Anda di halaman 1dari 38

REFERAT

TERAPI INSULIN

Pembimbing

dr. Muhammad Agus Toha, Sp.PD

Disusun Oleh :

Agam Siswanto Hardoyo (202220401011079)

SMF ILMU PENYAKIT DALAM

RSU HAJI SURABAYA

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2023
LEMBAR PENGESAHAN

REFERAT

TERAPI INSULIN

Referat dengan judul Terapi Insulin telah diperiksa dan disetujui sebagai salah satu tugas

dalam rangka menyelesaikan studi kepaniteraan Dokter Muda di bagian Ilmu Penyakit

Dalam.

Surabaya,14 Maret 2023

Pembimbing

dr. Muhammad Agus Toha, Sp.PD


KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb.

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan

rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan referat dengan judul "Terapi Insulin".

Referat ini dibuat sebagai salah satu tugas dari program pendidikan profesi dokter di

Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Malang yang dilaksanakan di RSU Haji

Surabaya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada dr. Muhammad Agus Toha, Sp.PD

selaku dokter pembimbing yang telah memberikan bimbingan, saran, petunjuk dan waktu

serta semua pihak yang terkait yang telah membantu dalam penyusunan referat ini.

Penulis menyadari bahwa penyusunan referat ini masih jauh dari kesempurnaan.

Dengan Kerendahan hati, penulis mohon maaf jika ada kesalahan dan mengharapkan kritik

dan saran yang membangun. Semoga referat ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Wassalamualaikum Wr.Wb.

Surabaya,14 Maret 2023

Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN

Terapi insulin adalah suatu metode pengobatan untuk mengontrol kadar gula darah

pada penderita diabetes. Insulin adalah hormon yang diproduksi oleh pankreas dan berfungsi

untuk membantu mengatur kadar gula darah dalam tubuh. Penderita diabetes tidak dapat

memproduksi insulin secara cukup atau memproduksi insulin yang tidak efektif, sehingga

memerlukan bantuan insulin sintetis untuk mengontrol kadar gula darah mereka.

Terapi insulin telah menjadi standar pengobatan untuk diabetes tipe 1 dan juga sering

digunakan untuk diabetes tipe 2 yang sulit dikontrol dengan pengobatan lain seperti diet dan

olahraga. Meskipun terapi insulin dapat membantu mengontrol gula darah dan mencegah

komplikasi jangka panjang yang serius, namun penggunaannya juga memiliki risiko dan

memerlukan pemahaman yang baik tentang cara penggunaannya. Oleh karena itu, penting

untuk memahami bagaimana terapi insulin bekerja, jenis insulin yang tersedia, dan cara

penggunaannya agar dapat mengoptimalkan manfaat dan menghindari efek samping yang

tidak diinginkan.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.I Definisi Insulin

Insulin berasal bahasa Latin “insula” yang berarti pulau, karena diproduksi di Pulau-

pulau Langerhans di pankreas (Lewis dan Brubaker, 2021). Insulin adalah hormon yang

bertanggung jawab untuk menjaga homeostasis glukosa dalam tubuh. Selain itu, insulin juga

berperan dalam metabolisme lipid, sintesis protein, dan penghambatan glukoneogenesis.

Fungsi-fungsi ini berperan utamanya pada sel target organ klasik yang bertanggung jawab

untuk pengaturan energi umum: hati, otot rangka, dan jaringan adiposa. Namun, fungsi ini

tidak terbatas pada jaringan yang telah disebutkan sebelumnya saja karena insulin telah

terbukti mempengaruhi sebagian besar sel dalam tubuh (Cruz-Pineda WD et al., 2021).

2.2 Fisiologi Insulin

Insulin adalah hormon anabolik yang memunculkan efek metabolisme di

seluruh tubuh.

2.2.1 Fungsi Utama Insulin

Terdapat hubungan umpan-balik negatif langsung antara konsentrasi glukosa

darah dan laju sekresi sel  dan sel  tetapi dalam arah berlawanan. Peningkatan

kadar glukosa darah merangsang sekresi insulin, tetapi menghambat sekresi glukagon,

sementara penurunan kadar glukosa darah menyebabkan penurunan sekresi insulin

dan peningkatan sekresi glukagon. Karena insulin menurunkan dan glukagon

meningkatkan glukosa darah, perubahan sekresi kedua hormon pankreas ini sebagai

respons terhadap perubahan glukosa darah bekerja sama secara homeostatis untuk

memulihkan kadar glukosa darah ke normal (Sherwood, 2016).


2.2.2 Efek Multipel Insulin

Sel-sel dari jaringan otot, endotelium pembuluh darah, jantung, dan hati

melaksanakan kaskadenya bergantung pada insulin. Respons yang dihasilkan oleh

efek insulin dalam sel-sel ini adalah spesifik sesuai jaringan. Dalam jaringan adiposa,

otot rangka, dan jantung, hasilnya adalah metabolisme glukosa melalui penyerapan

glukosa ke dalam sel. Vasodilatasi melalui produksi nitrat oksida (NO) adalah hasil

yang terlihat pada endotelium dan jantung pembuluh darah. Hati menunjukkan

penurunan glukoneogenesis dan peningkatan glikogenesis sebagai respons terhadap

adanya insulin. Efek insulin membentang ke metabolisme lipid dan protein juga. Ini

merangsang lipogenesis dan sintesis protein dan sebaliknya menghambat lipolisis dan

degradasi protein (Vargas, Joy da Carrillo, 2022).

Gambar 1. Efek Multipel Insulin (Tjokoprawiro A et al., 2015)


2.3 Sejarah Pengembangan Terapi Insulin

Pada tahun 1869 Paul Langerhans menemukan sekelompok sel di pankreas (sekarang

dikenal sebagai pulau Langerhans) yang tampaknya mengambang di acini pancreatici yang

lebih banyak, dan yang tidak terhubung ke ductus pancreaticus, yang mengalirkan sekresi

eksokrin pankreas ke duodenum. Selama tiga dekade berikutnya, para peneliti menyadari

sebuah faktor penting pada pankreas yang mengontrol penggunaan bahan bakar tubuh, yang

apabila faktor itu tidak ada atau kurang akan menyebabkan diabetes melitus. Misalnya, Oscar

Minkowski dan Joseph von Mering pada tahun 1889, dan Hédon pada tahun 1893,

mereproduksi keadaan diabetes dengan melakukan pankreatektomi anjing dan berhipotesis

bahwa diabetes disebabkan oleh hilangnya "sekresi internal" pankreas daripada sekresi

eksokrin pankreas. Eugene Opie pada tahun 1901 menunjukkan hubungan patologis antara

diabetes dan kerusakan pulau Langerhans, serta banyak peneliti lainnya meletakkan dasar

untuk penemuan insulin selama dua dekade pertama abad ke-20 dengan kemajuan penting

yang mengungkap cara kerja insulin. Pada dekade pertama abad ke-20, banyak penelitian

berlangsung untuk mengisolasi faktor pankreas penurun glukosa. Antara 1915 dan 1919,

Kleiner dan Meltzer di Universitas Rockefeller menerbitkan hasil penurun glukosa yang

menjanjikan dari ekstrak pankreas mereka pada anjing yang depankreatisasi. Selain itu,

seorang ilmuwan Rumania, Nicolas Paulesco, menerbitkan serangkaian paper penting pada

tahun 1921 yang menghasilkan keberhasila percobaan dengan ekstrak pankreas, yang

disebutnya "pancréine". Pada akhir Agustus 1921, para peneliti Toronto (Banting, Best, dan

Macleod) membuat ekstrak dari pankreas anjing sehat. Dengan menggunakan ekstrak ini,

mereka berhasil menurunkan gula darah dari anjing yang sebelumnya dibuat diabetes.
Pemberian insulin manusia pertama yang berhasil dilakukan pada tanggal 23 Januari 1922, di

Rumah Sakit Umum Toronto (Lewis dan Brubaker, 2021).

2.4 Diabetes Mellitus

Diabetes melitus (DM) adalah penyakit metabolik, terkait peningkatan kadar glukosa

darah yang tidak seharusnya. DM memiliki beberapa kategori, antara lain tipe 1, tipe 2,

maturity-onset diabetes of the young (MODY), diabetes gestasional, diabetes neonatal, dan

penyebab sekunder akibat endokrinopati, penggunaan steroid, dll. Subtipe utama DM adalah

diabetes tipe 1 melitus (T1DM) dan diabetes melitus tipe 2 (T2DM).

2.4.1 Diabetes Mellitus Tipe 1

T1DM ditandai dengan penghancuran sel beta di pankreas, biasanya

merupakan proses sekunder akibat autoimun. Hasilnya adalah penghancuran absolut

sel beta, dan konsekuensinya, insulin tidak ada atau sangat rendah (Sapra dan

Bhandari, 2022).

2.4.2 Diabetes Mellitus Tipe 2

T2DM melibatkan onset yang lebih tersembunyi di mana ketidakseimbangan

antara kadar insulin dan sensitivitas insulin menyebabkan defisit fungsional insulin.

Resistensi insulin bersifat multifaktorial tetapi umumnya berkembang dari obesitas

dan penuaan (Sapra dan Bhandari, 2022).

2.4.3 MODY

Maturity-onset diabetes of the young (MODY) adalah jenis diabetes

monogenik yang pertama kali digambarkan sebagai bentuk diabetes ringan dan

asimtomatik yang diamati pada anak-anak, remaja, dan dewasa muda yang tidak

obesitas. Apabila DM1 dan DM2 bersifat poligenik, MODY disebabkan oleh mutasi
gen tunggal yang menyebabkan defek pada sekresi insulin sel beta sebagai respons

terhadap stimulasi glukosa. Sebagian besar versi genetik MODY memiliki transmisi

dominan autosomal, meskipun, lebih jarang, versi resesif autosomal juga ada dan

dapat menyebabkan diabetes neonatal. Awalnya, berbagai jenis MODY dijelaskan

secara numerik (MODY 1-6). Namun, mereka sekarang diklasifikasikan berdasarkan

cacat genetiknya. Sekarang setidaknya ada 14 mutasi MODY berbeda yang diketahui:

GCK, HNF1A, HNF4A, HNF1B, INS, NEURO1, PDX1, PAX4, ABCC8, KCNJ11,

KLF11, CEL, BLK, dan APPL1 (Hoffman LS et al., 2022).

2.4.4 Diabetes Mellitus Gestasional

Definisi diabetes mellitus gestasional (GDM) adalah setiap derajat intoleransi

glukosa dengan onset atau pengakuan pertama selama kehamilan. GDM dapat

diklasifikasikan sebagai A1GDM dan A2GDM. Diabetes gestasional yang dikelola

tanpa pengobatan dan responsif terhadap terapi nutrisi adalah diabetes gestasional

yang dikontrol diet (GDM) atau A1GDM. Di sisi lain, diabetes gestasional yang

dikelola dengan pengobatan untuk mencapai kontrol glikemik yang memadai adalah

A2GDM (Quintanilla dan Mahdy, 2022).

2.4.5 Diabetes Neonatal

Neonatal Diabetes (ND) mellitus adalah penyakit genetik yang langka (1 dari

90.000 kelahiran hidup). Hal ini didefinisikan dengan adanya hiperglikemia berat

terkait dengan insulin yang tidak mencukupi atau tidak ada sirkulasi, terjadi terutama

sebelum usia 6 bulan dan jarang terjadi antara 6 bulan dan 1 tahun.

2.4.6 Diabetes Sekunder

Diabetes sekunder dapat didefinisikan sebagai kondisi diabetes yang

berkembang setelah penghancuran sel beta di pulau pankreas dan / atau induksi
resistensi insulin oleh penyakit yang didapat (misalnya endokrinopati) atau lainnya

(Suzuki, 1999).

2.5 Klasifikasi Insulin

Terdapat berbagai ketersediaan Insulin di Indonesia, yang dapat dikelompokkan

berdasarkan 3 hal yaitu fungsi insulin terhadap kontrol glukosa darah, jenis bahan pembuatan

insulin, dan profil farmakokinetik (Sony W et al. 2021).

Gambar 2. Pola farmakologik Berbagai Jenis Insulin (Sony W et al. 2021).

2.5.1 Berdasarkan Fungsi Kontrol Glukosa Darah (Sony W et al. 2021).

a. Insulin Prandial

Insulin yang berfungsi untuk mengontrol kenaikan kadar glukosa darah setelah

makan (post-prandial). Insulin prandial diberikan sebelum makan (pre-meal).

Jenis insulin yang tergolong dalam kategori ini adalah insulin yang memiliki

kerja lama pendek atau cepat.


b. Insulin basal

Insulin basal dapat diberikan sebanyak satu atau dua kali sehari, diantara

waktu makan malam dan tengah malam dengan menyesesuaikan produksi

glukosa hepatik endogen. Berdasarkan profil farmakokinetiknya, insulin yang

termasuk ke dalam golongan ini adalah insulin kerja menengah atau lama.

2.5.2 Berdasarkan Jenis Insulin (Sony W et al. 2021).

a. Human Insulin

b. Insulin analog

c. Insulin biosimilar

2.5.2 Berdasarkan Lama Kerja (Sony W et al. 2021).

a. Insulin kerja pendek/cepat: lama kerja 4-8 jam, digunakan untuk

mengendalikan glukosa darah sesudah makan, dan diberikan sesaat sebelum

makan.

b. Insulin kerja menengah: lama kerja 8-12 jam, diabsorpsi lebih lambat, dan

menirukan pola sekresi insulin endogen (insulin basal). Digunakan untuk

mengendalikan glukosa darah puasa (saat tidak makan/puasa).

c. Insulin kerja panjang: lama kerja 12-24 jam, diabsorpsi lebih lambat,

mengendalikan glukosa darah puasa. Digunakan 1 kali (malam hari sebelum

tidur) atau 2 kali (pagi dan malam hari).

d. Untuk memenuhi kebutuhan pasien tertentu, juga tersedia insulin campuran

(premixed), yang merupakan campuran antara insulin kerja pendek dan kerja

menengah (Human Insulin) atau insulin kerja cepat dan kerja menengah

(insulin analog). Insulin campuran tersedia dalam perbandingan tetap (fixed-

dose ratio) antara insulin kerja pendek atau cepat dan menengah.
Tabel 1. Karakteristik Insulin (Sony W et al. 2021).
2.6 Terapi Insulin Rawat Jalan

2.6.1 Indikasi Absolut Terapi Insulin (Sony W et al. 2021).

a. DMT1

b. DM Gestasional yang tak terkontrol

2.6.2 Indikasi Temporer Terapi Insulin (Sony W et al. 2021).

a. Gagal mencapai sasaran dengan penggunaan kombinasi OHO (Obat

Hipoglikemia Oral) dosis optimal (3 = 6 bulan).

b. Dekompensasi metabolik, yang ditandai antara lain dengan: gejala klasik

diabetes (polidipsia, poliuria, polifagia) dan penurunan berat badan disertai

glukosa darah puasa (GDP) > 250 mg/dL atau glukosa darah sewaktu (GDS)>

300 mg/dL atau HbAlc > 9%, dan/atau sudah mendapatkan terapi OHO.

c. Terapi steroid dosis tinggi yang menyebabkan glukosa darah tidak terkendali.

d. Perencanaan operasi yang kadar glukosa darahnya perlu segera diturunkan.

e. Beberapa kondisi tertentu yang dapat memerlukan pemakaian insulin, seperti

infeksi (tuberkulosis), penyakit hati kronik, dan gangguan fungsi ginjal.

2.7 Terapi Insulin pada DMT1 Anak

Pada pasien DMT1, terapi insulin mulai diberikan pada saat diagnosis ditegakkan.

Jumlah insulin yang diberikan disesuaikan dengan aktivitas fisis, pola makan, dan berat

badan yang sesuai dengan proses tumbuh kembang. Prinsip terapi insulin pada DMT1 sesuai

dengan Konsensus Nasional Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 1 yang dikeluarkan oleh

UKK Endokrinologi Anak & Remaja Ikatan Dokter Anak Indonesia (2015) adalah sebagai

berikut:

a. Regimen insulin sangat bersifat individual.


b. Pemilihan regimen harus memperhatikan faktor umur, lama menyandang

DMT1, gaya hidup (pola makan, kegiatan fisis, sekolah, dll.), sasaran kendali

glikemik, dan kebiasaan individu/keluarga.

c. Kecil kemungkinannya untuk mencapai normoglikemia pada anak dan remaja

dengan pemberian insulin 1 kali/hari.

d. Insulin tidak boleh dihentikan meskipun pada keadaan sakit.

e. Konsep basal-bolus memiliki kemungkinan terbaik menyerupai sekresi insulin

fisiologis.

f. Sangat dianjurkan paling tidak menggunakan 2 kali injeksi insulin per hari

(campuran insulin kerja cepat/pendek dengan insulin basal).

g. Pada fase remisi seringkali hanya memerlukan 1 kali suntikan insulin kerja

menengah, panjang atau basal untuk mencapai kendali metabolik yang baik.

Pada umumnya, kebutuhan insulin basal adalah 0,5 = 1 unit/kgBB/hari. Penyesuaian

dosis biasanya dibutuhkan pada honeymoon period (saat fase awal DMT1 sel beta pankreas

masih memiliki kemampuan untuk memproduksi insulin), masa remaja, masa sakit, dan

sedang menjalani pembedahan. Dalam konsensus yang sama, IDAI merekomendasikan

beberapa regimen insulin yang dapat digunakan (Tabel 2). Regimen apa pun yang digunakan,

sangat dianjurkan untuk memantau glukosa darah secara mandiri di rumah untuk

memudahkan dosis penyesuaian insulin ataupun diet. Parameter objektif keadaan

metabolisme glukosa darah yang dapat dipercaya saat ini adalah pemeriksaan serum HbAlc,

sehingga wajib dilakukan setiap 3 bulan (IDAI, 2015).

Tabel 2. Regimen Terapi Insulin pada Anak - Anak Pasien DMT1 (Sony W et al. 2021).

Regimen Keterangan

Regimen Campuran
Injeksi 1  Insulin kerja menengah atau kombinasi kerja cepat/pendek
kali/hari dengan kerja kali/hari menegah.
 Seringkali tidak sesuai untuk diterapkan pada pasien anak/remaja
dengan DMT1.
 Dapat diberikan untuk sementara pada fase remisi.

Injeksi 2  Campuran insulin kerje| cepat/pendek dan kerja menengah.


kali/hari  Diberikan sebelum makan pagi dan sebelum makan malam.
 Biasanya diberikan kepada anak-anak yang lebih muda.

Injeksi 3  Campuran insulin kerja cepat/pendek dengan menengah.


kali/hari  Diberikan sebelum makan pagi dan malam.
 Insulin kerja cepat/pendek diberikan sebelum makan
siang/selingan sore.
 Biasanya digunakan pada anak yang lebih tua dan remaja yang
kebutuhan insulinnya tidak terpenuhi dengan regimen 2 kali/hari

Regimen  Regimen Insulin kerja cepat/pendek diberikan sebelum makan


Basal-bolus utama (makan pagi, siang, malam) dengan insulin kerja menengah
atau kerja panjang diberikan 1 kali/hari (pagi atau malam hari).

Pompa Insulin  Hanya boleh menggunakan insulin kerja cepat yang diprogram
sebagai insulin basal sesuai kebutuhan pasien (biasanya 40% -
60% dari dosis total insulin harian).
 Untuk koreksi hiperglikemia saat makan, diberikan dosis insulin
bolus yang diaktifkan oleh pasien.

Masa Transisi Remaja menjadi Dewasa pada DM Tipe 1


Pada masa transisi dari remaja ke dewasa, secara bertahap akan terjadi pergeseran dari

perawatan DM yang disupervisi orang tua menjadi tata laksana rawat-diri. Saat ini

merupakan saat di mana perawatan menjadi lebih mandiri, tidak lagi di bawah pengawasan

orang tua sehingga dikhawatirkan akan terjadi kemunduran kendali glikemik, risiko

komplikasi akut maupun komplikasi kronis. Masa transisi menitikberatkan pada tata laksana

rawat-diri untuk mencegah komplikasi akut maupun kronis. Pada tatalaksana rawat-diri

pasien diharapkan mampu mengetahui masalah yang dihadapi serta membuat keputusan

sendiri mengenai terapi yang akan diberikan. Oleh karena itu diperlukan persiapan yang
menyeluruh dari pasien, anggota keluarga, serta penyedia layanan kesehatan (Sony W et al.

2021).

Catatan medik penderita diabetes remaja diharapkan bisa didapatkan dari dokter yang

merawat sebelumnya. Edukasi harus dilakukan sebelum transisi ke pelayanan kesehatan

dewasa dimulai. Pada masa transisi ini, remaja perlu dipersiapkan minimal 1 tahun

sebelumnya untuk mulai melakukan manajemen diri, diantaranya pemakaian insulin,

pemantauan mandiri glukosa darah, dan pengenalan tanda atau gejala komplikasi akut. Pada

remaja dan dewasa dengan DMT1 lazimnya digunakan regimen basal bolus. Sasaran

glikemik pada masa transisi dari remaja menjadi dewasa muda hendaknya disesuaikan secara

bertahap (Sony W et al. 2021).

2.7 Terapi Insulin pada DMT1 Dewasa

Tabel 3. Terapi Insulin Pasien Dewasa dengan DM Tipe 1 (Sony W et al. 2021).

1. Berikan edukasi pada individu dengan DMT1 untuk menyesuaikan dosis insulin
prandial dengan intake karbohidrat, kadar glukosa darah sebelum makan, dan
aktivitas fisik.

2. Pilihan terapi insulin pasien yaitu injeksi multipel harian insulin basal dan prandial
atau infus insulin subkutan secara kontinyu.

3. Individu dengan DMT1 yang menggunakan insulin subkutan kontinyu harus


melanjutkan terapi hingga setelah usia 65 tahun.

4. Gunakan Human Insulin kerja pendek dengan dosis insulin 10 unit/hari atau 0,1 —
0,2 unit/kgBB/ hari. Dosis tinggi dibutuhkan selama pubertas, kehamilan, dan
kondisi medis lain.

5. Pasien dewasa dengan DMT1 yang sering mengalami episode hipoglikemia


disarankan menggunakan insulin analog kerja cepat untuk mengurangi risiko
hipoglikemia.
2.8 Terapi Insulin pada DMT2

Untuk mengendalikan hiperglikemia, pasien DMT2 tidak selalu membutuhkan insulin

eksogen. Kebutuhan akan insulin eksogen pada DMT2 dipengaruhi oleh derajat kendali

glikemik, progresivitas penyakit, dan kepatuhan pasien dalam melaksanakan prinsip

pengelolaan DM (perbaikan pola hidup dan konsumsi obat). Memulai terapi insulin pada

DMT2 dilakukan sesuai algoritma yang telah disusun dalam Konsensus Penatalaksanaan

Diabetes. Dalam pemilihan alternatif pengobatan, hendaknya dilakukan pendekatan

individualisasi (Sony W et al. 2021).

Tabel 4. Terapi Insulin Pasien Dewasa dengan DM Tipe 2 (Sony W et al. 2021).

1. Gunakan insulin dini pada keadaan hiperkatabolisme (penurunan berat badan)


disertai:
o Gejala hiperglikemia (polidipsia, polifagia, poliuria) atau,
o Kadar HbAlc > 9% atau,
o GDS > 250 mg/dL.

2. Terapi insulin pada DMT2 dengan beberapa regimen dan tipe insulin:
o Gunakan NPH satu atau dua kali sehari tergantung kebutuhan.
o Pertimbangkan pemberian kombinasi NPH dan insulin kerja pendek
(terutama jika HbAlc >7%) secara kombinasi terpisah atau sebagai sediaan
Human Insulin premixed.

3. Pertimbangkan insulin basal analog jika:


o Pasien menginginkan satu kali suntikan perhari atau,
o Pasien sering mengalami episode hipoglikemia atau,
o Pasien lebih suka menyuntik insulin segera sebelum makan atau glukosa
darah meningkat drastis setelah makan.

4. Monitoring glukosa darah.

2.9 Terapi Insulin pada Keadaaan Khusus

2.9.1 Kehamilan

Pemberian obat-obatan pada wanita hamil selalu menjadi perhatian para

dokter karena harus mempertimbangkan keamanan ibu dan bayi yang dikandungnya.
Penggunaan Human Insulin pada wanita hamil sudah teruji keamanannya. Beberapa

jenis insulin analog juga dinyatakan aman pada beberapa penelitian (Sony W et al.

2021).

2.9.2 Gagal ginjal

Resistensi insulin dan hiperinsulinemia dapat memengaruhi pencapaian

sasaran kendali glikemik pada pasien gagal ginjal. Terapi insulin intensif merupakan

pilihan adekuat untuk memperbaiki kendali glikemik pada Gagal Ginjal Kronik

(GGK) meskipun mungkin akan meningkatkan risiko hipoglikemia.

Direkomendasikan pemberian insulin kerja pendek (Sony W et al. 2021).

2.9.3 Penyakit hati

Insulin merupakan terapi lini pertama pada pasien dengan penyakit hati

menahun seperti sirosis atau hepatitis kronik. Sebaiknya digunakan insulin kerja

pendek karena durasi aksinya pada penyakit hati kemungkinan bervariasi. Hanya

dapat diberikan Human Insulin karena antibod insulin terperangkap oleh sel-sel

Kuffer dan hal ini dapat menginduksi reaksi inflamasi lebih lanjut. Jadi pada penyakit

hati direkomendasikan untuk menggunakan Human Insulin kerja pendek (Sony W et

al. 2021).

2.9.4 Lanjut usia

Pada pasien lanjut usia, penting untuk melakukan pendekatan terapi insulin

secara individu karena populasi ini memiliki keragaman faktor Klinis dan praktis.

Terapi insulin campuran memberikan kenyamanan dan kendali glikemik yang lebih

baik karena lebih sederhana. Direkomendasikan untuk menggunakan sediaan pen.

Lakukan pemantauan ketat untuk menghindari hipoglikemia (Sony W et al. 2021).


2.9.5 Steroid

Pemberian steroid juga mengubah metabolisme karbohidrat melalui

mekanisme kompleks termasuk efek fungsi sel beta dan mengiduksi resistensi insulin

dengan mempengaruhi reseptor insulin pada hati, otot, dan jaringan adiposa sehingga

menyebabkan hiperglikemia pada individu dengan faktor risiko (Sony W et al. 2021).

2.10 Strategi Praktis Terapi Insulin

Sebagai regimen awal dapat digunakan insulin basal dengan dosis 0,2 unit/kgbb,

dengan waktu pemberiannya disesuaikan dengan rutinitas pasien dan jenis insulin yang

digunakan. Implementasi terapi insulin memerlukan 3 tingkatan proses, yaitu (Sony W et al.

2021).:

I. Inisiasi

Dimulainya pemberian insulin pertama kali kepada pasien. membutuhkan

pemilihan regimen insulin, tipe insulin dan penyesuaian dosis awal terapi.

II. Optimisasi

Titrasi atau penyesuaian dosis. Dosis insulin perlu disesuaikan minimal dalam

mingguan untuk mencapai target.

III. Intensifikasi

Modifikasi regimen insulin untuk mencapai control glikemik lebih baik,

diperlukan perubahan ke regimen insulin yang lebih intensif untuk kontrol

glikemik lebih baik.


Gambar 3. Terapi Inisiasi dan Intensifikasi Pengobatan Injeksi pada Pasien DM Lama yang Tidak Terkontrol dengan Kombinasi Obat
Hipoglikemik Oral. Terapi Inisiasi dan Intensifikasi Pengobatan Injeksi pada Pasien Baru dengan Dekompensasi Metabolik (Sony W et al.
2021).
2.10.1 Terapi Inisiasi dan Intensifikasi Pengobatan Injeksi pada Pasien DM Lama

yang Tidak Terkontrol dengan Kombinasi Obat Hipoglikemik Oral.

Terapi inisiasi insulin pada pasien DM lama dengan terapi kombinasi 2 atau 3

OHO dengan HbA1C >7,5% - <9%, dapat dilakukan dengan beberapa regimen

berikut (Sony W et al. 2021):

1. Insulin basal dengan 10 unit/hari atau 0,2 unit per kgBB/hari (dapat disertai atau

tidak dengan pemberian OHO)

2. Coformulation (IDegAsp) atau Premixed (30/70 atau 25/75) 1 kali sehari dengan

dosis 10 unit pada malam hari (dapat disertai atau tidak dengan pemberian OHO)

3. Fixed ratio combination (kombinasi insulin basal dan GLP-1 RA) seperti IdegLira

atau Iglarlixi dengan dosis 10 unit/hari, dapat disertai atau tidak dengan

pemberian OHO.

Terapi Intensifikasi

 Pada kelompok dengan regimen inisiasi basal + OHO: jika HbAlc belum

mencapai target (>7%) dengan dosis insulin basal telah mencapai >0,5

unit/kgBB/hari, maka perlu dilakukan intensifikasi dengan insulin prandial 1 kali

dosis  2 kali dosis  3 kali dosis (penambahan prandial menyesuaikan nilai GD

pre-prandial tertinggi dalam satu hari)

 Pada kelompok dengan regimen co-formulation: jika setelah di titrasi ke dosis

optimal namun kontrol glikemik belum mencapai target, maka intensifikasi dosis

2 kali sehari pagi dan sore

 Pada kelompok dengan regimen premixed OD + OHO: jika GDP atau GD pre-

prandial pagi tinggi sedangkan GD siang hari normal, perlu dilakukan


intensifikasi dengan peningkatan pemberian regimen premixed dari 1 kali sehari

menjadi 2 kali sehari, dengan syarat fungsi ginjal baik. Jika belum mencapai target

kontrol glikemik yang diinginkan maka dapat ditingkatkan menjadi 3 kali dosis

pemberian insulin premixed. Jika pada evaluasi berikutnya target belum tercapai,

maka premixed diganti dengan basal bolus.

 Pada kelompok dengan regimen fixed ratio combination: regimen FRC hanya

diperbolehkan optimisasi 1 kali dosis/hari. Jika pada evaluasi bulan berikutnya,

target kontrol glikemik belum tercapai dengan didapatkan GDP atau GD pre-

prandial pagi tinggi maka dilakukan intensifikasi 1 kali FRC + Prandial 1 kali

lanjut 2 kali/hari. Jika intensifikasi belum berhasil maka FRC dihentikan dan

diganti dengan regimen basal bolus.

(Sony W et al. 2021).

2.10.2 Terapi Inisiasi dan Intensifikasi Pengobatan Injeksi pada Pasien DM Baru

dengan HbAlc >9% atau GDP >250 mg/dL atau GDS >300 mg/dL atau Gejala

Dekompensasi Metabolik

Terapi Inisiasi dapat dilakukan dengan beberapa regimen berikut:

1. Co-formulation (iDegAsp) atau premixed 30/70 atau 25/75

2. Fixed ratio combination seperti IdegLira atau IglarLixi dengan pemberian 1

kali suntikan/hari dosis 10 unit

3. Basal plus dengan optimisasi dosis hingga 0,5 unit/kgbb/hari

4. Basal bolus dengan optimisasi dosis hingga mencapai target.

(Sony W et al. 2021).

Terapi Intensifikasi
Pada kelompok Co-formulation atau FRC: penyesuaian intensifikasi sesuai

dengan penjelasan pada gambar 3.

 Pada kelompok basal plus: jika target kontrol glikemik belum tercapai maka

dapat ditingkatkan menjadi basal plus 1 > plus 2 > plus 3 (atau basal bolus)

Pada pasien baru yang mengalami dekompensasi metabolik pada fase

inisiasi dan/atau intensifikasi dapat dilakukan de-eskalasi sesuai kondisi pasien,

terutama jika kondisi dekompensasi metabolik telah teratasi (Sony W et al. 2021).
Gambar 4. Algoritma Strategi Umum Terapi Insulin Rawat Jalan (Sony W et al. 2021).

2.11. Sasaran Kendali Glikemik

Sasaran HbA1C < 7% juga merupakan sasaran yang memadai untuk pasien Indonesia.

Meskipun demikian, pada pasien dengan keadaan tertentu yang memiliki risiko hipoglikemia

lebih besar, dapat dipertimbangkan sasaran kendali glikemik yang kurang ketat (<7,5%)

(Sony W et al. 2021).

Beberapa uji Klinis besar terkini melaporkan bahwa sasaran HbA1c yang terlalu ketat,

terutama pada usia lanjut dan penyakit kardiovaskular, menyebabkan angka kematian yang

lebih tinggi. Salah satu alasannya adalah kelompok ini lebih mudah jatuh ke dalam keadaan

hipoglikemia dan mudah terjadi fluktuasi kadar glukosa darah yang membahayakan jantung

dan otak (Sony W et al. 2021).

Tabel 5. Sasaran Glikenik untuk Pasien Diabetes (Sony W et al. 2021).

ADA 2015 Perkeni IDF NICE


(inggris)
HbA1c < 7,0 < 7,0 6,2 - 7,5 < 7,0 - 7,5

Glukosa darah puasa/preprandial 80 - 130 80 - 110 91 - 120 72 – 144


capilary plasma glucose (mg/dl)
Glukoosa darah 1-2 jam PP < 180 < 180 136 - 160 < 180
kapiler/Peak postprandial capilary
plasma peak
2.12 Rotasi Injeksi Insulin

Gambar 5. Rotasi Injeksi Insulin

2.12 Regulasi Cepat Insulin

2.12.1 Regulasi-cepat intravena (RCI)

1. Jangan member cairan yang mengandung karbohidrat apabila kadar

glukosa masih diatas 250 mg/dl. Pasanglah infus Ringer Laktat atau NaCl

0,9% dengan kecepatan 15-20 tt/menit (bila bukan Ketoasidosis = KAD);

apabila KAD, maka tetesan harus cepat.

2. Berikan Insulin Reguler Intravena i 4 (empat) unit tap jam sampai kadar

glukosa darah 200 sekitar mg/d! atau reduksi urine positif lemah.

3. Cara RCI: dengan dosis insulin reguler 4 unit/jam intravena, dapat

menurunkan ghukosa darah sekitar 50-75 mg/dl setiap jamnya.


Gambar 6. Regulasi Cepat Intravena

Contoh: Pada glukosa darsh 450 mg/dl, berikan insulin reguler intra vena 1

4 unit/jam sampai 3 kali (Runs Minus-Satu), maka akan memperoleh

glukosa darah sekitar 200 mg/dl Angka 3 kali diperoleh dari: 4 dikurangi

satu (Rumus Minus Satu). Angka 4 berasal dari 450 mg/dL.

4. Apabila kadar glukosa terscbut sudah tercapai, maka insulin reguler dapat

diteruskan secara subkutan dengan interval 8 jam dengan dosis 3 x 8 U

(Rumus Kali-Dua), Angka 8 berasal dari 4 X 2 (Rumus Kali-Dua).

Sedangkan angka 4 berata dari 460 mg/dl.

5. Glukosa 450 mg/dl) juga dapat mengikuti Rumus 1,2,3,4,5 untuk

Regulasinya, dan dapat menggunakan Rumus 4,6,8,10,12 untuk

maintenance subkutanmya.

(Tjokoprawiro A et al., 2015)

2.12.2 Regulasi-cepat subkutan (RCS)


Apakah cara RCI atau RCS yang dipilih, sesuaikanlah dengan sitesi,

kondisi dan fasilitas setempat. tergantung kadar glukosa acak awal yang

diperoleh, maka berikan insulin subkutan dengan dosis awal ekstra, kemudian

maintenance insulin 3x sehari dengan pedoman dosis.

Gambar 6. Regulasi Cepat Subkutan

Indikesi RCI dan RCS pada umumnya adalah untuk kasus-kasus yang

memerlukan kadar glukosa darah harus segera diturunkan, bahkan pada DM

kasus bisa (non-darurat) yang dirawat-inap, misalnya: penderita dengan DM-

Sepsis pro-operasi (gangren, kolesistitis, batu ginjal, dan lain-lain), DM dengan

GPDO (Stroke-CVA), DM pro-amputasi, DM dan Infark Miokard Akut, semuz

DM rawat-inap dengan glukosa darah > 250 mg/dl (agar NPE dapat dimulai),

dan lain-lain (Tjokoprawiro A et al., 2015).


2.13 Efek Samping Insulin

Efek samping insulin diklasifikasikan menurut sebab oleh obat itu sendiri dan sebab

rute pemberian tertentu. Sejauh ini, hipoglikemia merupakan efek merugikan yang paling

umum dari terapi insulin. Efek samping lain dari terapi insulin adalah penambahan berat

badan dan gangguan elektrolit seperti hipokalemia walaupun jarang, tapi dapat terjadi

terutama bila digunakan bersamaan dengan obat lain yang menyebabkan hipokalemia (Thota

dan Akbar, 2022)

Rute administrasi subkutan juga memiliki efek samping. Nyeri di tempat suntikan,

lipodistrofi di tempat suntikan adalah efek samping yang paling umum dari suntikan subkutan

setiap hari. Efek samping lainnya seperti hiperinsulinemia perifer dan penurunan kepatuhan

juga terlihat pada populasi yang menggunakan rute subkutan untuk pemberian insulin (Thota

dan Akbar, 2022).

Efek Somogyi: Beberapa pasien yang menggunakan insulin sebelum tidur bangun

dengan kadar gula darah tinggi. Efek ini terjadi ketika insulin menyebabkan kondisi

hipoglikemik dalam tubuh, yang mengaktifkan hormon antihiperglikemik seperti kortisol dan

adrenalin, mengakibatkan hiperglikemia rebound; hal ini dapat diperbaiki dengan mengurangi

dosis insulin sebelum tidur atau mengubah waktu pemberian insulin (Thota dan Akbar,

2022).

Fenomena fajar: Adanya kadar glukosa darah yang tinggi dalam tubuh pada dini hari

karena insulin yang tidak mencukupi dalam tubuh. Untuk memperbaiki fenomena ini, dosis

insulin sebelum tidur perlu ditingkatkan agar kadar glukosa darah tetap terkendali sepanjang

malam dan dini hari (Thota dan Akbar, 2022).


2.14 Kombinasi OHO insulin

2.14.1 Indikasi

1. Pola Hidup (Diet + Latihan Fisik) sudah adekuat, Dosis OHO Maksimal dan

tanpa adanya Faktor Pengganggu Regulasi DM (Infeksi, dll)

2. DMT2 + Frakour

3. DMT2 + Nefropati Diabetik Sedang ~ Berat, HD .

4. DMT2 + KP Aktif dengan Gizi Kurang

5. DMT2 + Sirosis Gizi Kurang

6. DMT2 + Penurunan Berat Badan yang cepat

7. DMT2 dengan Indikasi Khusus: Gangren, dll

8. DMT2 dengan hiperglikemi insidentil (waktu piknik, habis undangan, dll)

(Tjokoprawiro A et al., 2015)

2.14.2 Protokol

1. Pelaksanaan diet harus benar (sesuai 3J, Jumlah, Jadwal dan Jenis makanan

yang diberikan sesuai daftar diet DM.

2. Dosis OAD harus maksimal

3. Insulin

a. Dosis insulin harus dimulai dari bawah (biasanya 8 unit/hari dan dinaikkan

pelan pelan apabila belum tercapai regulasi yang baik)

b. Tiap kenaikan dosis insulin maksimal 2 unit/hari

c. Insulin dan OHO bisa diberikan beramaan setengah jam sebelum makan

pagi, atau
d. Insulin bisa diberkan setengah jam sebelum makan pagi dan OHO

diberikan setengah jam sebelum makan malam, atau

e. Insulin bisa diberikan stengah jam sebelum makan malam dan OHO

diberikan setengah jam sebelum makan pagi

(Tjokoprawiro A et al., 2015)

2.15 Insulin Infus Intravena

2.15.1 Indikasi Insulin Infus Intravena

1. Pasien kritis/akut:

i. Hiperglikemia emergensi

ii. IMA

iii. Stroke

iv. Fraktur

v. Infeksi sistemik

vi. Syok kardiogenik

2. Transplantasi organ

3. Edema anasarka

4. Kelalinankulit yang luas

5. Persalinan

6. Terapi glukokortikoid dosis tinggi

7. Priode perioperatif

8. Strategi untuk mencari dosis yang tepat sebelum konversi ke terapi subkutan

(Tjokoprawiro A et al., 2015)


2.15.2 Protokol Insulin Infus Intravena

Protokol Van den Berghe, di ruang intensif. Sasaran glukosa darah, kadar

glukosa memulai terapi insulin dan cara pemberian insulin drip intravena tampak pada

Tabel 6; 7 dan 8.

Tabel 6. Target Kadar Glukosa Darah

Populasi pasien Kadar Glukosa Darah (mg/dL)

Pasien bedah, kondisi sakit berat 80-110

Pasien non bedah lain dan non bedah 90-140

Tabel 7. Batas kadar glukosa darah puasa untuk memmulai terapi insulin drip intravena

Populasi pasien Kadar Glukosa Darah Puasa (mg/dL)

Pasien kritis >140

Perawatan perioperatif >140

Perawatan ICU operatif >110-140

Penyakit non-bedah >140-180

Masa kerja waktu paruh pemberian insulin intravena secara bolus sangat cepat

sckitar 4 sampai 5 menit, meskipun efek pada jaringan lebih lambat, dan umumnya

setelah 45 menit glukosa darah bisa kembali ke kadar schelumnya. Mengingat

pemberian bolus intravena berulang tidak bisa mempertahankan kadar insulin darah

dalam jumlah adekuat, umurnya penggunaan bolus intravena harus diikuti dengan

infus insulin untuk rumatan (Tjokoprawiro A et al., 2015).

Protokol ini dimulai dengan tahap persiapan, yaitu dengan memberikan infus

D5% 100 cc/jam. Kemudian bila terdapat fasilitas syringe pump, siapkan 50 unit

insulin reguler (RI) dalam spuit ukuran 50 cc, kemudian encerkan dengan larutan

NaCl 0,9% hingga mencapai 50 cc (I cc NaCl = 1 unit RI). Bila diperlukan 1,5 unit

insulin per jam misalnya, petugas tinggal mengatur kecepatan tetesan 1,5 per jam.
Atau bisa juga diberikan 125 RI dalam 250 ml larutan NaCl 0,9% yang berarti dalam

tiap 2 cc NaCl = 1 unit RI (Tjokoprawiro A et al., 2015).

Bila tidak tersedia syringe pump, dapat digunakan botol infus 500 cc larutan

NaCl 0,9%. Masukkan 12 unit (bisa juga 6 unit atau berapapun, karena nantinya akan

diperhitungkan dalam tetesan) RI ke dalam botol infus 500 cc larutan NaCl 0.9%. Bila

dibutuhkan 1 unit insulin per jam, maka dalam botol infus yang berisis 12 unit RI,

diatur kecepatan tetesan 12 jam. per botol, sehingga 12 unit RI akan habis selama 12

jam. Bila dibutuhkan 2 unit per jam, kecepatan tetesan infus diatur menjadi 6

jam/botol. Karena 12 unit RI akan habis dalam 6 jam, demikian seterusnya, tetesan

diatur sesuai permintaan. Sebagai patokan tetesan, 1 cc cairan infus = 20 tetesan

makro = 60 tetesan mikro (Tjokoprawiro A et al., 2015).

Tabel 8. Protokol Terapi Insulin Infus Intravena

Pemeriksaan Kadar Gula Darah Tindakan

Periksa kadar  >220 mg/dL  Mulai Insulin 2-4 unit/jam


glukosa darah saat  110-220 mg/dL  Mulai Insulin 1-2 unit/jam
pasien masuk ICU  <110 mg/dL  Periksa glukosa darah tiap 4 jam,
insulin tidak diberikan

Periksa glukosa  >140 mg/dL  Naikkan Insulin 1-2 unit/jam


darah tiap 1-2 jam  110-140 mg/dL  Naikkan Insulin 0.5-1 unit/jam
sampai kadar  Bila tercapai kadar  Sesuaikan Insulin 0.1-0.5 unit/jam
normal normal

Periksa glukosa  Bila tercapai kadar  Sesuaikan Insulin 0.1-0.5 unit/jam


setiap 4 jam glukosa mendekati insulin dipertahankan
normal  Turunkan insulin setengahnya
 Kadar glukosa normal  Turunkan insulin, periksa glukosa
 Kadar gula darah turun darah tiap 1 jam
bertahap Stop insulin infus, periksa gula darah
60-80 mg/dL tiap 1 jam, berikan glukosa 10 g bolus
40-60 mg/dL intravena
BAB 3
KESIMPULAN

Terapi insulin adalah pengobatan yang digunakan untuk mengontrol kadar gula darah

pada penderita diabetes yang tidak dapat diatasi dengan perubahan gaya hidup dan obat-

obatan lain. Terapi insulin dapat dilakukan dengan suntikan atau menggunakan pompa

insulin, tergantung pada kondisi pasien.Terdapat beberapa jenis insulin yang tersedia, dengan

kecepatan dan durasi yang berbeda-beda. Jenis insulin yang dipilih akan bergantung pada

kebutuhan dan preferensi pasien. Pada umumnya, terapi insulin dianggap sebagai pengobatan

yang aman dan efektif untuk mengontrol kadar gula darah pada pasien diabetes. Namun,

terapi insulin juga dapat menyebabkan efek samping seperti hipoglikemia (kadar gula darah

rendah), reaksi alergi, dan gangguan penglihatan. Oleh karena itu, penting untuk

berkonsultasi dengan dokter dan mengikuti instruksi dengan cermat dalam menggunakan

terapi insulin.
Daftar Pustaka

1. Lewis GF, Brubaker PL. The discovery of insulin revisited: lessons for the modern

era. J Clin Invest. 2021 Jan 4;131(1):e142239. doi: 10.1172/JCI142239. PMID:

33393501; PMCID: PMC7773348.

2. Cruz-Pineda WD, Parra-Rojas I, Rodríguez-Ruíz HA, Illades-Aguiar B, Matia-García

I, Garibay-Cerdenares OL. The regulatory role of insulin in energy metabolism and

leukocyte functions. J Leukoc Biol. 2022 Jan;111(1):197-208. doi:

10.1002/JLB.2RU1220-847R. Epub 2021 Mar 16. PMID: 33724523; PMCID:

PMC9291603.

3. Sapra A, Bhandari P. Diabetes Mellitus. [Updated 2022 Jun 26]. In: StatPearls

[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-. Available from:

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK551501/

4. Hoffman LS, Fox TJ, Anastasopoulou C, et al. Maturity Onset Diabetes in the Young.

[Updated 2022 Aug 20]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls

Publishing; 2022 Jan-. Available from:

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK532900/

5. Quintanilla Rodriguez BS, Mahdy H. Gestational Diabetes. [Updated 2022 Sep 6]. In:

StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022

Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK545196/

6. Suzuki S. [Secondary diabetes]. Nihon Rinsho. 1999 Mar;57(3):637-43. Japanese.

PMID: 10199147.

7. Sherwood,Lauralee. (2016). Human Physiology : from cells to system, Ninth

Edition (9 th. Ed). USA: Cengange Learning.


8. Vargas E, Joy NV, Carrillo Sepulveda MA. Biochemistry, Insulin Metabolic Effects.

[Updated 2022 Sep 26]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls

Publishing; 2022 Jan-. Available from:

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK525983/

9. Tjokoprawiro A, Setiawan PB, Santoso D, Soegiarto G. Buku Ajar [imu Penyakit

Dalam. 2nd ed. Surabaya: Airlangga University Press; 2015.

10. Sony W, Djoko WS, Agung P, et al. 2021. Pedoman: Petunjuk Praktis Terapi Insulin

Padapasien Diabetes Melitus. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia.

11. Konsensus Nasional Pengelolaan Diabetes Mellitus Tipe 1. (2015). Jakarta: Badan

Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia.

12. Thota S, Akbar A. Insulin. [Updated 2022 Jul 12]. In: StatPearls [Internet]. Treasure

Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-. Available from:

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK560688/

Anda mungkin juga menyukai