Anda di halaman 1dari 30

REFERAT

“SYOK PADA ANAK”

PEMBIMBING:

dr. Monique Noorvitry, Sp. A

DISUSUN OLEH:

Agam Siswanto Hardoyo

202220401011079

Kelompok A39

SMF ILMU KESEHATAN ANAK RSU HAJI SURABAYA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMAMDIYAH MALANG


2023

2
LEMBAR PENGESAHAN

Referat dengan judul “Syok pada Anak” telah diperiksa dan disetujui sebagai salah satu tugas
dalam rangka menyelesaikan studi kepaniteraan Dokter Muda di bagian Ilmu Kesehatan
Anak.

Surabaya 07 Agustus 2023

Pembimbing,

3
dr. Monique Noorvitry, Sp. A

KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan kepada Allah SWT karena atas rahmat berkah dan hidayah-
Nya penulisan responsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Sholawat serta salam semoga
selalu tercurahkan kepada Rasulullah SAW, keluarga, para sahabat dan pengikut beliau
hingga akhir zaman.

Referat yang akan disampaikan dalam penulisan ini akan menjelaskan tentang “Syok
pada Anak”. Penulisan responsi ini diajukan untuk memenuhi tugas selama mengikuti
kepaniteraan di Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSU Haji Surabaya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Monique Noorvitry, Sp.A selaku dokter
pembimbing dalam penyelesaian tugas ini. Terima kasih atas bimbingan dan waktunya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan tugas ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran masih sangat dibutuhkan untuk hal yang lebih baik ke depannya.
Penulis berharap, semoga tugas ini dapat memberikan manfaat kepada para pembaca.

Surabaya, 07 Agustus 2023

4
Penulis

Daftar Isi

LEMBAR PENGESAHAN.......................................................................................................2

KATA PENGANTAR.................................................................................................................3

BAB 1 Pendahuluan...................................................................................................................5

BAB 2 Tinjauan Pustaka............................................................................................................6

2.I Definisi Syok....................................................................................................................6

2.2 Etiologi.............................................................................................................................6

2.2.1 Syok Hipovolemik....................................................................................................6

2.2.3 Syok Kardiogenik......................................................................................................7

2.2.4 Syok Obstruktif.........................................................................................................7

2.3 Patofisiologi.....................................................................................................................8

2.3.1 Syok Hipovolemik....................................................................................................8

2.3.2 Syok Distributif.........................................................................................................9

2.3.3 Syok Kardiogenik....................................................................................................10

2.3.4 Syok Obstruktif.......................................................................................................12

2.4 Diagnosis........................................................................................................................12

2.4.1 Anamnesis...............................................................................................................12

2.4.2 Pemeriksaan Fisik...................................................................................................13

2.4.1 Pemeriksaan Laboratorium.....................................................................................17

2.5 Fase Syok.......................................................................................................................18

2.6 Tatalaksana.....................................................................................................................19

2.6.1 Fase Resusitasi Awal...............................................................................................19

2.6.2 Fase Stabilisasi........................................................................................................21

2.6.3 Efek Samping Terapi Cairan...................................................................................24

5
BAB 3.......................................................................................................................................27

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................28

BAB 1

PENDAHULUAN

Syok pada anak adalah salah satu gangguan yang paling sering didiagnosis, namun

kurang dipahami dalam unit perawatan intensif anak. Definisi mengenai kumpulan tanda dan

gejala fisik yang membentuk syok masih menjadi sebuah perdebatan, sebagian besar

disebabkan oleh beragamnya gangguan yang menyebabkan syok pada anak yang sakit kritis.

Penanganan dini dan reversal keadaan syok dikaitkan dengan hasil yang lebih baik secara

signifikan. Namun, penanganan dini sangat bergantung pada pengenalan dan diagnosis awal

syok melalui pemeriksaan fisik. Kegagalan mengenali tanda dan gejala syok serta kegagalan

memberikan perawatan yang tepat waktu dan tepat dapat meningkatkan angka kematian pada

anak-anak. Pengenalan klinis syok membutuhkan indeks kecurigaan yang tinggi - dengan

demikian, semua penyedia layanan kesehatan anak harus mengetahui presentasi klinis,

patofisiologi, dan manajemen awal syok.

6
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.I Definisi Syok

Syok adalah suatu kondisi di mana perfusi jaringan yang tidak memadai
menyebabkan pengiriman oksigen tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
tubuh. Perfusi jaringan bergantung pada curah jantung. Curah jantung (CO) ditentukan oleh
denyut jantung (HR) dan stroke volume (SV): CO = HR × SV. Jika denyut jantung atau
stroke volume tidak memungkinkan perfusi jaringan yang tepat, pasien mengalami syok.
Pasien dianggap mengalami syok terkompensasi jika tekanan darahnya tetap dalam kisaran
normal meskipun terdapat tanda-tanda vital lain yang tidak normal atau perfusi jaringan yang
tidak normal. Seorang anak dengan syok dekompensasi (tekanan darah abnormal) berisiko
tinggi untuk morbiditas terkait dan kematian (Baumer-Mouradian & Drendel, 2023).

2.2 Etiologi

Etiologi dari syok bisa diklasifikasikan menurut patofisiologinya, yaitu:


 Syok hipovolemik
 Syok distributif
 Syok kardiogenik
 Syok obstruktif
2.2.1 Syok Hipovolemik
Syok hipovolemik adalah suatu kondisi perfusi organ yang tidak memadai
yang disebabkan oleh hilangnya volume intravaskular, biasanya bersifat akut.
Hasilnya adalah penurunan preload jantung ke tingkat yang kritis dan berkurangnya
sirkulasi makro dan mikro, dengan konsekuensi negatif terhadap metabolisme
jaringan dan pemicuan reaksi inflamasi (Standl et al., 2018). Etilogi syok hipovolemik
meliputi:

1. Kehilangan cairan dan elektrolit


a. Gastroenteritis akut
b. Keringat berlebihan
c. Penyakit ginjal
2. Kehilangan plasma
a. Luka bakar

7
b. Third-space loss
3. Perdarahan
a. Eksternal Trauma, gangguan perdarahan, perdarahan saluran cerna
b. Internal: Cedera visceral, cedera pembuluh darah, patah tulang
4. Gangguan endokrin
a. Insufisiensi adrenal
b. Diabetes mellitus
c. Diabetes insipidus

(Gupta & Sankar, 2023)

2.2.2 Syok Distributif


Syok distributif adalah keadaan hipovolemia relatif yang diakibatkan oleh
redistribusi patologis volume intravaskular absolut dan merupakan bentuk syok yang
paling sering terjadi. Penyebabnya adalah hilangnya regulasi tonus pembuluh darah,
dengan volume yang bergeser di dalam sistem pembuluh darah, dan/atau gangguan
permeabilitas sistem pembuluh darah dengan pergeseran volume intravaskular ke
dalam interstisium. Tiga subtipe adalah septik, anafilaksis/anafilaktoid, dan syok
neurogenik (Standl et al., 2018).
2.2.3 Syok Kardiogenik
Syok kardiogenik pada dasarnya adalah gangguan fungsi jantung dalam
bentuk penurunan kapasitas pemompaan jantung yang kritis, yang disebabkan oleh
disfungsi sistolik atau diastolik yang menyebabkan berkurangnya fraksi ejeksi atau
gangguan pengisian ventrikel (Standl et al., 2018). Etilogi syok kardiogenik meliputi:

1. Miokarditis
2. Kardiomiopati
3. Disritmia
4. Metabolik: Hipoksia, hipoglikemia, asidosis, hipotermia, uremia
5. Keracunan obat: Antrasiklin, penghambat β, antidepresan trisiklik
6. Penyakit jantung bawaan
7. Operasi jantung

(Gupta & Sankar, 2023)

8
2.2.4 Syok Obstruktif
Syok obstruktif adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh penyumbatan
pembuluh darah besar atau jantung itu sendiri. Meskipun gejalanya mirip dengan syok
kardiogenik, syok obstruktif harus dibedakan dengan jelas dari syok kardiogenik
karena penanganannya sangat berbeda (Standl et al., 2018). Etilogi syok obstruktif
meliputi:

1. Tamponade perikardial, pneumopericardium


2. Emboli paru
3. Penyakit jantung bawaan: Stenosis aorta, koarktasio aorta, stenosis paru kritis,
arkus aorta yang terputus
4. Tension pneumothorax

(Gupta & Sankar, 2023)

2.3 Patofisiologi

2.3.1 Syok Hipovolemik


Gangguan kardiovaskular yang khas yang mendasari syok hipovolemik adalah
penurunan volume intravaskular. Hilangnya preload yang kembali ke jantung akan
mengurangi stroke volume, sehingga mengganggu curah jantung. Dehidrasi, yang
secara formal didefinisikan sebagai penurunan kadar air dalam tubuh, adalah bentuk
syok hipovolemik yang paling umum. Dehidrasi dapat diklasifikasikan berdasarkan
tingkat defisit cairan, di mana perubahan berat badan merupakan penanda utama
untuk menentukan tingkat keparahan dehidrasi (Tabel 1). Lebih lanjut, dehidrasi dapat
berupa isonatremik, hiponatremik, atau hipernatremik tergantung pada perubahan
osmolaritas serum. Penyebab dehidrasi dan syok hipovolemik pada anak-anak sangat
banyak, tetapi secara umum dapat didefinisikan dengan penurunan asupan cairan,
kehilangan cairan gastrointestinal yang berlebihan, kehilangan cairan kemih yang
berlebihan, atau translokasi cairan tubuh dari kompartemen intravaskular. Selain itu,
demam dan takipnea, yang menyertai banyak penyakit pediatrik, mengakibatkan
hipovolemia sebagai akibat dari peningkatan kehilangan cairan yang tidak disadari.
Selain itu, bayi memiliki banyak fitur fisiologis unik yang dapat meningkatkan
kerentanan mereka terhadap syok hipovolemik, termasuk kandungan air tubuh yang
relatif lebih tinggi, peningkatan laju metabolisme, ketidakmatangan ginjal, dan

9
ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan asupan cairan mereka sendiri secara
mandiri (Hobson & Chima, 2013).

Tabel 1. Tingkat Keparahan Dehidrasi


Dehidrasi Ringan Dehidrasi Sedang Dehifrasi Berat
Penurunan Berat
Badan
Anak 3% (30 ml/kg) 6% (60 ml/kg) 9% (90 ml/kg)
Bayi 5% (50 ml/kg) 10% (100 ml/kg) 15% (150 ml/kg)
Denyut jantung Normal Sedikit meningkat Takikardia
Pulsasi distal Normal Sedikit berkurang Lemah,
CRT Normal ± 2 detik > 3 detik
Output urin Normal Menurun Anuria
Ubun-ubun Flat Lembut Cekung
Mata Normal Normal Cekung
Air mata Normal Berkurang Tidak ada
Mukosa Normal Kering Kering sekali

2.3.2 Syok Distributif


1. Syok septik
Patofisiologi syok septik melibatkan interaksi yang kompleks antara sistem
kekebalan tubuh inang dan patogen. Reseptor pengenalan pola, termasuk domain
oligomerisasi nukleotida, protein pengulangan yang kaya akan leusin, reseptor
mirip tol dan aktivasi caspase sitoplasma serta helikase domain perekrutan,
terlibat dalam inisiasi respons sepsis. Reseptor-reseptor ini memodulasi respons
imun adaptif dan memicu respons imun bawaan terhadap infeksi. Patogen bakteri
dan berbagai komponen dinding sel bakteri menginduksi berbagai mediator pro-
inflamasi yang pada gilirannya memicu sepsis dan syok. Sistem komplemen juga
diaktifkan, yang meningkatkan kerusakan jaringan. Produksi oksida nitrat (NO)
yang berlebihan, setelah induksi sitokin yang bergantung pada sintase NO yang
dapat diinduksi, merupakan modulator yang memediasi aksi sebagian besar
vasodilator dan memicu perubahan hemodinamik syok septik. Produksi NO yang
berlebihan selama sepsis adalah penyebab terpenting dari hipotensi resisten
vasopresor yang menjadi ciri syok septik. Pemanfaatan oksigen seluler yang buruk
dan disfungsi organ jaringan akibat disfungsi mitokondria selama sepsis.

10
Disfungsi organ dan kematian akibat koagulopati intravaskular diseminata dan
trombosis mikrovaskular juga dapat terjadi (Hon et al., 2021).
Maldistribusi vaskular dan karakteristik disfungsi endotel pada syok distributif
serta disfungsi miokard mengakibatkan pengiriman oksigen yang tidak memadai
ke jaringan vital. Perubahan patofisiologis ini dapat bersifat refrakter terhadap
hormon vasoaktif yang dilepaskan secara endogen (seperti epinefrin dan
norepinefrin) selama syok (Hon et al., 2021).
2. Syok anafilaksis/anafilaktoid
Syok anafilaksis dimediasi oleh reaksi alergi yang diperantarai oleh IgE
sistemik. Hal ini terjadi ketika pasien peka terhadap antigen tertentu, yang
menghasilkan produksi IgE yang spesifik untuk antigen tersebut. Setelah terpapar
kembali dengan alergen, IgE pada sel mast dan basofil mengenali antigen dan
mengaktifkan serangkaian mediator inflamasi. Mediator-mediator ini
menyebabkan cedera endotel, edema seluler, dan kontraksi otot polos. Hal ini
dimanifestasikan oleh vasodilatasi perifer yang berlebihan dan kebocoran kapiler.
Sifat-sifat jenis syok lainnya juga dapat berkontribusi, seperti syok kardiogenik
akibat penurunan kontraktilitas miokard dan syok obstruktif akibat vasospasme
paru (Ji & Brown, 2019).
3. Syok neurogenik
Pada syok neurogenik, cedera pada sumsum tulang belakang atau otak yang
memengaruhi sistem saraf simpatis menyebabkan disregulasi otonom yang parah.
Hasil vasodilatasi perifer, bermanifestasi sebagai hipotensi. Hal ini secara klasik
disertai dengan bradikardia, karena ada aktivasi parasimpatis yang tidak dapat
dilawan dalam kondisi denervasi simpatis (Ji & Brown, 2019).

2.3.3 Syok Kardiogenik


Syok kardiogenik diakibatkan oleh penurunan curah jantung (CO),
peningkatan resistensi pembuluh darah sistemik (SVR), atau keduanya. Ingatlah
bahwa curah jantung sama dengan hasil kali antara denyut jantung (HR) dan stroke
volume (SV) (Persamaan 1). Volume stroke dipengaruhi oleh kontraktilitas dan
tekanan pengisian ventrikel kiri. Pada bayi dan anak-anak, curah jantung terutama
digerakkan oleh denyut jantung karena kurangnya massa otot ventrikel dan dengan
demikian kurangnya peningkatan kontraktilitas. Peningkatan SVR menghambat ejeksi
ventrikel kiri melalui peningkatan afterload (Smith & Bigham, 2013).

11
CO = HR x SV (Persamaan 1)

Ada empat penentu utama fungsi ventrikel: kontraktilitas, denyut jantung,


preload, dan afterload. Hubungan Frank-Starling adalah serangkaian kurva yang
merinci hubungan antara prabeban dan fungsi ventrikel (Gbr. 1). Saat preload
meningkat, demikian juga curah jantung. Pada titik ketika miosit diregangkan
melebihi kemampuannya untuk menghasilkan kekuatan yang meningkat, fungsi
ventrikel akan memburuk. Pada titik ekstrem gangguan fungsi ventrikel, gagal jantung
dapat menyebabkan syok kardiogenik. Pada jantung normal, pergeseran kalsium
intraseluler menentukan kontraktilitas. Pada kasus penurunan kinerja miokard,
penanganan kalsium menjadi tidak normal, yang menyebabkan disfungsi sistolik dan
diastolik. Respons kompensasi yang melindungi tubuh dalam bentuk syok lainnya
dapat berkontribusi pada memburuknya gagal jantung dengan menekan fungsi jantung
lebih lanjut. Tubuh secara alami merespons keadaan curah jantung yang rendah
dengan meningkatkan resistensi pembuluh darah sistemik. Namun, peningkatan
resistensi pembuluh darah sistemik ini memberikan peningkatan afterload ventrikel,
yang menambah kerja jantung dan semakin menurunkan fungsi. Dalam upaya untuk
meningkatkan aliran darah ke organ-organ akhir, jalur renin-angiotensin II-aldosteron
diaktifkan, sehingga mendorong sel-sel juxtaglomerular ginjal untuk meningkatkan
reabsorpsi air dan garam. Proses ini selanjutnya meningkatkan preload dan dalam
keadaan syok kardiogenik, berkontribusi pada edema paru dan perifer melalui volume
diastolik akhir ventrikel yang berlebihan. Efek lain dari penurunan curah jantung
adalah aktivasi sistem saraf simpatis, yang melepaskan katekolamin. Efek langsung
dari hal ini pada syok awal adalah meningkatkan denyut jantung, sehingga
meningkatkan curah jantung. Namun, dalam jangka panjang, sifat vasokonstriksi
katekolamin endogen meningkatkan afterload, sehingga berkontribusi pada gagal
jantung dan disfungsi organ lebih lanjut (Smith & Bigham, 2013).

12
Gbr. (1). Hubungan Frank-Starling antara preload dengan fungsi ventrikel (curah jantung).
Pada jantung normal, peningkatan preload menghasilkan fungsi ventrikel yang lebih baik. Pada jantung
yang gagal, kurva bergeser ke bawah dan ke kanan. Terapi inotropik menggeser kurva ke atas dan ke
kiri.

2.3.4 Syok Obstruktif


Fisiologi syok obstruktif mirip dengan syok kardiogenik. Pada kedua jenis
syok ini, curah jantung (cardiac output) menurun. Hal ini menyebabkan darah masuk
kembali ke dalam vena yang memasuki atrium kanan. Distensi vena jugularis dapat
diamati di leher. Temuan ini dapat dilihat pada syok obstruktif dan kardiogenik.
Dengan penurunan curah jantung, aliran darah ke jaringan vital menurun. Perfusi
yang buruk ke organ-organ menyebabkan syok. Karena kesamaan ini, beberapa
sumber menempatkan syok obstruktif di bawah kategori syok kardiogenik (Kumar et
al., 2014). Penyakit jantung bawaan tertentu merupakan penyebab syok obstruktif
yang mungkin terlihat pada neonatus dalam beberapa minggu pertama kehidupan. Ini
Kondisi ini biasanya muncul pertama kali melalui sianosis (Sovira, 2017).

2.4 Diagnosis

Diagnosis kegagalan sirkulasi akut didasarkan pada kombinasi tanda klinis, hemodinamik
dan biokimia. Diagnosis dini syok pediatrik memerlukan indeks kecurigaan yang tinggi dan
pengetahuan tentang kondisi penyakit yang menjadi predisposisi syok pada anak. Hal ini
adalah sangat penting dalam memahami nilai referensi untuk parameter vital pada anak-anak.

13
2.4.1 Anamnesis
Elemen-elemen riwayat menyakit awal harus berfokus pada bukti penurunan
perfusi organ akhir. Keluarga harus ditanya apakah anak mengalami perubahan
perilaku atau aktivitas. Status mental yang berubah dapat menunjukkan perfusi otak
yang buruk. Hipotonia atau kelemahan dapat menunjukkan penurunan perfusi otot.
Berkurangnya keluaran urin dikaitkan dengan perfusi ginjal yang buruk. Elemen-
elemen historis yang spesifik terhadap kemungkinan etiologi syok juga harus
diselidiki. Riwayat yang dengan cepat mengevaluasi penyebab paling umum dari syok
pediatrik dapat mengarahkan dokter ke etiologi yang paling mungkin. Tanyakan
tentang suhu tinggi atau rendah atau penyakit baru-baru ini, terutama jika anak masih
sangat muda atau memiliki gangguan sistem kekebalan tubuh, karena hal ini mungkin
terkait dengan infeksi yang tidak diobati atau fulminan yang dapat menyebabkan syok
septik. Tanyakan apakah asupan oral anak telah menurun dan/atau apakah
pengeluaran urin dan feses telah meningkat, yang dapat menyebabkan syok
hipovolemik. Asupan oral yang buruk juga dapat menjadi tanda penyakit yang tidak
spesifik secara umum. Mekanisme traumatis apa pun dapat menunjukkan adanya syok
terkait cedera. Namun, untuk pasien anak, trauma non-kecelakaan juga harus
dipertimbangkan, dan riwayat mungkin tidak dapat memberikan rincian yang akurat
tentang mekanisme cedera. Pajanan alergen dengan stridor atau mengi mungkin
terkait dengan syok distributif akibat anafilaksis. Tertelan racun dapat menyebabkan
syok distributif. Nyeri dada dan jantung berdebar dapat berhubungan dengan aritmia
atau etiologi terkait intratoraks lainnya. Batuk atau sesak napas dapat menunjukkan
pneumonia sebagai sumber syok septik. Nyeri perut harus dievaluasi pada pasien
dengan syok yang berhubungan dengan trauma atau infeksi. Periode menstruasi
terakhir harus diperoleh untuk mengevaluasi masalah yang berhubungan dengan
kehamilan atau tampon yang tertahan yang menempatkan anak pada risiko syok
toksik. Kelemahan, mati rasa, atau kesulitan bergerak harus mengarahkan penyedia
layanan untuk mempertimbangkan penyebab syok neurogenik. Ruam menunjukkan
adanya etiologi alergi, imunologi, dan infeksi. Keinginan untuk bunuh diri atau
melukai diri sendiri menunjukkan adanya konsumsi racun (Baumer-Mouradian &
Drendel, 2023).

Elemen penting lainnya yang perlu ditanyakan adalah riwayat keluarga yang
mengevaluasi kardiomiopati familial atau kondisi metabolik yang mungkin terkait

14
dengan syok. Riwayat pembedahan harus ditanyakan ditanyakan untuk mengevaluasi
gangguan yang mendasari atau prosedur terakhir yang dapat membuat pasien berisiko
mengalami infeksi atau kehilangan darah. Riwayat kelahiran dapat mengidentifikasi
kelainan bawaan yang mungkin terkait dengan syok (Baumer-Mouradian & Drendel,
2023).

2.4.2 Pemeriksaan Fisik


Penilaian awal terhadap anak yang mungkin mengalami syok harus
difokuskan pada "Airway, Breathing, dan Circulation", yang juga disebut sebagai
ABC, untuk menentukan apakah resusitasi darurat diperlukan. "DE" disertakan untuk
mempertahankan jalan napas mereka karena perfusi otak yang tidak memadai dapat
mengurangi kemampuan ini (Baumer-Mouradian & Drendel, 2023).

Airway

Menanyakan nama anak merupakan penilaian yang sangat baik untuk


mengetahui kemampuannya dalam mempertahankan jalan napas dan juga merupakan
langkah pertama dalam mengevaluasi status mentalnya. Untuk bayi atau anak yang
tidak bisa bicara, menangis atau berbicara mungkin merupakan tanda terbaik dari
jalan napas yang intak (Baumer-Mouradian & Drendel, 2023).

Breathing

Penilaian pernapasan harus mencakup penentuan apakah ada takipnea untuk


mengingatkan dokter akan respons kompensasi terhadap asidosis metabolik yang
terjadi pada syok. Evaluasi suara napas dapat memberi petunjuk kepada penyedia
layanan tentang pneumonia yang dapat menjadi sumber syok septik. Bunyi napas
asimetris dapat dikaitkan dengan efusi pleura atau pneumotoraks yang dapat
menyebabkan syok obstruktif atau hemotoraks yang terkait dengan syok hipovolemik.
Mengi mungkin merupakan tanda syok anafilaksis (Baumer-Mouradian & Drendel,
2023).

Circulation

Pemeriksaan sirkulasi sangat penting untuk mengevaluasi pasien yang


dikhawatirkan mengalami syok. Pemeriksaan sirkulasi meliputi auskultasi dada untuk
menentukan denyut dan irama jantung, palpasi nadi sentral dan perifer, serta penilaian
waktu pengisian ulang kapiler kulit distal. Denyut nadi dapat dinilai secara terpusat di

15
lokasi femoralis atau brakialis. Denyut perifer dapat dipalpasi di lokasi radial atau
dorsalis pedis. Takikardia adalah respons kompensasi yang dapat ditemukan. Bunyi
jantung harus dievaluasi untuk mengetahui adanya murmur atau Muffled sound yang
berhubungan dengan tamponade perikardial. Untuk bayi selama 2 minggu pertama
kehidupan, tidak adanya murmur yang sebelumnya tercatat dapat menunjukkan
penutupan paten duktus arteriosus yang dapat mengakibatkan syok pada pasien
dengan penyakit jantung bawaan. Evaluasi irama jantung yang cermat adalah penting
karena aritmia dapat menjadi sumber syok. Vasokonstriksi mengakibatkan penurunan
waktu pengisian ulang kapiler, penurunan denyut nadi, dan ekstremitas distal yang
dingin dan berbintik-bintik. Kadang-kadang vasodilatasi dapat menyebabkan waktu
isi ulang kapiler yang cepat, denyut nadi yang terbatas, dan kulit yang memerah.
Temuan yang tampaknya kontradiktif ini, keduanya terkait dengan syok, menyoroti
tantangan diagnostik yang dihadapi dokter ketika mengevaluasi anak-anak yang
mungkin mengalami syok (Baumer-Mouradian & Drendel, 2023).

Disability

Penilaian disabilitas memberikan wawasan tentang kondisi mental anak.


Ketidakmampuan untuk merespons dengan cara yang sesuai dengan usia adalah tanda
perfusi otak yang tidak memadai. Biasanya, bayi dan anak di bawah 2 tahun tidak
bekerja sama dalam pemeriksaan menyeluruh; oleh karena itu, mampu bekerja sama
atau tidur selama pemeriksaan harus diwaspadai karena kemungkinan perubahan
status mental. Agitasi juga dapat menjadi tanda penurunan perfusi otak; mengamati
interaksi anak dengan keluarga dapat membantu dalam menentukan apakah hal
tersebut merupakan ketakutan terhadap pemeriksaan medis atau tanda syok (Baumer-
Mouradian & Drendel, 2023).

Exposure

Eksposur mengidentifikasi sumber perdarahan aktif yang dapat menjadi


sumber syok. Dengan pemaparan penuh pada pasien, dokter akan dapat melakukan
pemeriksaan menyeluruh dari kepala hingga kaki. Perhatian harus diberikan untuk
memastikan bahwa anak tidak terekspose sepenuhnya dalam jangka waktu yang lama
karena anak-anak memiliki risiko hipotermia yang lebih tinggi, terutama pada kondisi
syok (Baumer-Mouradian & Drendel, 2023).

Tanda-tanda Vital

16
Tanda-tanda vital sangat penting untuk dinilai dan dipantau pada anak yang
dikhawatirkan mengalami syok. Denyut jantung yang meningkat adalah respons
kompensasi yang umum terjadi pada fase awal syok. Takipnea kompensasi (terhadap
asidosis metabolik) juga dapat ditemukan. Hipotensi merupakan temuan yang
terlambat pada pasien syok. Anak-anak yang sehat dapat kehilangan lebih dari 30%
volume darah yang bersirkulasi sebelum terjadinya hipotensi. Saturasi oksigen yang
tidak normal dapat menjadi tanda patologi paru yang berhubungan dengan syok.
Saturasi oksigen yang tidak normal atau sulit diperoleh mungkin disebabkan oleh
perfusi yang buruk pada ekstremitas tempat alat pemantau ditempatkan. Untuk pasien
anak, tanda-tanda vital normal berubah seiring bertambahnya usia, sehingga
penggunaan tabel yang sesuai dengan usia dapat membantu penyedia layanan untuk
mengidentifikasi tanda-tanda vital yang tidak normal dengan lebih baik (Tabel 2).
Untuk anak di atas usia 1 tahun, perhitungan sederhana dapat diandalkan oleh dokter
untuk menentukan tekanan darah sistolik minimum: usia × 2 + 70. Dokter harus
waspada terhadap tanda-tanda vital yang tidak normal dan terus memantau pasien
yang berisiko mengalami syok (Baumer-Mouradian & Drendel, 2023).

Tabel 2. Tanda-tanda Vital Normal berdasarkan Usia


Usia Laju Jantung Tekanan Darah (mmHg) Laju Pernapasan (napas/menit)
(denyut/menit)
Prematur 110-170 SBP 55-75, DBP 35-45 40-70
0-3 bln 110-160 SBP 65-85, DBP 45-55 35-55
3-6 bln 110-160 SBP 70-90, DBP 50-65 30-45
6-12 bln 90-160 SBP 80-100, DBP 55-65 22-38
1-3 thn 80-160 SBP 90-105, DBP 55-70 22-30
3-6 thn 70-120 SBP 95-100, DBP 60-75 20-24
6-12 thn 60-110 SBP 100-120, DBP 60-75 16-22
>12 thn 60-100 SBP 110-135, DBP 65-85 12-20

Head to Toe

Selain penilaian awal ABC, penilaian dari kepala ke kaki sangat penting, dan
pendekatan yang sistematis dari atas ke bawah dapat memastikan bahwa tidak ada
bagian tubuh yang terlewatkan dalam pemeriksaan. Pemeriksaan pupil mengharuskan
pasien untuk membuka mata, sehingga dapat memberikan gambaran tentang
kewaspadaan mental mereka. Pemeriksaan membran mukosa dapat menunjukkan

17
pucat yang berhubungan dengan kehilangan darah. Membran mukosa yang kering
berhubungan dengan syok hipovolemik. Refleks muntah juga akan memberi isyarat
kepada penyedia layanan tentang tingkat kewaspadaan pasien. Berkurangnya
mobilitas leher dapat terlihat pada meningitis dan syok septik. Distensi vena jugularis
berhubungan dengan tamponade jantung dan pneumotoraks, dan juga dapat terlihat
pada syok kardiogenik karena kontraktilitas jantung yang buruk. Pemeriksaan
abdomen harus mengevaluasi bunyi usus dan tanda-tanda nyeri tekan atau distensi.
Nyeri perut dapat menjadi indikasi adanya infeksi intraabdomen yang menyebabkan
syok septik atau perdarahan intraabdomen pada pasien trauma yang dapat
mengakibatkan syok hipovolemik. Evaluasi yang cermat terhadap hepatomegali yang
berhubungan dengan gagal jantung dapat menjadi kunci identifikasi syok kardiogenik.
Stabilitas panggul harus dinilai pada pasien trauma karena kehilangan darah panggul
dapat sangat sulit diidentifikasi tetapi dapat dikaitkan dengan morbiditas dan
mortalitas yang parah. Kulit ekstremitas harus dinilai untuk mengetahui adanya ruam
yang mungkin berhubungan dengan infeksi (purpura) atau anafilaksis (urtikaria). Skin
tenting dapat ditemukan pada hipovolemia berat dan syok. Penilaian ulang yang
sering terhadap perfusi kulit distal yang awalnya dievaluasi selama penilaian sirkulasi
penting dilakukan selama resusitasi yang sedang berlangsung. Fraktur femur dapat
menyebabkan kehilangan darah dan syok yang signifikan dan karenanya harus
dievaluasi pada pasien trauma. Penilaian neurologis termasuk pergerakan ekstremitas
sesuai perintah adalah penilaian yang baik untuk status mental. Kurangnya gerakan
ekstremitas harus menjadi petunjuk bagi penyedia layanan untuk mempertimbangkan
syok neurogenik yang berhubungan dengan cedera tulang belakang. Jika tidak ada
gerakan ekstremitas bawah dan pemeriksaan rektal menemukan bahwa pasien
memiliki tonus rektal yang kurang, hal ini mungkin ini juga dapat menjadi indikasi
cedera tulang belakang (Baumer-Mouradian & Drendel, 2023).

2.4.1 Pemeriksaan Laboratorium


Evaluasi harus mencakup pemeriksaan laboratorium untuk mendeteksi etiologi
dan menilai perfusi organ akhir yang buruk. Pengiriman oksigen yang buruk
mengakibatkan metabolisme anaerobik, yang menghasilkan asam laktat. CBC dapat
mengevaluasi syok hipovolemik akibat kehilangan darah atau syok disosiatif akibat
anemia. Jika hal ini mungkin terjadi, crossmatch harus dilakukan. Leukositosis atau
leukopenia dapat ditemukan pada syok septik. Kelainan elektrolit dapat ditemukan

18
pada anak-anak dengan syok hipovolemik akibat gastroenteritis. Pemeriksaan kadar
glukosa sangat penting karena bayi kecil dapat menjadi hipoglikemik pada kondisi
syok. Sebagai alternatif, hiperglikemia dapat terlihat akibat pelepasan hormon seperti
katekolamin, kortikosteroid, dan glukagon. Radiografi dada dapat mengevaluasi
sejumlah sumber syok yang berbeda, termasuk pneumotoraks efusi perikardial atau
pleura, pneumonia yang berhubungan dengan syok septik, dan tanda-tanda sekunder
syok kardiogenik (kardiomegali, edema paru). Foto abdomen dapat menilai tanda-
tanda perforasi atau obstruksi usus. Penilaian di samping tempat tidur dengan
pemeriksaan ultrasonografi FAST dapat mengevaluasi cedera intraabdomen.
Pertimbangan EKG dan, untuk kekhawatiran syok kardiogenik, pemeriksaan
ekokardiogram diindikasikan (Baumer-Mouradian & Drendel, 2023).

2.5 Fase Syok

Selama kondisi syok, mekanisme kompensasi tubuh berusaha untuk mempertahankan fungsi
organ vital. Perkembangan keadaan syok adalah umumnya dibagi menjadi tiga fase:
terkompensasi, syok yang tidak terkompensasi, dan syok ireversibel. Selama syok
terkompensasi, pengiriman oksigen ke otak, jantung, dan ginjal dipertahankan dengan
mengorbankan organ-organ yang kurang vital. organ. Tanda dan gejala keadaan syok,
meskipun sering halus, dapat terlihat bahkan pada tahap awal ini. Khususnya, hipotensi
bukan merupakan ciri khas selama tahap ini - melainkan, peningkatan tonus pembuluh darah
perifer dan peningkatan denyut jantung mempertahankan curah jantung yang normal dan
darah yang normal tekanan. Saat syok berlanjut ke tahap yang tidak terkompensasi,
mekanisme kompensasi tubuh pada akhirnya berkontribusi terhadap perkembangan lebih
lanjut dari keadaan syok (misalnya, darah dialihkan dari kulit, otot, dan saluran pencernaan
saluran untuk mempertahankan perfusi otak, jantung, dan ginjal, yang menyebabkan iskemia
di tempat tidur vaskular ini dengan pelepasan zat toksik selanjutnya, yang selanjutnya
mempertahankan keadaan syok). Fungsi seluler semakin memburuk, yang berujung pada
disfungsi organ akhir. Terminal atau Tahap akhir atau tahap syok ireversibel menyiratkan
cedera organ yang tidak dapat dipulihkan, terutama pada organ-organ vital (otak, jantung, dan
ginjal). Intervensi pada tahap akhir ini tidak berhasil, dan kematian terjadi bahkan jika
intervensi terapeutik mengembalikan pemeriksaan kardiovaskular seperti detak jantung,
darah, dan tekanan, curah jantung, dan saturasi oksigen menjadi normal atau normal atau
bahkan tingkat supranormal (Wheeler & Basu, 2013).

19
Tabel 3. Fase Syok
Sistem Organ Syok Terkompensasi Syok Tak Syok ireversibel
Terkompensasi
Sistem Saraf Pusat Agitasi Status mental yang Cedera hipoksia-iskemik
Ansietas berubah dan
Letargi Ensefalopati nekrosis sel
Somnolen Cedera hipoksia-iskemik

Jantung Takikardi Takikardi Iskemia miokard


Bradikardi Nekrosis Sel
Paru Takipnea Gagal Pernapasan Akut Gagal Pernapasan Akut
Ginjal Oliguria Nekrosis Tubular Akut Nekrosis Tubular
↑ osmolalitas urin Gagal Ginjal Akut
↑ natrium urin
Traktus Gastrointestinal Ileus Pankreatitis Pendarahan saluran
Intoleransi makan Kolesistitis Akalkulus cerna
Gastritis akibat stres Pendarahan Saluran Peluruhan
Pencernaan
Translokasi Usus
Hati Cedera sentrilobular Nekrosis sentrilobular Gagal Hepar
Peningkatan Shock Liver
transaminase
Hematologi Aktivasi endotel DIC DIC
Aktivasi trombosit
(Pro-koagulan,
Hipofibrinolitik)
Metabolik Glikogenolisis Deplesi glikogen Hipoglikemia
Glukoneogensis Hipoglikemia
Lipolisis
Proteolisis
Sistem imun Imunoparalisis Imunoparalisis Imunoparalisis

2.6 Tatalaksana

2.6.1 Fase Resusitasi Awal


Terlepas dari penyebab syok, resusitasi awal harus dipandu oleh ABC (airway,
breathing, circulation). Oksigen tambahan harus segera diberikan. Intubasi
diindikasikan untuk pasien yang status mentalnya berubah, yang tidak dapat
melindungi jalan napasnya, atau yang mengalami gagal napas. Selain itu, intubasi dini
20
harus dipertimbangkan untuk mengurangi kebutuhan metabolik, membantu mengatur
ventilasi dan suhu, dan jika diperlukan, memungkinkan pemberian sedasi dan
analgesia untuk prosedur invasif (Sovira, 2017).

Mendapatkan akses vena perifer dapat menjadi tantangan pada bayi dan anak-
anak selama keadaan darurat dan saat ini dengan ekstremitas yang dingin dan kurang
perfusi. Akses vaskular adalah sangat penting untuk memberikan obat dan mengambil
sampel darah. Akses intraosseus (IO) dapat dilakukan dengan cepat dengan
komplikasi minimal oleh penyedia layanan dengan berbagai tingkat pelatihan. Batasi
waktu yang dihabiskan untuk mencoba membuat akses vena perifer pada anak yang
dalam kondisi atau cedera kritis (Sovira, 2017).

Identifikasi cepat penyebab syok yang reversibel harus diprioritaskan oleh


dokter saat akses intravena diperoleh. Jika pasien memiliki mekanisme cedera
traumatik, maka perdarahan aktif, tensison pneumotoraks, dan tamponade jantung
harus diidentifikasi dan intervensi yang tepat harus dimulai. Jika anak diketahui telah
terpapar alergen, maka pengobatan anafilaksis harus dilakukan. Jika EKG
mengidentifikasi aritmia jantung, maka tatalaksana darurat diupayakan. Jika pasien
adalah bayi dalam bulan pertama kehidupan, lesi jantung ductal-dependent dapat
menyebabkan syok dan inisiasi prostaglandin harus dipertimbangkan. Jika pasien
tidak responsif terhadap intervensi atau ada kekhawatiran terhadap insufisiensi
adrenal insufisiensi adrenal, maka kortikosteroid sistemik harus diberikan (Baumer-
Mouradian & Drendel, 2023).

Secara umun setelah akses intravena diperoleh, pemberian cairan intravena


akan mengatasi syok, dan respons pasien terhadap cairan yang diberikan juga akan
membantu dalam penentuan etiologi syok. Cairan bolus 20 mL/kg cairan kristaloid
isotonik harus diberikan secepat mungkin (Wheeler & Basu, 2013).

Resusitasi volume dengan larutan salin isotonik atau cairan koloid sebanyak
20 mL/kg setiap 5 menit hingga total 60 mL/kg. Pada neonatus atau anak-anak dengan
gangguan kardiovaskular yang sudah ada sebelumnya, bolus cairan 10 mL/kg cairan
isotonik dapat dipertimbangkan dengan penilaian yang cermat setelah setiap bolus,
dan ulangi bolus sesuai kebutuhan untuk mengatasi syok (Baumer-Mouradian &
Drendel, 2023).

21
Antibiotik harus diberikan pada anak yang dicurigai mengalami sepsis dalam
15 menit pertama penatalaksanaan syok. Selain itu, kelainan elektrolit (hipoglikemia,
hipokalsemia) harus dikoreksi. Selain itu, hidrokortison dosis stres harus diberikan
pada anak-anak yang berisiko mengalami insufisiensi adrenal (misalnya, penggunaan
steroid kronis atau riwayat penekanan adrenal) (Wheeler & Basu, 2013).

Pantau tanda-tanda kelebihan cairan, termasuk ronki, gangguan pernapasan,


atau hepatomegali. Ada beberapa strategi infus cairan intravena yang tersedia dan
bervariasi berdasarkan kecepatan laju infus, peralatan dan persiapan yang diperlukan,
manfaat yang unik, dan kekurangannya (Baumer-Mouradian & Drendel, 2023).

Anak-anak yang dalam keadaan kritis dengan syok memerlukan pemantauan


ketat dengan oksimetri nadi terus menerus, elektrokardiografi (EKG) terus menerus
(biasanya sadapan II), dan pemantauan tekanan darah non-invasif (tetapi sering) atau
invasif (misalnya, kateterisasi). Output urin dan status mental juga harus dipantau
secara ketat. Beberapa tanda klinis dapat digunakan sebagai titik akhir terapi
resusitasi, termasuk denyut jantung (umumnya <90 atau >160 denyut per menit pada
bayi dan <70 atau >150 denyut per menit pada anak kecil), pengisian ulang kapiler
kurang dari 2 detik, denyut nadi normal tanpa perbedaan antara denyut nadi pusat dan
perifer, dan ekstremitas hangat. Target yang tepat untuk tekanan darah bergantung
pada usia untuk mempertahankan tekanan perfusi organ akhir yang memadai
(Tekanan darah rata-rata - tekanan vena sentral) antara 55 mmHg (neonatus dan bayi)
dan 65 mmHg (anak yang lebih besar) (Wheeler & Basu, 2013).

Jika keadaan klinis anak tidak membaik secara signifikan setelah resusitasi
volume 60 mL/kg, akses vaskular sentral harus diupayakan, jika memungkinkan. Jika
perlu (meskipun tidak ideal), inotrop (dopamin dan epinefrin) dapat diberikan secara
perifer hingga akses vaskular sentral dapat diperoleh - sebagai larutan encer dan
dengan laju aliran yang cepat untuk memastikan pengiriman ke organ target.
Perhatian harus diberikan untuk memastikan tidak ada infiltrasi perifer atau iskemia
saat menjalankan agen kerja sentral melalui infus perifer (Wheeler & Basu, 2013).

2.6.2 Fase Stabilisasi


Selama stabilisasi, keterampilan intervensi yang lebih canggih dan
kemampuan pemantauan sering kali diperlukan. Jalan napas yang stabil harus
diamankan, jika perlu, dan ventilasi yang memadai harus dipertahankan. Pada syok,

22
anak-anak dapat berkembang dengan cepat dari alkalosis respiratorik (yang
diperantarai oleh hiperventilasi sentral akibat etiologi syok) menjadi asidosis
respiratorik (karena pasien mengalami dekompensasi dan asidosis metabolik
memperumit kestabilan hemodinamik). Dengan mengasumsikan kontrol jalan napas
dan pernapasan pasien dapat mengalihkan 40% curah jantung yang didedikasikan
untuk sistem pernapasan ke organ vital lainnya seperti otak dan ginjal. Akses vaskular
sentral harus diperoleh, jika belum dilakukan selama fase resusitasi awal (Wheeler &
Basu, 2013).

Tabel 4. Agen Farmakologis Vasoaktif yang Umum Digunakan dalam Penanganan


Syok Pediatrik
Agen Vasoaktif Rentang Dosis Catatan
Dopamin 3-5 µg/kg/min Dopamin dosis ginjal (terutama aktivitas agonis
dopaminergik); meningkatkan aliran darah ginjal dan
mesenterika, meningkatkan natriuresis dan output
urin
5-10 µg/kg/min Efek inotropik (ß1 agonis) mendominasi;
meningkatkan kontraktilitas jantung, detak jantung,
dan tekanan darah
10-20 µg/kg/min Efek vasopresor (α1 agonis) mendominasi;
meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer dan
tekanan darah
Dobutamin 5-10 µg/kg/min Efek inotropik (ß1 agonis) mendominasi;
meningkatkan kontraktilitas dan mengurangi
afterload
Epinefrin 0.03-0.1 µg/kg/min Efek inotropik (agonis ß1 dan ß2) mendominasi,
meningkatkan kontraktilitas dan detak jantung; dapat
mengurangi afterload sampai batas tertentu melalui
efek ß2
0.1-1 µg/kg/min Efek vasopresor (α1 agonis) mendominasi;
meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer dan
tekanan darah
Norepinefrin 0.1-1 µg/kg/min Vasopresor yang kuat (agonis α1 dan ß1);
meningkatkan denyut jantung, kontraktilitas, dan
resistensi pembuluh darah perifer; tidak ada efek ß2
yang membedakannya dari epinefrin
Fenilefrin 0.1-0.5 µg/kg/min Vasopresor yang kuat dengan efek utama α1 agonis;
diindikasikan pada tetralogi Fallot hipersianotik
Vasopressin 0.0003-0.002 unit/kg/min Vasopressor (melalui V1) tanpa aktivitas inotrop;

23
(0.018-0.12 units/kg/h) dapat diindikasikan dalam syok refrakter
Nitroglycerin 0.5-3 µg/kg/min Venodilator dan vasodilator yang bergantung pada
dosis (dimediasi oleh cGMP)
Nitroprussid 0.5-3 µg/kg/min Vasodilator arteri sistemik (yang dimediasi cGMP)
Inamrinon 0.75 mg/kg I.V. bolus Inodilator (Penghambat fosfodiesterase tipe III);
selama 2-3 menit lanjut meningkatkan jantung output melalui peningkatan
infus maintenance 5-10 kontraktilitas dan pengurangan afterload
µg/kg/menit
Milrinon 0.75 µg/kg I.V. selama Inodilator (Penghambat fosfodiesterase tipe III);
15 menit lanjut infus meningkatkan jantung output melalui peningkatan
kontinyu 0.5-0.75 kontraktilitas dan pengurangan afterload
µg/kg/menit
Prostaglandin 0.3-0.1 µg/kg/min Mempertahankan paten duktus arteriosus (efek
E1 (PGE1) cAMP)

Pemulihan kondisi hemodinamik yang lebih normal pada tahap ini sering kali
membutuhkan pemberian obat vasoaktif (Tabel 4). Belum ada uji coba terkontrol
secara acak untuk menentukan obat vasoaktif mana yang terbaik pada syok pediatrik.
Namun, konsensus para ahli menunjukkan bahwa dopamin adalah agen vasoaktif lini
pertama untuk penanganan syok pediatrik. Epinefrin sering digunakan untuk
meningkatkan kontraktilitas jantung (dan dengan demikian curah jantung) dan
meningkatkan resistensi pembuluh darah sistemik. Dengan adanya syok refrakter
katekolamin (misalnya, hemodinamik yang buruk meskipun dukungan inotropik dan
vasopressor meningkat, dengan koreksi elektrolit dan resusitasi cairan yang tepat),
teknik pemantauan yang lebih canggih untuk titrasi terapi terhadap variabel
hemodinamik tertentu diperlukan. Terapi tambahan pada tahap ini dapat meliputi
dukungan ekstrakorporeal (misalnya, ECMO - extracorporeal membrane oxygenation)
(Wheeler & Basu, 2013).

Tabel 5. Tipe Syok dan Tatalaksananya


Tipe Patofisiologi Gambaran Contoh Terapi
Hipovolemi Penurunan curah Takikardia dan Nonhemoragik Bolus cairan
k jantung karena vasokonstriksi (muntah dan IV
berkurangnya mempertahankan diare) vasopressor
volume → sirkulasi yang memadai
penurunan hingga 30% dari volume Hemoragik
preload sirkulasi (trauma) Penggantian
Tekanan nadi darah
menyempit, refil kapiler
tertunda, perubahan

24
ortostatik,
hipotensi, perubahan
status mental, dan
penurunan output urin
Kardiogenik Penurunan curah Takikardia, Kardiomiopati, Resusitasi
jantung karena vasokonstriksi, dingin infeksi cairan IV yang
karena disfungsi ekstremitas, tekanan miokarditis, dan bijaksana, agen
miokard, nadi sempit, pengisian sistemik proses ionotropik
peningkatan ulang kapiler yang inflamasi, untuk
afterload, dan/atau tertunda, gangguan autoimun meningkatkan
kurangnya pernapasan, rales atau penyakit, kontraktilitas,
pengisian irama berpacu, gangguan perfusi vasodilator
ventrikel membesar hati, koroner, untuk
Pelebaran vena jugular, kardiopulmoner mengurangi
kardiomegali di bypass, asidosis, afterload, dan
radiografi dada hypoxic ischemic manajemen
Gradien yang signifikan encephalopathies, takiaritmia
antara tekanan darah dan disritmia
ekstremitas atas dan Bayi: lesi ductal Prostaglandin
tekanan darah dependent, untuk bayi <2
ekstremitas bawah takidisritmia bulan
Distributif Penurunan curah Takikardik, vasodilatasi, Syok septik Cairan infus,
jantung dan memerah, hangat vasopressor,
pembuluh darah ekstremitas, tekanan antibiotik
sistemik resistensi nadi lebar, denyut nadi Tertelan racun Antidot khusus
karena perifer yang terbatas, isi ulang
vasodilatasi → kapiler yang memerah
afterload dan Anafilaksis: ruam; Anafilaksis Menghilangkan
preload menurun, pembengkakan wajah; pemicu, cairan
redistribusi aliran bibir, pembengkakan infus, IM
darah jauh dari pada bibir, lidah, atau epinefrin,
organ vital, dan saluran napas; antihistamin,
hilangnya outflow bronkospasme; hipotensi vasopresor
simpatis Syok spinal: tidak dapat Cedera saraf Cairan infus,
menaikkan HR, tulang belakang vasokonstriktor
hipotensi
Obstruktif Penurunan curah Takikardia, isi ulang Pneumotoraks Evakuasi
jantung karena kapiler tertunda, dingin tegang pneumotoraks
karena ekstremitas, tekanan Emboli paru Antikoagulan
peningkatan nadi sempit, distensi Tamponade Drainase efusi
afterload dari pembuluh darah leher, jantung perikardial
ventrikel kanan suara jantung jauh, suara
dari proses napas asimetris
obstruktif

2.6.3 Efek Samping Terapi Cairan


Pemberian cairan yang berlebihan

Terlepas dari cairan yang dipilih, dosis yang berlebihan akan menyebabkan
kelebihan cairan, yang berpotensi menyebabkan oedema jaringan dan organ, disfungsi
dan kegagalan. Cairan isotonik yang berlebihan menyebabkan perluasan cairan
ekstraseluler air dan garam yang berlebihan sehingga menyebabkan oedema jaringan,
dengan semua konsekuensi terkait, termasuk perburukan fungsi seluler secara tidak

25
langsung. Mengenai kelebihan garam, perlu diingat bahwa 1 L NaCl 0,9%
mengandung 154 mmol natrium (3,5 g) dan 154 mmol klorida (5,5 g). Perlu dicatat
bahwa jumlah ini secara signifikan lebih tinggi daripada asupan natrium dan klorida
harian yang direkomendasikan untuk orang dewasa. Selain itu, infus cairan isotonik,
yang membuat osmolaritas plasma secara substansial tidak berubah, tidak akan
menekan sekresi ADH, sehingga mendukung terjadinya keseimbangan cairan yang
positif (Langer et al., 2018).

Di sisi lain, pemberian cairan hipotonik yang berlebihan akan menyebabkan


penurunan osmolaritas total tubu dan akan menentukan, setelah redistribusi cairan,
pengenceran ekstraseluler dan intraseluler, yaitu kelebihan/intoksikasi air (Langer et
al., 2018).

Tanda khas dari kelebihan air adalah penurunan osmolaritas dan, mengingat
peran sentral natrium dalam menentukan osmolaritas ekstraseluler, hal ini akan
dikenali sebagai hiponatremia. Akan tetapi, hiponatremia adalah penanda pengganti
untuk kelebihan air, yang merupakan masalah terbesar karena akan memengaruhi
fungsi seluler baik secara tidak langsung (edema jaringan) maupun secara langsung
(edema seluler/pembengkakan). Secara khusus, pergerakan air bebas elektrolit ke
dalam sel-sel otak akan menentukan oedema serebral dengan peningkatan tekanan
intrakranial yang dihasilkan. Tidak mengherankan, manifestasi yang paling mencolok
dari keracunan air adalah neurologis, mulai dari gejala ringan dan tidak spesifik
seperti mual dan muntah, hingga kejadian yang sangat parah dan fatal, seperti kejang,
koma, herniasi batang otak, dan kematian. Perlu dicatat bahwa karena karakteristik
neuroanatomi, yaitu rasio yang tinggi antara otak dan tengkorak, gejala-gejala ini
sangat sering terjadi pada anak-anak (Langer et al., 2018).

Perubahan elektrolit dan asam-basa akibat dilusi

Konsentrasi hidrogen larutan biologis, dan logaritma negatifnya - pH - diatur


secara independen oleh tiga variabel, yaitu: tekanan parsial karbon dioksida;
perbedaan ion yang kuat (SID); dan jumlah total asam lemah (ATOT) (Langer et al.,
2018).

Kristaloid adalah larutan berair yang mengandung garam mineral dan/atau


garam asam organik, yang menurut definisi, tidak mengandung albumin dan/atau
fosfat. Dengan demikian, pemberian semua jenis kristaloid akan menyebabkan

26
penurunan ATOT, dengan efek alkali yang dihasilkan. Selain itu, semua kristaloid
mempengaruhi SID plasma, tergantung pada SID in vivo mereka sendiri, yaitu, SID
mereka mengikuti metabolisme anion organik seperti laktat dan asetat. Jika SID
kristaloid yang diberikan lebih rendah dari SID plasma, seperti yang selalu terjadi
pada kasus 0,9% NaCl, SID plasma akan berkurang dan pH akan cenderung ke arah
asidosis. Hal yang sebaliknya akan terjadi pada kasus kristaloid dengan SID in vivo
infus yang tinggi, misalnya PlasmaLyte. Sebagai rangkuman, ketika cairan diberikan
secara parenteral, SID dan ATOT plasma dipaksa ke arah SID dan ATOT cairan yang
diinfuskan. Oleh karena itu, infus kristaloid berpotensi mengubah ATOT dan SID, dua
variabel independen dari cairan ekstraseluler yang mengatur pH. Akibatnya, dan
tergantung pada komposisi cairan yang dipilih, pH dapat diturunkan, dinaikkan, atau
dibiarkan tidak berubah dengan pengenceran. Secara skematis, kristaloid yang
memiliki SID in vivo (Tabel 2) lebih besar dari konsentrasi bikarbonat plasma (HCO-)
menyebabkan peningkatan pH plasma (alkalosis), mereka yang memiliki SID in vivo
lebih rendah dari HCO3-penurunan pH plasma (asidosis), sedangkan kristaloid
dengan SID in vivo sama dengan HCO3 - tidak mengubah pH plasma, terlepas dari
tingkat pengenceran plasma. Sebagai catatan, larutan kristaloid yang seimbang, yaitu
larutan yang komposisi elektrolitnya lebih mendekati komposisi plasma, sehingga
memiliki konsentrasi klorida yang lebih rendah, menyebabkan lebih sedikit perubahan
asam basa plasma dibandingkan dengan NaCl 0,9% yang "tidak seimbang". Akhirnya,
mengingat kemungkinan efek merugikan dari klorida plasma pada fungsi ginjal, maka
secara teoritis, larutan tersebut seharusnya tidak terlalu berbahaya (Langer et al.,
2018).

27
BAB 3

KESIMPULAN

Syok pada anak adalah gangguan yang sering terjadi tetapi kurang dipahami di unit
perawatan intensif anak. Penanganan dini dan pengenalan gejala syok sangat penting untuk
outcome yang baik. Ada berbagai etiologi syok, termasuk hipovolemik, distributif,
kardiogenik, dan obstruktif, dengan mekanisme dan gejala yang berbeda-beda. Diagnosis
syok pada anak melibatkan penilaian tanda-tanda vital, anamnesis, dan pemeriksaan fisik
yang cermat. Pengetahuan akan presentasi klinis dan patofisiologi, akan berpengaruh
terhadapadan tatalaksana syok yang benar.

28
DAFTAR PUSTAKA

4. Baumer-Mouradian, S. H., & Drendel, A. L. (2023). 10 - Shock. In R. M.


Kliegman, H. Toth, B. J. Bordini, & D. Basel (Eds.), Nelson Pediatric Symptom-
Based Diagnosis: Common Diseases and their Mimics (Second Edition) (pp. 177-
189.e1). Elsevier. https://doi.org/https://doi.org/10.1016/B978-0-323-76174-
1.00010-9
5. Gupta, S., & Sankar, J. (2023). Advances in Shock Management and Fluid
Resuscitation in Children. Indian Journal of Pediatrics, 90(3), 280–288.
https://doi.org/10.1007/s12098-022-04434-3
6. Hobson, M. J., & Chima, R. S. (2013). Pediatric hypovolemic shock. The Open
Pediatric Medicine Journal, 7(1).
7. Hon, K. L., Leung, K. K. Y., Oberender, F., & Leung, A. K. C. (2021). Paediatrics:
how to manage septic shock. Drugs in Context, 10.
8. Ji, J., & Brown, D. L. (2019). 21 - Distributive Shock. In D. L. Brown (Ed.),
Cardiac Intensive Care (Third Edition) (pp. 208-215.e4). Elsevier.
https://doi.org/https://doi.org/10.1016/B978-0-323-52993-8.00021-7
9. Kumar, V., Abbas, A. K., & Aster, J. C. (2014). Robbins & Cotran Pathologic
Basis of Disease. Elsevier Health Sciences. https://books.google.co.id/books?
id=5NbsAwAAQBAJ
10. Langer, T., Limuti, R., Tommasino, C., van Regenmortel, N., Duval, E., Caironi,
P., Malbrain, M., & Pesenti, A. (2018). Intravenous fluid therapy for hospitalized
and critically ill children: rationale, available drugs and possible side effects.
Anaesthesiology Intensive Therapy, 50(1).
11. Smith, K. A., & Bigham, M. T. (2013). Cardiogenic shock. The Open Pediatric
Medicine Journal, 7(1).
12. Sovira, N. (2017). Shock Management in Children. The 1st Syiah Kuala
International Conference on Medical and Health Sciences.
13. Standl, T., Annecke, T., Cascorbi, I., Heller, A. R., Sabashnikov, A., & Teske, W.
(2018). The nomenclature, definition and distinction of types of shock. Deutsches
Ärzteblatt International, 115(45), 757.
14. Wheeler, D. S., & Basu, R. K. (2013). Pediatric shock: An overview. The Open
Pediatric Medicine Journal, 7(1).

29
30

Anda mungkin juga menyukai