Anda di halaman 1dari 50

KARAKTERISTIK PASIEN ABORTUS DI PUSKESMAS

KECAMATAN TERARA

Proposal

Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Kedokteran


Program Studi Pendidikan Dokter

Oleh :
Baiq Alifia Putri Prasasti
018.06.0023

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR
MATARAM
2022
PROPOSAL
KARAKTERISTIK PASIEN ABORTUS DI PUSKESMAS
KECAMATAN TERARA

Disusun dan Diajukan Oleh :


Baiq Alifia Putri Prasasti
018.06.0023

Telah diseminarkan tanggal ….. September 2022


Dan disetujui oleh :

Susunan Dewan Penguji


Pembimbing 1

Dany Karmila,SKM, M..Kes


Tanggal : ….. September 2022

Pembimbing 2 Penguji Utama

dr.Nisia Putri Rinayu, S. Ked ______________________


Tanggal : ….. September 2022 Tanggal : ….. September 2022

Disahkan Dekan,

Dr. Dr. H. Artha Budi Susila Duarsa, M.Kes.

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN DEPAN ....................................................................................... i


HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................ ii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ........................................................................................... v
KATA PENGANTAR ..................................................................................... vi
BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian .......................................................................... 4
1.3.1 Tujuan Umum ................................................................... 4
1.3.2 Tujuan Khusus .................................................................. 4
1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................ 5
1.4.1 Manfaat Teoritis ................................................................ 5
1.4.2 Manfaat Praktis ................................................................. 5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 6
2.1 Konsep Teori ................................................................................. 6
2.1.1 Konsep Abortus ................................................................. 6
1. Pengertian .................................................................... 6
2. Epidemiologi ................................................................ 6
3. Klasifikasi Abortus ...................................................... 7
4. Patofisiologi Abortus ................................................... 12
5. Faktor Penyebab Abortus ............................................ 14
6. Komplikasi ................................................................... 23
7. Diagnosis ..................................................................... 25
8. Penatalaksanaan ........................................................... 26
2.2 Kerangka Teori .............................................................................. 31
BAB 3 METODELOGI PENELITIAN ........................................................... 32
3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian ..................................................... 32
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................ 32

iii
3.2.1 Waktu Penelitian ................................................................ 32
3.2.2 Tempat Penelitian .............................................................. 32
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ..................................................... 33
3.3.1 Populasi .............................................................................. 33
3.3.2 Sampel ............................................................................... 33
3.3.3 Teknik Pengambilan Sampel ............................................. 33
3.3.4 Subjek Penelitian ............................................................... 35
3.4 Variabel Penelitian ......................................................................... 36
3.5 Definisi Operasional ...................................................................... 36
3.6 Instrumen Penelitian ...................................................................... 37
3.7 Alur Penelitian ............................................................................... 38
3.7.1 Tahapan Pengambilan Data ............................................... 38
3.7.2 Bagan Alur Penelitian ........................................................ 38
3.8 Rencana Analisis Data ................................................................... 39
3.8.1 Analisis Univariat............................................................... 39
3.9 Etika Penelitian .............................................................................. 41
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

iv
DAFTAR GAMBAR

2.1 Kerangka Teori ......................................................................................... 31

3.1 Alur Penelitian........................................................................................... 38

v
DAFTAR TABEL

Tabel 3.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kelompok Usia di


Puskesmas Kecamatan Terara.......................................................... 39

Tabel 3.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Paritas di


Puskesmas Kecamatan Terara.......................................................... 39

Tabel 3.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Anemia di


Puskesmas Kecamatan Terara.......................................................... 40

Tabel 3.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jarak Kehamilan di


Puskesmas Kecamatan Terara.......................................................... 40

Tabel 3.6 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Riwayat Abortus


Sebelumnya di Puskesmas Kecamatan Terara................................. 40

Tabel 3.7 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Angka Kejadian


Abortus di Puskesmas Kecamatan Terara........................................ 40

vi
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa

atas nikmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyusun dan

menyelesaikan Proposal dengan judul “Faktor-faktor Yang Berhubungan dengan

Angka Kejadian Abortus di Puskesmas Kecamatan Terara”.

Proposal ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam

menyelesaikan pendidikan pada program studi Strata Satu (S1) di Fakultas

Kedokteran Universitas Islam Al-Azhar.

Tidak lupa juga penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak

yang telah membantu dalam penyusunan Proposal ini sehingga penulis dapat

menyelesaikannya dengan hasil yang memuaskan. Maka dari itu izinkan penulis

untuk mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. dr. H. Artha Budi Susila Duarsa, M.Kes., selaku Dekan Fakultas

Kedokteran Universitas Islam Al-Azhar.

2. Dany Karmila,SKM, M..Kes selaku Pembimbing Pertama yang telah

memberikan banyak bimbingan, saran, dan support dalam penyusunan

Proposal ini

3. dr.Nisia Putri Rinayu, S. Ked selaku Pembimbing Kedua yang telah

memberikan banyak bimbingan, saran, dan support dalam penyusunan

Proposal ini.

4. ………………….., selaku Penguji Utama yang telah memberikan banyak

bimbingan, saran, dan support dalam penyusunan Proposal ini.

vii
5. dr. Rizky Mulianti, S.Ked., selaku dosen Pembimbing Akademik yang telah

memberikan banyak bimbingan, saran, do’a, dan support dalam penyusunan

Proposal ini.

6. Semua pihak yang sangat membantu dalam terselesainya Proposal ini yang

tidak bisa penulis sebutkan satu persatu atas semangat dan bantuannya. Dalam

Proposal ini penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangannya sehingga

penulis menginginkan saran dan kritik yang membangun dalam

menyempurnakan Proposal ini.

Dalam penyusunan Proposal ini penulis menyadari bahwa masih banyak

kekurangannya sehingga penulis menginginkan saran dan kritik yang membangun

dalam menyempurnakan Proposal ini.

Mataram, ….. September 2022

Penyusun

viii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Abortus atau yang lebih sering disebut keguguran adalah kematian

janin dalam kandungan sebelum usia kehamilan mencapai 20 minggu atau

berat bayi kurang dari 500 gram yaitu sebelum janin dapat hidup di luar

kandungan secara mandiri. Abortus juga mengandung pengertian bahwa

kehamilan yang berhenti prosesnya pada umur kehamilan di bawah 20

minggu, atau berat festus yang lahir 500 gr atau kurang. Dengan demikian,

abortus berarti terhentinya kehamilan yang terjadi di antara saat tertanamnya

sel telur di rahim sampai kehamilan 28 minggu (Yulia, 2013).

Abortus merupakan masalah kesehatan masyarakat karena memberikan

dampak pada kesakitan dan kematian ibu. Salah satu penyebab utama

kematian ibu adalah perdarahan berupa komplikasi yang disebabkan oleh

abortus. Risiko terjadinya abortus meningkat bersamaan dengan peningkatan

jumlah paritas, usia ibu, anemia dan jarak kehamilan. Abortus meningkat

sebesar 12% pada wanita usia kurang dari 20 tahun dan meningkat sebesar

26% pada usia lebih dari 40 tahun. (Cunningham, 2012).

Usia ibu dapat mempengaruhi angka kejadian abortus pada ibu, dimana

pada usia kurang dari 20 tahun alat reproduksi belum matang dan belum siap

untuk hamil kemudian pada usia lebih dari 35 tahun fungsi reproduksinya

sudah mulai mengalami penurunan, sedangkan usia 20-35 tahun merupakan

kurun waktu reproduksi sehat bagi ibu untuk menerima kehamilan dan

menjalani persalinan (Rochmawati, 2013).

1
Selain itu, jumlah paritas juga dapat mempengaruhi terjadinya abortus

pada ibu, apabila ibu pernah melahirkan anak lebih dari 4 anak atau maka

perlu diwaspadai adanya gangguan diantaranya terjadi abortus. Faktor lain

yang dapat mempengaruhi terjadinya abortus yaitu : anemia dalam kehamilan

yang menjadi masalah nasional yang harus ditangani sejak awal karena

anemia dapat mengakibatkan masalah bagi ibu dan janin yang di kandung. Ibu

hamil dengan anemia kemungkinan akan mengalami beberapa masalah pada

saat kehamilan, persalinan dan juga nifas, salah satu masalah yang terjadi pada

saat kehamilan adalah abortus (Sulistyorini, 2011)

Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2021, memperkirakan

setiap tahun tak kurang 56 juta kasus aborsi di seluruh dunia (WHO, 2021). Di

Indonesia sendiri tahun 2021, berdasarkan data Survei Demografi dan

Kesehatan Indonesia (SDKI), tingkat aborsi mencapai 228 per 100.000 angka

kelahiran hidup (SDKI, 2021). Kemudian di Provinsi NTB tahun 2020,

pemeriksaan ibu hamil atau ANC juga mendeteksi resiko terjadinya

komplikasi kehamilan diantaranya abortus, hiperemesis gravidarum,

perdarahan per vaginam, hipertensi dalam kehamilan, kehamilan lewat waktu

dan ketuban pecah dini. Ibu hamil resti atau dengan komplikasi yang ditangani

di Provinsi NTB tahun 2020 sebanyak 28.304 orang atau 125,5% dari

perkiraan bumil dengan komplikasi kebidanan (Dinas Kesehatan Provinsi

NTB, 2020). Sedangkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten

Lombok Timur tahun 2020 menunjukkan bahwa jumlah ibu hamil mencapai

30.691 orang dan yang mengalami abortus sebanyak 1.381 orang (4,5%).

Kemudian pada tahun 2021 jumlah ibu hamil sebanyak 25.768 orang dan yang

2
mengalami abortus sebanyak 1.458 orang (5,7%) (Dinas Kesehatan Kabupaten

Lombok Timur, 2021).

Berdasarkan data yang diperoleh dari beberapa Puskesmas diketahui

bahwa pada tahun 2021 di Puskesmas Rarang menunjukkan bahwa jumlah ibu

hamil sebanyak 700 orang dan yang mengalami abortus sebanyak 58

orang(8,3%). Kemudian dari bulan Januari sampai dengan Juli 2022, jumlah

ibu hamil sebanyak 426 orang dan yang mengalami abortus sebanyak 33

orang (7,7%) sedangkan di Puskesmas Terara pada tahun 2021, jumlah ibu

hamil sebanyak 849 orang dan yang mengalami abortus sebanyak 67 orang

(7,9%) sedangan pada tahun 2022 dari bulan Januari sampai dengan Juli,

jumlah ibu hamil sebanyak 463 orang dan yang mengalami abortus sebanyak

39 orang (8,4%).

Kemudian dari hasil survey pendahuluan yang telah dilakukan pada

tanggal 24 – 26 Maret 2022 menunjukkan bahwa ibu hamil yang mengalami

abortus datang memeriksakan kehamilannya yaitu sebanyak 3 orang, 2 orang

ibu hamil yang mengalami abortus terjadi pada usia 20 – 35 tahun dengan

paritas multigravida dan 1 orang ibu hamil lainya yang mengalami abortus

terjadi pada usia <20 tahun dengan paritas primigravida. Pada saat dilakukan

studi pendahuluan, beberapa ibu hamil yang mengalami abortus kurang

mendapatkan informasi tentang pemeriksaan deteksi dini. Pemeriksaan deteksi

dini ke tempat pelayanan kesehatan secara rutin sangat penting dilakukan

untuk mengetahui kondisi kesehatan ibu dan janin selama kehamilannya,

sehingga resiko terjadinya abortus pada ibu dapat dicegah sedini mungkin.

3
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk

melakukan peneliti tentang : Karakteristik Pasien Abortus di Puskesmas

Kecamatan Terara.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah yaitu apa

saja karakteristik pasien abortus di Puskesmas Kecamatan Terara?.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui apa saja karakteristik pasien abortus di

Puskesmas Kecamatan Terara.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui faktor usia ibu yang berhubungan dengan angka

kejadian abortus di Puskesmas Kecamatan Terara.

2. Mengetahui faktor paritas yang berhubungan dengan angka kejadian

abortus di Puskesmas Kecamatan Terara.

3. Mengetahui faktor anemia yang berhubungan dengan angka

kejadian abortus di Puskesmas Kecamatan Terara

4. Mengetahui faktor jarak kehamilan yang berhubungan dengan

angka kejadian abortus di Puskesmas Kecamatan Terara

5. Mengetahui faktor riwayat abortus sebelumnya yang berhubungan

dengan angka kejadian abortus di Puskesmas Kecamatan Terara

6. Mengetahui angka kejadian abortus di Puskesmas Kecamatan

Terara

4
1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi

para pembaca yang berhubungan dengan karakteristik pasien abortus di

Puskesmas Kecamatan Terara.

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Bagi Universitas Unizar

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai refrensi

atau literatur untuk meningkatkan pengetahuan dan menambah

wawasan khususnya bagi mahasiswa unizar tentang karakteristik

terjadinya abortus.

2. Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas Kecamatan Terara

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan untuk bahan

edukasi kepada masyarakat khususnya ibu hamil mengetahui

karakteristik pasien abortus.

3. Bagi Responden

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai tambahan

informasi tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan angka

kejadian abortus agar nantinya bisa diterapkan dalam kehidupan

sehari-hari di dunia kerja.

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan

atau refrensi untuk melakukan penelitian lebih lanjut.

5
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Teori

2.1.1 Konsep Abortus

1. Pengertian

Abortus atau miscarriage adalah dikeluarkannya hasil

konsepsi sebelum mampu hidup di luar kandungan dengan berat

badan sekitar 500 atau gram kurang dari 1000 gram, terhentinya

proses kehamilan sebelum usia kehamilan kurang dari 28 minggu

(Manuaba, 2010).

2. Epidemiologi

Abortus merupakan salah satu komplikasi kehamilan yang

menyebabkan kematian ibu yaitu sebesar 5%, Sebenarnya angka

kejadian abortus sulit diketahui secara pasti. Biasanya, sekitar 15-

40 % kejadian diketahui dari ibu yang sudah dinyatakan positif

hamil, dan 60-75 % abortus terjadi sebelum kehamilan 12 minggu.

Pada kehamilan 8-10 minggu, plasenta belum terbentuk dengan

baik.

WHO memperkirakan terdapat 4,7% - 13,2% yang

mengalami kasus aborsi. diperkirakan 30 wanita meninggal untuk

setiap 100.000 aborsi yang tidak aman dinegara maju. sedangkan

di negara berkembang meningkat menjadi 220 kematian per

100.000 aborsi yang tidak aman (WHO, 2020).

6
Sejak lama diketahui bahwa abortus spontan hanyalah

sebagain kecil dari kejadian abortus. karena abortus provocatus

yang dilakukan dengan sengaja akibat kehamilan yang tidak

diingini banyak tidak dilaporkan, kecuali apabila terjadi

komplikasi, juga karena sebagian abortus spontan hanya disertai

gejala dan tanda ringan sehingga pertolongan medik tidak

diperlukan dan kejadian ini dianggap sebagai haid terlambat oleh

masyarakat. (Prawirohardjo, 2011).

Kehamilan yang tidak diingini dalam jumlah yang besar juga

terjadi pada kelompok remaja. Para remaja yang dihadapkan pada

realitas pergaulan bebas masyarakat moderen itu, tidak dibekali

sedikitpun dengan pengetahuan tentang fisiologi reproduksi dan

perilaku seksual yang benar. Berdasarkan data WHO diketahui

bahwa di seluruh dunia, setiap tahunnya diperkirakan ada sekitar

15 juta remaja yang mengalami kehamilan, dan sekitar 60 %

diantaranya tidak ingin melanjutkan kehamilan tersebut dan

berupaya mengakhirinya

3. Klasifikasi Abortus

Berdasarkan pelaksananya dibagi menjadi :

a. Keguguran terapeutik (abortus therapeuticus)

Abortus terapeutik adalah terminasi kehamilan secara

medis atau bedah sebelum janin mampu hidup (viabel) dan

hampir 60% abortus terapeutik dilakukan sebelum usia gestasi

7
8 minggu, dan 88% sebelum minggu ke-12 kehamilan

(Handono, 2009).

b. Keguguran buatan illegal (abortus provocatus criminalis)

Pengguguran kehamilan tanpa alasan medis yang sah dan

dilarang oleh hukum (Prawirohardjo, 2008).

Berdasarkan kejadian dibagi menjadi dua, yaitu:

a. Abortus buatan

Merupakan tindakan abortus yang sengaja dilakukan

sehingga kehamilan dapat diakhiri. Upaya menghilangkan hasil

konsepsi dapat dilakukan berdasarkan :

1) Indikasi medis

Menghilangkan kehamilan atas indikasi ibu untuk

dapat menyelamatkan jiwanya. Indikasi medis tersebut di

antaranya penyakit jantung, ginjal atau hati yang berat,

gangguan jiwa ibu dengan dijumpai kelainan bawaan berat

dengan pemeriksaan ultrasonografi dan gangguan

pertumbuhan perkembangan dalam rahim.

2) Indikasi sosial

Pengguguran kandungan dilakukan atas dasar aspek

sosial seperti menginginkan jenis kelamin tertentu, tidak

ingin punya anak, jarak kehamilan terlalu pendek, belum

siap untuk hamil, kehamilan yang tidak diinginkan

(Manuaba, 2010).

8
b. Abortus spontan

Abortus yang terjadi tanpa tindakan mekanis atau medis

untuk mengosongkan uterus (Handono, 2009). Penghentian

kehamilan sebelum umur 20 minggu kehamilan lengkap

dengan berat janin mati kurang lebih 500 gram. Usia 8

kehamilan dapat mempengaruhi kejadian abortus spontan

dimana sekitar 75% abortus terjadi sebelum usia 16 minggu

dan kira-kira 60% terjadi sebelum 12 minggu. Paling sedikit

80% dari seluruh kehamilan berakhir secara spontan sebelum

wanita yang bersangkutan atau tenaga kesehatan menyadari

adanya kehamilan (Benson dan Pernoll, 2009).

Berdasarkan gambaran klinis, abortus spontan dibagi

menjadi :

1) Keguguran mengancam (abortus imminens)

Perdarahan intrauterine pada umur kurang dari 20

minggu kehamilan lengkap dengan atau tanpa kontraksi

uterus tanpa dilatasi serviks dan tanpa pengeluaran hasil

konsepsi. Pemeriksaan dengan ultrasonografi harus

diperlihatkan adanya janin yang menunjukkan tanda-tanda

kehidupan misalnya adanya denyut jantung atau gerakan

janin. Pada abortus imminens ini hasil kehamilan yang

belum viabel berada dalam bahaya tetapi kehamilan terus

berlanjut (Benson dan Pernoll, 2009).

9
2) Keguguran tak terhalangi (abortus insipiens)

Merupakan perdarahan intrauterine sebelum kehamilan

lengkap 20 minggu dengan dilatasi serviks berlanjut tetapi

tanpa pengeluaran hasil konsepsi. Pada abortus insipiens,

kemungkinan terjadi pengeluaran sebagian atau seluruh

hasil konsepsi dengan cepat. Dapat dianggap abortus

insipiens jika ada dua atau lebih tanda-tanda berikut :

a) Penipisan serviks derajat sedang

b) Dilatasi serviks kurang dari 3 cm

c) Pecah selaput ketuban

d) Perdarahan lebih dari 7 hari

e) Kram menetap meskipun diberikan analgesik

f) Tanda-tanda penghentian kehamilan (misalnya, ada

mistalgia).

3) Keguguran tidak lengkap (abortus inkompletus)

Abortus yang terjadi sebelum usia gestasi 10 minggu,

janin dan plasenta biasanya keluar bersama-sama. Bila

kehamilan lebih besar akan terjadi sisa kehamilan.

Perdarahan pervaginam adalah gejala awal, bila jaringan

plasenta tertahan perlu dilakukan tindakan digital atau

kuretase. Bila terjadi perdarahan masif dapat terjadi syok

hipovolemik (Handono, 2009).

10
4) Keguguran lengkap (abortus kompletus)

Pengeluaran semua hasil konsepsi dengan umur

kurang dari 20 minggu kehamilan lengkap. Seluruh hasil

konsepsi sudah keluar dan rasa sakit berhenti tetapi

perdarahan bercak akan menetap selama beberapa hari.

5) Keguguran berulang (abortus habitualis)

Abortus spontan yang terjadi berturut-turut sebanyak

tiga kali atau lebih tanpa diketahui sebab yang jelas.

Penyebab terjadinya abortus habitualis berkaitan dengan

penyebab umum seperti faktor genetik, faktor hormonal,

faktor plasenta, dan faktor infeksi. Dan dugaan penyebab

khusus yaitu adanya serviks yang inkompeten dan terdapat

reaksi immunologis (Manuaba, 2010).

6) Keguguran dengan infeksi (abortus infeksiosa)

Akibat tindakan abortus provokatus kriminalis oleh

tenaga yang tidak terlatih atau dukun. Sebagian besar dalam

bentuk tidak lengkap dan dilakukan dengan cara tidak

legeartis. Keguguran dengan infeksi memerlukan tindakan

medis khusus (Manuaba, 2010).

7) Keguguran tertunda (missed abortion)

Terhentinya proses kehamilan muda pada embrio atau

janin berumur kurang dari 20 minggu tetapi hasil konsepsi

tertahan dalam rahim selama lebih dari 6-8 minggu. Rasa

sakit dan nyeri tekan tidak dirasakan oleh ibu hamil, serviks

11
agak kaku dan sedikit terbuka, uterus mengecil dan

melunak secara irregular. Komplikasi dapat terjadi pada

missed abortus seperti gangguan pembekuan darah karena

intravaskuler koagulasi yang diikuti hemolisis sehingga

terjadinya penurunan fibrinogen sampai bahaya perdarahan

spontan.

8) Kehamilan Anembrionik (Blighted Ovum)

Kehamilan yang patologi dimana mudigah dan

kantong kuning telur tidak terbentuk sejak awal kehamilan

namun kantong gestasi tetap terbentuk. Kelainan ini

merupakan kehamilan yang dapat berkembang walaupun

tidak ada janin di dalamnya. Pada usia kehamilan 14-16

minggu terjadi abortus spontan.

4. Patofisiologi Abortus

Menurut Rahmani (2014), mengemukakan bahwa pada

permulaan abortus terjadi perdarahan dalam desidua basalis yang

diikuti nekrosis jaringan disekitarnya. Hasil konsepsi terlepas

sebagian atau seluruhnya sehingga merupakan benda asing dalam

uterus. Hal ini menyebabkan uterus berkontraksi untuk

mengeluarkan hasil konsepsi. Pada kehamilan kurang dari 8

minggu hasil konsepsi itu biasanya dikeluarkan seluruhnya karena

villi koriales belum menembus desidua secara mendalam. Pada

kehamilan antara 8-14 minggu villi koriales menembus desidua

lebih dalam, sehingga plasenta tidak dilepaskan sempurna yang

12
dapat menyebabkan banyak perdarahan. Pada kehamilan lebih dari

14 minggu umumnya yang mulamula dikeluarkan setelah ketuban

pecah, janin disusul beberapa waktu kemudian oleh plasenta yang

terbentuk lengkap.

Hasil konsepsi pada abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai

bentuk. Ada yang hanya kantong amnion kosong atau tampak di

dalamnya benda kecil tanpa bentuk yang jelas (blighted ovum) dan

ada yang berupa janin lahir mati. Mudigah yang mati tidak

dikeluarkan dalam waktu singkat maka dapat diliputi oleh lapisan

bekuan darah dan isi uterus dinamakan mola kruenta.

Bentuk ini menjadi mola karnosa apabila pigmen darah telah

diserap sehingga semuanya tampak seperti daging. Bentuk lain

adalah mola tuberose dalam hal ini tampak berbenjol-benjol karena

terjadi hematoma antara amnion dan korion. Pada janin yang telah

meninggal dan tidak dikeluarkan dapat terjadi proses mumifikasi

yaitu janin mengering dan karena cairan amnion menjadi kurang

oleh sebab diserap, maka menjadi agak gepeng (fetus kompresus).

Dalam tingkat lebih lanjut menjadi tipis seperti kertas perkamen

(fetus papiraseus). Kemungkinan lain pada janin mati yang tidak

lekas dikeluarkan ialah terjadinya maserasi yaitu kulit terkelupas,

tengkorak menjadi lembek, perut membesar karena terisi cairan,

dan seluruh janin berwarna kemerahmerahan.

13
5. Faktor Penyebab Abortus

Penyebab abortus disebabkan oleh berbagai faktor baik dari

faktor janin, faktor ibu, dan faktor ayah.

a. Faktor janin

Faktor janin merupakan penyebab yang sering terjadi pada

abortus spontan. Kelainan yang menyebabkan abortus spontan

tersebut yaitu kelainan telur (blighted ovum), kerusakan embrio

dengan adanya kelainan kromosom, dan abnormalitas

pembentukan plasenta (hipoplasi trofoblas) (Rahmani, 2014).

b. Faktor ibu

Faktor yang menyebabkan abortus terbagi menjadi faktor

internal dan faktor eksternal, yaitu :

1) Faktor Internal

a) Usia

Berdasarkan teori Prawirohardjo (2008) pada

kehamilan usia muda keadaan ibu masih labil dan

belum siap mental untuk menerima kehamilannya.

Akibatnya, selain tidak ada persiapan, kehamilannya

tidak dipelihara dengan baik. Kondisi ini menyebabkan

ibu menjadi stress. Akan meningkatkan resiko

terjadinya abortus.

Kejadian abortus berdasarkan usia 42,9% terjadi

pada kelompok usia di atas 35 tahun, kemudian diikuti

usia 30 sampai dengan 34 tahun dan antara 25 sampai

14
dengan 29 tahun. Hal ini disebabkan usia diatas 35

tahun secara medik merupakan usia yang rawan untuk

14 kehamilan. selain itu, ibu cenderung memberi

perhatian yang kurang terhadap kehamilannya

dikarenakan sudah mengalami kehamilan lebih dari

sekali dan tidak bermasalah pada kehamilan

sebelumnya.

Menurut Kenneth J. Leveno et al (2009) dalam

Prawirohardjo (2008) pada usia 35 tahun atau lebih,

kesehatan ibu sudah menurun. Akibatnya, ibu hamil

pada usia itu mempunyai kemungkinan lebih besar

untuk mempunyai anak prematur, persalinan lama,

perdarahan, dan abortus. Abortus spontan yang secara

klinis terdeteksi meningkat dari 12% pada wanita usia

kurang dari 20 tahun dan menjadi 26% pada wanita

berusia lebih dari 40 tahun.

b) Paritas

Pada kehamilan, rahim ibu teregang oleh adanya

janin. Bila terlalu sering melahirkan, rahim akan

semakin lemah. Bila ibu telah melahirkan 4 anak atau

lebih, maka perlu diwaspadai adanya gangguan pada

waktu kehamilan, persalinan dan nifas. Risiko abortus

spontan meningkat seiring dengan paritas ibu.

15
c) Jarak kehamilan

Bila jarak kelahiran dengan anak sebelumnya

kurang dari 2 tahun, rahim dan kesehatan ibu belum

pulih 15 dengan baik. Kehamilan dalam keadaan ini

perlu diwaspadai karena ada kemungkinan

pertumbuhan janin kurang baik, mengalami persalinan

yang lama, atau perdarahan (abortus). Insidensi abortus

pada wanita yang hamil dalam 3 bulan setelah

melahirkan aterm.

d) Riwayat abortus sebelumnya

Menurut Prawirohardjo (2009), riwayat abortus

pada penderita abortus merupakan predisposisi

terjadinya abortus berulang. Kejadiannya sekitar 3-5%.

Data dari beberapa studi menunjukkan bahwa setelah 1

kali abortus pasangan punya risiko 15% untuk

mengalami keguguran lagi, sedangkan bila pernah 2

kali maka risikonya akan meningkat 25%. Beberapa

studi menyatakan risiko abortus setelah 3 kali abortus

berurutan adalah 30-45%.

e) Faktor genetik

Sebagian besar abortus spontan disebabkan oleh

kelainan kariotip embrio yang merupakan kelainan

sitogenik berupa aneuploidi yang disebabkan oleh

kejadian sporadis dari fertilitas abnormal. Sebagian dari

16
kejadian abortus pada trimester pertama berupa trisomi

autosom yang timbul selama gametogenesis pada pasien

dengan kariotip normal. Insiden trisomi ini dapat

meningkat dengan bertambahnya usia dimana risiko ibu

terkena aneuploidi diatas 35 tahun. Selain dari struktur

kromosom atau gen abnormal, gangguan jaringan

konektif lainnya misalnya Sindroma Marfan dan ibu

dengan sickle cell anemia berisiko tinggi mengalami

abortus (Prawirohardjo, 2008).

f) Faktor anatomik

Defek anatomik uterus diketahui sebagai penyebab

komplikasi obstetrik, seperti abortus berulang,

prematuritas, dan malpresentasi janin. Kelainan

anatomik uterus lainnya seperti septum uterus dan

uterus bikornis. Mioma uteri dapat menyebabkan

infertilitas maupun abortus berulang dan Sindroma

Asherman juga dapat menyebabkan gangguan tempat

implantasi serta pasokan darah pada permukaan

endometrium.

g) Faktor immunologis

Dalam faktor immunologis ada dua jenis faktor

yang mempengaruhi terjadinya abortus khususnya pada

kejadian abortus berulang. Faktor dengan penyebab

autoimun yaitu antibodi dengan fosfolipid bermuatan

17
negatif yang terdeteksi sebagai antikoagulan lupus dan

antibodi antifosfolipid yang banyak terjadi pada abortus

berulang. Antikoagulan lupus yaitu imunoglobin yang

mengganggu satu atau lebih dari beberapa uji koagulasi

dependen fosfolipid in vitro yang biasanya untuk

kriteria diagnostik penyakit lupus. Antibodi

antifosfolipid adalah antibodi yang didapat untuk

ditujukan pada suatu fosfolipid yang melibatkan

trombosis dan infark plasenta.

h) Faktor infeksi

Penyakit yang diakibatkan oleh penularan virus

atau bakteri yang berdampak pada janin atau unit

fetoplasenta seperti infeksi kronis endometrium,

amnionitis, infeksi organ genetalia, dan HIV (Human

immunodeficiency virus).

i) Faktor penyakit debilitas kronik

Penyakit kronik yang timbul saat atau sebelum

kehamilan dapat menyebabkan abortus seperti

tuberkulosis, karsinomatosis, hipertensi dan sindroma

malasorbsi.

j) Faktor hormonal

Ovulasi, implantasi, serta kehamilan dini

bergantung pada koordinasi yang baik pada sistem

pengaturan hormon maternal. Sistem hormonal ibu

18
hamil yang perlu diperhatikan terutama setelah konsepsi

yaitu kadar progesteron, fase luteal dan kadar insulin.

Kadar progesteron ibu yang rendah dapat berisiko

abortus karena progesteron berperan dalam reseptivitas

endometrium terhadap implantasi embrio.

k) Faktor hematologik

Pada kasus abortus berulang yang ditandai defek

plasentasi dan adanya mikroorganisme pada pembuluh

darah plasenta. Berbagai komponen koagulasi dan

fibrinolitik memegang peran penting pada implantasi

embrio, invasi trofoblas, dan plasentasi. Penyakit

trombofilia herediter juga berpengaruh terhadap

terjadinya abortus.

l) Serviks inkompeten

Merupakan kelainan yang ditandai adanya

pembukaan serviks tanpa rasa nyeri pada trimester

kedua atau awal trimester tiga yang disertai prolaps dan

menggembungnya selaput ketuban dan ekspulsi janin

imatur. Riwayat trauma pada serviks saat adanya

dilatasi atau pada kuretase menjadi salah satu penyebab

dari serviks inkompeten.

m) Cacat uterus

Destruksi endometrium luas akibat kuretase hal ini

menyebabkan amenore dan abortus berulang yang

19
disebabkan oleh kurang memadai endometrium untuk

menunjang implantasi.

n) Gamet yang menua

Pada suatu penelitian dilaporkan bahwa penuaan

gamet di dalam saluran genetalia wanita sebelum

pembuahan meningkatkan kemungkinan abortus dan

ibu yang berusia lebih dari 35 tahun memperlihatkan

peningkatan insidensi sindrom kantung amnion kecil.

o) Trauma fisik

Trauma yang dapat mengakibatkan abortus seperti

trauma akibat suatu benturan benda tumpul dalam

kecelakaan, luka bakar, kekerasan dan terkena senjata

tajam yang mengakibatkan perdarahan pada saat

kehamilan.

2) Faktor Eksternal

a) Faktor lingkungan dan pemakaian obat

Diperkirakan 1-10% malformasi janin akibat dari

paparan obat, bahan kimia, atau radiasi dan umumnya

berakhir dengan abortus, misalnya adanya paparan

terhadap buangan gas anestesi dan tembakau. Karbon

monoksida juga menurunkan pasokan oksigen ibu dan

janin serta memacu neurotoksin dengan adanya

gangguan pada sistem sirkulasi fetoplasenta dapat

terjadi gangguan pertumbuhan janin berakibat

20
terjadinya abortus. Kebiasaan minum alkohol dan yang

mengandung kafein secara berlebihan serta kegagalan

efektivitas alat kontrasepsi dalam rahim juga berisiko

terhadap insiden abortus pada kehamilan muda.

b) Faktor sosial budaya

Aspek kultural pada masyarakat khususnya Suku

Jawa terdapat masa krisis diantara tahapan-tahapan

kehidupan dimana suatu perpindahan dari suatu tahapan

dianggap cukup gawat atau membahayakan,

c) Pendidikan

Martadisoebrata dalam Wahyuni (2012),

menyatakan bahwa pendidikan sangat dibutuhkan

manusia untuk pengembangan diri dan meningkatkan

kematangan intelektual seseorang. Kematangan

intelektual akan berpengaruh pada wawasan dan cara

berfikir baik dalam tindakan dan pengambilan

keputusan maupun dalam membuat kebijaksaanaan

dalam menggunakan pelayanan kesehatan.

Pendidikan yang rendah membuat seseorang acuh

tak acuh terhadap program kesehatan sehingga mereka

tidak mengenal bahaya yang mungkin terjadi, meskipun

sarana kesehatan telah tersedia namun belum tentu

mereka mau menggunakannya.

21
d) Status ekonomi (pendapatan)

Sosial ekonomi masyarakat yang sering dinyatakan

dengan pendapatan keluarga, mencerminkan

kemampuan masyarakat dari segi ekonomi dalam

memenuhi kebutuhan hidupnya termasuk kebutuhan

kesehatan dan pemenuhan zat gizi. Hal ini pada

akhirnya berpengaruh pada kondisi saat kehamilan yang

berisiko pada kejadian abortus. Selain itu, pendapatan

juga mempengaruhi kemampuan dalam mengakses

pelayanan kesehatan, sehingga adanya kemungkinan

risiko terjadinya abortus dapat terdeteksi.

e) Pekerjaan

Beberapa wanita yang sudah bekerja juga akan

terhambat karirnya ketika memilih untuk meneruskan

kehamilannya. Kondisi pekerjaan yang dilakukan oleh

seorang wanita dapat juga setara dengan beban kerja

laki-laki baik dari jabatan ataupun jenis pekerjaa

ataupun didukung dengan sosial ekonomi yang rendah

sehingga wanita berisiko mengalami kehamilan yang

tidak diinginkan.

f) Alkohol

Alkohol dinyatakan meningkatkan risiko abortus

spontan, meskipun hanya digunakan dalam jumlah

sedang.

22
g) Merokok

Wanita yang merokok diketahui lebih sering

mengalami abortus spontan daripada wanita yang tidak

merokok. Kemungkinan bahwa risiko abortus spontan

pada perokok, disebabkan wanita tersebut juga minum

alkohol saat hamil. Baba et al (2010) menyatakan

bahwa kebiasaan gaya hidup termasuk status merokok

pada ibu dan suaminya berpengaruh terhadap kejadian

abortus. Merokok 1-19 batang perhari dan lebih dari 20

batang perhari memiliki efek pada ibu mengalami

abortus spontan yang lebih awal.

c. Faktor ayah

Tidak banyak yang diketahui tentang faktor ayah dalam

terjadinya abortus spontan. Translokasi kromosom pada sperma

dapat menyebabkan abortus dimana abnormalitas kromosom

pada sperma berhubungan dengan abortus (Handono, 2009).

6. Komplikasi

Komplikasi yang berbahaya pada abortus ialah perdarahan,

perforasi, infeksi dan syok.

a. Perdarahan

Perdarahan dapat diatas dengan pengosongan uterus dari

sisasisa hasil konsepsi dan jika perlu pemberian transfusi darah.

Kematian karena perdarahan dapat terjadi apabila pertolongan

tidak diberikan pada waktunya.

23
b. Perforasi

Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada

uterus dalam posisi hiperretrofleksi. Jika terjadi peristiwa ini,

penderita perlu diamati dengan teliti. Jika ada tanda bahaya,

perlu segera dilakukan laparotomi, dan tergantung dari luas dan

bentuk perforasi dikerjakanlah penjahitan luka perforasi atau

histerektomi. Perforasi uterus pada abortus yang dikerjakan

oleh orang awam menimbulkan persoalan gawat karena

perlukaan uterus biasanya luas dan mungkin pula terjadi

perlukaan pada kandungan kemih dan usus. Dengan adanya

dugaan atau kepastian terjadinya perforasi, laparotomi harus

segera dilakukan untuk menentukan luasnya perlukaan pada

uterus dan apakah ada perlukaan pada alat-alat lain, untuk

selanjutnya mengambil tindakan-tindakan seperlunya guna

mengatasi keadaan.

c. Infeksi

Komplikasi umumnya adalah metritis, tetapi dapat juga

terjadi parametritis, peritonitis, endokarditis dan septikemia.

Infeksi yang terjadi umumnya karena adanya bakteri anaerob,

kadang ditemukan koliform. Terapi infeksi antara lain adalah

evakuasi segera produk konsepsi disertai antimikroba spektrum

luas secara intravena. Apabila timbul sepsis dan syok maka

perlu diberikan terapi suportif.

24
d. Syok

Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok

hemoragik) dan karena infeksi berat (syok endoseptik).

7. Diagnosis

Tindakan klinik yang dapat dilakukan untuk mengetahui

terjadinya abortus antara lain :

a. Terlambat haid atau amenorea kurang dari 20 minggu.

b. Pemeriksaan fisik yang terdiri dari keadaan umum tampak

lemah, tekanan darah normal atau menurun, denyut nadi

normal atau cepat dan kecil, dan suhu badan normal atau

meningkat (jika keadaan umum buruk, lakukan resusitasi dan

stabilisasi).

c. Adanya perdarahan pervaginam yang dapat disertai keluarnya

jaringan janin, mual dan nyeri pinggang akibat kontraksi uterus

(rasa sakit atau kram perut diatas daerah sinopsis).

d. Pemeriksaan ginekologi meliputi inspeksi vulva dengan

melihat perdarahan pervaginam, ada atau tidak jaringan janin,

dan tercium atau tidak bau busuk dari vulva inspekulo.

e. Perdarahan dari kavum uteri, ostium uteri terbuka atau sudah

tertutup, ada atau tidak jaringan keluar dari ostium dan ada atau

tidak cairan atau jaringan busuk dari ostium.

f. Pada periksa dalam dengan melihat porsio masih terbuka atau

tertutup teraba atau tidak jaringan dalam kavum uteri, besar

uterus sesuai atau lebih kecil dari usia kehamilan, tidak nyeri

25
saat porsio digoyang, tidak nyeri pada saat perabaan adneksa

dan kavum douglas tidak menonjol dan tidak nyeri.

Pemeriksaan penunjang yang umumnya dilakukan antara

lain :

a. Tes kehamilan akan menunjukkan hasil positif bila janin masih

hidup bahkan 2-3 hari setelah abortus.

b. Pemeriksaan Doppler atau USG untuk menentukan apakah

janin masih hidup.

c. Pemeriksaan kadar fibrinogen darah pada missed abortion

(Masjoer dalam Maryunani, 2009).

8. Penatalaksaan

a. Abortus Imminens

1) Tirah baring

Istirahat baring (bedrest), bertujuan untuk menambah

aliran darah ke uterus dan mengurangi perangsangan

mekanis. Ibu (pasien) dianjurkan untuk istirahat baring.

Apabila ibu dapat istirahat dirumah, maka tidak perlu

dirawat. Ibu perlu dirawat apabila perdarahan sudah terjadi

beberapa hari, perdarahan berulang atau tidak dapat

beristirahat dirumah dengan baik misalnya tidak ada yang

merawat atau ibu merasa sungkan bila rumah hanya

beristirahat saja. Perlu dijelaskan kepada ibu dan

keluarganya, bahwa beristirahat baring dirumah atau

dirumah bersalin atau rumah sakit adalah sama saja

26
pengaruhnya terhadap kehamilannya. Apabila akan terjadi

abortus inkomplit, dirawat dimanapun tidak mencegahnya.

2) Periksa tanda-tanda vital (suhu, nadi dan pernafasan).

3) Kolaborasi dalam pemberian sedativa (untuk mengurangi

rasa sakit dan rasa cemas), tokolisis dan progesterone,

preparat hematik (seperti sulfat ferosus atau tablet besi).

4) Hindarkan intercose.

5) Diet tinggi protein dan tambahan vitamin C.

6) Bersihkan vulva minimal 2 kali sehari untuk mencegah

infeksi terutama saat masih mengeluarkan cairan coklat.

b. Abortus Insipiens

1) Apabila bidan menghadapi kasus abortus insipiens segera

berkonsultasi dengan dokter ahli kandungan sehingga

pasien mendapat penanganan yang tepat dan cepat.

2) Pada kehamilan lebih dari 12 minggu, bahwa perforasi pada

kerokan lebih besar, maka sebaiknya proses abortus

dipercepat dengan pemberian infus oksitosin.

3) Biasanya penatalaksanaan yang dilakukan pada kehamilan

kurang dari 12 minggu yang disertai perdarahan adalah

pengeluaran janin atau pengosongan uterus memakai kuret

vakum atau cunam abortus, disusul dengan kerokan

memakai kuret tajam.

4) Bila janin sudah keluar, tetapi plasenta masih tertinggal

dilakukan pengeluaran plasenta secara manual.

27
c. Abortus Inkomplit

Dalam menghadapi kasus abortus incomplete, bidan

dapat berkonsultasi dengan dokter sehingga tidak merugikan

pasien. Penatalaksanaan yang biasanya dilakukan pada kasus

abortus inkomplete ini adalah :

1) Bila disertai syok karena perdarahan diberikan infuse cairan

fisiologi NaCl atau Ringer Laktat dan tranfusi darah selekas

mungkin.

2) Setelah syok diatasi dilakukan kerokan dengan kuret tajam

dan diberikan suntikan untuk mempertahankan kontraksi

otot uterus.

3) Bila janin sudah keluar, tetapi plasenta masih tertinggal

dilakukan pengeluaran plasenta secara manual.

4) Diberikan antibiotika untuk mencegah infeksi.

d. Abortus Komplit

1) Untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang abortus

komplit, bidan dapat berkonsultasi dengan dokter sehingga

tidak merugikan pasien.

2) Tidak memerlukan terapi khusus tetapi untuk membantu

involusi uterus dapat diberikan methergin tablet.

3) Bila pasien anemia dapat diberikan sulfat ferosus (zat besi)

atau transfuse darah.

4) Anjurkan ibu untuk mengkonsumsi vitamin dan mineral.

28
e. Missed Abortion

Memerlukan tindakan media khusus sehingga bidan

perlu berkonsultasi dengan dokter untuk penangananya. Yang

harus diperhatikan dalam hal ini adalah bahaya adanya

hipofibrinogenemia, sehingga sulit untuk mengatasi perdarahan

yang terjadi bila belum dikoreksi hipofibrigenemianya (untuk

itu kadar fibrinogen darah perlu diperiksa sebelum dilakukan

tindakan).

1) Pada prinsipnya penanganannya adalah : pengosongan

kavum uteri setelah keadaan memungkinkan.

2) Bila kadar fibrinogen normal, segera dilakukan pengeluaran

jaringan konsepsi dengan cunam ovum lalu dengan kuret

tajam.

3) Bila kadar fibrinogen rendah dapat diberikan fibrinogen

kering atau segar sesaat sebelum atau ketika mengeluarkan

konsepsi.

4) Pada kehamilan kurang dari 12 minggu, dilakukan

pembukaan serviks uteri dengan laminaria selama kurang

lebih 12 jam ke dalam kavum uteri.

5) Pada kehamilan lebih dari 2 minggu maka pengeluran janin

dilakukan dengan pemberian infuse intravena oksitosin

dosis tinggi.

6) Bila fundus uteri tingginya sampai 2 jari dibawah pusat,

maka pengeluaran janin dapat dikerjakan dengan

29
menyuntikkan larutan garam 20% dalam kavum uteri

melalui dinding perut.

f. Abortus Infeksius

Prinsip penatalaksanaannya adalah :

1) Pemberian terapi antibiotika (penisilin, metrodazole,

ampicillin, streptomycin, dan lain-lain) untuk

menanggunglangi infeksi.

2) Bila perdarahan banyak dilakukan pemberian transfusi

darah.

3) Dalam 24 jam sampai 48 jam setelah perlindungan

antibiotika atau lebih cepat lagi bila terjadi perdarahan, sisa

konsepsi harus dikeluarkan dari uterus.

4) Pemasangan CVP (Central Venosus Pressure) untuk

pengontrolan cairan.

5) Pemberian kortikosteroid dan heparin bila ada

Disseminated Intravascular Coagulation.

g. Abortus Habitualis

1) Memperbaiki keadaan umum.

2) Perbaikan gizi dan istirahat yang cukup

3) Terapi hormon progesterone dan vitamin.

4) Kolaborasi untuk mengetahui faktor penyebab (Maryunani,

2009).

30
2.2 Kerangka Teori

Ibu
Hamil

1. Faktor internal
a. Usia Faktor Faktor Faktor 1. Usia ayah
b. Paritas Janin 2. Penyakit
Ibu Ayah
c. Anemia ayah
d. Jarak kehamilan 3. Kelainan
e. Riwayat abortus sperma
sebelumnya Faktor Janin
f. Faktor genetik 1. Kelainan telur
g. Faktor anatomik
kerusakan
h. Faktor
immunologis embrio
i. Faktor infeksi 2. Abnormalitas
j. Faktor penyakit pembentukan
debilitas kronik plasenta
k. Faktor hormonal
l. Faktor
hematologik
m. Serviks
inkompeten
n. Cacat uterus Perdarahan dalam
o. Gamet yang desidia basalia
menua
p. Trauma fisik
2. Faktor eksternal
a. Faktor lingkungan
dan pemakaian Konsepsi Keluar
obat
b. Faktor sosial
budaya
a. Pendidikan Abortus
b. Status ekonomi
c. Pekerjaan
d. Alkohol
e. Merokok

Imminens Insipiens Inkomplit Komplit Missed

Keterangan :

: Diteliti
: Tidak Diteliti

Gambar 2.1 Kerangka Teori

31
BAB 3

METODELOGI PENELITIAN

3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian

Desain penelitian merupakan bentuk rancangan yang digunakan dalam

melakukan prosedur penelitian. Desain Penelitian yang digunakan adalah

metode deskriptif yaitu peneliti ingin memperoleh data dan fakta-fakta dari

permasalahan yang telah ada dan mencari informasi serta gambaran yang jelas

tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan angka kejadian abortus.

Penelitian ini mencoba mengidentifikasi beberapa variabel yang diteliti yaitu

variabel faktor-faktor yang berhubungan dengan angka kejadian abortus yang

meliputi: usia, paritas, anemia, jarak kehamian dan riwayat abortus

sebelumnya. Sedangkan dari segi waktu rancangan penelitian ini termasuk

cross sectional dimana semua data yang merupakan variabel penelitian

dikumpulkan dalam satu saat tertentu (waktu yang bersamaan) dan hanya

diobservasi sekali saja, dan dari segi jenis data penelitian ini menggunakan

data sekunder.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

3.2.1 Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan September 2022.

3.2.2 Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Puskesmas Kecamatan Terara.

32
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu hamil yang

mengalami abortus di Puskesmas Kecamatan Terara yang terdiri dari :

Wilayah Kerja Puskesmas Rarang dan Wilayah Kerja Puskesmas

Terara dari tahun 2021 sampai bulan Juli tahun 2022 sebanyak 197

orang.

3.3.2 Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah di Puskesmas Kecamatan

Terara yang terdiri dari : Wilayah Kerja Puskesmas Rarang dan

Wilayah Kerja Puskesmas Terara dari tahun 2021 sampai bulan Juli

tahun 2022 sebanyak 197 orang berdasarkan catatan registrasi di

Wilayah Kerja Puskesmas Rarang dan Puskesmas Terara dari dari

2021 sampai bulan Juli tahun 2022.

3.3.3 Teknik Pengambilan Sampel

Untuk tahap pertama jumlah sampel yang digunakan sebagai rsponden

peneliti menggunakan rumus penentuan jumlah sampel dari yang

dirumuskan oleh Slovin dalam (Sugiyono, 2018) sebagai berikut:

N
n=
¿¿

keterangan :

n = Number of samples (jumlah sampel)

N = Total population (jumlah seluruh anggota populasi)

E = Error tolerance (toleransi terjadinya galat atau kesalahan :

taraf signifikansi = 0,05)

33
Tahap selanjutnya yaitu : pengambilan sampel menggunakan

stratified random sampling yaitu teknik pengambilan sampel dimana

populasinya mempunyai anggota/unsur yang tidak homogen dan

berstrata tidak homogen dan berstrata secara proporsional. Di dalam

penelitian ini anggota yang dimaksud adalah jumlah ibu hamil yang

mengalami abortus di Puskesmas Kecamatan Terara yang terdiri dari :

Wilayah Kerja Puskesmas Rarang dan Wilayah Kerja Puskesmas

Terara dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

¿= ¿ x n … … . .
N

Keterangan :

ni = Jumlah sampel tiap Puskesmas

Ni = Jumlah populasi tiap Puskesmas

N = Total populasi keseluruhan Puskesmas

n = Total sampel menurut slovin

Berdasarkan langkah-langkah penghitungan sampel diatas

dilakukan perhitungan untuk mengetahui sampel pada penelitian ini

sebagai berikut. Sebelum melakukan perhitungan jumlah sampel.

Jumlah ibu hamil yang mengalami abortus dapat dilihat pada Tabel 3.1

berikut :

Tabel 3.1 Jumlah Populasi Tiap Puskesmas

No Nama Puskesmas Jumlah Ibu Yang mengalami Abortus


1 Puskesmas Rarang 91
2 Puskesmas Terara 106
Total 197

34
Diawali dengan menghitung total sampel (n) menggunakan

rumus slovin sebagai berikut :

N
n=
¿¿
197
¿
¿¿
197 197
¿ = =132
(1+0,4925) 1,4925
Jadi total sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini

sebanyak 132 orang.

Dari hasil perhitungan total sampel pekerja diatas langkah

selanjutnya adalah menghitung jumlah sampel tiap puskesmas (ni)

menggunakan rumus proportionate stratified random sampling.

Hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 3.2 Perhitungan

Jumlah Sampel Tiap Puskesmas sebagai berikut :

Tabel 3.2 Penghitungan Jumlah Sampel Tiap Puskesmas


No Nama Puskesmas Perhitungan Jumlah Sampel
Tiap Puskesmas
1 Puskesmas Rarang 91 61
x 132
197
2 Puskesmas Terara 106 71
x 132
197
Total Sampel 132

3.3.4 Subjek Penelitian

1. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi dalam penelitin ini adalah :

a. Ibu hamil yang datang berkunjung ke Puskesmas Kecamatan

Terara mengalami abortus

b. Ibu hamil yang kooperatif dan mampu berbicara dengan baik.

c. Bersedia mengikuti penelitian

35
2. Kriteria Eksklusi

a. Ibu hamil yang datang berkunjung ke Puskesmas Kecamatan

Terara dan mengalami abortus provokatus

b. Ibu hamil yang tidak kooperatif dan tidak mampu berbicara

dengan baik.

c. Pasain meninggal pada saat di lakukan pengambilan sampel

3.4 Variabel Penelitian

Variabel penelitian merupakan segala sesuatu yang akan menjadi objek

pengamatan penelitian yang di dalamnya terdapat faktor-faktor yang berperan

dalam peristiwa yang akan diteliti. variabel yang diteliti dalam penelitian ini

yaitu : umur, paritas, anemia, jarak kehamilan dan riwayat abortus sebelumnya

dan angka kejadian abortus.

3.5 Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional


Definisi Alat Skala
Variabel Cara Ukur Hasil Ukur
Operasional Ukur Ukur
1. Kejadian Pengeluaran Register Data diperoleh Klasifikasi abortus: Nominal
Abortus sebagian tetapi dengan melihat 1. Abortus
tidak semua hasil dan menganalisa Imminens
catatan register 2. Abortus
konsepsi dengan
pasien Insipiens
umur kurang dari 3. Abortus
20 minggu Inkomplit
4. Abortus
Komplit
5. Missed
Abortion
6. Abortus
Infeksius
7. Abortus
Habitualis

36
2. Usia ibur Lamanya Register Data diperoleh 1. Berisiko: Nominal
kehidupan dengan melihat (umur <20 dan
ibu sejak dari lahir dan menganalisa >35 tahun)
sampai dengan catatan register 2. Tidak berisiko:
hari ulang tahun pasien umur 20-35
terakhir yang tahun
tercatat pada
register di
Puskesmas Rarang
dan Puskesmas
Terara
3. Paritas Suatu keadaan Register Data diperoleh 1. Primipara : jika Nominal
atau status seorang dengan melihat jumlahnya
wanita dan menganalisa anaknya 1
sehubungan catatan register 2. Multipara
dengan jumlah pasien jika jumlah
anak yang pernah anaknya 2-4
dilahirkannya 3. Grande multipara
jika jumlah
anaknya >4
4. Anemia Kondisi ibu dengan Register Data diperoleh 1. Tidak anemia : Ordinal
kadar Hb < 11gr % dengan melihat jika kadar Hb >10
anemia, Hb > 11gr dan menganalisa gr%
% tidak anemia catatan register 2. Anemia ringan
yang tercatat pasien jika kadar Hb 9-10
didalam rekam gr%
medik di Puskesmas 3. Anemia sedang
Rarang dan jika kadar Hb 7-
Puskesmas Terara 8gr%
4. Anemia berat jika
kadar Hb <7 gr%
5. Jarak Ruang sela antara Register Data diperoleh 1. < 2 tahun Nominal
kehamilan persalinan yang lalu dengan melihat 5. ≥ 2 tahun
dengan kehamilan dan menganalisa
berikutnya catatan register
pasien
6. Riwayat Faktor risiko yang Register Data diperoleh 1. Ada Nominal
abortus dapat meningkatkan dengan melihat 2. Tidak ada
sebelumnya risiko terjadinya dan menganalisa
abortus pada ibu catatan register
hamil. pasien

3.6 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah segala peralatan yang digunakan untuk

memperoleh, mengelola dan menginterpretasikan informasi dari para

responden yang dilakukan dengan pola pengukuran yang sama (Nazir, 2014).

Instrumen yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah register.

37
3.7 Alur Penelitian

3.7.1 Tahapan Pengambilan Data

Peneliti mengambil data sekunder berupa register di Puskesmas

Kecamatan Terara, kemudian dilanjutkan dengan melihat dan

menganalisa catatan register pasien.

3.7.2 Bagan Alur Penelitian

Pengkajian
Permohonan Izin
Penelitian

Kaji Etik

Register di
Puskesmas
Kecamatan Terara

Pengambilan Sampel
Terpilih

Pengumpulan Data
Ibu Hamil Yang Ada
Register

Analisis Data
Menggunakan SPSS

Laporan
Hasil Penelitian

Gambar 3.1 Alur Penelitian

38
3.8 Rencana Analisis Data

Data yang diperoleh disajikan secara deskriptif. Analisis data dilakukan

untuk memperoleh kesimpulan dari penelitian ini yang akan dilakukan. Data

yang terkumpul akan diolah dan dianalisis dengan computer software

yaitu komputer Software Statistical Package for The Social Sciences (SPSS)

versi 26 (Notoatmodjo, 2014).

3.8.1 Analisis Univariat

1. Analisis univariat bertujuan untuk mendeskripsikan karakteristik

masing-masing variabel, baik variabel bebas maupun variabel

terikat (Notoatmodjo, 2014). Analisis univariat dalam penelitian ini

terdiri dari variabel usia, paritas, anemia, jarak kehamilan, riwayat

abortus sebelumnya dan angka kejadian abortus

2. Usia

Tabel 3.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan


Kelompok Usia di Puskesmas Kecamatan Terara
Usia F %
Beresiko (<20 dan >35 tahun)
Tidak Beresiko (20-35 tahun)
Jumlah

3. Paritas

Tabel 3.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Paritas di


Puskesmas Kecamatan Terara.
Paritas F %
Primipara ( 1 )
Multipara ( 2 – 4 )
Grandemultipara ( > 4 )
Jumlah

39
4. Anemia

Tabel 3.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Anemia


di Puskesmas Kecamatan Terara.
Anemia F %
Anemia berat
Anemia sedang
Anemia ringan
Jumlah

5. Jarak Kehamilan

Tabel 3.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jarak


Kehamilan di Puskesmas Kecamatan Terara.
Jarak Kehamilan F %
< 2 tahun
≥ 2 tahun
Jumlah

6. Riwayat Abortus Sebelumnya

Tabel 3.6 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Riwayat


Abortus Sebelumnya di Puskesmas Kecamatan Terara.
Anemia F %
Anemia ringan
Anemia sedang
Anemia berat
Jumlah

7. Angka Kejadian Abortus

Tabel 3.7 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Angka


Kejadian Abortus di Puskesmas Kecamatan Terara.
Angka Kejadian Abortus F %
Abortus Imminens
Abortus Insipiens
Abortus Inkomplit
Abortus Komplit
Missed Abortion
Abortus Infeksius
Abortus Habitualis
Jumlah

40
3.9 Etika Penelitian
Pada penelitian ini digunakan beberapa etika penelitian untuk

pengumpulan data tentang “Faktor-faktor Yang Berhubungan dengan Angka

Kejadian Abortus di Puskesmas Kecmatan Terara”, etika tersebut adalah:

1. Anonimity (tanpa nama)

Masalah etika penelitian merupakan masalah yang memberikan

jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak

memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar atau alat

ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil

penelitian yang disajikan (Notoatmodjo, 2014).

2. Confidentiality (kerahasiaan)

Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan

kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah

lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaan

oleh peneliti (Notoatmodjo, 2014).

3. Kerahasiaan (Confidentiality)

Kerahasiaan data dan informasi mengenai responden sangat dijaga

dan dijamin oleh peneliti (Notoatmodjo, 2014).

4. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (Balancing

harms and benefits)

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat semaksimal

mungkin pada pembaca dan khususnya pada subjek penelitian. Dengan

manfaat yang semaksimal mungkin diharapkan tidak memberi kerugian

bagi pembaca maupun subjek penelitian dalam bentuk apapun

(Notoatmodjo, 2014)

41
DAFTAR PUSTAKA

Benson, Pernol. 2009. Buku Saku Obstetri & Ginekologi. Edisi 9. Jakarta : EGC

Cunningham,  2012. Obstetri Williams. Cetakan 23. Jakarta : EGC.

Dikes Prov. NTB, 2020. Angka Kejadian Abortus. Mataram : NTB.

Dikes Kab. Lombok Timur, 2020. Profil Kesehatan Kabupaten Lombok Timur.
Lombok Timur : NTB.

Handono, 2009. Abortus Berulang. Bandung: Refika Aditama.

Kemenkes, 2018. Profil Kesehatan Indonesia 2018. Jakarta: Kemenkes RI.

Manuaba, 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan KB untuk Pendidikan


Bidan. Edisi kedua. Jakarta: EGC.

Maryunani, 2009. Asuhan Pada Ibu Dalam Masa Nifas. Jakarta: TIM Atika.

Nazir, 2014. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia.

Notoatmodjo, 2012. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Prawirohardjo, 2008. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Jakarta: PT. Bina


Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Prawirohardjo, 2011. Ilmu Kebidanan. Edisi Empat. Jakarta : Yayasan Bina


Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Puskesmas Rarang, 2021. Angka Kejadian Abortus. Lombok Timur : NTB.

Rahmani, 2014. Faktor-faktor Risiko Kejadian Abortus di RS Prikasih Jakarta


Selatan pada Tahun 2013, Skripsi, Fakultas Kedokteran Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Rochmawati, 2013. Laboratorium Keperawatan Semester IV Jiwa. Semarang : SA


Press.

Sugiyono, 2017. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:


Alfabeta.

Sulistyorini, 2011. Aspek Biologis. Jakarta: Rineka Cipta.

Wahyuni, 2012. Asuhan Neonatus, Bayi & Balita. Jakarta: EGC.

WHO, 2020. Perkiraan Angka Kejadian Abortus.

Yulia, 2013. Bioteknologi Kesehatan.  Nuhamedika : Yogyakarta

42

Anda mungkin juga menyukai