):1-14.
doi:10.1371/journal.pone.0181515
53. Makizako H, Tsutsumimoto K, Doi T, et al. Exercise and Horticultural Programs for
Older Adults with Depressive Symptoms and Memory Problems: A Randomized
Controlled Trial. J Clin Med. 2019;9(1):99. doi:10.3390/jcm9010099
54. Ramazzina I, Bernazzoli B, Costantino C. Clinical Interventions in Aging Dovepress
Systematic review on strength training in Parkinson’s disease: an unsolved question.
Clin Interv Aging. 2017:12-619. doi:10.2147/CIA.S131903
55. Friz NE, Cheek F., Nichols-Larsen DS. Motor-cognitive dual-task trianing in
neurologic disorders: a systematic review. J Neurol Phys Ther. 2016;39(3):142-153.
doi:10.1097/NPT.0000000000000090.Motor-Cognitive
56. Vieira de Moraes Filho A, Chaves SN, Martins WR, et al. Progressive resistance
training improves bradykinesia, motor symptoms and functional performance in
patients with parkinson’s disease. Clin Interv Aging. 2020;15:87-95.
doi:10.2147/CIA.S231359
57. Nieuwboer A, Rochester L, Müncks L, Swinnen SP. Motor learning in Parkinson’s
disease: limitations and potential for rehabilitation. Parkinsonism Relat Disord.
2009;15:S53-S58. doi:10.1016/S1353-8020(09)70781-3
58. Nieuwboer A, Kwakkel G, Rochester L, et al. Cueing training in the home improves
gait-related mobility in Parkinson’s disease: The RESCUE trial. J Neurol Neurosurg
Psychiatry. 2007;78(2):134-140. doi:10.1136/jnnp.200X.097923
59. Nieuwboer A. Cueing for freezing of gait in patients with Parkinson’s disease: a
rehabilitation perspective. Mov Disord. 2008;23:475-481. doi:10.1002/mds.21978
29
60. Debaere F, Wenderoth N, Sunaert S, Van Hecke P, Swinnen SP. Internal vs external
generation of movements: differential neural pathways involved in bimanual
coordination performed in the presence or absence of augmented visual feedback.
Neuroimage. 2003;19(3):764-776. doi:https://doi.org/10.1016/S1053-8119(03)00148-4
61. Rochester L, Nieuwboer A, Lord S. Physiotherapy for Parkinson’s disease: Defining
evidence within a framework for intervention. Neurodegen Dis Man. 2011;1:57-65.
doi:https://doi.org/10.2217/nmt.11.1
62. Salat D, Tolosa E. Levodopa in the Treatment of Parkinson’s Disease: Current Status
and New Developments. J Parkinsons Dis. 2013;3:255-269. doi:10.3233/JPD-130186
63. AAN. Parkinson’s disease: Quality measurement set update. Am Acad Neurol. 2015:1-
56.

30

Anda mungkin juga menyukai