Mini Penelitian
Oleh :
dr. Silvia
Kelompok 16
Pembimbing I
Penguji I Penguji II
Disahkan Dekan
ii
DAFTAR ISI
iii
G. Prognosis ................................................................. 17
H. Komplikasi ............................................................... 18
2.1.2 Pengetahuan ....................................................................20
A. Definisi Pengetahuan ................................................20
B. Sumber Pengetahuan ................................................21
C. Tingkat Pengetahuan ................................................22
D. Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan ...............23
E. Pengukuran Pengetahuan ..........................................24
2.1.3 Kualitas Hidup ................................................................25
2.1.4 Hubungan Pengetahuan Tentang Hipertensi Dengan Kualitas
Hidup Penderita ..............................................................30
2. 2 Kerangka Teori Penelitian ..........................................................33
2. 3 Kerangka Konsep Penelitian ......................................................34
2. 4 Hipotesis Penelitian ....................................................................34
BAB III METODE PENELITIAN................................................................35
3.1 Jenis Dan Rancangan Penelitian ................................................35
3.2 Waktu Dan Tempat Penelitian ....................................................35
3.2.1 Waktu Penelitian .............................................................35
3.2.2 Tempat Penelitian ...........................................................35
3.3 Populasi Dan Sampel Penelitian .................................................36
3.3.1 Populasi Penelitian ..........................................................36
3.3.2 Sampel Penelitian ...........................................................36
A. Teknik Pengambilan Sampel ...................................36
B. Besar Sampel ...........................................................36
3.3.3 Pemilihan Sampel Penelitian ..........................................37
A. Kriteria Inklusi ...................................................................37
B. Kriteria Ekslusi ..................................................................37
3.4 Variabel Penelitian .....................................................................38
3.5 Definisi Operasional ...................................................................38
3.6 Instrumen Penelitian ...................................................................39
3.7 Alur Penelitian ............................................................................39
iv
3.8 Analisis Data ..............................................................................41
3.8.1 Analisis Univariat ...........................................................41
3.8.2 Analisis Bivariat .............................................................41
3.9 Etika Penelitian ...........................................................................41
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................44
4.1 Hasil Penelitian ...........................................................................44
4.2 Analisis Univariat .......................................................................44
4.3 Analisis Bivariat .........................................................................46
4.4 Pembahasan Penelitian ...............................................................48
4.5 Keterbatasan Penelitian ..............................................................56
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ..............................................................57
5.1 Kesimpulan ...................................................................................57
5.2 Saran .............................................................................................57
5.2.1 Bagi Masyarakat ...............................................................57
5.2.2 Bagi Puskesmas ................................................................57
5.2.3 Bagi Penelitian Selanjutnya ..............................................58
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................59
LAMPIRAN ...................................................................................................65
v
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR BAGAN
vii
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR LAMPIRAN
ix
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam penelitian ini tidak terdapat
karya yang pernah diajukan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan
saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan
oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dalam naskah ini dan disebutkan
dalam daftar pustaka.
Demikian surat ini saya buat dengan sebenar-benarnya tanpa ada paksaan
dari pihak manapun.
Kelompok 16
x
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
nikmat dan karunianya, sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan
Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Hubungan Pengetahuan Tentang Hipertensi
dengan Kualitas Hidup Penderita di Puskesmas Cakranegara”.
Penelitian ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat.
Penulis mengucapkan terimakasih sebanyak-banyaknya kepada semua pihak
yang telah membantu dalam penyusunan Penelitian ini, sehingga penulis dapat
menyelesaikan dengan hasil yang memuaskan. Maka dari itu izinkan penulis
untuk mengucapkan terimakasih kepada:
1. Dr. Ir. Muh. Ansyar, MP. Rektor Universitas Islam Al-Azhar Mataram.
2. Dr. dr. H. Artha Budi Susila Duarsa, M.Kes. Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Al-Azhar Mataram.
3. dr. Wiwik Nurlaela, S.Ked. Kepala Puskesmas Cakranegara.
4. dr. Kartika Aprilia, S.Ked. Dosen pembimbing yang memberikan bimbingan,
pengarahan, serta saran dalam penyusunan dan perbaikan Mini Penelitian ini.
5. Bu Aena Mardiah, SKM., MPH dan dr. Rona Narasafa, S.Ked. Dosen
pembimbing yang memberikan bimbingan, pengarahan, serta saran dalam
penyusunan dan perbaikan Mini Penelitian ini.
6. Pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Terima kasih atas segala
bantuan yang telah diberikan. Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas
segala kebaikan kalian.
Diharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca untuk
perbaikan Penelitian ini.
Mataram, 27 Agustus 2022
Peneliti
xi
HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG HIPERTENSI DENGAN
KUALITAS HIDUP PENDERITA DI PUSKESMAS CAKRANEGARA
Intisari
Latar Belakang: Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan suatu keadaan
ketika tekanan darah sistolik (TDS) ≥140 mmHg dan/atau tekanan darah diastolik
(TDD) ≥90 mmHg, pada pemeriksaan berulang. Hipertensi adalah salah satu
penyakit tidak menular (PTM) yang hingga saat ini masih dijuluki The Sillent
Killer. Gejala spesifik dapat timbul biasanya merupakan hasil dari keterlibatan
organ lain sebagai akibat dari hipertensi yang tidak terkontrol. Sehingga,
hipertensi secara signifikan berdampak terhadap kualitas hidup.
Tujuan: Mengetahui hubungan pengetahuan tentang hipertensi dengan kualitas
hidup penderita di Puskesmas Cakranegara.
Metode: Jenis dan analisis data penelitian ini adalah analitik observasional,
dengan desain cross sectional. Sampel diambil seluruh pasien yang terdiagnosis
hipertensi dan terdata dalam register Puskesmas periode 1 Juli 2022 sampai 1
Agustus 2022 di Puskesmas Cakranegara menggunakan teknik purposive
sampling yang membutuhkan sebanyak 117 pasien. Analisis data univariat
digunakan untuk mengetahui distribusi frekuensi masing-masing variabel dan
analisis data bivariat menggunakan uji Chi-Square untuk mengetahui signifikan
dari varibel pada penelitian ini.
Hasil: Didapatkan hubungan yang signifikan (p < 0,05) dengan nilai signifikasi
sebesar (p = 0,001) dan hubungan (korelatif) didapatkan korelasi positif dengan
kekuatan sempurna dari uji Chi square terdapat antara pengetahuan tentang
hipertensi dengan kualitas hidup penderita di Puskesmas Cakranegara.
Kesimpulan: Terdapat hubungan antara pengetahuan tentang hipertensi dengan
kualitas hidup penderita di Puskesmas Cakranegara.
Kata Kunci: Pengetahuan, Kualitas Hidup, Hipertensi.
xii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tekanan darah adalah kekuatan yang diberikan oleh sirkulasi darah
terhadap dinding arteri. Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan suatu
keadaan ketika tekanan darah sistolik (TDS) ≥140 mmHg dan/atau tekanan
darah diastolik (TDD) ≥90 mmHg (World Health Organization [WHO],
2021). Sebagai salah satu penyakit tidak menular (PTM), hipertensi hingga
saat ini masih dijuluki sebagai The Silent Killer karena gejalanya sulit dikenali
bahkan sering tanpa keluhan. Gejala spesifik yang dapat timbul biasanya
merupakan hasil dari keterlibatan organ lain sebagai akibat dari hipertensi
yang tidak terkontrol (Centers for Disease Control and Prevention [CDC],
2020).
Hipertensi merupakan masalah kesehatan global berakibat peningkatan
angka kesakitan dan kematian serta beban biaya kesehatan. Secara global,
terdapat kira-kira 972 juta orang (26%) mengidap hipertensi dan diperkirakan
akan terus meningkat hingga 29% pada tahun 2025 (Alexander and Madhur,
2019). Menurut WHO (2021), terdapat 1,28 juta orang dewasa berusia 30-79
tahun mengalami hipertensi, yang mana 2/3 diantaranya berasal dari negara
dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah dan hanya kurang dari 1/5 yang
melakukan upaya pengendalian terhadap tekanan darah yang dimiliki.
Diperkirakan 1 diantara 5 orang perempuan di seluruh dunia memiliki
hipertensi, sedangkan untuk kelompok laki-laki yaitu 1 diantara 4 orang.
Afrika merupakan negara dengan prevalensi hipertensi tertinggi di dunia
sebesar 27%. Asia Tenggara berada di posisi ke-3 tertinggi dengan prevalensi
sebesar 25% dari total penduduk (WHO, 2021). Menurut Nawi et al. (2021),
sekitar 1/3 orang dewasa di Asia Tenggara telah didiagnosis hipertensi dan
diestimasikan terdapat 1,5 juta kematian per tahun akibat hipertensi.
Prevalensi hipertensi pada Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) (2018)
diukur dengan wawancara dan pengukuran. Hasil Riskesdas 2018
menunjukkan angka prevalensi pada penduduk ≥18 tahun berdasarkan
1
pengukuran secara nasional sebesar 658.201 jiwa (34,1%) dengan prevalensi
tertinggi pada Kalimantan Selatan sebesar 10.162 jiwa (44,1%) dan yang
terendah yaitu Papua sebesar 7.730 (22,2%). Berdasarkan usia, prevalensi
hipertensi tertinggi terjadi pada usia diatas 75 tahun sebesar 17.712 jiwa
(69,5%). Prevalensi hipertensi menurut tingkat pendidikan pada penduduk
umur ≥18 tahun, yaitu tidak/belum pernah sekolah sebesar 39.556 jiwa
(51,6%). Sedangkan, prevalensi hipertensi menurut pekerjaan tertinggi pada
penduduk yang tidak bekerja sebesar 196.220 jiwa (39,73%) (Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan [Badan Litbangkes], 2019).
Di Provinsi NTB terjadi peningkatan prevalensi hipertensi dari tahun 2013
ke 2018 yaitu 24,3% menjadi 27,8% (Badan Litbangkes, 2019). Berdasarkan
prevalensi hipertensi pada 10 kabupaten dan kota di Provinsi NTB tahun 2019,
Mataram menduduki peringkat ke-4 prevalensi hipertensi tertinggi sebesar
87.647 jiwa (10.47%) (Dinas Kesehatan [DINKES] Provinsi NTB, 2019).
Menurut Profil Kesehatan Kota Mataram tahun 2015, hipertensi masuk ke
dalam sepuluh (10) penyakit terbanyak yaitu 32.413 kunjungan. Hasil
pemantauan PTM di kota Mataram menunjukkan 3 besar prevalensi hipertensi
menurut puskesmas yaitu: (1) Cakranegara 854 jiwa; (2) Cakranegara 689
jiwa; dan (3) Pejeruk 482 jiwa (DINKES Kota Mataram, 2016).
Puskesmas Cakranegara merupakan salah satu puskesmas di wilayah Kota
Mataram, yang terletak paling timur dari Kota Mataram, terletak di
Kecamatan Sandubaya yang merupakan pusat perdagangan/ekonomi berlokasi
di Jalan Brawijaya No. 3B Cakranegara. Wilayah kerja Puskesmas terdiri dari
6 kelurahan, yaitu Cakranegara Timur, Cakranegara Selatan, Bertais,
Mandalika, Turida, Selagalas dengan total penduduk secara keseluruhan
sebanyak 65.204 jiwa. Prevalensi hipertensi di wilayah kerja Puskesmas
Cakranegara dilaporkan meningkat dari tahun 2021 ke 2020 yaitu dari 2842
kasus menjadi 2455 kasus (Puskesmas Cakranegara, 2021).
Berdasarkan data di atas, hipertensi adalah penyakit kronis yang tiap
tahunnya mengalami peningkatan kejadian. Hipertensi yang lama tidak
terkontrol dapat menyebabkan terjadinya komplikasi, seperti gagal jantung
2
kongestif, stroke, retinopati, dan gagal ginjal. Di Dunia, komplikasi hipertensi
menjadi penyebab 9,4 juta kematian per tahun (WHO, 2021). Menurut CDC
(2020), 7 dari 10 orang Amerika Serikat yang mengalami gagal jantung kronis
merupakan penderita hipertensi. Menurut International Health Metrics
Monitoring and Evaluation (IHME) tahun 2017 di Indonesia, penyebab
kematian pada peringkat pertama disebabkan oleh stroke (Kemenkes RI,
2018). Namun, tidak terdapat data prevalensi mengenai kasus komplikasi
hipertensi di Indonesia.
Di Indonesia, terdapat sekitar 18.917 jiwa (32,27%) tidak rutin meminum
obat anti hipertensi. Menurut data, alasan pasien tidak rutin minum obat anti
hipertensi karena merasa sudah sehat dengan prevalensi sebesar 16.055 jiwa
(59,8%). Salah satu faktor yang menyebabkan hal ini terjadi adalah kurangnya
pengetahuan tentang hipertensi yang sebagian besar tidak menimbulkan gejala
(Badan Litbangkes, 2019).
Komponen penting untuk mengendalikan hipertensi adalah pengetahuan,
yang berhubungan dengan tingkat penghentian intervensi yang lebih rendah,
mengikuti perilaku intervensi, dan pengendalian penyakit yang lebih baik oleh
pasien. Pasien hipertensi diharapkan memiliki pengetahuan tentang hipertensi
yang meliputi pengertian, penyebab, tanda dan gejala, pentingnya pemantauan
tekanan darah, serta pengobatan dan bahaya yang dapat timbul bila tidak
meminum obat (Pramestutie dan Silvania, 2016). Sehingga, pengetahuan
pasien yang lebih dalam tentang hipertensi akan sangat berpengaruh terhadap
sikap patuh untuk berobat (Jankowska-Polanska et al., 2016).
Melalui kepatuhan, pasien dapat mencapai efektivitas terapi yang
diharapkan mampu untuk meningkatkan kualitas hidupnya (Sinuraya dkk.,
2017). Kualitas hidup adalah persepsi individu terhadap kehidupannya di
tengah masyarakat dalam konteks budaya dan sistem nilai yang ada terkait
dengan tujuan, harapan, standar, dan perhatian (World Health Organization
[WHO], 1997). Agar mendapatkan kualitas hidup yang lebih baik, pasien
hipertensi perlu mengetahui beberapa hal yang berkaitan dengan penyakit
3
hipertensi, terutama komplikasi yang mungkin terjadi (Alshammari et al.,
2021).
Menurut Alshammari et al. (2021), individu dengan pengetahuan yang
baik menunjukkan fungsi sosial dan praktik kesehatan yang baik terutama
dalam mengontrol tekanan darahnya. Tingkat pengetahuan dan pemahaman
pasien hipertensi tentang penyakitnya dapat mempengaruhi kepatuhan terapi.
Hal ini dapat ditandai dengan tekanan darah pasien yang terkontrol dengan
baik. Sehingga secara tidak langsung hal ini akan turut meningkatkan kualitas
hidup pasien hipertensi (Sinuraya dkk., 2017).
Pada penelitian Amer et al. (2019) menunjukkan, bahwa terdapat korelasi
positif antara pengetahuan tentang hipertensi dengan Health-Related Quality
Of Life (HRQoL) pasien hipertensi (p<0,001). Dalam hal ini, pengetahuan
yang didapat pasien hipertensi yaitu melalui konseling tentang modifikasi
gaya hidup. Sedangkan, pada penelitian Alshammari et al. (2021)
menunjukkan hubungan yang lemah antara pengetahuan tentang hipertensi
dengan skor HRQoL pasien hipertensi.
Berdasarkan uraian di atas mengenai perbedaan hasil penelitian dan
tingginya prevalensi hipertensi di Puskesmas Cakranegara, namun belum
terdapat penelitian secara statistik terkait hal ini. Sehingga, peneliti ingin
mengetahui lebih lanjut mengenai hubungan pengetahuan tentang hipertensi
dengan kualitas hidup penderita di Puskesmas Cakranegara.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut, maka perumusan masalah
penelitian ini adalah “Bagaimana Hubungan Pengetahuan Tentang Hipertensi
Dengan Kualitas Hidup Penderita di Puskesmas Cakranegara?”.
4
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui hubungan pengetahuan tentang hipertensi dengan kualitas
hidup penderita di Puskesmas Cakranegara.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi karakteristik pasien hipertensi di Puskesmas
Cakranegara secara umum.
2. Menganalisis hubungan (komparatif) dan seberapa besar hubungan
(korelatif) antara pengetahuan tentang hipertensi dengan kualitas
hidup penderita di Puskesmas Cakranegara.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hipertensi
2.1.1 Definisi
Hampir semua konsensus/ pedoman utama baik dari dalam
walaupun luar negeri, menyatakan bahwa seseorang akan dikatakan
hipertensi bila memiliki tekanan darah sistolik (TDS) ≥ 140 mmHg dan
atau tekanan darah diastolik (TDD) ≥ 90 mmHg, pada pemeriksaan
yang berulang. Tekanan darah sistolik merupakan pengukuran utama
yang menjadi dasar penentuan diagnosis hipertensi (PERHI, 2021).
2.1.2 Klasifikasi
a. Berdasarkan Penyebab
1. Hipertensi Esensial (Primer), yaitu hipertensi yang tidak diketahui
penyebabnya (90%).
2. Hipertensi Sekunder, yaitu hipertensi yang penyebabnya dapat
ditentukan (10%) antara lain kelainan pembuluh darah ginjal,
gangguan kelenjar tiroid, penyakit kelenjar adrenal/ suprarenal, dan
lain sebagainya (Kemenkes, 2018).
b. Berdasarkan International Society of Hypertension Global
Hypertension Practice Guidelines
Tabel 2.1 Klasifikasi hipertensi menurut International Society of
Hypertension Global Hypertension Practice Guidelines 2020
(PERHI, 2021)
Klasifikasi mmHg
Sistolik Diastolik
Normal <130 Dan <85
Normal Tinggi 130-139 dan/atau 84-89
Hipertensi derajat 1 140-159 dan/atau 90-99
Hipertensi derajat 2 ≥160 dan/atau ≥100
2.1.3 Faktor Resiko
a. Eksternal (Dapat Dikendalikan)
1. Pengetahuan
6
Pengetahuan merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Sebagian besar
pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Pengetahuan merupakan domain penting untuk menentukan
tindakan seseorang, karena dari pengalaman dan penelitian
membuktikan bahwa perilaku didasari oleh pengetahuan.
Sebagai contoh jika pengetahuan responden tentang cara
mengontrol diet rendah garam kurang maka cenderung
mengkonsumsi makanan yang tinggi garam tanpa
memperdulikan kesehatan tubuhnya, begitupun sebaliknya jika
pengetahuan responden baik tentang cara mengontrol diet
rendah garam maka responden akan mencegah (Anita et al.
2018). Tekanan darah yang meningkat dapat disebabkan oleh
garam. Konsumsi garam yang berlebihan mengakibatkan ginjal
akan menahan cairan lebih banyak hingga terjadi peningkatan
volume darah. Peningkatan volume darah (lebih banyak cairan)
akan menyebabkan peningkatan tekanan di dalam pembuluh
darah (Putri, 2017).
2. Perilaku
Gaya hidup yang buruk seperti mengkonsumsi makanan
siap saji, daging-dagingan yang mengandung kadar lemak yang
tinggi, merokok, minum-minuman yang mengandung kafein,
alkohol, soda dan kelebihan berat badan serta gaya hidup yang
tidak aktif untuk melakukan aktivitas fisik memicu terjadinya
masalah kesehatan (Muhammadun, 2010)
3. Layanan Kesehatan
Minimnya perencanaan program hipertensi dari petugas
pelayanan kesehatan dengan cara pengaturan pola makan dan
aktivitas fisik, penilaian, pengawasan dan pengendalian yang
belum dilaksanakan dengan baik di Puskesmas (Muhammadun,
2010)
7
4. Stress
Stres pemicu terjadinya kenaikan tekanan darah sewaktu-
waktu. Hormon adrenalin akan meningkat ketika seseorang
dalam keadaan stres, dimana kejadian tersebut dapat
mengakibatkan jantung memompa darah lebih cepat dan
menyebabkan tekanan darah meningkat (Nuraini, 2015).
5. Berat Badan berlebih
Makan dalam batas tidak normal memicu terjadinya
obesitas. Obesitas terjadi lebih cepat terjadi dengan pola hidup
yang pasif. Makanan mengandung kolesterol dapat memicu
tertimbunnya lemak pada pembuluh darah, sehingga pembuluh
darah akan menyempit dan aliran darah tidak lancar. Hal ini
akan mengakibatkan suplai oksigen dan zat makanan ke organ
tubuh terganggu (Muhammadun, 2010).
6. Daya Tahan Tubuh
Tercukupnya gizi merupakan hal yang sangat
mempengaruhi daya tahan tubuh seseorang dalam aktifitas
harian dan istirahat (Muhammadun, 2010).
7. Pekerjaan
Tekanan dalam pekerjaan merupakan pemicu timbulnya
stres, yang mana hal ini dapat menjadi salah satu faktor
terjadinya hipertensi (Muhammadun, 2010).
b. Internal (Tidak Dapat Dikendalikan)
1. Umur
Hipertensi cenderung meningkat dengan bertambahnya
usia. Sekitar 65% penduduk Amerika berusia 60 tahun
cenderung lebih mengalami hipertensi, akan tetapi hipertensi
tidak selalu terjadi beriringan dengan proses penuaan
(Prasetyoningrum, 2014). Semakin bertambahnya umur individu
maka semakin meningkat pula kejadian hipertensi pada individu
tersebut, hal tersebut terjadi karena adanya perubahan struktural
8
dan fungsional pada sistem pembuluh darah perifer yang bekerja
dalam merubah tekanan darah pada usia lanjut (Hazwan dan
Pinatih, 2017).
2. Ras
Gen ras tertentu memiliki kecenderungan cukup tinggi
terjadinya hipertensi. Ras yang membawa gen resesif kuat
terkait hipertensi adalah ras Afrika dan Afrika-Amerika.
Masyarakat Afrika-Amerika cenderung lebih peka dengan
natrium dari pada orang berkulit putih dan menu makanan
mereka pun cenderung tinggi natrium sehingga meyebabkan
risiko lebih besar (Rahma, 2017).
3. Keturunan (Genetik)
Individu yang mempunyai riwayat penyakit keluarga
memiliki risiko tinggi terjadinya penyakit hipertensi. Jika salah
satu anggota keluarga memiliki penyakit hipertensi, maka risiko
terjangkit hipertensi dalam hidup sekitar 25%. Jika seluruh
keluarga memiliki riwayat terkait penyakit hipertensi, maka
kemungkinan terjangkit penyakit hipertensi sebesar 60%
(Rahma, 2017).
4. Jenis Kelamin
Laki-laki berrisiko lebih tinggi dibandingkan dengan
perempuan. Namun ketika usia 45 tahun ke atas, perempuan
lebih beresiko terjangkit hipertensi yang dipengaruhi oleh
adanya hormon ekstrogen. Hasil penelitian Niken menemukan
bahwa pasien jenis kelamin perempuan yang mengalami
penyakit hipertensi sebanyak 544 orang atau sekitar 62,3%
sedangkan pasien berjenis kelamin laki-laki sebanyak 329 orang
atau sekitar 37,7% (Rahma, 2017).
c. Hipertensi Sekunder
1. Penyakit adrenal/ suprarenal (Feokromasitoma).
9
2. Penyakit ginjal (Stenosis Arteri Renalis, Pielonefritis,
Glomeluroneftris, Tumor, Kista, Trauma).
3. Kelainan hormonal.
4. Obat.
5. Lainnya (koartasio aorta, preeklamsi pada kehamilan, porfiria
intermiten akut dan keracunan timbal akut, dan lain sebagainya
yang terkait dengan patofisiologi terjadinya hipertensi itu
sendiri) (Muhammadun, 2010).
2.1.4 Patofisiologi
Dalam patofisiologi hipertensi, terlibat beberapa faktor risiko. Faktor-
faktor risiko tersebut akan berhubungan dengan kendali natrium di
ginjal, sehingga tekanan darah meningkat. Ada 4 faktor dominan
terjadinya hipertensi (PERHI, 2021):
a. Volume Intravaskular
Volume intravaskular merupakan determinan utama untuk
kestabilan tekanan darah, hal ini juga dipengaruhi oleh TPR (Total
Peripheral Resistance) yang dalam kondisi vasodilatasi atau
vasokonstriksi. Bila asupan NaCl meningkat, ginjal akan merespon
dengan meningkatkan ekskresi garam, namun jika upaya ekskresi
NaCl ini melebihi ambang kemampuan ginjal, maka ginjal akan
meretensi H2O. Sehingga volume intravaskular akan meningkat.
Hal ini kemudian akan meningkatkan curah jantung yang
mengakibatkan ekspansi volume intravaskular. Pada akhirnya
kejadian ini turut meningkatkan tekanan darah.
b. Kendali Saraf Otonom
Terdapat beberapa reseptor adrenergik yang berada di jantung,
ginjal, otak, serta dinding vaskular dan aorta ialah reseptor α1, α2,
β1, β2, dan β3. Mekanisme kerja reseptor-reseptor ini turut
dipengaruhi oleh mekanisme kerja sistem saraf otonom (simpatis &
parasimpatis). Mekanisme kerja saraf simpatis dengan adanya
kenaikan neurotransmitter berupa katekolamin dan Norepineprin
10
(NE) turut berkontribusi terhadap peningkatan denyut jantung yang
akan diikuti oleh peningkatan curah jantung dan resistensi vaskular
sehingga dapat meningkatkan tekanan darah.
c. Renin Angiotensin Aldosteron (RAA)
Kondisi tekanan darah yang menurun akan memicu refleks
baroreseptor. Renin akan dieksresi, lalu angiotensin I (AI),
angiotensin II (AII), dan seterusnya hingga tekanan darah kembali
meningkat. Proses autoregulasi ini secara fisiologis guna
meningkatkan tekanan darah.
d. Dinding Vaskular Pembuluh Darah
Disfungsi endotel merupakan sindroma klinis yang dapat
langsung berhubungan dengan dan dapat memprediksi peningkatan
risiko kejadian kardiovaskular, dimana hal ini dikaitkan dengan
aterosklerosis. Progesivitas sindom aterosklerosis ini dimulai
dengan faktor risiko yang tidak dikelola, yang meyebabkan
hemodinamika tekanan darah dapat berubah, dimana terjadi
penebalan dinding pembuluh darah.
2.1.5 Kriteria Diagnosis
a. Klinis
Pada umumnya, penderita hipertensi esensial tidak memiliki
keluhan. Keluhan yang dapat muncul antara lain: nyeri kepala,
gelisah, palpitasi, pusing, leher kaku, penglihatan kabur, nyeri dada,
mudah lelah, dan impotensi. Nyeri kepala umumnya pada hipertensi
berat, dengan ciri khas nyeri regio oksipital terutama pada pagi
hari (Tomy & Adrian SJ, 2019).
b. Pemeriksaan Fisik
Pengukuran tekanan darah (TD) dilakukan pada penderita
dalam keadaan nyaman dan rileks, serta tidak tertutup/ terhalangi
oleh pakaian (PERHI, 2021).
c. Pemeriksaan Penunjang
11
Terdiri dari tes darah rutin, glukosa darah, profil kolesterol,
asam urat, fungsi ginjal, kalium, urinalisis, dan elektrokardiogram.
Tes lainnya yang dapat dipakai adalah penapisan untuk organ target
jika fasilitas tersedia, seperti ekokardiogram, USG karotis dan
femoral, CRP, serta albumin/ kreatinin urin dan protein urin
(PERHI, 2021).
d. Alur
Konfirmasi diagnosis hipertensi tak dapat hanya mengandalkan
pada satu kali pemeriksaan, kecuali pada pasien dengan TD yang
sangat tinggi, misalnya hipertensi derajat 2 atau terdapat bukti
kerusakan target organ akibat hipertensi (HMOD, hypertension-
mediated organ damage) misalnya retinopati hipertensif dengan
eksudat dan perdarahan, hipertrofi ventrikel kiri, atau kerusakan
ginjal. Sebagian besar pasien, pengukuran berulang di klinik bisa
menjadi strategi untuk konfirmasi peningkatan TD persisten, juga
untuk klasifikasi dan derajat hipertensi. Jumlah kunjungan dan jarak
pengukuran TD antar kunjungan sangat bervariasi tergantung
beratnya hipertensi (PERHI, 2021).
Pada hipertensi derajat 1 tanpa tanda kerusakan organ target,
pengukuran tekanan darah dapat diulang dalam beberapa bulan.
Selama periode ini, dapat dilakukan penilaian TD berulang
berdasarkan beratnya risiko kardiovaskular. Strategi pengukuran TD
di luar klinik (HBPM atau ABPM) untuk konfirmasi diagnosis
hipertensi sangat dianjurkan bila tersedia. Pengukuran TD di rumah
dapat juga mendeteksi adanya hipertensi jas putih, hipertensi
terselubung, dan juga kasus lain (PERHI, 2021).
12
Gambar 2.1 Algoritma diagnosis Hipertensi (PERKI, 2015)
Keterangan: ABPM, Ambulatory Blood Pressure Monitoring;
HBPM, Home Blood Pressure Monitoring
2.1.6 Penatalaksanaan
a. Primer (Terkait Faktor Resiko Reversibel)
Pola hidup sehat dapat mencegah ataupun memperlambat
awitan hipertensi dan dapat mengurangi risiko kardiovaskular. Pola
hidup sehat juga dapat memperlambat ataupun mencegah kebutuhan
terapi obat pada hipertensi derajat 1, namun sebaiknya tidak
menunda inisiasi terapi obat pada pasien dengan HMOD atau risiko
tinggi kardiovaskular. Pola hidup sehat telah terbukti menurunkan
tekanan darah yaitu pembatasan konsumsi garam dan alkohol,
peningkatan konsumsi sayuran dan buah, penurunan berat badan
dan menjaga berat badan ideal, aktivitas fisik teratur, serta
menghindari rokok (PERHI, 2021).
13
b. Sekunder (Farmakologi/Obat)
Penatalaksanaan farmakologi pada penderita hipertensi
merupakan upaya untuk menurunkan tekanan darah secara efektif
dan efisien. Meskipun demikian pemberian obat antihipertensi
bukan selalu merupakan langkah pertama dalam penatalaksanaan
hipertensi (PERHI, 2021).
14
Gambar 2.3 Target tekanan darah dalam 3 bulan (PERHI,
2020)
Strategi pengobatan yang dianjurkan pada panduan
penatalaksanaan hipertensi saat ini adalah dengan menggunakan
terapi obat kombinasi pada sebagian besar pasien, untuk mencapai
tekanan darah sesuai target. Bila tersedia luas dan memungkinkan,
maka dapat diberikan dalam bentuk pil tunggal berkombinasi
(single pill combination), dengan tujuan untuk meningkatkan
kepatuhan pasien terhadap pengobatan. Lima golongan obat
antihipertensi utama yang rutin direkomendasikan yaitu: ACEi,
ARB, beta bloker, CCB dan diuretik (PERHI, 2021).
Tabel 2.2 Farmakologi hipertensi (PERHI, 2021)
Dosis Jumlah
Kelas Obat
mg/hari per hari
Obat Lini Pertama
- Tiazid atau thiazide- - Hidroklorothiazid - 25 – 50 - 1
type diuretics - Indapamide - 1,25 – 2,5 - 1
16
saat ingat. Namun, jika waktu dosis berikutnya sudah dekat,
jangan konsumsi dosis yang terlewat dan kembali ke jadwal
dosis reguler. Jangan minum dua dosis untuk mengganti dosis
yang terlupakan.
10. Sebelum menjalani operasi dengan anestesi umum, termasuk
operasi gigi, beritahu dokter atau dokter gigi mengenai obat
yang sedang kamu konsumsi.
11. Beberapa obat dapat mengubah detak jantung, jadi periksa
denyut nadi secara teratur.
c. Tersier
Aspek ini merupakan metode pengobatan yang ditujukan untuk
mengobati dari kerusakan target organ (PERHI, 2021).
2.1.7 Prognosis
Hipertensi dapat dikendalikan dengan baik dengan pengobatan yang
tepat. Terapi dengan kombinasi perubahan gaya hidup dan obat-obatan
antihipertensi biasanya dapat menjaga tekanan darah pada tingkat yang
tidak akan menyebabkan kerusakan pada jantung atau organ lain. Kunci
untuk menghindari komplikasi dari hipertensi adalah mendeteksi dan
mengobati sebelum terjadinya kerusakan organ (PERHI, 2021).
Lama durasi hipertensi turut berkontribusi terhadap komplikasi non-
medis yang dilihat dari sisi psikologis pasien. Seperti yang diketahui
bahwa pasien yang menderita hipertensi dengan waktu yang lama (>10
tahun) dapat meningkatkan risiko komplikasi yang terjadi. Dalam
penelitian yang dilakukan oleh Suciana (2020) mengklasifikasikan pada
pasien yang mengalami hipertensi (<1-5 tahun, >6-10 tahun, dan ≥11
tahun) memiliki distribusi komplikasi yang semakin meningkat seiring
lama durasi mengidap hipertensi, namun hal tersebut belum tentu terjadi
jika tatalaksana dilakukan dengan baik.
2.1.8 Komplikasi
a. Medis
17
1. Penyakit Jantung
Tekanan darah yang meningkat dalam pembuluh darah
menyebabkan jantung bekerja lebih keras untuk memompa
darah. Jika tekanan darah dibiarkan tidak terkendali, maka hal
tersebut dapat menyebabkan serangan jantung, pembesaran
jantung, hingga gagal jantung (Putri, 2017).
2. Stroke
Hipertensi dapat memicu pendarahan di otak yang
disebabkan karena pecahnya pembuluh darah (stroke
hemoragik) atau akibat thrombosis (pembekuan darah pada
pembuluh darah) dan emboli yang menyumbat bagian distal
pembuluh (stroke iskemik) (Putri, 2017).
3. Penyakit Ginjal
Hipertensi dapat mengakibatkan aliran darah ke ginjal
terganggu. Jika disertai dengan gangguan atau kerusakan salah
satu faktor pendukung kerja ginjal, maka fungsi ginjal dapat
mengalami kerusakan hingga terjadi gagal ginjal (Putri, 2017).
4. Gangguan Penglihatan
Hipertensi dapat mengakibatkan gangguan penglihatan atau
menyebabkan penglihatan menjadi kabur atau buta sebagai
akibat dari pecahnya pembuluh darah di mata. Hipertensi juga
dapat menimbulkan efek terhadap struktur dan fungsi mata yang
kemudian mengalami perubahan patofisiologis sebagai respon
terhadap kenaikan tekanan darah dan menimbulkan retinopati
hipertensif maupun neuropati optik hipertensif (Putri, 2017).
5. Diabetes melitus (DM)
Hipertensi dapat menyebabkan terjadinya resistensi insulin
sehingga terjadi hiperinsulinemia hingga kerusakan sel beta.
Rusaknya sel beta akan berdampak pada kurangnya insulin yang
dihasilkan. Akibatnya, kadar hormon insulin tidak mencukupi
18
untuk memenuhi kebutuhan tubuh dalam menormalkan kadar
gula darah (Putri, 2017).
6. Lainnya
Tekanan darah tinggi berdampak buruk pada fisik, seperti
terjadinya peregangan pada otot, rasa nyeri pada sekitar
tengkuk dan frekuensi jantung yang mengalami kecepatan.
Arterosklorosis memicu terjadinya nyeri kepala yang dapat
mengakibatkan spasme pembuluh darah dan penurunan oksigen
pada otak. Hasil dari penelitian (Syiddatul, 2017) terkait
prevalensi nyeri kepala yang dirasakan oleh lansia sebanyak 20
orang, 9 orang mengalami nyeri ringan dan 7 orang mengalami
nyeri yang tinggi. Komplikasi dapat terjadi pada pasien
hipertensi apabila tekanan darah pasien terus mengalami
peningkatan. Hal ini dikarenakan gangguan pada jaringan otak
dan pembuluh darah yang memicu timbulnya penyakit lain
seperti stroke, gagal jantung, gagal ginjal, jantung koroner,
hingga menyebabkan kematian dini.
b. Non Medis
1. Kualitas Hidup
Kualitas hidup merupakan bagaimana individu tersebut
mengukur kebaikan mencakup beberapa aspek kehidupannya.
Kesejahteraan individu dilihat dari kualitas hidupnya yang
mencakup reaksi emosional, rasa tercukup, rasa kepuasan hidup
dan kemampuan terkait hubungan dengan orang lain. Diketahui
bahwa pasien hipertensi yang mengkonsumsi obat dengan rutin
dan teratur dapat membantu dalam mengontrol tekanan darah
sehingga dapat meminimalisir masalah kesehatan fisik yang
dapat meningkatkan kualitas hidup. Sedangkan, pada pasien
yang tidak rutin dan patuh dalam pengobatan sehingga
meningkatkan risiko komplikasi, maka hal ini turut dapat
19
berdampak negatif pada kualitas hidup seseorang (Theofilou,
2013).
2. Psikologis
Hipertensi juga memicu terjadinya kecemasan. Pasien
hipertensi akan semakin mudah tersinggung dan emosi (Aspiani,
2016). Salah satu dampak psikologis dari hipertensi adalah stres,
3. Sosial dan Ekonomi
Hipertensi memicu dampak ekonomi individu, dimana
penghasilan ekonomi ruamah tangga akan hilang karena
terjadinya kecacatan hingga menimbulkan kematian.
Perkembangan ekonomi juga akan terancam apabila hipertensi
menyerang usia produktif yang mempengaruhi hubungan
dengan sosialnya . Pada dasarnya penyakit hipertensi memicu
individu untuk sulit berkonsentreasi, emosi, merasa tidak
nyaman sehingga dapat mempengaruhi hubungan sosial, dimana
individu tersebut akan susah bergaul dengan lingkungan sekitar
karena merasa tidak nyaman, sehingga dapat menyebabkan
penurunan hubungan personal atau sosial (Anbasaran, 2015).
2.2 Pengetahuan
2.2.1 Definisi Pengetahuan
Pengetahuan merupakan wawasan yang dimiliki oleh individu
dalam melakukan pengindraan terhadap obyek tertentu melalui
pancaindera manusia, yaitu indera penglihatan, penciuman,
pendengaran (Notoatmodjo, 2014). Pengetahuan merupakan sesuatu
pada diri seseorang yang di dapatkan dari pengalaman sendiri maupun
orang lain. Pengetahuan termasuk pembelajaran kognitif yang sangat
penting dalam pembentukan perilaku. Pembelajaran kognitif mencakup
perilaku intelektual yang didasari dengan pemikiran (Notoatmodjo,
2012).
20
Pengetahuan terkait dengan penyakit hipertensi merupakan poin
penting, khususnya bagi pasien hipertensi. Pengetahuan tentang
hipertensi merupakan wawasan individu terkait dengan faktor yang
dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah, gejala yang dapat
ditimbulkan, dan tatalaksana seperti apa yang perlu dilakukan.
Terpenuhinya pengetahuan ini diharapkan dapat menimbulkan sikap
positif, guna menurunkan angka hipertensi dan mencegah timbulnya
komplikasi sehingga turut dapat meningkatkan kualitas hidup
masyarakat (Anbasaran, 2015).
2.2.2 Sumber Pengetahuan
Sumber pengetahuan merupakan cara individu untuk memperoleh
wawasan dan informasi suatu objek. Informasi dapat diperoleh melalui
indera (Empirisme) dan akal (Rasionalisme) (Rusuli, 2015). Menurut
Notoadmojo (2003), penginderaan manusia seperti indera penglihatan,
pendengaran, penciuman, perasa, dan peraba merupakan sumber
pengetahuan individu. Berbagai cara dapat dilakukan untuk
mendapatkan pengetahuan menurut Notoadmojo (2014) antara lain:
a. Cara Tradisional
Sebelum ditemukan metode ilmiah, cara tradisional merupakan
cara yang dapat dilakukan untuk mendapat pengetahuan yang baik.
Cara tradisional mendapatkan pengetahuan antara lain:
1. Cara coba salah yang dilakukan menggunkan kemungkinan
dalam memecahkan masalah, apabila kemungkinan tersebut
tidak sesuai maka akan dilakukan kemungkinan lain.
2. Cara kekuasaan, merupakan penerimaan pendapat orang lain
tanpa menguji kebenarannya terlebih dahulu.
3. Berdasarkan pengalaman pribadi, yang merupakan sumber
pengetahuan dengan cara mendapatkan kebenaran informasi
melalui pengulangan pengalaman sebelumnya dalam
memecahkan masalah.
21
4. Melalui jalan pikiran, individu yang menggunakan pikirannya
untuk mendapatkan kebenaran terkait pengetahuan, baik secara
induksi dengan cara membuat kesimpulan maupun dengan
deduksi untuk mengambil kesimpulan.
b. Cara Moderen
Cara modern dilakukan untuk mengambil suatu keputusan dan
kesimpulan yang dilakukan dengan cara mengobservasi secara
langsung dan membuat catatan fakta yang berhubungan dengan
objek penelitian.
2.2.3 Tingkat Pengetahuan
Terdapat enam tingkat pengetahuan antara lain (Notoatmodjo, 2012):
a. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai pengingat informasi sebelumnya yang
sudah dipelajari. Tingkat ini merupakan recall (mengingat kembali)
sesuatu yang spesifik dari informasi yang diterima dan dipelajari.
Tahu merupakan tingkatan terendah dari pengetahuan.
b. Memahami (Comprehension)
Memahami merupakan kemampuan individu menjelaskan
dengan benar terkait objek yang diketahui dan dapat mengartikan
dengan benar terkait materi tersebut. Individu yang memahami
materi akan mampu mejelaskan, menyebutkan, meyimpulkan materi
yang telah dipelajari.
c. Aplikasi (Aplication)
Aplikasi diartikan apabila individu tersebut mampu
mengaplikasikan materi yang sudah dipelajari pada kondisi
sebenarnya seperti penggunaan metode, prinsip, dan sebagainya.
d. Analisis (Analysis)
Analisis merupakan kemampuan individu menguraikan sendiri
materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen tertentu
yang masih berada dalam struktur organisasi dan memiliki
keterkaitan. Kemampuan analisis dapat dilihat melalui kata kerja
22
yang dapat menggambarkan, membedakan, mengelompokkan,
memisahkan, dan sebagainya.
e. Sintesis (Synhetic)
Sintesis dapat menunjukkan kemampuan dalam meletakkan,
menyusun, dan menghubungkan formulasi baru dari informasi yang
sudah ada.
f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi merupakan tahap akhir melakukan penilaian suatu
proses, materi, dan objek yang dilakukan. Penilaian dapat di
dasarkan pada suatu kriteria yang di tentukan maupun yang sudah
ada.
2.2.4 Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Pengetahuan merupakan wawasan yang diperoleh individu dari
berbagai hal, terdapat enam hal-hal yang dapat mempengaruhi
pengetahuan individu (Fitriani dan Andriyani, 2015) diantaranya
adalah:
a. Pendidikan
Pendidikan adalah salah satu sumber pengetahuan yang
diberikan kepada individu untuk mendapatkan informasi dan
pemahaman terhadap sesuatu baik diluar maupun didalam sekolah.
Pendidikan merupakan hal penting dalam proses pembelajaran,
dimana semakin tinggi pendidikan individu maka semakin banyak
pengetahuan yang didapatkan. Individu dengan pendidikan yang
tinggi dapat berpikir tenang mengenai suatu masalah kesehatan
termasuk pengetahuan tekait hipertensi.
b. Usia
Daya ingat dan pola pemikiran individu dapat dipengaruhi oleh
faktor usia. Semakin bertambahnya usia seseorang akan semakin
berkembang daya tangkap dan pola pikir individu, sehingga
membuat banyak pengetahuan yang bisa didapat.
c. Lingkungan
23
Lingkungan merupakan segala sesuatu yang berada disekitar
individu di lingkungan tersebut. Adanya interaksi sosial antara
individu dengan lingkungan tersebut yang akan direspon sebagai
pengetahuan.
26
adalah faktor umum, genetik, pekerjaan, lingkungan, perekonomian,
serta sosial dan politik (Setyaningsih dan Ariana., 2017).
27
komplikasi terhadap penyakit yang akan berdampak pada kualitas
hidup yang rendah (Prasetyorini, 2012).
c. Domain Hubungan Sosial
Hubungan sosial yang diberikan pada pasien hipertensi
memiliki dampak positif untuk meningkatkan kesehatannya. Dalam
hal ini, hubungan sosial yang di dapatkan pada pasien hipertensi
dapat berupa dukungan emosional dari orang lain untuk menjaga
kestabilan tekanan darah, mengingatkan individu dalam keteraturan
pengobatan sehingga individu tersebut dapat merasakan perhatian,
kepedulian dan kasih sayang dari orang-orang di sekitar (Utami,
2016).
d. Domain Lingkungan
Dalam domain lingkungan yang terdiri dari sumber financial,
yakni minimnya informasi yang didapatkan terkait pentingnya dan
perawatan mengenai kesehatan, kondisi lingkungan yang memicu
penyebab timbulnya penyakit (Yuniandita, 2019). Persepsi individu
terkait lingkungan yang berpengaruh dalam kehidupan sehari-hari
seperti merasakan hidup dengan kebebasan, memiliki keamanan
serta kenyamanan dalam hidupnya, realisasi dengan lingkungan
fisik yang baik seperti bebas polusi, transport yang aman dan
nyaman, serta kemudahan untuk mendapatkan berbagi informasi
kesehatan (Wongsawat, 2017).
28
kebebasan terkait sesuatu yang menyakiti fisik.
b. Kesejahteraan Sosial (Social Wellbeing)
Terdapat dua dimensi pada aspek kesejahteraan sosial,
diantaranya yakni hubungan interpersonal dan keterkaitan degan
masyarakat. Hubungan interpersonal mencakup hubungan dengan
rumah tangga maupun dengan keluarga, hubungan dengan
masyarakat dan sosial. Sedangkan keterkaitan dalam masyarakat
mencakup hubungan terkait aktivitas dalam masyarakat dan
penerimaan dukungan masyarakat sekitar.
c. Kesejahteraan Material (Material Wellbeing)
Merupakan aspek yang berkaitan dengan penghasilan ekonomi,
kualitas lingkungan hidup, kepunyaan, makanan, alat transportasi,
kerahasiaan, keamanan, lingkungan tempat tinggal dan
keseimbangan. Fokus utama aspek ini adalah penghasilan yang
mana menjadi fokus pada populasi umum.
d. Pengembangan dan Aktivitas (Development And Activity)
Aspek ini berhubungan erat dengan kepemilikan dan
penggunaan keahlian baik dalam melakukan hubungan self-
determination (kompetensi, kemandirian, pemilihan dan
pengendalian) maupun pencapaian aktivitas yang memiliki
fugsional seperti hobi, pekerjaan, pekerjaan rumah tangga,
pendidikan dan produktivitas.
e. Kesejahteraan Emosional (Emotional Wellbeing)
Aspek ini mencakup beberapa hal seperti perasaan yang baik,
kepercayaan terhadap diri sendiri, rasa hormat dan kepercayaan.
2.3.5 Pengukuran Kualitas Hidup
32
2.5 Kerangka Teori
Faktor Eksternal
Faktor Internal
1. Umur 1. Pengetahuan
1. Pengetahuan
2. Ras 2. Perilaku
3. Keturunan (Genetik) 3. Layanan Kesehatan
4. Jenis Kelamin 4. Stress
5. Berat Badan Lebih
6. Daya Tahan Tubuh
7. Pekerjaan
Faktor Resiko
Komplikasi
Penatalaksanaan
a. Medis
a. Primer
1. Kualitas Hidup
1. Hindari Faktor Resiko
2. Psikologis
2. Diet DASH
3. Ekonomi
3. Perubahan Pola Makan
4. Sosial
4. Penurunan Berat Badan
b. Non Medis
dan Menjaga Berat Badan
Ideal
5. Olahraga Teratur
6. Berhenti Merokok
b. Sekunder Keterangan:
(Farmakologi/Obat) : Diteliti
c. Tersier (Kerusakan Target : Tidak diteliti
Organ)
Hipertensi
33
2.6 Kerangka Konsep
Berdasarkan kerangka teori di atas, maka didapatkan kerangka konsep
dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
Pengetahuan Tentang
Kualitas Hidup Penderita
Hipertensi
34
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian
35
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian
36
n=106+(11)
n=117
Keterangan :
n : Besar Sampel
N : Besar populasi, sebesar 412
2
∝ : Derajat kemaknaan ditetapkan 5%, yaitu 1,96 (Sastroasmoro
Z (1− )
2 dan Ismail,2014)
P : Proporsi kejadian ditetapkan 10,4%, yaitu 0,104 (Husni,2011)
d : Besar simpangan ditetapkan 0,05 (Riyanto,2009)
a. Kriteria Inklusi
1. Pasien yang datang berobat ke wilayah kerja Puskesmas
Cakranegara yang terdiagnosis hipertensi pada periode 10
Agustus 2022 sampai 20 Agustus 2022.
2. Saat dilaksanakan penelitian pasien harus:
(1) Kesadaran penuh (GCS E4V5M6).
(2) Bersedia menjadi responden.
(3) Bisa berkomunikasi dengan baik.
b. Kriteria Eksklusi
1. Mengundurkan diri selama penelitian dilakukan.
2. Memiliki riwayat penyakit
(1) Gangguan ingatan.
(2) Keterbatasan fisik (seperti buta, tuli).
37
3.4 Variabel Penelitian
39
3.7 Alur Penelitian
40
Populasi
Seluruh pasien Hipertensi yang datang berobat ke wilayah kerja
Puskesmas Cakranegara pada periode 1 Juli 2022 sampai 1 Agustus 2022.
Eksklusi Inklusi
41
a. Editing
Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data
yang diperoleh. Pada tahap ini, peneliti melakukan klarifikasi,
keterbacaan, konsisitensi, dan kelengkapan data pada tahap
pengumpulan data atau setelah data terkumpul (Notoatmodjo, 2014).
b. Coding dan Data entry
Coding adalah upaya pemberian kode numerik (angka) atau
bilangan terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori bilangan.
Data entry adalah upaya memasukan data yang telah dikumpulkan
ke dalam program komputer yang telah ditetapkan. Kegunaan coding
adalah untuk mempermudah pada saat analisis data dan juga
mempercepat pada saat data entry (Notoatmodjo, 2014).
c. Analisis Data
Setelah semua data penelitian terkumpul, kemudian
dilakukan analisis data menggunakan uji statistik dengan cara sebagai
berikut (Notoatmodjo, 2014):
a. Analisis Univariat
Bertujuan untuk menganalisis tiap variabel dari hasil penelitian.
Analisis yang digunakan adalah distribusi frekuensi masing-masing
variabel bebas dan terikat dengan menggunakan ukuran proporsi
(Notoatmodjo, 2014; Sastroasmoro dan Ismail, 2014).
b. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan terhadap 2 variabel yang diduga
berhubungan. Dalam penelitian ini akan dibandingkan
distribusi silang antara kedua variabel, yaitu hubungan
pengetahuan tentang hipertensi dengan kualitas hidup penderita.
Untuk selanjutnya akan dilakukan uji statistik untuk
menyimpulkan apakah hubungan antara kedua variabel tersebut
bermakna atau tidak. Uji statistik yang digunakan adalah:
42
Menilai hubungan (komparatif) dari kedua variabel adalah uji Chi-
Square. Kriteria pengujian terhadap hasil penelitian ini berdasarkan
nilai p (probabilitas), yang dilakukan dengan cara sebagai berikut:
(1) H0 ditolak apabila nilai p < 0,05.
(2) H0 diterima apabila nilai p ≥ 0,05 (Dahlan, 2015).
43
44
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Jenis Kelamin
Laki-laki 73 62%
Perempuan 44 38%
Pekerjaan
Tidak Bekerja 10 8.54%
Ibu Rumah Tangga 11 9.41%
Wiraswasta 6 5.12%
PNS 8 6.83%
Lainnya 82 70.10%
Pendidikan Terakhir
Tidak Sekolah 39 33.3%
Sekolah Dasar 34 29.05%
Sekolah Menengah
22 18.87%
Pertama
Sekolah Menengah Atas 15 12.82%
Sarjana 7 5.98%
Lama Terdiagnosis Hipertensi (Tahun)
1-5 66 56%
6-10 39 33%
>10 12 10%
Pengetahuan Tentang Hipertensi
Tinggi 24 20.51%
Sedang 43 36.75%
Rendah 50 42.74%
Kualitas Hidup
Sangat Baik 17 14.55%
Baik 23 19.64%
Sedang 18 15.37%
46
Buruk 24 20.52%
Sangat Buruk 35 29.92%
47
yaitu 7 sampel (6.0%), kemudian diikuti sedang 6 sampel (5.12%),
baik 6 sampel (5.12%), buruk 3 sampel (2.56%) dan terakhir sangat
buruk 2 sampel (1.71%). Pada tingkat pengetahuan tentang
hipertensi sedang, proporsi kualitas hidup baik merupakan yang
tertinggi yaitu 14 sampel (11.96%), diikuti sedang 10 sampel
(8,54%), sangat baik 8 sampel (6,84%), buruk 8 sampel (6.84%) dan
terakhir sangat buruk 3 sampel (2.57%). Pada tingkat pengetahuan
tentang hipertensi rendah, proporsi kualitas hidup sangat buruk
merupakan yang tertinggi sebanyak 30 sampel (25,64%), baru
kemudian diikuti oleh buruk 13 sampel (11.12%), dan baik 3 sampel
(2.56%), sedang 2 sampel (1.71%), dan terakhir sangat baik 2 sampel
(1.71%).
Berdasarkan uji Chi-Square untuk menilai apakah ada
hubungan antar variabel didapatkan nilai signifikansi atau p yaitu
0,001 (nilai p < 0,05), sehingga terdapat hubungan yang signifikan
antara rendahnya pengetahuan tentang hipertensi dengan rendahnya
kualitas hidup penderita.
Tabel 4.2. Analisis bivariat hubungan antara pengetahuan
tentang hipertensi dengan kualitas hidup penderita di Puskesmas
Cakranegara (Data sekunder yang diolah, 2022)
48
4.2 Pembahasan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan
tentang hipertensi dengan kualitas hidup penderita di Puskesmas
Cakranegara periode 10 Agustus 2022 sampai 20 Agustus 2022. Dari
periode tersebut terdapat populasi sebanyak 412 pasien dan pada akhirnya
didapatkan total sampel sebanyak 117 pasien yang sesuai dengan kriteria
inklusi dan eksklusi. Dengan rumus untuk menghitung proporsi kejadian
Hipertensi pada pasien di Puskesmas Cakranegara di periode tersebut,
maka hasilnya didapatkan 63,06 % (Notoatmodjo, 2014).
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 28 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan
Kesehatan Nasional, sebagian besar penyakit dengan kasus terbanyak di
Indonesia yang termasuk dalam kriteria Standar Kompetesi Dokter
Indonesia (SKDI) 4A, salah satunya penyakit hipertensi harus dapat
dituntaskan di fasilitas kesehatan tingkat primer (FKTP) (Kementerian
Kesehatan [KEMENKES] RI, 2014). Telah diketahui, bahwa angka
kejadian hipertensi yang tinggi di Indonesia belum sebanding dengan
penderita yang berhasil mengendalikan tekanan darahnya, yang mana
hanya satu (1) diantara lima (5) orang (WHO, 2018). Berikut ini adalah
pembahasan penelitian lebih lanjut terkait dengan analisis data univariat
dan bivariat.
Berdasarkan hasil penelitian analisis data univariat (Tabel 4.1),
proporsi terbesar berusia >65 tahun, diikuti 46-65 tahun, 26-45 tahun, dan
terendah adalah usia 19-25 tahun dan 0-18 tahun sebanyak 0%. Hasil
penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Ozims (2017) yang
menunjukkan sekitar 556 responden dengan riwayat hipertensi dengan
prevalensi tertinggi antara usia 60-70 tahun yaitu sebesar (26,98%).
Sementara berdasarkan penelitian yang dilakukan di Indonesia oleh Sartik
(2016) diketahui bahwa 91 orang terdiagnosis mengalami hipertensi
dengan jumlah sebanyak 82 penderita hipertensi tersebut berusia >40
tahun. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan
49
Fatharani et al (2019) yang menunjukan usia ≥40 tahun (67,6%) lebih
banyak mengalami hipertensi dari pada responden usia < 40 tahun (7,3%).
Hal ini disebabkan oleh adanya perubahan alamiah dalam tubuh yang
mempengaruhi elastisitas pembuluh darah berkurang dan penurunan daya
tahan tubuh, semakin bertambahnya usia karena proses penuaan yang
menyebabkan seseorang rentan terhadap penyakit (Fatharani et al, 2019).
Salah satu kondisi yang memicu kejadian hipertensi yakni telomer
(bagian paling ujung DNA). Telomer yang akan memendek seiring
bertambahnya usia akan memicu terjadinya penyakit kardiovaskuler
seperti hipertensi. Penyakit kardiovaskuler yang akan timbul karena
pemendekan telomer yang bersifat progresif dengan penuaan (Zgheib et
al., 2018). Resiko hipertensi semakin meningkat pada usia 40-60 tahun
dimana arteri akan kehilangan elastisitasnya beriringan dengan
bertambahnya usia yang memicu perubahan fungsional dan structural pada
sistem pembuluh darah usia lanjut (Arzki & Akrom, 2018).
Secara fisiologis, tubuh manusia mengalami penurunan fungsi tubuh
disaat memasuki usia 40 tahun (Abbas, 2015). Semakin umur bertambah,
terjadi perubahan pada arteri dalam tubuh menjadi lebih lebar dan kaku
yang mengakibatkan kapasitas dan rekoil darah yang diakomodasikan
melalui pembuluh darah menjadi berkurang. Pengurangan ini
menyebabkan tekanan sistol menjadi bertambah. Menua juga
menyebabkan gangguan mekanisme neurohormonal seperti system
reninangiotensin-aldosteron dan juga menyebabkan meningkatnya
konsentrasi plasma perifer danjuga adanya Glomerulosklerosis akibat
penuaan dan intestinal fibrosis mengakibatkan peningkatan vasokonstriksi
dan ketahanan vaskuler, sehingga akibatkan meningkatnya tekanan darah
(hipertensi) (Nuraeni, 2019).
Berdasarkan hasil penelitian analisis data univariat (Tabel 4.1),
proporsi jenis kelamin laki-laki merupakan yang terbesar dibandingkan
perempuan. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Aristoteles
(2019) yang menyatakan bahwa prevalensi hipertensi pada laki-laki
50
(87,5%) lebih tinggi dibandingkan prevalensi pada perempuan (21,4%).
Hal ini karena wanita biasanya terlindungi dari penyakit kardiovaskuler
sebelum menopause, wanita yang belum mengalami menopause dilindungi
oleh hormone esterogen yang berperan dalam meningkatkan kadar High
Density Lipoprotein (HDL). Hipertensi lebih sedikit terjadi pada wanita
karena hormone estrogen menyebabkan elastic pada pembuluh darah jika
pembuluh darahnya elastis maka tekanan darah akan menurun tetapi jika
menopause sudah terjadi pada wanita tekanan darahnya akan sama dengan
tekanan darah pada laki-laki (Aristoteles, 2019).
Berdasarkan hasil penelitian analisis data univariat (Tabel 4.1),
proporsi pekerjan terbesar yaitu pekerjaan lainnya, diikuti ibu rumah
tangga, tidak bekerja, PNS, dan terakhir wiraswasta, didapatkan bahwa
sebagian besar hipertensi terjadi pada responden yang memiliki pekerjaan.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Lestari et al
(2019) yang menyatakan bahwa kejadian hipertensi lebih tinggi pada
sampel yang memiliki pekerjaan (75%). Hal ini disebabkan oleh kesibukan
dan kerja keras serta tujuan yang berat mengakibatkan timbulnya rasa stres
dan menimbulkan tekanan yang tinggi. Perasaan tertekan membuat
tekanan darah menjadi naik. Selain itu, orang yang sibuk juga tidak sempat
untuk berolahraga. Akibatnya lemak dalam tubuh semakin banyak dan
tertimbun yang dapat menghambat aliran darah. Pembuluh yang terhimpit
oleh tumpukan lemak menjadikan tekanan darah menjadi tinggi. Inilah
salah satu penyebab terjadinya hipertensi (Lestari et al, 2019). Berbeda
halnya dengan penelitian yang dilakukan Suraya et al tahun 2019 yang
menyatakan bahwa hubungan pekerjaan dengan kejadian hipertensi
menunjukkan yang tidak bekerja (67,2%) lebih banyak mengalami
hipertensi daripada responden yang bekerja (36,7%). Hal ini disebabkan
karna aktifitas fisik yang kurang aktif atau aktifitas fisik ringan (Fatharani
et al, 2019). Aktivitas fisik secara teratur bermanfaat dalam mengatur
berat badan dan menguatkan sistem jantung dan pembuluh darah. Secara
teori aktivitas fisik sangat memengaruhi stabilitas tekanan darah. Pada
51
orang yang tidak aktif melakukan kegiatan cenderung mempunyai
frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi. Hal tersebut mengakibatkan
otot jantung bekerja lebih keras pada setiap kontraksi. Makin keras otot
jantung dalam memompa darah, makin besar pula tekanan darah yang
membebankan pada dinding arteti sehingga tahanan perifer yang
menyebabkan kenanikan tekanan darah. Kurang nya aktivitas fisik juga
dapat meningkatkan risiko kelebihan berat badan yang akan menyebkan
risiko hipertensi meningkat (Sarumpaet et al, 2017).
Berdasarkan hasil penelitian analisis data univariat (Tabel 4.1),
proporsi pendidikan terkahir terbesar yaitu tidak sekolah, diikuti Sekolah
Dasar, Sekolah Menegah Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan terakhir
Sarjana. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
Fatharani et al (2019) yang menunjukkan yang Pendidikan rendah (63,6%)
lebih banyak mengalami hipertensi daripada responden dengan pendidikan
tinggi (29,1%). Hal ini disebabkan oleh kurangnya informasi atau
pengetahuan yang menimbulkan perilaku dan pola hidup yang tidak sehat
seperti tidak tahu nya tentang bahaya, serta pencegahan dalam terjadinya
hipertensi (Fatharani et al, 2019). Pendidikan secara umum adalah segala
upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu,
kelompok, atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang
diharapkan oleh pelaku pendidikan. Pendidikan juga dapat mempengaruhi
kesehatan. Semakin tinggi taraf Pendidikan seseorang maka tingkat
kesadaran akan kesehatan meningkat. Berdasarkan karakterisitik
responden, tingkat pendidikan kriteria SD menurunkan risiko terkena
hipertensi sebesar 66%, sedangkan yang berpendidikan SMP berkisar 72%
hal ini menyimpulkan makin tinggi tingkat Pendidikan seseorang makin
kecil risiko menderita hipertensi dan tingkat Pendidikan rendah berisiko
2,9 kali lebih besar menderita hipertensi dibandingkan dengan responden
yang tingkat pendidikannya tinggi (Podungge, 2020).
Berdasarkan hasil penelitian analisis data univariat (Tabel 4.1),
proporsi lama terdiagnosis hipertensi terbesar yaitu 1-5 tahun, diikuti > 6-
52
10 tahun, dan terakhir >10 tahun. Hasil ini sejalan dengan penelitian oleh
Narayani (2018) bahwa rentang lama terdiagnosis responden pada
penelitiannya di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUP
HAM) Medan yaitu < 10 tahun yaitu sebanyak 88 orang (88%). Menurut
Wijayanti dan Marlina (2018), pasien yang baru terdiagnosis hipertensi
lebih teratur berobat dan mengontrol hipertensinya. Pada penelitian di
Puskesmas Gunungpati bahwa responden penelitiannya yang menderta
hipertensi < 5 tahun (semenjak terdiagnosis pertama kali menderita
hipertensi sebanyak 37 responden (56%) dan responden yang telah
menderita hipertensi > 5 tahun sebanyak 47 responden (44%), hal tersebut
berkaitan dengan berbagai alasan ketidakpatuhan melakukan control
pemeriksaan ulang karena pasien tidak merasakan adanya keluhan/merasa
sehat, pasien memiliki kesibukan lain, pasien takut bahaya efek samping
obat, pasien lupa mengingat waktu kontrol, dan pasien melakukan
pengobatan alternatif (Puspita Exa, 2016).
Berdasarkan hasil penelitian analisis data univariat (Tabel 4.1),
proporsi tingkat pengetahuan tentang hipertensi terbesar yaitu tingkat
rendah, diikuti sedang, dan terakhir yaitu tingkat tinggi. Hasil penelitian
ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Pratiwi (2020) mengatakan
bahwa pasien dengan penyakit kronis seperti hipertensi dan diabetes
mellitus dengan presentase 80,9% memiliki pengetahuan yang rendah.
Berdasarkan penelitian Dewi (2010) menunjukkan bahwa sebagian besar
lansia yang mengalami hipertesi memiliki pengetahuan yang rendah.
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Kurniawati (2019)
menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan tentang hipertensi penderita
tertinggi yakni sebanyak 59 responden (70,2%) dengan pengetahuan
tentang hipertensi tingkat sedang. Perbedaan tingkat pengetahuan
kemungkinan disebabkan oleh beberapa faktor yang mempengaruhi
tingkat pengetahuan diantara yakni usia, pendidikan dan lama terdiagnosa
hipertensi. Pengetahuan individu tentang hipertensi berperan besar dalam
pengembangan strategi manajemen untuk mengontrol hipertensi. Individu
53
dengan tingkat pengetahuan tentang hipertensi yang baik akan memiliki
tekanan darah yang terkendali. Seiring meningkatnya pengetahuan terkait
penyakit hipertensi, pasien akan melakukan pengontrolan terhadap
penyakitnya (Wulandari, 2019).
Pada umumnya, pasien yang rutin melakukan pengobatan untuk
pemeriksaan kondisi kesehatannya secara berkala merupakan pasien
dengan riwayat pendidikan terakhir minimal sekolah menengah atas,
sedangkan dari faktor usia pada umumnya yakni pada rentang dewasa
hingga lansia, hal ini dikarenakan pada rentang usia tersebut pasien sudah
mulai merasakan penurunan fungsi kondisi fisik dan energi. Penyakit
kronis yang tidak ditangani dengan baik maka akan meningkatkan
morbiditas yang berdampak buruk bagi kualitas hidup pasien yang
berujung pada peningkatan kesakitan dan kematian (Motlagh,2015).
Berdasarkan hasil penelitian analisis data univariat (Tabel 4.1),
proporsi tingkat kualitas hidup sampel terbesar yaitu sangat buruk, diikuti
buruk, sedang, baik, dan terakhir sangat baik. Dari segi kualitas hidup,
pasien hipertensi di Puskesmas Cakranegara paling banyak memiliki
kualitas hidup buruk. Didapatkan sebagian besar pasien hipertensi di
Puskesmas Cakranegara tidak patuh minum obat setiap hari. Sehingga
tanpa disadari, hal tersebut yang memicu timbulnya keluhan fisik dan
psikis pada pasien (Data primer, 2022). Dalam Dorans et al. (2018)
mengatakan bahwa kejadian hipertensi berhubungan dengan rendahnya
HRQoL. Hal ini sejalan dengan penelitian Parra, Romero, and Cala (2021)
yang menjelaskan, bahwa hipertensi merupakan penyakit kronis yang
berdampak terhadap HRQoL karena pasien harus menjalani pengobatan
setiap hari selama seumur hidup dan tidak menutup kemungkinan selama
perjalanan penyakitnya akan terjadi suatu komplikasi. Selain itu,
penurunan HRQoL pasien hipertensi dihubungkan dengan masalah
ekonomi, yang mana pasien kesulitan untuk mengakses pengobatan yang
sesuai dengan kondisi penyakitnya (Khoirunnisa and Akhmad, 2019). Pola
diet tinggi garam juga menyebabkan penurunan kualitas hidup pasien
54
hipertensi karena garam memiliki efek langsung terhadap peningatan
tekanan endovaskular (Ye et al., 2018).
Berdasarkan hasil penelitian analisis data bivariat (Tabel 4.2), pada
tingkat pengetahuan tentang hipertensi tinggi, proporsi kualitas hidup
sangat baik merupakan yang terbesar, diikuti baik, dan terakhir sedang,
buruk, serta sangat buruk. Pada tingkat pengetahuan tentang hipertensi
sedang, proporsi kualitas hidup baik merupakan yang tertinggi, diikuti
sedang, buruk, sangat baik dan terakhir sangat buruk. Pada tingkat
pengetahuan tentang hipertensi rendah, proporsi kualitas hidup sangat
buruk merupakan yang tertinggi, diikuti buruk, baik, dan terakhir sangat
baik serta sedang. Diketahui bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan
seseorang maka akan meningkatkan tingkat intelektual individu, sehingga
akan lebih cepat untuk menerima dan menyerap informasi yang diberikan
serta memiliki pola pikir yang lebih baik. Pengetahuan merupakan rasa
mengetahui yang terjadi setelah individu melakukan pengindraan terhadap
suatu obyek (Asadina, 2021). Pengetahuan bisa didapatkan dari
pengalaman belajar dari pendidikan formal maupun non formal. Faktor
pengetahuan memiliki dampak sebagai dorongan utama individu dalam
berperilaku, tidak sedikit individu yang berperilaku baik ketika individu
tersebut memiliki pengetahuan yang baik (Notoatmojo, 2012). Tahap-
tahap yang terjadi pada manusia sebelum melakukan tindakan dan
berperilaku baru yang dilandaskan oleh pengetahuan yakni Awarness
(Kesadaran), dimana individu tersebut dapat memahami arti stimulus
(obyek) terlebih dahulu. Interest (Menarik) yakni suatu proses dimana
individu tersebut mulai tertarik terhadap stimulus (obyek). Evaluation
(Evaluasi) yakni merupakan suatu proses untuk memikirkan kembali dan
menimbang-nimbang baik atau buruknya stimulus tersebut untuk dirinya
sehingga dengan proses ini dapat menjadikan individu lebih baik lagi.
Trial (Mencoba) yakni suatu proses dimana individu tersebut sudah
memulai mencoba perilaku baru yang didapatkan dari pengetahuan baru.
Adaption (Adaptasi) yakni suatu proses dimana subjek sudah mulai
55
beradaptasi atau menyesuaikan melakukan perilaku yang baru sesuai
dengan pengetahuan, dimana individu tersebut sudah memiliki kesadaran
pada sikapnya terhadap stimulus (Notoatmodjo, 2012). Pasien hipertensi
harus mempunyai pengetahuan, baik itu melalui pendidikan maupun
pengalaman untuk merubah perilaku dan tindakan individu tersebut dalam
mengontrol tekanan darah untuk mencegah komplikasi yang dapat timbul
pada penyakit hipertensi guna meningkatkan kualitas hidup pasien.
Berdasarkan hasil analisis data bivariat dari Tabel 4.2 menunjukkan
bahwa dari 117 sampel hasil uji Chi-Square didapatkan nilai signifikansi
atau p yaitu 0,001 (nilai p < 0,05), sehingga terdapat hubungan yang
signifikan antara rendahnya pengetahuan tentang hipertensi dengan
rendahnya kualitas hidup penderita. Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Asadina (2021) dengan menggunakan uji analisis yang
berbeda didapatkan hasil p = 0,004 yang menunjukkan hasil yang
signifikan. Hal tersebut disebabkan karena pengetahuan individu dapat
mempengaruhi kualitas hidup seseorang baik dalam perilaku hidup sehat,
terutama dalam mencegah terjadinya hipertensi. Pengetahuan individu
terhadap hipertensi berperan besar dalam pengembangan strategi
manajemen untuk mengontrol hipertensi. Individu dengan tingkat
pengetahuan tentang hipertensi yang baik akan memiliki tekanan darah
yang terkendali. Seiring meningkatnya pengetahuan terkait penyakit
hipertensi, pasien akan melakukan pengontrolan terhadap penyakitnya
(Wulandari, 2019)
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Adeagbo dkk (2019)
yang melibatkan sebanyak 564 pasien hipertensi di Nigeria menjelaskan
bahwa tingkat pengetahuan memiliki hubungan dengan pengontrolan
tekanan darah, yang mana ketika tingkat pengetahuan tentang hipertensi
tinggi, maka tekanan darah akan terkontrol dengan baik sehingga turut
mampu meningkatkan kualitas hidup pasien. Pengobatan dalam
mengontrol tekanan darah merupakan hal terpenting pada pasien
hipertensi, namun faktor utama manajemen diri pasien hipertensi adalah
56
mencegah dan menangani faktor kemungkinan terjadinya komplikasi dan
memperbaiki harapan serta kualitas hidup pasien (Hasmi, 2007).
Peningkatan kualitas hidup pada pasien hipertensi memerlukan adanya
komitmen. pada diri pasien untuk selalu patuh. Salah satu faktor yang
dapat mempengaruhi kepatuhan pengobatan dalam meningkatkan kualitas
hidup pasien yakni pendidikan, dimana semakin tinggi pendidikan maka
individu tersebut dapat memperoleh berbagai sumber pengetahuan dan
informasi yang baik, maka semakin tinggi pendidikan pasien tersebut
maka semakin tinggi pula kualitas hidup pasien (Perwitasari, 2015).
57
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
58
tentang penyakit ini. Cara lain yang dilakukan adalah dengan
melaksanakan penyuluhan terkait kesehatan yang bisa dilakukan setiap
terjun ke masyarakat. Contohnya saat melakukan posyandu yang
dilakukan oleh petugas puskesmas sesuai dengan wilayah kerja masing-
masing.
59
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, E.K.,et all. 2015. Buku Ajar Patologi Robbins Edisi 9. Singapura:
Elsevier.
Alexander, M.R., and Madhur, M.S., 2019. What is The Global Prevalence of
Hypertension (High Blood Pressure)?. New York: Medscape.
Alshammari, S.A., et al., 2021. Quality of life and awareness of hypertension
among hypertensive patients in Saudi Arabia. Cureus, 13(5): pp. 1-10.
Amer, M., et al., 2019. Hypertension-related knowledge, medication adherence
and health-related quality of life (HRQoL) among hypertensive patients in
Islamabad, Pakistan. Tropical Journal of Pharmaceutical Research, 18(5),
pp. 1123-32.
Anbarasan, S. S. 2015. Gambaran Kualitas Hidup Lansia dengan Hipertensi di
Wilayah Kerja Puskesmas Rendang pada Periode 27 Februari sampai 14
Maret 2015. Bali: Intisari Sains Medis. Aristoteles. 2018. Korelasi Umur
dan Jenis Kelamin Dengan Penyakit Hipertensi Di Emergency Center Unit
Rumah Sakit Islam Siti Khadijah Palembang 2017. Available at:
https://ejr.stikesmuhkudus.ac.id/index.php/ijp/article/view/576
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Badan Litbangkes), 2019. Hasil
Utama RISKESDAS 2018. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Bhandari, N.,et all. 2016. Quality of Life of Patient with Hypertension in
Kathmandu. International Journal of Nursing Sciences.
Centers for Disease Control and Prevention (CDC), 2020. High Blood
Preassure. Georgia: Department of Health and Human Services Centers
for Disease Control and Prevention.
Chairani A. 2017. Efektivitas Cognitive Behavior Therapy Untuk Menurunkan
Depresi dan Meningkatkan Quality of Life Pasien Kanker Payudara
Dewasa Madya Setelah Mastektomi. Tesis. Surabaya: Program Magister
Profesi Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Airlangga.
Dinas Kesehatan (DINKES) Kota Mataram, 2016. Profil Kesehatan Kota
Mataram Tahun 2015. Mataram: Dinas Kesehatan Kota Mataram.
60
Dinas Kesehatan (DINKES) Provinsi NTB, 2019. Pelayanan Kesehatan
Penderita Hipertensi Menurut Jenis Kelamin, Kecamatan, dan Puskesmas
Provinsi NTB Tahun 2019. Mataram: Seksi Penanggulangan Penyakit
Dinas Kesehatan Provinsi NTB.
Dorans, K.S., Mills, K.T., Liu, Y., and He, J., 2018. Trens in prevalence and
control of hypertension according to the 2017 American College of
Cardiologt/American Heart Association (ACC/AHA) Guideline. J. Am.
Heart Assoc., 7, pp. 845-57.
Dewi, P. R., dan Sudhana, I. W. 2013. Gambaran Kualitas Hidup Pada Lansia
dengan Normotensi dan Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Gianyar
I Periode Bulan November Tahun 2013. Bali: E-jurnal Medika Udayana.
Erkoc, S. B., B. Isikli, S. Metintas, dan C. Kalyoncu., 2012. Hypertension
Knowledge level Scale (hk-ls): a study on development, validity and
reliability. International Journal of Environmental Research and Public
Health. Available at:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3367294/
Exa Puspita. 2016. Faktor-Fakor Yang Berhubungan dengan Kepatuhan
Penderita Hipertensi Dalam Menjalani Pengobatan (Studi Kasus di
Puskesmas Gunungpati Kota Semarang). Ilmu Kesehatan Masyarakat
Universitas Negeri Semarang.
Fatharani et al. 2019. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian
Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Jati Luhur Bekasi Tahun 2018.
Available at:
https://journal.uhamka.ac.id/index.php/arkesmas/article/view/3141
Ha, N. T., Duy, H. T., Le, N. H., Khanal, V., dan Moorin, R. 2014. Quality Of
Life Among People Living With Hypertension In A Rural Vietnam
Community. BMC Public Health. Available at:
https://bmcpublichealth.biomedcentral.com/articles/10.1186/1471-2458-
14833
Harahap et al. 2017. Pengaruh Aktivitas Fisik Terhadap Kejadian Hipertensi
Pada Laki-Laki Dewasa Awal (18-40 Tahun) Di Wilayah Puskesmas
61
Bromo Medan Tahun 2017. Available at:
https://journal.untar.ac.id/index.php/jmistki/article/view/951
Husni, T.R., 2011. Hubungan Infeksi Saluran Pernapasan Akut dengan Otitis
Media Akut pada Anak Bawah Lima Tahun di Puskesmas Kuta Alam
Kota Banda Aceh. JKS 3:157-167.
Jankowska-Polanska, et al., 2016. Relationship between patients knowledge and
medication adherence among patients with hypertension. Dove Press
Journal: Patient Preference and Adherence.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI. 2018. Klasifikasi Hipertensi. Available
at: http://p2ptm.kemkes.go.id/infographic-p2ptm/hipertensi-
penyakijantung-danpembuluh-darah/page/28/klasifikasi-hipertensi
Khoriunnisa, S.M., and Akhmad, A.D., 2019. Quality of life patients with
hypertension in primary health care in Bandar Lampung. Indonesian
Journal of Pharmacy, 30(4), pp. 309-15
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI., 2014. Pertauran Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan
Program Jaminan Kesehatan Nasional. Jakarta: Kemenkes RI.
Kurniawati, Dinni Wulandari. 2019. Hubungan Pengetahuan dengan Kualitas
Hidup Pasien Hipertensi di Poli Klinik RS Tingkat III Baladhika Husada
Jember. Jember: FK Universitas Jember.
Lestari et al. 2019. Hubungan Tingkat Ekonomi dan Jenis Pekerjaan dengan
Kejadian Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Palaran Tahun 2019.
Kalimatan Timur: Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur.
Motlagh, S. F. Z., et all. 2015. Knowledge, Treatment, Control, And Risk Factors
For Hypertension Among Adults In Southern Iran. Iran: International
Journal of Hypertension.
Muhadi. 2016. Evidence-based Guideline Penanganan Pasien Hipertensi Dewasa
Jurnal Kedokteran Indonesia. Jakarta : Universitas Indonesia.
Narayani Devi. 2018. Hubungan Antara Stress dengan Kualitas Hidup Pada
Pasien Hipertensi di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUP
62
HAM) Medan. Available at:
https://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/10927
Nawi, A.M., et al., 2021. The prevalence and risk factors of hypertension among
the urban population in Southeast Asian countries: A systematic revoew
and meta-analysis. International Journal of Hypertension, pp. 1-14.
Notoatmodjo, S. 2012. Promosi Kesehatan Dan Perilaku Kesehatan. Jakarta:
Rineka Cipta. Notoatmodjo, S., 2014. Metodologi Penelitian Kesehatan.
Jakarta: Rineka Cipta.
Nuraini, B. 2015. Risk Factors Of Hypertension Vol.4. Jurnal Majority.
Available at:
https://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/view/602/66
Parra, D.I., Romero, L.A.L., and Cala, L.M.V., 2021. Quality of life related to
health in people with hypertension and diabetes mellitus. Enfermeria
Global, pp. 331-44.
Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia (PERHI). 2021. Konsensus
Penatalaksanaan Hipertensi 2021: Update Konsensus PERHI 2019.
Jakarta: PERHI.
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI). 2015.
PedomanTatalaksana Hipertensi Pada Penyakit Kardiovaskular. Jakarta:
PERKI.
Pramestutie, H.R., dan Silvania, N., 2016. Tingkat pengetahuan pasien hipertensi
tentang penggunaan obat di Puskesmas Kota Malang. Jurnal Farmasi
Klinik Indonesia, 5(1), pp. 26-34.
Pratiwi, Firda Candra. 2020. Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan dengan
Kualitas Hidup Lansia Penderita Penyakit kronis. Surakarta: FK UMS.
Puskesmas Cakranegara, 2021. Laporan Tahunan Puskesmas Cakranegara
Tahun 2021. Mataram: Puskesmas Cakranegara.
Podungge Y. 2020. Hubungan Umur dan Pendidikan dengan Hipertensi pada
Menopause. Gorontalo: Politeknik Kemenkes Gorontalo.
Rahma, N. M. 2017. Gambaran Gaya Hidup Penderita Hipertensi Pada
Masyarakat Pesisir. Semarang: Universitas Diponegoro.
63
Riyanto, A., 2009 Aplikasi Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Sari, A., Lolita, L., & Fauzia, F. 2017. Pengukuran Kualitas Hidup Pasien
Hipertensi Di Puskesmas Mergangsan Yogyakarta Menggunakan
European Quality Of Life 5 Dimensions (EQ5D) Questionnaire dan Visual
Analog Scale (VAS). Jurnal Ilmiah Ibnu Sina (JIIS): Ilmu Farmasi dan
Kesehatan.
Setyaningsih, A. dan A. D. Ariana. 2017. Kualitas Hidup Perawat Yang
Menangani Pasien Tuberkulosis (Tb) Di Rumah Sakit Dr. Soetomo
Surabaya. Jurnal Psikologi Klinis Dan Kesehatan Mental.
Sinuraya, R.K., dkk., 2017. Pengukuran tingkat pengetahuan tentang hipertensi
pada pasien hipertensi di Kota Bandung: Sebuah studi pendahuluan. Jurnal
Farmasi Klinik Indoensia, 6(4), pp. 290-7.
Sastroasmoro, S. dan Ismail, S., 2014. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian
Klinis. Edisi ke 5. Jakarta: Sagung Seto.
Theofilou, P. 2013. Quality Of Life: Definition And Measurement. Europe’s
Journal of Psychology.
Tomy & Adrian., SJ. 2019. Hipertensi Esensial: Diagnosis dan Tatalaksana
Terbaru pada Dewasa. Jurnal Kedokteran Indonesia. Jakarta: Universitas
Katolik Indonesia Atma Jaya.
Utami, R. S., & Raudatussalamah. 2016. Hubungan Dukungan Sosial Keluarga
Dengan Kepatuhan Berobat Penderita Hipertensi Di Puskesmas Tualang.
Jurnal Psikologi.
Wijayanti E. M., & Marlina, T.T. 2018. Kualitas Hidup Penderita hipertensi di
Puskesmas Pundong. Available at:
https://jurnal.stikeswirahusada.ac.id/mikki/article/view/134
Wikananda, G. 2017. Hubungan kualitas hidup dan faktor resiko pada usia lanjut
di wilayah kerja puskesmas tampaksiring I Kabupaten Gianyar Bali 2015.
Directory of open acces journals.
64
Wongsawat, S. 2017. Predicting Factors for Quality of Life Elderly in the Rural
Areas. Available at: https://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?
abstract_id=2968687
World Health Organization (WHO), 1997. WHOQOL Measuring Quality of
Life. Geneva: Programme on Mental Health World Health Organization.
World Health Organization (WHO), 2018. Hypertension in the Western Pacific.
Geneva: World Health Organization.
World Health Organization (WHO), 2021. Hypertension. Geneva: World Health
Organization.
Ye, R., et al., 2019. Health-related quality of life of hypertension in China: A
systematic review and meta-analysis. J. Cardivasc. Med., 19, pp. 430-8.
Zgheib, N. K., et all. 2018. Short Telomere Length Is Associated With Aging,
Central Obesity, Poor Sleep And Hypertension In Lebanese Individuals.
Available at: https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/29392083/
65
LAMPIRAN
Kode Responden:
Nama :
Usia :
Alamat :
66
Dengan ini saya menyatakan secara sukarela untuk ikut menjadi
subjek penelitian ini.
Sumbawa,................................2024
Responden
(………………………………………)
67
Lampiran 2. Lembar Karakteristik Responden
1. Nama :
2. Usia :
4. Lama terdiagnosa :
Hipertensi
68
Lampiran 3. Kuesioner
Kuesioner ini berisi beberapa pernyataan dan setiap pernyataan memiliki 3 (tiga)
pilihan jawaban. Berilah tanda centang (✓) pada setiap jawaban yang menurut
anda tepat berkaitan dengan hipertensi atau darah tinggi. Pilihan jawaban sebagai
berikut
B = Benar
S = Salah
TT = Tidak Tahu
69
10 Penderita tekanan darah tinggi bisa makan
makanan yang asin selama mereka
meminum obat secara teratur.
70
KUISIONER KUALITAS HIDUP
1. Bagaimana
menurut
Anda 1 2 3 4 5
kualitas
hidup Anda?
2. Seberapa
puas anda
terhadap 1 2 3 4 5
kesehatan
Anda?
Pernyataan berikut adalah tentang seberapa sering anda telah mengalami hal-hal
berikut ini dalam empat (4) minggu terakhir.
71
Tidak Sedikit Dalam Sangat Dalam
sama jumlah sering jumlah
sekali sedang berlebihan
Seberapa jauh
rasa sakit fisik
Anda mencegah
anda dalam
beraktivitas 1 2 3 4 5
3.
sesuai
kebutuhan
Anda?
Seberapa sering
Anda
membutuhkan
terapi medis
untuk dapat 1 2 3 4 5
4.
berfungsi dalam
kehidupan
sehari-hari
Anda?
Seberapa jauh
Anda
1 2 3 4 5
5. menikmati
hidup Anda?
Seberapa jauh
Anda merasa
1 2 3 4 5
6. hidup Anda
berarti?
Seberapa jauh
Anda mampu 1 2 3 4 5
7.
berkonsentrasi?
Secara umum,
seberapa aman
Anda rasakan
dalam 1 2 3 4 5
8.
kehidupan Anda
sehari-
hari?
72
Seberapa sehat
lingkungan
tempat tinggal
Anda? 1 2 3 4 5
9.
(berkaitan
dengan sarana
dan prasarana)
Pernyataan berikut adalah tentang seberapa sering anda rasakan hal-hal berikut
dalam empat (4) minggu terakhir.
Apakah Anda
memiliki cukup
energi untuk 1 2 3 4 5
10.
beraktivitas
sehari-hari?
Apakah Anda
dapat menerima
penampilan 1 2 3 4 5
11.
tubuh Anda?
Apakah Anda
memiliki cukup 1 2 3 4 5
12.
uang untuk
memenuhi
kebutuhan
Anda?
Seberapa jauh
ketersediaan
informasi bagi
1 2 3 4 5
13. kehidupan
Anda dari hari
ke hari?
73
Seberapa sering
Anda memiliki
kesempatan
untuk 1 2 3 4 5
14.
bersenang-
senang/
rekreasi?
Seberapa baik
kemampuan
1 2 3 4 5
15. Anda dalam
bergaul?
Seberapa puas
Anda dengan 1 2 3 4 5
16.
tidur Anda?
Seberapa
puaskah Anda
dengan
1 2 3 4 5
17. kemampuan
Anda untuk
menampilkan
aktivitas
74
sehari-hari
Anda?
Seberapa
puaskah Anda
dengan
1 2 3 4 5
18. kemampuan
Anda untuk
bekerja?
Seberapa
puaskah Anda
1 2 3 4 5
19. terhadap diri
Anda?
Seberapa
puaskah Anda
dengan
1 2 3 4 5
20. hubungan
personal/
sosial?
Seberapa
puaskah Anda
dengan 1 2 3 4 5
21.
kehidupan
seksual Anda?
Seberapa
puaskah Anda
dengan
dukungan yang 1 2 3 4 5
22.
Anda peroleh
dari teman
Anda?
Seberapa
puaskah Anda
dengan kondisi 1 2 3 4 5
23.
tempat tinggal
Anda saat ini?
75
Seberapa
puaskah Anda
dengan akses
1 2 3 4 5
24. Anda pada
layanan
kesehatan?
Seberapa
puaskah Anda
dengan
1 2 3 4 5
25. transportasi
yang anda
jalani?
Pernyataan berikut merujuk pada seberapa sering anda merasakan atau mengalami hal-
hal berikut dalam empat (4) minggu terakhir.
Seberapa
sering Anda
memiliki
perasaan
1 2 3 4 5
26. negatif, seperti
kesepian, putus
asa, cemas, dan
depresi?
76
FOTO DOKUMENTASI
77
78
79
80
81
82