Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN KASUS PROFESI FISIOTERAPI

MANAJEMEN FISIOTERAPI GANGGUAN TUMBUH KEMBANG ANAK


BERUPA KETERLAMBATAN MERANGKAK, DUDUK, BERDIRI,
DAN BERJALAN E.C. CEREBRAL PALSY SPASTIC
QUADRIPLEGI DENGAN USIA KALENDER
3 TAHUN 10 BULAN DAN USIA TUMBANG
2 BULAN

OLEH:

Yunita Setyaningrum
R024212006

PROGRAM STUDI FISIOTERAPI


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2023
Lembar Pengesahan

Laporan Kasus Profesi Fisioterapi di Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo


dengan judul “Gangguan Tumbuh Kembang Anak berupa Keterlambatan
Merangkak,Duduk, Berdiri, dan Berjalan E.C. Cerebral Palsy Spastic
Quadriplegi dengan Usia Kalender 3 Tahun 10 Bulan
dan Usia Tumbang 2 Bulan”

Pada tanggal 17 Maret 2023

Mengetahui,

Clinical Educator Clinical Instructor

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan
tuntunan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan ini dengan berjudul “Gangguan
Tumbuh Kembang Anak berupa Keterlambatan Merangkak, Duduk, Berdiri, dan Berjalan
E.C. Cerebral Palsy Spatic Quadriplegi dengan Usia Kalender 3 Tahun 10 Bulan dan Usia
Tumbang 2 Bulan.” Shalawat dan salam senantiasa penulis panjatkan kepada Rasulullah
Shallallahu „Alaihi Wasallam yang telah menuntun umatnya dari jalan yang menyimpang atas
syariat Allah menuju jalan yang lurus (syariat-syariat Allah).
Penyusunan laporan kasus ini merupakan salah satu tugas pada pelaksanaan mata
kuliah manajemen fisioterapi pediatric. Dalam penyusunan laporan ini penulis menyampaikan
rasa terima kasih kepada clinical instructor dan clinical educator serta pihak lainnya yang
telah membimbing dalam pelaksanaan mata kuliah ini. Penulis menyadari bahwa laporan ini
masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik serta saran yang
membangun demi perbaikan laporan ini. Semoga laporan ini memberikan manfaat bagi dosen,
penulis, pembaca serta rekan-rekan lain yang membutuhkan demi kemajuan ilmu
pengetahuan.

Makassar, 17 Maret 2023

Penulis

iii
DAFTAR ISI

SAMPUL ................................................................................................................................................ i
LEMBAR PENGESAHAN .....................................................................................................................ii
KATA PENGANTAR ............................................................................................................................ iii
DAFTAR ISI.......................................................................................................................................... iV
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ......................................................................................................................... 1
B. Tujuan Praktik ......................................................................................................................... 2
C. Manfaat Praktis ........................................................................................................................ 2
D. Tempat dan Waktu ................................................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 4
A. Definisi Celebral Palsy.............................................................................................................. 4
B. Biomekanik ............................................................................................................................... 4
C. Epidemiologi ............................................................................................................................. 5
D. Etiologi....................................................................................................................................... 5
E. Patofisiologi ............................................................................................................................... 8
F. Manifestasi Klinis ..................................................................................................................... 8
G. Pemeriksaan Spesifik ................................................................................................................ 9
H. Penanganan Fisioterapi .......................................................................................................... 10
BAB III MANAJEMEN FISIOTERAPI .................................................................................... 13
A. Identitas Pasien ...................................................................................................................... 13
B. Assessment Fisioterapi (CHARTS) ..................................................................................... 13
C. Diagnosis Fisioterapi ............................................................................................................. 18
D. Problem Fisioterapi ............................................................................................................... 18
E. Tujuan Fisioterapi .................................................................................................................. 19
F. Intervensi Fisioterapi .............................................................................................................. 19
G. Evaluasi ................................................................................................................................... 20
H. Home Program ....................................................................................................................... 20
I. Kemitraan............................................................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................ 21

iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pertumbuhan anak adalah tahapan yang sangat riskan bagi setiap kehidupan anak.
Oleh karena itu, peran orang tua sangat penting guna memperhatikan seluruh aspek
pendukung maupun aspek-aspek lainnya yang ikut mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan anak. Masalah yang paling sering dijumpai pada tumbuh kembang anak,
salah satunya adalah cerebral palsy (CP). Cerebral palsy (CP) adalah suatu kelainan
atau kerusakan pada otak yang bersifat non-progresif dan berhubungan dengan
pengendalian fungsi motorik yang terjadi pada proses tumbuh kembang (Vitrikas et al.,
2022).
Kelainan atau kerusakan tersebut bisa terjadi baik saat di dalam kandungan (pre
natal), selama proses melahirkan (natal), maupun setelah proses kelahiran (post natal).
Cerebral palsy (CP) dapat mengakibatkan sejumlah gangguan, diantaranya adalah
gangguan sikap (postur), kontrol gerak, gangguan kekuatan otot yang umumnya diikuti
dengan gangguan neurologis berupa spastic, flaccid, kelumpuhan, gangguan basal
ganglia, cerebellum (otak kecil), dan retardasi mental (Laher, 2020). beberapa
penelitian sebelumnya, menyebutkan prevalensi penderita cerebral palsy (CP) adalah
sebanyak 3,6 per 1000 anak atau sekitar 278 anak. Studi kasus yang dilakukan di
negara Georgia dan Wisconsin menyebutkan angka yang tidak jauh berbeda, yakni 3,3
per 1000 anak di Wisconsin dan 3,8 per 1000 anak di Georgia (Loi, 2022). Berdasarkan
American Academy for Cerebral Palsy klasifikasi CP dikategorikan sebagai berikut:
klasifikasi neuro-motoric, yaitu spastic, athetoid, rigiditas, ataxia, tremor dan mixed
(campuran). Sedangkan klasifikasi berdasarkan distribusi topografi keterlibatan neuro-
motoric bisa berupa diplegia, hemiplegia, triplegia, dan quadriplegia (Vitrikas et al.,
2022).
Cerebral palsy diklasifikasikan berdasarkan distribusi anatomi dari gangguan
motorik. Diplegia CP terutama mempengaruhi ekstremitas bawah, tetapi mungkin ada
beberapa gangguan motorik halus di ekstremitas atas (Vova, 2022). Sebagai total
populasi, sekitar 23% anak-anak dengan CP memiliki quadriplegia, 39% memiliki
hemiplegia dan 38% memiliki diplegia. Sekitar tiga perempat dari anak-anak dengan
quadriplegia akan memiliki CP parah berbeda dengan diplegia dan hemiplegia di mana
CP parah terdiri masingmasing sekitar 2% dan 1% (Vova, 2022).

1
B. Tujuan Praktik
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari laporan kasus ini adalah memberikan pengalaman yang nyata
kepada penulis dalam penatalaksanaan dan pendokumentasian fisioterapi pada
klien anak dengan kondisi cerebral palsy spastic diplegia.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari laporan kasus ini adalah penulis dapat melakukan:
a. Pengkajian pada klien anak dengan cerebral palsy spastic diplegia..
b. Analisis data pada klien anak dengan cerebral palsy spastic diplegia.
c. Perumusan diagnosa fisioterapi yang muncul pada klien anak dengan cerebral
palsy spastic diplegia.
d. Intervensi fisioterapi pada klien anak dengan cerebral palsy spastic diplegia.
e. Evaluasi tindakan fisioterapi pada klien anak dengan cerebral palsy spastic
diplegia.
C. Manfaat Praktis
1. Manfaat bagi penulis
Memberikan pengalaman yang nyata terkait penatalaksanaan program fisioterapi
pada gangguan cerebral palsy spastic diplegia.
2. Manfaat bagi pasien dan keluarga.
Klien dan keluarga memahami cara perawatan pada penyakit cerebral palsy spastic
diplegia secara tepat dan mampu melakukan perawatan di rumah secara mandiri
sesuai home program yang telah diberikan oleh fisioterapis.
3. Manfaat bagi institusi akademik
Dapat digunakan sebagai informasi bagi institusi pendidikan dalam pengembangan
dan peningkatan mutu pendidikan di masa yang akan datang.
4. Manfaat bagi rumah sakit
Dapat memberikan kontribusi untuk mengevaluasi program pengobatan penyakit
dalam upaya peningkatan kesehatan serta peningkatan mutu pelayanan kesehatan
rumah sakit.
5. Manfaat bagi pembaca
Dapat memahami tentang penatalaksanaan, perawatan, pencegahan pada klien anak
dengan cerebral palsy spastic diplegia.

2
D. Tempat dan Waktu
1. Tempat
Proses penatalaksanaan praktik fisioterapi bertempat di Rumah Sakit Dr.
Wahidin Sudirohusodo Departemen Anak “Mother and Child” polifisioterapi.
2. Waktu
Waktu penatalaksanaan praktik fisioterapi dimulai pukul 08.00- 13.00
WITA.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Celebral Palsy


Cerebral palsy (CP) merupakan gangguan motorik yang bersifat permanen, non-
progressive yang terjadi pada anak kecil karena adanya kerusakan otak yang bisa terjadi
baik saat di dalam kandungan (pre natal), selama proses melahirkan (natal), maupun
setelah proses kelahiran (post natal), sehingga dapat mempengaruhi proses tumbuh
kembang anak (Laher, 2020). Cerebral palsy (CP) ditandai dengan perkembangan motoric
yang abnormal atau lambat (delay), seperti diplegia spastik yang biasanya diikuti oleh
kondisi lainnya, seperti retardasi mental, kejang, ataksia, athetoid, maupun tipe campuran
(mixed) (Laher, 2020). Dikatakan pula oleh Vitrikas et al (2022) CP adalah suatu kondisi
gangguan postur dan kontrol gerakan yang non-progressive yang disebabkan adanya
gangguan pada sel-sel motorik dalam susunan saraf pusat yang belum selesai
pertumbuhannya (Upadhyay et al., 2020). Sedangkan, definisi dari cerebral palsy spastic
diplegia merupakan sekelompok gejala yang digambarkan pada gangguan perkembangan
otak ketika otak berada pada masa pertumbuhan dan gangguan ini ditandai dengan
peningkatan tonus otot pada kedua anggota gerak. Sehingga, masalah utama adalah
adanya spastisitas pada kedua sisi anggota gerak (Farjoun et al., 2022).
B. Biomekanik
Keterlambatan hilangnya atau berlebihan refleks perkembangan mungkin
merupakan indikator awal kecacatan motorik. Bayi dengan refleks labirin tonik yang
berlebihan mungkin memiliki postur ophistotonic atau mungkin berguling pada usia yang
lebih awal dari yang seharusnya. Demikian pula, anak mungkin memiliki respons
abnormal pada suspensi vertikal, di mana alih-alih mengambil posisi duduk, mereka
memiliki ekstensi kaki yang terus- menerus. Tonus pada ekstremitas/batang dapat normal,
meningkat atau menurun. Kontrol kepala yang buruk, kepalan tangan yang persisten atau
asimetris, dan pola oromotor yang abnormal (menjulurkan lidah/ meringis) mungkin
merupakan tanda-tanda motorik awal. Namun, kadang-kadang, peningkatan ekstensor
leher dan tonus aksial dapat membuat kontrol kepala tampak lebih baik daripada yang
sebenarnya (Gulati & Sondhi, 2018).
Biomekanik perlu mempertimbangkan gerak sendi normal pada anak CP.
Berdasarkan sudut gerak dalam aktivitas sehari-hari pada anak dengan CP spastik
4
diperoleh sudut untuk sendi lutut yang fleksi pada 60 0 dan ekstensi 1200 (Pop et al.,
2018).
C. Epidemiologi
Penyebab cerebral paly, menjadikan jumlah pasti terkait prevalensi kasus ini dari
berbagai penelitian tidak sepenuhnya sama. Namun, ada kesamaan luar biasa dalam
prevalensi di seluruh dunia, dari Swedia pada tahun 1980 dengan prevalensi 2,4 per 1000
dan 2,5 per 1000 di awal 1990-an. Kemudian 2,3 per 1000 dari Atlanta, dan 1,6 per 1000
di China. Sementara itu, data terbaru sebanyak 3,6 per 1000 anak atau sekitar 278 anak.
Studi kasus yang dilakukan di negara Georgia dan Wisconsin menyebutkan angka yang
tidak jauh berbeda, yakni 3,3 per 1.000 anak di Wisconsin dan 3,8 per 1.000 anak di
Georgia (Loi, 2022). Namun, prevalensi anak penderita cerebral paly yang tersebar di
seluruh dunia tercatat sebanyak 17 juta anak (World cerebral palsy day, 2019).

Di Indonesia sendiri, berdasarkan data BPS (Badan Pusat Statistik) pada tahun 2017
terdapat sekitar 1,6 juta anak dengan beragam jenis gangguan. Salah satunya adalah
cerebral palsy. Menurut data riset RISKESDAS Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia pada tahun 2010 menunjukkan jumlah anak penderita cerebral palsy yang
berumur 24-59 bulan sebanyak 0,09% dari jumlah keseluruhan penduduk di Indonesia
dengan usia yang sama (Anindita & Apsari, 2019).

Angka kejadiannya sekitar 1 – 5 per 1000 anak. Penderita CP pada anak laki-laki
lebih banyak daripada wanita. Namun, alasan klinis dari kejadian tersebut masih belum
diketahui secara pasti. Selain itu, sering terjadi pada anak pertama. Hal tersebut dapat
disebabkan karena anak pertama lebih sering mengalami kesulitan pada waktu dilahirkan.
Bayi BBLR dan anak kembar, serta umur ibu yang lebih dari 40 tahun juga memiliki
tingkat kejadian yang tinggi terkena anak dengan kondisi cerebral palsy (Sopandi & Nesi,
2021).
D. Etiologi
Cerebral palsy adalah penyakit dengan berbagai macam penyebab, waktu terjadinya
kerusakan otak secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga periode yaitu:
1. Pre natal
Pada masa ini banyak faktor yang menyebabkan terjadinya kerusakan otak, antara
lain: (1) faktor herediter atau genetik, (2) infeksi virus (rubella, herpes), bakteri, dan
parasit (toxoplasmosis), (3) anoxia janin yang disebabkan oleh perdarahan akibat

5
pemisahan plasenta yang terlalu dini atau kelainan pertumbuhan plasenta, (4)
inkompatibilitas rhesus (Rh) yang meliputi: anemia hemolitik, hyperbilirubinemia, dan
eritroblastosis janin, (5) gangguan metabolik ibu, seperti diabetes mellitus, (6)
gangguan perkembangan yang meliputi kelainan pertumbuhan otak, vaskuler, dan
struktur skeletal, (7) keracunan pada masa kehamilan juga berpotensi menimbulkan CP
pada anak (Miller, 2020).
2. Natal
Pada masa ini faktor-faktor yang menyebabkan kerusakan otak diantaranya adalah:
(1) anoxia/hipoksia, (2) ikterus, (3) meningitis purulenta, (4) prematuritas, (5)
perdarahan otak (Miller, 2020).
3. Post Natal
Pada masa post natal bayi beresiko mendapatkan paparan dari luar yang dapat
mempengaruhi perkembangan otak yang mungkin dapat mengakibatkan terjadinya
kerusakan pada otak. Kerusakan yang terjadi pada jaringan otak setelah proses kelahiran
yang mengganggu perkembangan dapat menyebabkan CP, diantaranya: (1) trauma
kapitis, (2) meningitis, (3) ensepalitis, (4) luka parut pada pasca bedah, (5) berat badan
lahir rendah, (6) epilepsi, (7) tumor, (8) anoxia karena tenggelam (Miller, 2020).
Adapun klasifikasi cerebral palsy, berdasarkan gejala klinisnya dapat dibedakan,
sebagai berikut:
1. Tipe Spastik
Spastik berarti kekakuan pada otot. Hal ini terjadi ketika kerusakan otak
terjadi pada bagian cortex cerebri atau pada traktus piramidalis. Tipe ini
merupakan tipe CP yang paling sering ditemukan yaitu sekitar 70 – 80% dari
penderita. Pada penderita tipe spastik terjadi peningkatan tonus otot (hipertonus),
hiperrefleks, dan keterbatasan ROM sendi akibat adanya kekakuan. Selain itu, juga
gerakan menjadi lebih canggung dan lambat, sehingga anak kesulitan dalam
berjalan maupun bergerak. Tipe spastik dapat diklasifikasikan berdasarkan
topografinya, yaitu:
a. Monoplegi, jika hanya satu ekstremitas saja yang mengalami spastik.
Umumnya hal ini terjadi pada bagian lengan atau anggota gerak atas.
b. Diplegi, kekakuan terjadi pada dua anggota gerak. Sedangkan, sistem-sistem
lain normal. Anggota gerak bawah biasanya lebih berat dibanding dengan
anggota gerak atas.
6
c. Triplegi, menyerang pada tiga anggota gerak. Umumnya menyerang pada
kedua anggota gerak atas dan satu anggota gerak bawah.
d. Tetraplegi atau quadriplegi, ditandai dengan kekakuan pada keempat anggota
gerak dan juga terjadi keterbatasan pada tungkai.
2. Tipe Diskinetik
Merupakan tipe CP dengan otot lengan, tungkai, dan badan secara spontan
bergerak perlahan, menggeliat dan tak terkendali. Tetapi, bisa juga timbul gerakan
yang kasar dan mengejang (Miller, 2020). Gerakan akan menghilang jika anak
tidur. Tipe ini dapat ditemukan pada 10 – 15% kasus CP.
Ganglia basal adalah area otak yang paling terpengaruh pada cerebral palsy
diskinetik. Wilayah otak ini merupakan komponen utama dari sistem
ekstrapiramidal yang berperan dalam mengontrol gerakan otomatis, gerakan yang
berhubungan dengan postur, dan gerakan digital halus. Lesi ganglia basalis
menyebabkan gerakan involunter abnormal seperti athetosis dan distonia. Terdiri
atas dua tipe, yaitu:
a. Distonik
Gerakan yang dihasilkan lambat dan berulang-ulang sehingga menyebabkan
gerakan melilit atau meliuk-liuk dan postur yang abnormal.
b. Athetosis
Menghasilkan gerakan tambahan yang tidak dapat dikontrol, khususnya
pada lengan, tangan, dan kaki serta di sekitar mulut.
3. Tipe Ataxia
Pada tipe ini terjadi kerusakan pada cerebellum, sehingga meempengaruhi
koordinasi gerakan, keseimbangan dan gangguan postur. Tipe ini merupakan tipe
CP yang paling jarang ditemukan yaitu sekitar 5 – 10% dari penderita. Pada
penderita tipe ataxia terjadi penurunan tonus otot atau hipotonus, tremor, cara
berjalan yang lebar akibat gangguan keseimbangan serta kontrol gerak motorik
halus yang buruk karena lemahnya koordinasi.
4. Tipe Campuran
Merupakan tipe CP gabungan dari dua tipe CP. Gabungan yang paling
sering terjadi adalah antara tipe CP spastik dan athetoid.

7
E. Patofisiologi
Kelainan neuropatologi pada cerebral palsy bermacam-macam tergantung pada
bentuk dan besarnya hasil serta tingkat perkembangan sistem saraf pusat (Chin et al.,
2022). Pada cerebral palsy terjadi kerusakan pada pusat motorik dan menyebabkan
terganggunya fungsi gerak yang normal. Pada kerusakan cortex cerebri terjadi kontraksi
otot yang terusmenerus yang disebabkan oleh karena tidak terdapatnya inhibisi langsung
pada lengkung refleks. Sedangkan kerusakan pada level mid brain dan batang otak akan
mengakibatkan gangguan fungsi refleks untuk mempertahankan postur. Mid brain extra
pyramidal dan pusat lokomotor merupakan pusat control motor primitive. Pusat ini
membuat seseorang menggunakan pola primitive refleks untuk melakukan ambulasi pada
saat tidak terdapat seleksi kontrol motorik. Bila terdapat cedera berat pada sistem extra
pyramidal dapat menyebabkan gangguan pada semua gerak atau hypotonic, termasuk
kemampuan bicara. Namun, jika hanya cedera ringan, maka gerakan gross motor dapat
dilakukan tetapi tidak terkoordinasi dengan baik dan gerakan motorik halus sering kali
tidak dapat dilakukan (Chin et al., 2022).
Walaupun pada CP gangguan yang terjadi mengenai sistem motorik tetapi pada
kenyataannya tidak dapat dipisahkan antara fungsi motorik dan sensorik (Cemali et al.,
2022). Sehingga pengolahan sistem sensori pada CP mempunyai 2 jenis kekurangan, yaitu:
1. Primer: gangguan proses sensorik yang terjadi berhubungan dengan gangguan gerak
(pola yang abnormal).
2. Sekunder: gangguan proses sensorik yang diakibatkan oleh keterbatasan gerak
(Cemali et al., 2022).
Mekanisme patologi penyebab CP spastic adalah anak dengan masalah motorik kasar
terutama pada tungkai bawah, dengan fungsi motorik halus yang biasanya dipertahankan
pada tungkai atas. Hal ini biasanya terkait dengan leukomalacia periventrikular (PVL) dan
infark hemoragik periventrikular (PVHI). Beberapa dari anak-anak ini mungkin memiliki
kesulitan visual yang terkait (Gulati & Sondhi, 2018). Apabila area ini membawa fiber
yang bertanggung jawab terhadap kontrol motorik dan tonus otot pada kaki, maka cedera
dapat menyebabkan spastic diplegi.
F. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala pada kasus CP spastic diplegi menurut Ogoke (2018) bisa ditemukan
sejumlah kondisi berikut:

8
1. Terdapat spastisitas, terdapat gerakan-gerakan involunter seperti atetosis,
choreoatetosis, tremor dengan tonus yang dapat bersifat flaccid, rigiditas, ataupun
campuran.
2. Terdapat ataksia, gangguan koordinasi ini timbul karena kerusakan cerebellum.
Penderita biasanya memperlihatkan tonus yang menurun (hipotoni) dan menunjukkan
perkembangan motorik yang terlambat.
3. Menetapnya refleks primitif, seperti tonic neck refleks dan moro refleks yang
seharusnya sudah hilang pada usia 6 bulan.
4. Adanya gerakan menggunting pada tungkai karena posisi hip yang terlalu adduksi dan
endorotasi.
5. Beberapa kasus ditemukan adanya gangguan penglihatan, (misalnya strabismus,
hemianopsia, atau kelainan refraksi).
6. Gangguan bicara serta gangguan sensibilitas.
7. Pergelangan tangan atau wrist seringkali dalam posisi fleksi, sedangkan jari-jari
tangan dalam posisi mengepal.
8. Masalah keseimbangan
G. Pemeriksaan Spesifik
Pemeriksaan spesifik fisioterapi dilakukan untuk menentukan diagnosis dan
problematik fisioterapi sebagai dasar untuk menyusun dan menentukan jenis intervensi
yang akan dilakukan. Berikut beberapa pemeriksaan spesifik yang bisa dilakukan pada
kondisi cerebral palsy, antara lain:
1. Motorik Kasar
2. Motorik Halus
3. Pemeriksaan Tonus
4. Pemeriksaan Sensoris
5. Pemeriksaan Kekuatan Otot
6. Pemeriksaan Refleks yang mencakup 3 jenis refleks, yaitu refleks primitif, patologis,
dan fisiologis
7. Pemeriksaan ADL
8. Pemeriksaan Kognitif, Atensi, dan Eye Contact
9. Pemeriksaan Keterlambatan Tumbuh Kembang, menggunakan Denver II
10. Pemeriksaan Keseimbangan dan Kontrol Postural meliputi bagian kontrol kepala,
badan, tangan, dan kaki.

9
11. Tools pemeriksaan kelainan motorik untuk memudahkan diagnosis CP menggunakan
POSTER.
H. Penanganan Fisioterapi
Penanganan intervensi fisioterapi pada kasus cerebral palsy, yaitu dengan mengejar
suatu keterlambatan tahap perkembangan sesuai usia anak yang berarti bukan untuk
menyembuhkan penyakit cerebral palsy. Intervensi fisioterapi yang bisa diaplikasikan
pada anak cerebral palsy spastic antara lain sebagai berikut:
1. Neuro Muscular Technique (NMT)
Neuromuskular teknik merupakan aplikasi manual terapi yang berfungsi
menormalkan ketidakseimbangan jaringan yang mengalami hipertonus atau fibrotik.
Neuromuskular teknik juga digunakan untuk merelease trigger point pada otot,
tendon dan ligamen. Untuk teknik NMT ini sendiri paling sering menggunakan ibu
jari (thumb) (Jones & Learning, 2021).
2. Passive ROM
Latihan pasif ROM merupakan gerakan yang dilakukan dimana energi yang
dikeluarkan merupakan energi dari orang lain atau alat mekanik. Tujuan dari pasif
ROM ialah untuk menjaga fleksibiltas dan kekuatan otot, mempertahankan fungsi
jantung dan pernapasan, mencegah kekakuan kontraktur pada otot (Agusrianto,
2020).
3. Stretching Exercise
Peregangan otot, berupa latihan peregangan pasif, orthotics, casting, standing tabel,
atau kombinasi dari modalitas ini, telah direkomendasikan di awal manajemen sendi
hiper-resistensi pada anak-anak dengan CP. Secara akut, peregangan pasif memiliki
telah terbukti meningkatkan ROM pada anak-anak dengan CP. Pada penelitian
sebelumnya melakukan peregangan pasif selama lima repetisi selama 20 detik, baik
yang dilakukan oleh fisioterapis. ROM dapat meningkat, kekakuan sendi menurun,
panjang fasikulus istirahat tetap sama dan kekakuan otot berkurang (Kalkman, Bar-
On, O’Brien, & Maganaris, 2020).
4. Bobath Therapy atau Neuro Development Treatment (NDT)
Bobath atau neuro development treatment (NDT) yaitu suatu teknik yang
dikembangkan oleh Karel dan Bertha Bobath pada tahun 1997. Metode ini khususnya
ditujukan untuk menangani gangguan sistem saraf pusat pada bayi dan anak-anak.
Metode NDT mempunyai beberapa teknik, yaitu inhibisi, key point of control,

10
fasilitasi dan stimulasi propriosepsi. Tujuan konsep NDT yaitu: (1) memperbaiki dan
mencegah postur dan pola gerakan abnormal, (2) mengajarkan postur dan pola gerak
yang normal. Adapun prinsip pada metode ini, antara lain: (1) simetris dalam sikap dan
gerakan, (2) seaktif mungkin mengikuti dan sertakan sisi yang sakit pada segala
kegiatan, (3) pemakaian gerakan-gerakan ADL dalam terapi, (4) pembelajaran bukan
diarahkan pada gerakannya, tetapi pada perasaan gerakan (Cabezas-López &
Bernabéu-Brotóns, 2022).
a. Inhibisi
Inhibisi adalah penghambatan atau penurunan pola-pola sikap dan gerakan
abnormal dengan menggunakan sikap hambat reflek atau Reflek Inhibitory
Postures (RIP). Dengan memberikan posisi RIP yang benar dan arah yang benar
maka sekuensis dari abnormlitas tonus otot postural akan terjadi dan sekuensis ini
secara terus menerus diikut sertakan pada terapi.
b. Key Point of Control
Key Point of Control ialah titik yang digunakan fisioterapis dalam inhibisi dan
fasilitasi. KPoC harus dimulai dari proksimal ke distal.
c. Fasilitasi
Fasilitasi adalah upaya untuk mempermudah reaksi-reaksi automatik dan gerak
motorik yang sempurna pada tonus otot normal. Reaksi sikap dan gerak normal
dengan fasilitasi terdiri atas : 1. Fasilitasi duduk dari posisi tengkurap 2. Fasilitasi
kepala tegak 3. Fasilitasi badan tegak 4. Fasilitasi keseimbangan duduk 5. Fasilitasi
merangkak dari duduk 6. Fasilitasi berlutut dari merangkak 7. Fasilitasi
keseimbangan berlutut 8. Fasilitasi berdiri dan berlutut 9. Fasilitasi keseimbangan
berdiri 10. Fasilitasi berjalan
d. Stimulasi
Stimulasi taktil dan proprioseptif bertujuan untuk meningkatkan kemampuan
sensorik dan motorik. Stimulasi juga dapat merangsang sel otak (sinaps) yang
berfungsi untuk meningkatkan reaksi anak untuk memelihara posisi dan pola gerak
yang dipengaruhi oleh gaya gravitasi secara otomatis misalnya penumpuan berat
badan ketika berdiri, kemampuan kontrol kepala dan lain sebagainya. Prinsip
pemberian NDT ialah untuk menghambat gerakan abnormal, serta mengajarkan
gerakan normal dengan merangsang titik kunci dari gerak dan juga menekankan
untuk peningkatan gerak otomatis yang benar (Zanon et al., 2019).
11
5. Bridging exercise
Bridging exercise Bridging exercise dianggap sebagai latihan dasar untuk
meningkatkan stabilitas atau keseimbangan dan stabilisasi vertebra (Daulay &
Hidayah, 2021)

12
BAB III
MANAJEMEN FISIOTERAPI

A. Identitas Pasien
Nama : Ib
Usia : 3 tahun 10 bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Berat bayi lahir : 2400 gr
Panjang lahir : 45 cm
Alamat : Jl. Maccini Pasar Malam 1 no II

B. Assessment Fisioterapi (CHARTS)


1. Chief of Complaint (C)
Pasien anak usia 3 tahun 10 bulan belum mampu merangkak, duduk,
berdiri, berjalan.
2. History Taking (H)
Ibu hamil anak ke 3 dan tidak ada permasalahan saat hamil, selama
kehamilan ibu rutin untuk kontrol kandungan dan mengonsumsi vitamin
dari puskesmas. Pasien merupakan anak ke 3 dengan jarak 3 tahun dari
lahiran sebelumnya. Proses kelahiran anak normal dan cukup bulan, berat
badan lahir 2400 gr panjang lahir 45 cm. saat dilahirkan anak tidak
lansung menangis dan keadaan anak dalam keadaan biru, lalu dirawat di
NICU RS. Khadijah selama 2 minggu. Pasien juga memiliki riwayat kejang.
Ibu mulai curiga saat anak berumur 9 bulan namun belum mampu
mengangkat kepala, membalikkan badan kanan dan kiri, duduk,
merangkak, berdir dan berjalani. Anak hanya bisa menyebutkan dua kata
mama papa, anak belum bisa menyebutkan keinginan dan respon
pendengaran pasien baik, belum bisa mengontrol kepala.

3. Assymetry
a. Inspeksi Statis
1. Bentuk kepala normal.
2. Kontrol air liur baik.
.
13
3. Coxae kecil dan perut mengempis
4. Kurva vertebra normal
5. Kedua tangan cenderung pada posisi fleksi elbow.
6. Kedua tungkai cenderung pada posisi endorotasi hip, internal dan
plantar fleksi ankle
b. Dinamis
Anak datang digendong oleh ibunya
c. Palpasi
Oedem : (-)
Kontur kulit : Normal
Suhu : Normal
Tenderness : (-)
d. Test orientasi
1. Baring-tengkurap : Belum mampu
2. Tengkurap-angkat kepala : Belum mampu
3. Angkat kepala-berguling : Belum mampu
4. Berguling-bangun dengan 2 siku dan tangan : Belum mampu
5. Bangun dengan 2 siku dan tangan-merangkak: Belum mampu
6. Merangkak-duduk : Belum mampu
7. Duduk-berdiri dengan 2 lutut : Belum mampu
8. Berdiri dengan 2 lutut-jongkok : Belum mampu
9. Jongkok-berdiri dengan menapak : Belum mampu
10. Berdiri-berjalan : Belum mampu
e. Pemeriksaan Fungsi Gerak Dasar (PFGD):

Hasil
Regio Gerakan
sinistra dextra

Shoulder Fleksi-ekstensi Full ROM, Full ROM, soft


Abduksi-adduksi soft endfell endfell
ekso-endorotasi

14
Elbow Fleksi-ekstensi Full ROM, Full ROM,
tahanan tahanan
minimal, minimal,
soft/hardend soft/hard end
fell fell
Wrist Fleksi-ekstensi Full ROM, Full ROM,
soft/hard soft/hard
radial-ulnar deviasi
end fell end fell
Hip Fleksi-ekstensi Full ROM, Full ROM, ada
abduksi-adduksi ada tahanan , tahanan ,
ekso-endorotasi soft/hard soft/hard
end fell end fell
Knee Fleksi-ekstensi Full ROM, ada Full ROM, ada
tahanan , tahanan ,
soft/hardend soft/hardend
fell fell
Ankle Dorso fleksi Full ROM, ada Full ROM, ada
plantar fleksi tahanan , tahanan ,
soft/hardend soft/hardend
fell fell

4. Restrictive
a. Limitasi ROM : (-) Tidak terdapat keterbatasan ROM.
b. Limitasi ADL : (+) belum mampu tengkurap, duduk, merangkak, berdiri
dan berjalan.
c. Limitasi Pekerjaan : (-) Tidak ada pemeriksaan pekerjaan
d. Limitasi Rekreasi : (+) Terganggu, tidak dapat bermain dengan kegiatan
yang melibatkan posisi duduk, berdiri, dan berjalan.
5. Tissue impairment and psychological prediction
a. Musculotendinogen : (+) Muscle weakness pada m.
quadriceps, hamstring, abduktor-adduktor hip, dan m. gluteus.
Spastisitas pada ekstremitas inferior dan superior.
b. Osteoarthrogen :-
15
c. Neurogen : (+) lesi upper motor neuron
d. Psikogen : (-)

6. Specific test
a. Pengukuran Kekuatan Otot (Skala XOTR)
Ekstremitas Dextra Sinistra
Superior T (Terdapat kontraksi otot T (Terdapat
dan sedikit pergerakan) kontraksi otot dan
sedikit pergerakan))
Inferior T (Terdapat kontraksi otot T (Terdapat
dan sedikit pergerakan) kontraksi otot dan
sedikit pergerakan)

b. Pemeriksaan Spastisitas (Skala Asworth)


Ekstremitas Dextra Sinistra
Superior 2: ada peningkatan 2: ada peningkatan
sedikit tonus , sedikit tonus ,
ditandai adanya ditandai adanya
tahanan minimal tahanan minimal
sepanjang sisa sepanjang sisa
ROM, tetapi secara ROM, tetapi secara
umum sendi mudah umum sendi mudah
digerakkan Digerakkan
Inferior 2: ada peningkatan 2: ada peningkatan
sedikit tonus , sedikit tonus ,
ditandai adanya ditandai adanya
tahanan minimal tahanan minimal
sepanjang sisa sepanjang sisa
ROM, tetapi secara ROM, tetapi secara
umum sendi mudah umum sendi mudah
digerakkan digerakkan

16
c. Pemeriksaan refleks
a. Refleks fisiologis
1. Tendon biceps : kiri-kanan, hiperrefleks
2. Tendon triceps : kiri-kanan, hiperrefleks
3. Tendon patella : kiri-kanan, hiperrefleks
4. Achilles reflex : kiri-kanan, normal
b. Refleks patologis (sx/dx)
1. Babinski : (+/+) Interpretasi: Masih didapatkan refleks babinski
2. Chaddok : (+/+) Interpretasi: Masih didapatkan refleks chaddok
3. Openheim : (+/+) interpretasi: Masih didapatkan reflek oppenhaim
4. Hoffman & Tromner refleks: (-/-) Interpretasi: Normal, tidak
didapatkan refleks hoffman & Tromner
c. Refleks primitif
1. Rooting refleks : (-) tidak didapatkan
2. Morro refleks : (+) masih ada
3. ATNR : (+) masih ada
4. Grasping refleks : (-) tidak didapatkan
d. Pemeriksaan Keseimbangan dan stabilizing
Bridging test: Belum mampu mengangkat secara mandiri dan menahan
posisi bridging tanpa fisioterapis
e. Pemeriksaan Fungsi Sensorik
1. Kognitif : pasien kurang memahami dan tidak dapat mengikuti
instruksidari fisioterapis.
2. Intrapersonal : Pasien kooperatif saat proses fisioterapi
3. Interpersonal : Pasien belum mampu berkomunikasi dengan
baik. Tetapi dapat mengucapkan mama,papa.
4. Atensi : Atensi dan fokus pasien masih kurang
f. POSTER
Posturing/abnormal movements (+) Penderita mengalami
gangguan posisi tubuh dan
bergerak. Trunk dan neck
control buruk

17
Oropharyngeal problems Normal. Anak tidak mengalami
gangguan pada saat menelan
makanan.

Strabismus Normal. Kedudukan bola mata


penderita sejajar.

Tone (+) Penderita mengalami


kelainan tonus, yaitu
hypertonus ekstremitas
superior inferior.
Evolutional maldevelopment (+) Terdapat refleks primitif
yang menetap
Refleks (+) hyperrefleks

Interpretasi : Positif pada 4 dari 6 aspek penegakan diagnosis CP,


maka anak dapat didiagnosis sebagai kondisi CP.
g. Pemeriksaan Denver II :
1. Motorik Kasar : 2 bulan
2. Motorik Halus : 2 bulan
3. Bahasa : 5 bulan
4. Personal Sosial : 2 bulan

C. Diagnosis Fisioterapi
“Gangguan tumbuh kembang anak berupa keterlambatan tengkurap, merangkak,
duduk, berdiri dan berjalan e.c Cerebral palsy spastik quadriplegi dengan usia
kalender 3 tahun 10 bulan dan usia tumbang 2 bulan”

D. Problem Fisioterapi
1. Primer : Spastic bilateral pada ekstremitas superior dan inferior (spastic
quadriplegi).
2. Sekunder : - Muscle weakness pada m. quadriceps, hamstring, abduktor-
adduktor hip, dan m. gluteus, serta Gangguan keseimbangan
3. Kompleks : Gangguan ADL berupa keterlambatan dalam tengkurap,
merangkak, duduk, berdiri, dan berjalan.

18
E. Tujuan Fisioterapi
1. Tujuan jangka pendek
a. Mengurangi spastisitas ekstremitas inferior dan superior
b. Meningkatkan kekuatan otot m. quadriceps, hamstring, abduktor-
adduktor hip, dan m. gluteus
c. Meningkatkan keseimbangan
2. Tujuan jangka panjang: mengatasi keterlambatan perkembangan berupa
tengkurap, merangkak, duduk, berdiri, dan berjalan.
F. Intervensi Fisioterapi
Modalitas
No. Problem Fisioterapi Dosis
Fisioterapi
1. Spastik ekstremitas Manual Therapy F: 2x/ minggu
I: 8x rep/regio
inferior dan superior
T: NMT
T: 3 menit
Exercise Therapy F: 2x/ minggu
I: 8 hit, 8x rep, 2 set
T: PROMEX
T: 3 menit

Exercise Therapy F: 2x/ minggu


I: 14 hit, 3x rep, 2 set
T: Stretching exc.
T: 3 menit
2. Muscle weakness m. Exercise Therapy F: 2x/ minggu
I: 8 hit, 8x rep, 2 set
quadriceps, hamstring,
T: stretching exercise
abduktor-adduktor hip, T: 2 menit
dan m. gluteus
3. Gangguan Exercise Therapy F: 2x/ minggu
I: 8 hit, 8x rep, 2 set
keseimbangan
T: Bridging exercise
T: 3 menit
4. Keterlambatan Exercise Therapy F: 2x/ minggu
perkembangan I: selama proses terapi
berupatengkurap, T: Bobath (Approksimasi,
merangkak,duduk, stimulasi, inhibisi)

berdiri, dan berjalan T: 10 menit

19
G. Evaluasi

No. Problem Parameter Sebelum Sesudah Ket.


1. Spastik Skala Superior : 2 Superior : 2 Belum terjadi
ekstremitas dan Asworth Inferior : 2 Inferior : 2 penurunan
Superior spastisitas
2. Muscle weakness Skala T T Belum ada
m. quadriceps, XOTR peningkatan
hamstring, kekuatan otot
abduktor-
adduktor hip,
dan m. gluteus
3. Gangguan Bridging Belum Belum Belum ada
keseimbangan test mampu mampu peningkatan
keseimbangan
4. Keterlambatan ADL exercise Anak hanya Anak hanya Terdapat
perkembangan mampu mampu peningkatan
telentang, telentang, perkembangan
belum mengangkat
mampu kepala
tengkurap, ketika diberi
belum bisa stimulasi,
mengangkat belum
kepala,
Mampu
merangkak,
tengkurap,
duduk,
merangkak,
berdiri, dan
duduk,
jalan.
berdiri, dan
jalan.

H. Home Program

20
No. Modalitas Dosis
1. Manual Therapy F: Setiap hari I: 8x rep/regio
T: NMT
T: 3 menit
2. Exercise Therapy F: Setiap hari
I: 8 hit, 8x rep, 2 set

T: PROMEX
T: 2 menit
I. Kemitraan
kemitraan dapat dilakukan dengan, dokter neurologi, serta terapi wicara dan okupasi
terapi.

21
DAFTAR PUSTAKA

Ali, M. S. (2019). Impact of core stability education on postural control in children with
spastic cerebral palsy. Bulletin of Faculty of Physical Therapy, 24(2), 85–89.

Anindita, A. R., & Apsari, N. C. (2019). Pelaksanaan support group pada orangtua anak
dengan cerebral palsy. Focus: Jurnal Pekerjaan Sosial, 2(2), 208–218.

Cabezas-López, M., & Bernabéu-Brotóns, E. (2022). The effects of Bobath therapy on


children with cerebral palsy: a systematic review. International Journal of Therapy
And Rehabilitation, 29(7), 1–11. https://doi.org/10.12968/ijtr.2021.0089.

Cemali, M., Pekçetin, S., & Akı, E. (2022). The Effectiveness of Sensory Integration
Interventions on Motor and Sensory Functions in Infants with Cortical Vision
Impairment and Cerebral Palsy: A Single Blind Randomized Controlled Trial.
Children, 9(8), 1123. https://doi.org/10.3390/children9091324.

Chin, E. M., Gorny, N., Logan, M., & Hoon, A. H. (2022). Cerebral palsy and the placenta:
A review of the maternal-placental-fetal origins of cerebral palsy. Experimental
Neurology, 352, 114021. https://doi.org/10.1016/j.expneurol.2022.114021.

Daulay, N. M., & Hidayah, A. (2021). Pengaruh Latihan Range Of Motion (ROM)
Pasif Terhadap Kekuatan Otot dan Rentang Gerak Sendi Ekstremitas Pada
Pasien Pasca Stroke. Jurnal Kesehatan Ilmiah Indonesia (Indonesian Health
Scientific Journal),6(1), 22. https://doi.org/10.51933/health.v6i1.395

Farjoun, N., Mayston, M., Florencio, L. L., Fernández-De-Las-Peñas, C., & Palacios-Ceña,

D. (2022). Essence of the Bobath concept in the treatment of children with cerebral
palsy. A qualitative study of the experience of Spanish therapists. Physiotherapy
Theory and Practice, 38(1), 151–163.
https://doi.org/10.1080/09593985.2020.1725943.

Farmer, J.-P., & Mittal, S. (2005). VII: SPASTICITY. In Surgical Management of


Movement Disorders SECTION (1'st Ed, p. 12).

Kisner, C., Colby, L. A., & Borstad, J. (2017). Therapeutic exercise: foundations and
techniques. Fa Davis.

Miller, F. (2020). Cerebral palsy spinal deformity: etiology, natural history, and
nonoperative management. In Cerebral Palsy (pp. 1711–1721). Springer.
https://doi.org/10.1007/978-3-319-74558-9_107.

Mushta, S. M., Khandaker, G., Power, R., & Badawi, N. (2021). Cerebral palsy in the
Middle East: epidemiology, management, and quality of life. In Handbook of
Healthcare in the Arab World (pp. 2539–2572). Springer.
https://doi.org/10.1007/978-3-030-36811-1_111.

Farjoun, N., Mayston, M., Florencio, L. L., Fernández-De-Las-Peñas, C., & Palacios-Ceña,

22
D. (2022). Essence of the Bobath concept in the treatment of children with cerebral
palsy. A qualitative study of the experience of Spanish therapists. Physiotherapy
Theory and Practice, 38(1), 151–163.
https://doi.org/10.1080/09593985.2020.1725943

Gabriela Pop, M., Crivii, C., & Opincariu, I. (2018). Anatomy and Function of the
Hypothalamus. Hypothalamus in Health and Diseases, 3–14.
https://doi.org/10.5772/intechopen.80728

Gulati, S., & Sondhi, V. (2018). Cerebral Palsy: An Overview. Indian Journal of
Pediatrics, 85(11), 1006–1016. https://doi.org/10.1007/s12098-017-2475-1

Laher, I. (2020). Handbook of Healthcare in the Arab World. In Handbook of Healthcare


in the Arab World. https://doi.org/10.1007/978-3-319-74365-3

Loi, E. (2022). The Transition to Parenthood and the Family System: Links from
Grandparents, Parents, and Infants to Perinatal Medical Risk and Early Parent Affect
This dissertation has been accepted and approved in partial fulfillment of the
requirements for the Doctor. June.

Upadhyay, J., Tiwari, N., & Ansari, M. N. (2020). Cerebral palsy: Aetiology,
pathophysiology and therapeutic interventions. Clinical and Experimental
Pharmacology and Physiology, 47(12), 1891–1901. https://doi.org/10.1111/1440-

1681.13379

Vitrikas, K., Dalton, H., & Breish, D. (2022). Cerebral palsy: An overview. American
Family Physician, 101(4), 213–220.
https://doi.org/10.4274/hamidiyemedj.galenos.2021.72792

Vova, J. A. (2022). Cerebral Palsy: An Overview of Etiology, Types and Comorbidities.

OBM Neurobiology, 6(2), 1–1. https://doi.org/10.21926/obm.neurobiol.2202120

Ogoke, C. C. (2018). Clinical Classification of Cerebral Palsy. In Cerebral PalsyClinical


and Therapeutic Aspects (p. 164). IntechOpen.
https://doi.org/10.5722/intechopen.79246.

Palsi, S., & Bakış, G. (2022). Cerebral Palsy: An Overview. Hamidiye Med J, 10(11), 12.
https://doi.org/10.4274/hamidiyemedj.galenos.2021.72792.

Parnell Prevost, C., Gleberzon, B., Carleo, B., Anderson, K., Cark, M., & Pohlman, K. A.
(2019). Manual therapy for the pediatric population: a systematic review. BMC
Complementary and Alternative Medicine, 19(1), 1– 38.

https://doi.org/10.1186/s12906-019-2447-2.

Sopandi, M. A., & Nesi, N. (2021). Fisioterapi Pada Kasus Cerebral Palsy. Indonesian
Journal of Health Science, 1(2), 47–50. https://doi.org/10.54957/ijhs.v1i2.70.

Tecklin, S. J. (2015). Pediatric Physical Therapy. In Pediatric Physical Therapy (Vol. 6,


Issue 3, p. 105???108). https://doi.org/10.1097/00001577-199400630-00001.

23
Upadhyay, J., Tiwari, N., & Ansari, M. N. (2020). Cerebral palsy: Aetiology,
pathophysiology and therapeutic interventions. Clinical and Experimental
Pharmacology and Physiology, 47(12), 1891–1901. https://doi.org/10.1111/1440-

1681.13379.

Vova, J. (2022). Cerebral Palsy: An Overview of Etiology, Types and Comorbidities. OBM
Neurobiology, 6(2), 1. https://doi.org/10.21926/obm.neurobiol.2202120.

Wardlaw, J. M., Benveniste, H., Nedergaard, M., Zlokovic, B. V, Mestre, H., Lee, H.,
Doubal, F. N., Brown, R., Ramirez, J., & MacIntosh, B. J. (2020). Perivascular spaces
in the brain: anatomy, physiology and pathology. Nature Reviews Neurology, 16(3),
137–153. https://doi.org/10.1038/s41582-020- 0312-z.
World cerebral palsy day. (2019). World cerebral palsy day. https://worldcpday.org/.
Zhang, C., Xiong, G., Wang, J., Shi, X., Guo, T., Jin, Y., Zhao, Y., & Tai, X. (2021). A
multicenter, randomized controlled trial of massage in children with pediatric cerebral
palsy: Efficacy of pediatric massage for children with spastic cerebral palsy.
Medicine, 100(5). https://doi.org/0.1097/MD.0000000000023469.
Zhao, W. (2019). Rehabilitation Therapy of Neurological Training of Cerebral Palsy in
Children. In Rehabilitation Therapeutics of the Neurological Training (pp. 357–385).
Springer. https://doi.org/10.1007/978-981-13-0812- 3_12.

24
25

Anda mungkin juga menyukai