Anda di halaman 1dari 11

KONTRAKTUR

A. Pendahuluan

Kontraksi merupakan suatu proses yang normal pada proses penyembuhan luka, sedangkan kontraktur
merupakan suatu keadaan patologis tingkat akhir dari suatu kontraksi. Umumnya kontraktur terjadi
apabila pembentukan sikatrik berlebihan dari proses penyembuhan luka.

Penyebab utama kontraktur adalah tidak ada atau kurangnya mobilisasi sendi akibat suatu keadaan
antara lain imbalance kekuatan otot, penyakit neuromuskular, penyakit degenerasi, luka bakar, luka
trauma yang luas, inflamasi, penyakit kongenital, ankilosis dan nyeri. (1,2,3,4,5,6)

Definisi kontraktur adalah hilangnya atau kurang penuhnya lingkup gerak sendi secara pasif maupun
aktif karena keterbatasan sendi, fibrosis jaringan penyokong, otot dan kulit. (1,2,3,7)

Banyaknya kasus penderita yang mengalami kontraktur dikarenakan kurangnya disiplin penderita sendiri
untuk sedini mungkin melakukan mobilisasi dan kurangnya pengetahuan tenaga medis untuk
memberikan terapi pengegahan, seperti perawatan luka, pencegahan infeksi, proper positioning dan
mencegah immobilisasi yang lama. Efek kontraktur menyebabkan terjadinya gangguan fungsional,
gangguan mobilisasi dan gangguan aktifitas kehidupan sehari-hari. (2,8)

B. Proses Penyembuhan Luka

Proses penyembuhan luka sangat mempengaruhi terjadinya sikatrik dan jaringan yang menyebabkan
kontraktur, untuk itu perlu diingat kembali fase-fase penyembuhan luka. (6)

1. Fase Inflamasi / fase substrat / fase eksudasi / lag phase

Biasanya berlangsung mulai hari pertama luka sampai hari kelima. Fase ini bertujuan menghilangkan
mikroorganisme yang masuk kedalam luka, benda-benda asing dan jaringan mati. Semakin hebat
infamasi yang terjadi makin lama fase ini berlangsung, karena terlebih dulu harus ada eksudasi yang
diikuti penghancuran dan resorpsi sebelum fase proliferasi dimulai.

Fase ini mempunyai 3 komponen, yaitu :

a. Komponen vaskuler

Pembuluh darah yang terputus pada luka akan menyebabkan perdarahan dan tubule berusaha
menghentikannya dengan vasokonstriksi dan retraksi ujung pembuluh darah. Sel mast dalam jaringan
ikat menghasilkan scrotonin dan histamin yang meningkatkan permeabilitas kapiler sehingga terjadi
eksudasi cairan, penyebukan sel radang disertai vasodilatasi lokal yang menyebabkan udem.

b. Komponen hemostatik

Hemostasis terjadi karena trombosit yang keluar dari pembuluh darah saling melengket, dan bersama
dengan jala fibrin yang terbentuk ikut membekukan darah yang keluar dari pembuluh darah.
c. Komponen selluler

Aktivitas seluler yang terjadi adalah pergerakan leukosit menembus dinding pembuluh darah
(diapedesis) menuju luka karena daya kemotaksis. Leukosit mengeluarkan enzim hidrolitik yang
membantu mencerna bakteri dan kotoran luka. Limfosit dan monosit yang kemudian muncul ikut
memakan dan menghancurkan kotoran luka dan bakteri.

2. Fase proliferasi / fase fibroplasi / fase jaringan ikat

Fase ini berlangsung dari akhir fase inflamasi sampai kira-kira akhir minggu ketiga, mempunyai 3
komponen, yaitu :

a. Komponen epitelisasi

Epitel tepi luka yang terdiri dari sel basal terlepas dari dasarnya dan berpindah mengisi permukaan luka.
Tempatnya kemudian diisi oleh sel baru yang terbentuk dari proses mitosis. Proses migrasi hanya dapat
terjadi ke arah yang lebih rendah atau datar. Proses ini baru berhenti setelah epitel saling menyentuh
dan menutup seluruh permukaan luka.

b. Komponen kontraksi luka

Kontraksi luka disebut juga pertumbuhan intussuseptif, tujuan utama adalah penutupan luka atau
memperkecil permukaan luka. Proses terjadinya kontraksi luka ini berhubungan erat dengan proses
fibroplastik. Fibroblast berasal dari sel mesenkim yang belum berdiferensiasi, menghasilkan
mukopolisakarida, asam aminoglisin dan prolin yang merupakan bahan dasar kolagen serat yang akan
mempertautkan luka. Serat dibentuk dan dihancurkan kembali untuk penyesuaian diri dengan tegangan
pada luka yang cenderung mengkerut. Sifat ini bersamaan dengan sitat kontraktil miofibroblast
menyebabkan tarikan pada tepi luka.

c. Reparasi jaringan ikat

Luka dipenuhi sel radang, fbroblast dan kolagen yang disertai dengan adanya peningkatan vaskularisasi
karena proses angiogenesis membentuk jaringan berwarna kemerahan dengan permukaan berbenjol
halus yang disebut jaringan granulasi.

3. Fase remodeling/fase resorpsi/fase maturasi/fase diferensiasi/penyudahan

Pada fase ini terjadi proses pematangan yang terdiri dari penyerapan kembali jaringan yang berlebihan.
Fase ini dimulai akhir minggu ketiga sampai berbulan bulan dan dinyatakan berakhir kalau semua tanda
radang sudah lenyap. Udem dan sel radang diserap, sel mudah menjadi matang, kapiler baru menutup
dan diserap, kolagen yang berlebihan diserap dan sisanya mengerut sesuai dengan regangan yang ada.
Selama proses ini dihasilkan jaringan parut yang pucat, tipis dan lemas serta mudah digerakkan dari
dasar. Pada akhir fase ini perupaan luka kulit mampu menahan regangan kira-kira 80% kemampuan kulit
normal. Hal ini tercapai kira-kira 3-6 bulan setelah penyembuhan.

C. Klasifikasi Kontraktur
Berdasarkan lokasi dari jaringan yang menyebabkan ketegangan, maka kontraktur dapat diklasifikasikan
menjadi :

1. Kontraktur Dermatogen atau Dermogen

Kontraktur yang disebabkan karena proses terjadinya di kulit, hal tersebut dapat terjadi karena
kehilangan jaringan kulit yang luas misalnya pada luka bakar yang dalam dan luas, loss of skin/tissue
dalam kecelakaan dan infeksi.

2. Kontraktur Tendogen atau Myogen

Kontraktur yang tejadi karena pemendekan otot dan tendon-tendon. Dapat terjadi oleh keadaan iskemia
yang lama, terjadi jaringan ikat dan atropi, misalnya pada penyakit neuromuskular, luka bakar yang luas,
trauma, penyakit degenerasi dan inflamasi.

3. Kontraktur Arthrogen .

Kontraktur yang terjadi karena proses didalam sendi-sendi, proses ini bahkan dapat sampai terjadi
ankylosis. Kontraktur tersebut sebagai akibat immobilisasi yang lama dan terus menerus, sehingga
terjadi gangguan pemendekan kapsul dan ligamen sendi, misalnya pada bursitis, tendinitis, penyakit
kongenital dan nyeri.

D. Patofisiologi

Apabila jaringan ikat dan otot dipertahankan dalam posisi memendek dalam jangka waktu yang lama,
serabut-serabut otot dan jaringan ikat akan menyesuaikan memendek dan menyebabkan kontraktur
sendi. Otot yang dihertahan memendek dalam 5-7 hari akan mengakibatkan pemendekan perut otot
yang menyebabkan kontraksi jaringan kolagen dan pengurangan jaringan sarkomer otot. Bila posisi ini
berlanjut sampai 3 minggu atau lebih, jaringan ikat sekitar sendi dan otot akan menebal dan
menyebabkan kontraktur.

E. Pencegahan Kontraktur

Pencegahan kontraktur lebih baik dan efektif daripada pengobatan. Program pencegahan kontraktur
meliputi : (1,2,3,6,9,10)

1. Mencegah infeksi

Perawatan luka, penilaian jaringan mati dan tindakan nekrotomi segera perlu diperhatikan.
Keterlambatan penyembuhan luka dan jaringan granulasi yang berlebihan akan menimbulkan
kontraktur.

2. Skin graft atau Skin flap

Adanya luka luas dan kehilangan jaringan luas diusahakan menutup sedini mungkin, bila perlu
penutupan kulit dengan skin graft atau flap.
3. Fisioterapi

Tindakan fisioterapi harus dilaksanakan segera mungkin meliputi ;

a. Proper positioning (posisi penderita)

b. Exercise (gerakan-gerakan sendi sesuai dengan fungsi)

c. Stretching

d. Splinting / bracing

e. Mobilisasi / ambulasi awal

F. Penanganan Kontraktur

Hal utama yang dipertimbangkan untuk terapi kontraktur adalah pengembalian fungsi dengan cara
menganjurkan penggunaan anggota badan untuk ambulasi dan aktifitas lain. Menyingkirkan kebiasaan
yang tidak baik dalam hal ambulasi, posisi dan penggunaan program pemeliharaan kekuatan dan
ketahanan, diperlukan agar pemeliharaan tercapai dan untuk mencegah kontraktur sendi yang rekuren.
Penanganan kontraktur dapat dliakukan secara konservatif dan operatif :

1. Konservatif

Seperti halnya pada pencegahan kontraktur, tindakan konservatif ini lebih mengoptimalkan penanganan
fisioterapi terhadap penderita, meliputi :

a. Proper positioning
Positioning penderita yang tepat dapat mencegah terjadinya kontraktur dan keadaan ini harus
dipertahankan sepanjang waktu selama penderita dirawat di tempat tidur. (3,4) Posisi yang nyaman
merupakan posisi kontraktur. Program positioning antikontraktur adalah penting dan dapat mengurangi
udem, pemeliharaan fungsi dan mencegah kontraktur.(1,24,10)

Proper positioning pada penderita luka bakar adalah sebagai berikut :


– Leher : ekstensi / hiperekstensi

– bahu : abduksi, rolasi eksterna

– Antebrakii : supinasi

– Trunkus : alignment yang lurus

– Lutut : lurus, jarak antara lutut kanan dan kiri 20”

– Sendi panggul tidak ada fleksi dan rolasi eksterna

– Pergelangan kaki : dorsofleksi


Proper positioning untuk penderita luka bakar

a. Exercise

Tujuan tujuan exercise untuk mengurangi udem, memelihara lingkup gerak sendi dan mencegah
kontraktur. Exercise yang teratur dan terus-menerus pada seluruh persendian baik yang terkena luka
bakar maupun yang tidak terkena, merupakan tindakan untuk mencegah kontraktur. (2,8,10) Adapun
macam-macam exercise adalah :

– Free active exercise : latihan yang dilakukan oleh penderita sendiri.

– Isometric exercise : latihan yang dilakukan oleh penderita sendiri dengan kontraksi otot tanpa gerakan
sendi.
– Active assisted exercise : latihan yang dilakukan oleh penderita sendiri tetapi mendapat bantuan
tenaga medis atau alat mekanik atau anggota gerak penderita yang sehat.

– Resisted active exercise : latihan yang dilakukan oleh penderita dengan mela-wan tahanan yang
diberikan oleh tenaga medis atau alat mekanik.

– Passive exercise : latihan yang dilakukan oleh tenaga medis terhadap penderita.

b. Stretching

Kontraktur ringan dilakukan strectching 20-30 menit, sedangkan kontraktur berat dilakukan stretching
selama 30 menit atau lebih dikombinasi dengan proper positioning. Berdiri adalah stretching yang paling
baik, berdiri tegak efektif untuk stretching panggul depan dan lutut bagian belakang. (2,10)

c. Splinting / bracing

Mengingat lingkup gerak sendi exercise dan positioning merupakan hal yang penting untuk diperhatikan
pada luka bakar, untuk mempertahankan posisi yang baik selama penderita tidur atau melawan
kontraksi jaringan terutama penderita yang mengalami kesakitan dan kebingungan.

d. Pemanasan

Pada kontraktur otot dan sendi akibat scar yang disebabkan oleh luka bakar, ultrasound adalah
pemanasan yang paling baik, pemberiannya selama 10 menit per lapangan. Ultrasound merupakan
modalitas pilihan untuk semua sendi yang tertutup jaringan lunak, baik sendi kecil maupun sendi besar.

2. Operatif
Tindakan operatif adalah pilihan terakhir apabila pcncegahan kontraktur dan terapi konservatif tidak
memberikan hasil yang diharapkan, tindakan tersebut dapat dilakukan dengan beberapa cara : (11)

a. Z – plasty atau S – plasty

Indikasi operasi ini apabila kontraktur bersama dengan adanya sayap dan dengan kulit sekitar yang
lunak. Kadang sayap sangat panjang sehingga memerlukan beberapa Z-plasty.

b. Skin graft

Indikasi skin graft apabila didapat jaringan parut yang sangat lebar. Kontraktur dilepaskan dengan insisi
transversal pada seluruh lapisan parut, selanjutnya dilakukan eksisi jaringan parut secukupnya.
Sebaiknya dipilih split thickness graft untuk l potongan, karena full thickness graft sulit. Jahitan harus
berhati--hati pada ujung luka dan akhirnya graft dijahitkan ke ujung-ujung luka yang lain, kemudian
dilakukan balut tekan. Balut diganti pada hari ke 10 dan dilanjutkan dengan latihan aktif pada minggu
ketiga post operasi.

c. Flap

Pada kasus kasus dengan kontraktur yang luas dimana jaringan parutnya terdiri dari jaringan fibrous
yang luas, diperlukan eksisi parsial dari parut dan mengeluarkan / mengekspos pembuluh darah dan
saraf tanpa ditutupi dengan jaringan lemak, kemudian dilakukan transplantasi flap untuk menutupi
defek tadi. Indikasi lain pemakaian flap adalah apabila gagal dengan pemakaian cara graft bebas untuk
koreksi kontraktur sebelumnya. Flap dapat dirotasikan dari jaringan yang dekat ke defek dalam 1 kali
kerja.

KEPUSTAKAAN

1. Saleem S, Valbona C. Immobilization. In : Garrison S,I. Handbook oh physical medicine and


rehabilitation basics. Philadelphia. JB. Lippincott Co. 1995; 188-189.
2. Halar EM, Bell KR. Contracture and other deletrious. In : DeLisa JA. Rehabilitation medicine, principles
and practices. Second ed. Philadelphia, Lippincott Co. 1993-, 681-689.

3. Irain K. Burns. In : Garrison SJ. Handbook of’ physical medicine and rehabilitation basics. Philadelphia.
JB. Lippincott Co. 1995; 95-97, 102-103.

4. Fisher SV. Rehabililation management of burns. In : Medical rehabilitation. Baltimore; Williams and
Wilkins 1984; 306-307.

5. Bowser BL, Solis IS. Pediatrics rehabilitation. In : Garrison SJ. Handbook of’ physical medicine and
rehabilitation basics. Philadelphia. .113. Lippincott Co. 1995; -261-262, 267-270.

6. Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku ajar bedah, 1997, 72-73, 1131, 1219-1221.

7. Dorland’s. Illustrated medical dictionary. 25th ed. WB Saunders 1980; 355-815.

8. Kottke FJ. Therapeutic exercise to maintain mobility. In : Krusen’s Handbook of physical medicine and
rehabilitation. Thieth ed. Philadelphia. WB Saunders Co. 1982; 398-401.

9. Powell M, Kershaw R. Principles of treatment of orthopaedic patients. In Orthopaedic nursing and


rehabilitation. 9th ed. Churcill Livingstone : English Language Book Society. 1986; 34-42.

10. Joynt RL, Findley TW. Therapeutic and exercise. In : DeLisa JA. Rehabilitation medicine; principles and
practices. Seconded. Philadelphia, Lippincott Co. 1993; 535
Physiotherapy

Physiotherapy, or physical therapy, may be required for patients that have suffered from burns to large
areas of the body or to major joints. Burns can cause tightening of the skin, scar tissue, and other
changes that may make it difficult to move areas of the body freely. During physiotherapy, doctors can
help patients to understand how best to exercise and retain muscle tone while recovering from burns.

Physiotherapy and Burn Recovery

In cases where skin grafts or other surgery is required, doctors will be able to advise patients about the
best ways to exercise throughout the process of surgery and recovery. There may be aspects of physical
therapy, such as scar massage, that will help ease pain from burns and scarred skin. Physiotherapy is an
essential part of recovery for patients that have been severely burned. Patients entering into
physiotherapy should be medically stable.

Skin Lubrication

Skin lubrication is very important when the patient is undergoing physiotherapy. The healing or scarred
skin can crack if too much strain is put on it from different exercises, lubrication will help keep skin moist
and flexible. Physiotherapists will demonstrate to the patient how to lubricate the skin and advise or
prescribe certain moisturizers. Lubricating skin will lessen the itchy sensation that accompanies healing
burns and prevent complications that may occur from cracked skin.

Compression Therapy

During the healing process for severe burns, excessive collagen fibers often build up and keloids or
hypertrophic scars can form. These are raised scars that are made up of the collagen fibers, and can
have nerves threaded throughout. Hypertrophic scars will not extend beyond the burn site, but keloids
can extend well beyond the burn site and may be itchy or painful. Keloids and hypertrophic scars may
limit the range of motion. Compression therapy uses tight bandages that are specially designed for the
patient to put pressure on the burn site and prevent keloids and hypertrophic scars from forming.

Splinting

Splinting can help prevent skin contracture, or tightening of the skin around after a burn heals. The
splint will keep certain areas of the body from moving while exercising other areas. This can be helpful
during rehabilitation exercises.
Scar Massage

Scar massage is the process of gently rubbing a burn scar with lotion or lubricant. Scar massage can help
ease pain and may keep scarred areas more pliable and flexible. Scar massage may help to reduce the
appearance of scars, although research is inconclusive.

Physiotherapy and Emotional Healing

Physiotherapy can help patients that are recovering from severe burns to heal emotionally, as well as
physically. Participation in recovery programs can give patients a sense of empowerment, and help to
combat the psychological impacts of suffering from burns and associated scars and limits on mobility.
Physiotherapy typically works best when combined with occupational therapy for burn recovery.

Sources:

Hale, Aoife, Rhonda O’Donovan, and et al. “Physiotherapy in the Rehabilitation of Burn Injuries.”
Impairment and Disability. University of Limerick, 19 Apr 2013. Web. 29 Dec 2013. <http://www.physio-
pedia.com/images/3/30/Burns_and_Plastics.pdf>.

“Occupational and Physical Therapy.” UNC School of Medicine. University of North Carolina at Chapel
Hill School of Medicine, n.d. Web. 29 Dec 2013. <https://www.med.unc.edu/burnSince/about-
us/services/OT-PT>.

Proctor, Fiona. “Rehabilitation of the Burn Patient.” Indian Journal of Plastic Surgery : Official Publication
of the Association of Plastic Surgeons of India. 43.September (2010): 101-113. Web. 29 Dec. 2013.
<http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3038404/>.
Wochenschr, Wien. “Compression treatment After Burns.”PubMed. 10666821. (1999): 21-22. Web. 29
Dec. 2013. <http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/10666821>

Anda mungkin juga menyukai