Anda di halaman 1dari 43

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diare adalah buang air besar dengan konsistensi yang lembek biasanya
disertai dengan peningkatan frekuensi dan apabila diukur berat feses lebih dari
200 gram perhari. Dinyatakan akut bila berlangsung kurang dari 14 hari,
dinyatakan persisten bila terjadi antara 14-28 hari dan kronik bila lebih dari 4
minggu (Setiawati, 2014).
Diare merupakan keluhan yang paling banyak disampaikan pasien kepada
dokter keluarga. Penyakit ini masih menjadi masalah karena terkait dengan
kematian yang tinggi terutama pada anak dibawah usia 5 tahun. Pada dewasa,
walaupun mortalitas tidak terlalu tinggi, namun pada banyak kasus, seringkali
juga membutuhkan perawatan di rumah sakit (Setiawati, 2014).

Berdasarkan laporan World Health Organization bahwa penyebab utama


kematian pada balita adalah diare (post neonatal) 14% dan pneumonia (post
neonatal) 14% kemudian malaria 8%, penyakit tidak menular (post neonatal) 4%
injuri (post neonatal) 3%, campak 1% dan lainnya 13%.

Diare di Asia Tenggara juga menempati urutan nomor tiga sebagai


penyebab kematian pada anak dibawah umur lima tahun dengan perinatal
mortality rate sebesar 18%. Di Indonesia diare masih merupakan masalah
kesehatan yang hingga kini masih menjadi penyebab utama kesakitan dan
kematian pada bayi dan anak-anak. Walaupun angka mortalitasnya telah menurun
tajam tetapi angka morbiditasnya masih cukup tinggi. Di Indonesia dilaporkan
bahwa tiap anak mengalami diare sebanyak 1-3 episode per tahun (Setiawati,
2014).

Karena morbiditas dan mortalitasnya yang masih tinggi, survei morbiditas


yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan dari tahun 2000 s/d 2010 terlihat
kecenderungan kejadian naik. Pada tahun 2000 insiden rate penyakit diare
301/1.000 penduduk, tahun 2003 naik menjadi 374/1.000 penduduk, tahun 2006
naik menjadi 423/1.000 penduduk dan tahun 2010 menjadi 411/1000 penduduk.
Kejadian Luar Biasa (KLB) diare juga masih sering terjadi, dengan angka
kejadian penyakit lainnya yang masih tinggi. Pada tahun 2008 terjadi KLB di 69
Kecamatan dengan jumlah kasus 8.133 orang, kematian 239 orang. Tahun 2009
terjadi KLB di 24 Kecamatan dengan jumlah kasus 5.756 orang, dengan kematian
100 orang, sedangkan tahun 2010 terjadi KLB diare di 33 kecamatan dengan
jumlah penderita 4.204 dengan kematian 73 orang. Hasil Riset Kesehatan Dasar
tahun 2013, menunjukkan bahwa kejadian dan period prevalensi diare di
Indonesia adalah 3,5% dan 7% (Kemenkes RI, 2013).

Angka kejadian Incident Rate (IR) diare untuk semua kelompok umur di
Provinsi Lampung dari tahun 2005–2012 cenderung meningkat, yaitu dari 9,8 per
1.000 penduduk menjadi 18,24 per 1.000 penduduk tahun 2012. Angka ini bila
dibandingkan dengan rata-rata nasional, angka ini masih jauh dibawah angka
nasional 374 per 1.000 penduduk. Walaupun angka kesakitan meningkat namun
angka kematian diare masih dibawah 1% (Depkes RI, 2011).

Pada umumnya penyebab diare tidak terlepas dari infeksi bakteri. Bakteri
penyebab diare berbeda-beda berdasarkan umur, tempat, dan waktu. Penyakit
infeksi diperkirakan menyebabkan kematian 11 juta anak tiap tahunnya, 99% dari
kematian terjadi di Negara berkembang, dan 4 juta di antaranya kematian terjadi
pada tahun pertama kehidupan. Diare merupakan manifestasi salah satu penyakit
infeksi penyebab kematian di seluruh dunia. Diperkirakan setiap tahunnya 3,5 juta
anak di bawah 5 tahun meninggal akibat infeksi diare. Bakteri yang paling sering
menyebabkan infeksi pada diare diantaranya adalah Vibrio cholera 01, Vibrio
cholera 0139, Vibrio parahemoliticus, Echerichia coli, Aeromonas, Bacteroides
fragilis, Campylobacter jejuni, Salmonella, Clostridium difficile, Shigella
(Setiawati, 2014).

Di Indonesia dari pasien diare yang disebabkan bakteri yang datang


kerumah sakit dari beberapa provinsi pada umumnya yang sering teridentifikasi
adalah Echerichia coli, Vibrio, Salmonella dan Shigella (Umar, 2004).
Faktor penyebab diare dapat melalui orofekal seperti melalui air atau
makanan yang merupakan media penularan utama. Diare dapat terjadi bila
seseorang menggunakan air minum atau makanan yang sudah tercemar dapat juga
melalui tinja yang telah terinfeksi. Tinja yang telah terinfeksi mengandung virus
atau bakteri dalam jumlah besar. Bila tinja tersebut dihinggapi oleh binatang dan
kemudian binatang tersebut hinggap di makanan, maka makanan tersebut dapat
menularkan diare ke orang yang memakannya (Wido, 2011).

Penyakit diare dapat dicegah melalui promosi kesehatan seperti


menggunakan air bersih, memasak air sampai mendidih sebelum diminum untuk
mematikan sebagian besar bakteri penyakit, mencuci tangan dengan sabun,
memberi Air Susu Ibu (ASI) pada anak sampai usia dua tahun, menggunakan
jamban sehat, membuang tinja bayi dengan benar (Wido, 2011).

Salah satu langkah dalam pencapaian target adalah menurunkan kematian


anak menjadi 2/3 bagian dari tahun 1990 sampai pada 2015. Berdasarkan Survei
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), Studi Mortalitas (SM) dan Riset Kesehatan
Dasar (RISKESDA) dari tahun ke tahun diketahui bahwa diare masih menjadi
penyebab utama kematian balita di Indonesia. Penyebab utama kematian akibat
diare adalah tata laksana yang tidak tepat baik di rumah maupun di sarana
kesehatan. Untuk menurunkan kematian karena diare perlu tata laksana yang cepat
dan tepat (Depkes RI, 2011)

Penelitian tentang isolasi dan identifikasi bakteri penyebab diare di Rumah


Sakit Pertamina Bintang Amin Bandar Lampung belum pernah dilakukan
sehingga penelitian ini penting dilakukan untuk mengetahui bakteri penyebab
diare pada balita di Rumah Sakit Pertamina Bintang Amin Bandar Lampung.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka permasalahan


penelitian yang dapat dirumuskan adalah “Apa saja bakteri penyebab diare
pada balita di Rumah Sakit Pertamina Bintang Amin Bandar Lampung”
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini untuk mengidentifikasi bakteri
penyebab diare di Rumah Sakit Pertamina Bintang Amin Bandar
Lampung.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui jenis bakteri apa saja pada hasil identifikasi feses
pasien diare pada balita di Rumah Sakit Pertamina Bintang Amin
Bandar Lampung
2. Untuk mengetahui bakteri yang banyak menyebabkan diare di Rumah
Sakit Pertamina Bintang Amin Bandar Lampung
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitan ini diharapkan dapat memberikan manfaat, yaitu :
1.4.1 Bagi Ilmu Pengetahuan
Hasil penelitian bermanfaat untuk pengembangan ilmu
pengetahuan, acuan, bahan referensi, dan diharapkan dapat memberikan
manfaat untuk semua pihak yang bersangkutan serta dapat membawa
kemajuan dalam penanganan diare secara menyeluruh.
1.4.2 Bagi Responden
Penelitian ini dapat bermanfaat sebagai saran informasi bagi
masyarakat dalam upaya penanggulangan diare
1.4.3 Bagi Institusi Kesehatan
Untuk memberikan masukan kepada pihak penyelenggara
kesehatan agar lebih diperhatikan mengenai diare yang disebabkan oleh
bakteri
1.4.4 Bagi Peneliti
Penelitian ini sebagai pembelajaran dan mengkaji masalah
kesehatan di masyarakat dan sebagai saran untuk mengaplikasikan ilmu
kedokteran tentang macam-macam bakteri yang menyebabkan diare.
1.4.5 Peneliti Selanjutnya
Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi
untuk melakukan penellitian selanjutnya mengenai kejadian diare yang
disebabkan oleh bakteri.
1.5 Ruang Lingkup
1.5.1 Judul Penelitian
Judul penelitian ini adalah Isolasi dan identifikasi bakteri penyebab
diare pada balita di Rumah Sakit Pertamina Bintang Amin Bandar
Lampung.
1.5.2 Tempat penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi
Universitas Malahayati dengan pengambilan sampel di Rumah Sakit
Pertamina Bintang Amin Bandar Lampung.
1.5.3 Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan bulan Desember 2016-Januari 2017.
1.5.4 Variabel Penelitian
Variabel independen yaitu bakteri. variabel dependen yaitu diare.
1.5.5 Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah pasien balita yang didiagnosa diare di
Rumah Sakit Pertamina Bintang Amin Bandar Lampung.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DIARE
2.1.1 Definisi Diare
Diare adalah buang air besar dengan konsistensi yang lembek biasanya
disertai dengan peningkatan frekuensi dan apabila diukur berat feses lebih dari
200 gram perhari. Dinyatakan akut bila berlangsung kurang dari 14 hari,
dinyatakan persisten bila terjadi antara 14-28 hari dan kronik bila lebih dari 4
minggu (Setiawati, 2014).
2.1.2 Epidemiologi
Diare di Asia Tenggara juga menempati urutan nomor tiga sebagai
penyebab kematian pada anak dibawah umur lima tahun dengan perinatal
mortality rate sebesar 18%. Di Indonesia diare masih merupakan masalah
kesehatan yang hingga kini masih menjadi penyebab utama kesakitan dan
kematian pada bayi dan anak-anak. Walaupun angka mortalitasnya telah menurun
tajam tetapi angka morbiditasnya masih cukup tinggi. Di Indonesia dilaporkan
bahwa tiap anak mengalami diare sebanyak 1-3 episode per tahun (Setiawati,
2014).

Di Indonesia, Karena morbiditas dan mortalitasnya yang masih tinggi,


survei morbiditas yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan dari tahun 2000 s/d
2010 terlihat kecenderungan kejadian naik. Pada tahun 2000 insiden rate penyakit
diare 301/1.000 penduduk, tahun 2003 naik menjadi 374/1.000 penduduk, tahun
2006 naik menjadi 423/1.000 penduduk dan tahun 2010 menjadi 411/1.000
penduduk. Kejadian Luar Biasa (KLB) diare juga masih sering terjadi, dengan
angka kejadian penyakit lainnya yang masih tinggi. Pada tahun 2008 terjadi KLB
di 69 Kecamatan dengan jumlah kasus 8.133 orang, kematian 239 orang. Tahun
2009 terjadi KLB di 24 Kecamatan dengan jumlah kasus 5.756 orang, dengan
kematian 100 orang, sedangkan tahun 2010 terjadi KLB diare di 33 kecamatan
dengan jumlah penderita 4.204 dengan kematian 73 orang. Hasil Riset Kesehatan
Dasar tahun 2013, menunjukkan bahwa kejadian dan period prevalensi diare di
Indonesia adalah 3,5% dan 7% (Kemenkes RI, 2013).

2.1.3 Patogenesis

Proses terjadinya diare akut karena infeksi melibatkan faktor penyebab


infeksi atau kausal (agent) dan faktor pertahanan tubuh pejamu (host). Faktor
kausal meliputi kemampuan dari agen penyebab diare untuk menembus
pertahanan tubuh pejamu, termasuk dalam hal ini adalah jumlah kuman yang
berinokulasi, bakteri seperti Shigella, Eschericia coli tipe enterohaemorragic.
Entamuba hanya membutuhkan kolonisasi 10-100 bakteria untuk dapat
menyebabkan infeksi, sementara kuman Salmonella membutuhkan waktu untuk
tumbuh lebih banyak dalam makanan yang terkontaminasi sebelum akhirnya
mencapai jumlah yang bermakna untuk dapat menyebabkan infeksi (Setiawati,
2014).
Selain jumlah kuman, kemampuan untuk menempel pada mukosa saluran
cerna dan kemampuan untuk berkompetensi dengan flora normal serta
membentuk koloni di mukosa juga merupakan faktor kausal yang menyebabkan
penyakit. Faktor lainnya adalah kemampuan untuk memproduksi toksin seperti
enterotoksin, sitotoksin dan neurotoksin. Enterotoksin yang paling banyak
dijumpai adalah pada kolera, dimana toksin yang dikeluarkan akan berikatan
dengan reseptor dipermukaan enterosit yang akan meningkatkan siklik AMP
dimukosa saluran cerna dan akhirnya meningkatkan pelepasan Cl- dan
menurunnya absorbs Na+, sehingga menyebabkan diare dengan mekanisme yang
hampir sama namun melalui aktivasi. Sitotoksin seperti yang dihasilkan oleh
Shigella dysentriae, Vibrio parahaemolyticus, Clostridium difficile mampu
merusak mukosa saluran cerna dan menyebabkan diare berdarah bahkan sindrom
hemolitik uremikum. Sedangkan yang termaksud dalam neurotoksin adalah
Bacillus cereus atau Staphylococcus yang biasanya juga menyebabkan muntah
karena toksin yang bekerja di sistem saraf pusat (Setiawati, 2014).
Sejumlah pertahanan tubuh pejamu yang dapat menghindari terjadinya
diare adalah flora normal saluran cerna, keasaman lambung, motilitas usus, juga
status imun penjamu. Berbagai patogen penyebab infeksi seperti virus, bakteri,
parasit, dan jamur merupakan masalah pada pasien AIDS. Mucosal immunity
merupakan pertahanan pertama yang penting terhadap berbagai patogen penyebab
diare (Setiawati, 2014).

Tabel 1.1 Sumber yang berpotensi tercemar dan menyebabkan diare (Setiawati,
2014)
Patogen Sumber
Salmonella (non Telur, daging, produk susu
typhoidal)
Shigella 20% bersumber dari makanan, penularan bias terjadi
secara kontak langsung manusia ke manusia
Campylobacter jejuni Unggas
Staphylococcus aureus, Tersering pada keracunan makanan, pada B.cereus
Bacillus cereus bias disertai siare sekretorik terjadi 6 jam setelah
makan
Clostridium perfringens Keracunan makanan, diare sekretorik, terjadi 8-24
jam setelah makan
Vibrio cholera 01, 0139 Kerang, makanan mentah (sushi)
Eschericia coli 0157:H7 Daging setengah matang, air terkontaminasi
(EHEC)
ETEC, EAEC Wisatawan
Clostridium difficile Pemakaian antibiotika (dalam 2 bulan terakhir)
Cryptosporidium, Pada pasien HIV
microsporidia
Cyclospora, Giardia Wisatawan

2.1.4 Cara Penularan


Cara penularan diare melalui cara fecal-oral yaitu melalui makanan atau
minuman yang tercemar kuman atau kontak langsung tangan penderita atau tidak
langsung melalui lalat (melalui 5F = feces, flies, food, fluid, finger). Faktor risiko
terjadinya diare adalah:
1. Faktor perilaku
a. Tidak memberikan Air Susu Ibu (ASI eksklusif), memberikan
Makanan Pendamping (MP) terlalu dini akan mempercepat
bayi kontak terhadap kuman
b. Menggunakan botol susu terbukti meningkatkan risiko terkena
penyakit diare karena sangat sulit untuk membersihkan botol
susu
c. Tidak menerapkan kebiasaaan cuci tangan pakai sabun sebelum
memberi ASI/makan, setelah Buang Air Besar (BAB), dan
setelah membersihkan BAB anak
d. Penyimpanan makanan yang tidak higienis (Juffire et al., 2010)
2. Faktor lingkungan
a. Ketersediaan air bersih yang tidak memadai, kurangnya
ketersediaan Mandi Cuci Kakus (MCK)
b. b. Kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk Disamping
faktor risiko tersebut diatas ada beberapa faktor dari penderita
yang dapat meningkatkan kecenderungan untuk diare antara
lain: kurang gizi atau malnutrisi terutama anak gizi buruk,
penyakit imunodefisiensi atau imunosupresi dan penderita
campak (Juffire et al., 2010)
2.1.5 Klasifikasi
Diare dapat dibagi menjadi :
1. Diare sekretorik. Diare tipe ini disebabkan oleh meningkatnya sekresi
air dan elektrolit dari usus, menurunnya absorpsi. Yang khas pada
diare ini yaitu secara klinis ditemukan diare dengan volume tinja yang
banyak sekali. Diare tipe ini akan tetap berlangsung walaupun
dilakukan puasa makan atau minum.
2. Diare osmotik. Diare tipe ini disebabkan meningkatnya tekanan
osmotik intralumen dari usus halus yang disebabkan oleh obat-obat
atau zat kimia yang hiperosmotik (antara lain MgSO4, Mg(OH)2),
malabsorpsi umum dan defek dalam absorpsi mukosa usus misal pada
defisiensi disakaridase, malabsorpsi glukosa atau galaktosa.
3. Malabsorpsi asam empedu dan lemak. Diare tipe ini didapatkan pada
gangguan pembentukan atau produksi micelle empedu dan penyakit-
penyakit saluran bilier dan hati.
4. Defek sistem pertukaran anion atau transport elektrolit aktif di
enterosit. Diare tipe ini disebabkan adanya hambatan mekanisme
transport aktif NA+ K+ ATPase di enterosit dan absorpsi Na+ dan air
yang abnormal.
5. Motilitas dan waktu transit usus yang abnormal. Diare tipe ini
disebabkan hipermotilitas dan iregularitas motilitas usus sehingga
menyebabkan absorpsi yang abnormal di usus halus. Penyebabnya
antara lain: diabetes mellitus, pasca vagotomi, hipertiroid.
6. Gangguan permeabilitas usus. Diare tipe ini disebabkan permeabilitas
usus yang abnormal disebabkan adanya kelainan morfologi membran
epitel spesifik pada usus halus (Simadibrata, 2006).
7. Diare inflamasi. Proses inflamasi di usus halus dan kolon
menyebabkan diare pada beberapa keadaan. Akibat kehilangan sel
epitel dan kerusakan tight junction, tekanan hidrostatik dalam
pembuluh darah dan limfatik menyebabkan air, elektrolit, mukus,
protein dan seringkali sel darah merah dan sel darah putih menumpuk
dalam lumen. Biasanya diare akibat inflamasi ini berhubungan dengan
tipe diare lain seperti diare osmotik dan diare sekretorik (Juffire et al.,
2010)
8. Diare infeksi oleh bakteri. Merupakan penyebab tersering dari diare.
Dari sudut kelainan usus, diare oleh bakteri dibagi atas non-invasif dan
invasif (merusak mukosa). Bakteri non-invasif menyebabkan diare
karena toksin yang disekresikan oleh bakteri tersebut (Simadibrata,
2007).
2.1.6 Etiologi
a. Infeksi Bakteri : Vibrio cholera 01, Vibrio cholera 0139, V.
parahemoliticus, Escherichia coli, Aeromonas, Bacteroides fragilis,
Campylobacter jejuni, Salmonella, Clostridium
b. Virus : Rotavirus, Adenovirus, Cytomegalovirus. Parasit :
c. Protazoa (Giardia, Cryptosporidium hominis, Entamoeba hystolitica,
Isospora belii). Cacing (Schistosomal) (Setiawati, 2014).
2.1.7 Gejala dan tanda
Mula-muala bayi dan anak menjadi cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya
meningkat, nafsumakan berkurangatau tidak ada, kemudian timbul diare tinja cair
dan mungkin disertai lendir dan atau darah. Warna tinja makin lama berubah
menjadi kehijau-hijauan karena tercampur dengan empedu. Anus dan sekitarnya
lecet karena seringnya defekasi dan tinja makin lama makin asam sebagai akibat
makin banyaknya asam laktat, yang berasal dari laktosa yang tidak dapat
diabsorbsi usus selama diare (Staf Pengajar UI, 2007)
Diare juga bisa bersifat inflamasi atau noninflamasi. Diare non inflamasi
bersifat sekretorik (watery) bisa mencapai lebih dari 1 liter perhari biasanya tidak
disertai dengan nyeri abdomen yang hebat dan tidak disertai darah atau lendir
pada feses demam dapat dijumpai bisa juga tidak. Gejala mual dan muntah bisa
dijumpai. Pada diare ini penting diperhatikan kecukupan cairan karena pada
kondisi yang tidak terpantau dapat menyebabkan terjadinya kehilangan cairan
yang mengakibatkan syok hipovolemik (Wido, 2011).
Diare yang bersifat inflamasi bisa berupa sekretori atau disentri. Biasanya
disebabkan oleh patogen yang bersifat invasif. Gejala mual, muntah disertai
dengan demam, nyeri perut hebat dan tenesmus, serta feses berdarah dan berlendir
merupakan gejala dan tanda yang dapat dijumpai (Wido, 2011).
Tetapi jika diare tidak ditangani dengan benar dan berkepanjangan dapat
menyebabkan :
1. Dehidrasi
Tergantung dari persentase cairan tubuh yang hilang, dehidrasi dapat
terjadi ringan, sedang atau berat. Derajat dehidrasi akibat diare
dibedakan menjadi tiga yaitu
a. Dehidrasi ringan (hilang cairan 2-5% berat badan)
Gambaran klinisnya turgor kurang, suara serak (vox cholerica),
pasien belum jatuh dalam presyok
b. Dehidrasi sedang (hilang cairan 5-8% berat badan)
Turgor buruk, suara serak, pasien jatuh dalam presyok atau syok,
nadi cepat, nafas cepat dan dalam.
c. Dehidrasi berat (hilang cairan 8-10% berat badan)
Tanda dehidrasi sedang ditambah kesadaran menurun (apatis
sampai koma), otot-otot kaku, sianosis (Setiawati, 2014)
2. Gangguan Sirkulasi
Pada diare akut kehilangan cairan dapat terjadi dalam waktu yang
singkat. Jika kehilangan cairan ini lebih dari 10% berat badan, pasien
dapat mengalami syok atau presyok yang disebabkan oleh
berkurangnya volume darah (hipovolemia)
3. Gangguan asam-basa (asidosis)
Hal ini terjadi akibat kehilangan cairan elektrolit (bikarbonat) dari
dalam tubuh. Sebagai kompensasinya tubuh akan bernafas cepat untuk
membantu meningkatkan pH arteri.
4. Hipoglikemia
Hipoglikemi sering terjadi pada anak yang sebelumnya mengalami
malnutrisi. Hipoglikemia dapat mengakibatkan koma. Penyebab yang
pasti belum diketahui, kemungkinan karena cairan ekstraseluler
menjadi hipotonik dan air masuk ke dalam cairan intraseluler sehingga
terjadi edema otak yang mengakibatkan koma.
5. Gangguan gizi
Gangguan ini terjadi karena asupan makanan yang kurang dan output
yang berlebihan. Hal ini akan bertambah berat bila pemberian
makanan dihentikan, serta sebelumnya penderita sudah mengalami
kekurangan gizi (malnutrisi) (Wido, 2011).
2.1.8 Diagnosis
Diagnosis ditegakan melalui anamnesis mengenai hal beriku :
a. Tanyakan gejala dan tanda yang sesuai dengan kemungkinan penyebab
(non inflamasi atau inflamasi). Termaksud waktu timbul dan gejala
kekurangan cairan.
b. Adanya kontak dengan sumber yang berpotensi tercemar patogen
penyebab diare.
c. Riwayat perjalanan, aktivitas seperti berenang, kontak dengan orang
yang sakit serupa, tempat tinggal.
d. Adanya riwayat pengobatan dan diketahui penyakit lain seperti infeksi
HIV
Pemeriksaan fisik secara general tidak mengarah ke diagnosis secara
spesifik namun lebih untuk menilai status hidrasi pasien. Termasuk
pemeriksaan ada tidaknya tanda bahaya seperti nyeri perut hebat terutama
pada pasien usia lanjut atau dengan kondisi imun menurun (Setiawati,
2014).
Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa yaitu berat badan, suhu
tubuh, frekuensi denyut jantung dan pernapasan serta tekanan darah.
Selanjutnya perlu dicari tanda-tanda utama dehidrasi diantaranya
kesadaran, rasa haus, dan turgor kulit abdomen dan tanda-tanda tambahan
lainnya: ubun-ubun besar cekung atau tidak. Pada mata biasanya cekung
atau tidak, ada atau tidaknya air mata dan bibir perlu diperhatikan mukosa
mulut dan lidah kering atau basah. Pernapasan yang cepat dan dalam
indikasi adanya asidosis metabolik. Bising usus yang lemah atau tidak ada
bila terdapat hipokalemia. Pemeriksaan ekstremitas perlu karena perfusi
dan capillary refill dapat menentukan derajat dehidrasi yang terjadi
(Juffrie, 2010). Penilaian beratnya atau derajat dehidrasi dapat ditentukan
dengan cara: obyektif yaitu dengan membandingkan berat badan sebelum
dan selama diare. Subyektif dengan menggunakan kriteria WHO, Skor
Maurice King, dan lain-lain (Juffrie et al., 2010).
2.1.9 Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan darah
Darah perifer lengkap, Ureum, Kreatinin, Elektrolit (Na+, K+, Cl-).
Analisis gas darah (apabila dicurigai gangguan keseimbangan asam
basa), pemeriksaan toksin (Clostridium difficile), antigen (Entamoeba
hystolitica) (Setiawati, 2014).
2. Pemeriksaan feses
Analisis feses (rutin: lekosit di feses, pemeriksaan parasit: amoeba,
hifa pemeriksaan kultur). Pada kasus diare ringan, diare bisa teratasi
dalam waktu <24 jam. Pemeriksaan lanjut diutamakan pada kondisi
yang berat seperti diare yang tidak teratasi sehingga menyebabkan
hipotensi, disentri, disertai demam, diare pada usia lanjut, atau pasien
dengan kondisi imun yang rendah (HIV, pasien dengan gangguan
obat kemoterapi) (Setiawati, 2014).
3. Pemeriksaan gangguan keseimbangan
Asam basa dalam darah menentukan pH dan cadangan alkali atau
lebih tepat lagi dengan pemeriksaan analisa gas darah (Staf Pengajar
UI, 2007)
4. Pemeriksaan intubasi duodenum
Untuk mengetahui jenis jasad renik atau parasit secara kualitatif dan
kuantitatif, terutama dilakukan pada penderita diare kronik (Staf
Pengajar UI, 2007)
2.1.10 Komplikasi
Bila tidak teratasi menjadi diare kronis (terjadi sekitar 1% pada
diare akut pada wisatawan). Bisa timbul defisiensi laktase, pertumbuhan
bakteri diusus secara berlebihan, sindrom malabsorbsi, merupakan gejala
awal pada inflammatory bowel disease. Menjadi predisposisi sindroma
Reiter’s atau sindroma hemolitik-uremikum (Setiawati, 2014).
Sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak,
dapat terjadi berbagai macam komplikasi lainnya seperti:
a. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik atau
hipertonik)
b. Renjatan hipovolemik
c. Hipokalemia (dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah,
bradikardi, perubahan pada elektrokardiogram)
d. Hipoglikemia
e. Intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim
laktase karena kerusakan vili mukosa usus halus.
f. Kejang, terutama pada dehidrasi hipotonik
g. Malnutrisi energi protein, karena selain diare dan muntah,
penderita juga mengalami kelaparan (Staf Pengajar UI, 2007).
2.1.11 Pencegahan
Meliputi
a. Menjaga kebersihan air, sanitasi makanan dari vektor penyebar kuman
seperti lalat, kebiasaan mencuci tangan sebelum kontak dengan
makanan
b. Mengkonsumsi makanan yang dimasak secara matang
c. Vaksinasi (terutama untuk wisatawan), namun belum tersedia untuk
semua patogen yang ada (Setiawati, 2014).
d. Mencuci tangan dengan sabun pada waktu sebelum makan, sesudah
makan, dan sesudah buang air besar.
e. Memberikan Air Susu Ibu (ASI) pada anak sampai usia dua tahun
f. Menggunakan jamban sehat
g. Membung tinja dengan benar (Wido, 2011)
2.1.12 Prognosis
Pada pasien yang tidak mengalami keterlambatan penanganan,
sebagian besar kasus memiliki prognosis yang baik. Kematian bisa terjadi
terutama pada kasus usia lanjut atau pasien dengan kondisi
imunnokompromais dengan status dehidrasi berat saat awal didiagnosis
atau dengan penyulit (Setiawati, 2014).
2.2 Bakteri
2.2.1 Definisi
Bakteri adalah sebuah kelompok mikroorganisme bersel tunggal dengan
konfigurasi seluler prokariotik (tidak mempunyai selubung inti). Bakteri sebagai
makhluk hidup tentu memiliki informasi genetik berupa DNA, tetapi tidak
terlokalisasi dalam tempat khusus (nukleus) dan tidak ada membrane inti. DNA
pada bakteri berbentuk sirkuler, panjang dan biasa disebut nukleoid. DNA bakteri
tidak mempunyai intron dan hanya tersusun atas ekson saja. Bakteri juga memiliki
DNA ekstrakromosomal yang bergabung menjadi plasmid yang berbentuk kecil
dan sirkuler (Dorlan, 2012).
Nama bakteri berasal dari bahasa Yunani, yaitu bakterion yang berarti
tongkat atau batang. Bakteri merupakan sekelompok mikroorganisme yang bersel
satu, tidak berklorofil, berkembang biak dengan pembelahan diri dan hanya
tampak dengan mikroskop. Berbagai jenis bakteri dapat dibedakan menurut
bentuknya yang kadang tercermin pada namanya (Dorlan, 2012).
2.2.2 Klasifikasi bakteri
Klasifikasi bakteri dapat dilihat dari beberapa penggolongan. Diantaranya
klasifikasi bakteri berdasarkan bentuk tubuh, klasifikasi bakteri berdasarkan
flagel, dan terakhir klasifikasi berdasarkan pewarnaan gram. Berikut uraian
masing-masing mengenai klasifikasi bakteri (Dorlan, 2012).
2.2.2.1 Penggolongan bakteri berdasarkan bentuk tubuhnya.
1. Bakteri Kokus (bulat)
a) Streptococcus, miasalnya Streptococcus pyrogens, Streptococcus
thermophillus, Streptococcus lactis.
b) Staphylococcus, misalnya Staphylococcus aureus.
c) Diplococcus, misalnya Diplococcus pneumoniae
2. Bakteri basil (batang)
a) Basilus, misalnya Escherichia coli, Salmonella thypi, Lactobacillus
b) Streptobasil, misalnya Azotobacter. Bacillus anthracis.
3. Bakteri vibrio (koma)
Vibrio, misalnya Vibrio cholerae.
4. Bakteri spirillum (spiral)
Spirillum, misalnya Treponema pallidum (Pelczar, 2006).
2.2.2.2 Berdasrkan Kedudukan Flagella pada selnya.
1. Monotrik
Monotrik, berflagel satu pada satu ujung.
2. Amfitrik
Amfitrik, flagel masing-masing satu pada kedua ujung.
3. Lofotrik
Lofotrik, berflagel banyak di satu ujung
4. Peritrik
Peritrik, berflagel banyak pada semua sisi tubuh (Pelczar, 2006).
2.2.2.3 Berdasrkan pewarnaan gram
1. Bakteri Gram-positif
Bakteri Gram-positif, dinding sel lebih sederhana, banyak mengandung
peptidoglikan, misalnya Micrococcus, Staphylococcus, Leuconostoc,
Pediococcus dan Aerococcus
2. Bakteri Gram-negatif
Bakteri Gram-negatif , dinding sel lebih kompleks, peptidoglikan lebih
sedikit. Misalnya Escherica, Citrobacter, Salmonella, Shigella,
Enterobacter, Vibio, Aeromonas, Photobacterium, Chromabacterium,
Flavobacterium (Pelczar, 2006).
2.2.2.4 Berdasarkan kebutuhan oksigen
1. Bakteri aerob
Bakteri aerob, bakteri yang membutuhkan oksigen bebas untuk
mendapatkan energi, misalnya Nitrosomonas, Nitrobacter, Nitrosococcus.
2. Bakteri anaerob
Bakteri anaerob, tidak membutuhkan oksigen bebas untuk mendapatkan
energi, misalnya Micrococcus denitrificians (Pelczar, 2006).

2.2.2.5 Berdasarkan cara memperoleh makanan (bahan organik)

1. Autotrof
Autotrof, menyusun makanan sendiri dari bahan-bahan anorganik. Bakteri
autotrof, berdasarkan sumber energinya dibedakan atas : fotoautotrof
(sumber energinya dari cahaya) dan kemoautotrof (sumber energi dari
hasil reaksi kimia)
2. Heterotrof
Heterotrof, tidak menyusun makanan sendiri, memanfaatkan bahan
organik jadi yang berasal dari organisme lain. Termasuk bakteri heterotrof
adalah bakteri saprofit, yaitu bakteri yang mendapat makanan dengan
menguraikan sisa-sisa organisme (Pelczar, 2006).
2.2.3 Struktur bakteri

Struktur bakteri kecuali Mycoplasma, selnya dikelilingi oleh dinding sel


yang kompleks. Di sekitar dinding sel bias ditemukan berbagai struktur eksternal
yang melekat seperti kapsul, flagella, dan pili. Pengetahuan mengenai dinding sel
ini penting dalam menegakkan diagnosis dan mendalami patogenitasnya bakteri
(Bab, 2016).

Peptidoglikan adalah polimer kompleks yang terdiri dari 3 bagian:


Backbone, yang terdiri dari N-asetilglukosamin dan asam N-asetilmuramat, secara
berselang seling yang dihubungkan oleh ikatan beta 1-4 glikosida yaitu
sekelompok rantai tetrapeptida identik yang melekat pada asam N-asetilmuramat
yaitu sekelompok identical peptide-cross bridges. Backbone pada semua bakteri
adalah sama, namun rantai tetrapeptida dan identical peptide-cross bridges
berbeda-beda (Bab, 2016).

Karbon nomor 3 pad asam N-asetilmuramat disubsitusi oleh gugus eter


laktil yang merupakan turunan dari piruvat. Gugus eter laktil menghubungkan
backbone dengan rantai samping peptida yang mengandung L-alanin (L-ala), D-
glutamat (D-glu), asam diaminpimelat (DAP) dan D-alanin (D-ala). Untai
peptidogikan (atau murein pada teks lama) disusun di ruang periplasma dari 10
subunit asam muramat. Lalu rantai tersebut saling berhubungan membentuk
molekul glikan yang berkelanjutan yang dapat meliputi seluruh sel. Rantai
tetrapeptida yang berasal dari glycon backbone dapat saling bersilang-silang
dengan ikatan interpeptida antara gugus amino bebas pada DAP dan gugus
karboksil bebas pada D-ala terdekat. Penyusun peptidoglikan pada bagian luar
membran plasma di mediasi oleh enzim peripasma, yaitu transglikosilase,
transpeptidase dan karboksipeptidase. Tempat ini merupakan sasaran antibiotik
golongan beta-laktan yang bekerja dengan cara menghambat transpeptidase dan
karboskipeptidase selama pembentukan murein pada dinding sel (Bab, 2016).
2.2.4 Bakteri Terbanyak Penyebab Diare

2.2.4.1 Escherichia coli

Adalah bakeri oportunis batang gram negatif banyak ditemukan di


dalam usus besar manusia sebagai flora normal. Sifatnya unik karena dapat
menyebabkan infeksi primer pada usus misalnya diare pada anak dan
travelers diarrhea, seperti juga kemampuannya menimbulkan infeksi pda
jaringan tubuh lain diluar usus. Genus Escherichia terdiri dari dua spesies :
Escherichia coli dan Escherichia hermanii. Bakteri ini batang pendek
(kokobasil), gram negatif, sebagian besar gerak positif dan beberapa strain
mempunyai kapsul (Syahrurachman, 2010).

Bakteri enterik kadang-kadang ditemukan dalam jumlah kecil


sebagai bagian flora normal saluran nafas atas dan saluran genital. Bakteri
enterik biasanya tidak menyebabkan penyakit, dan didalam usus
organisme ini bahkan mungkin berperan terhadap fungsi dan nutria
normal. Bila terajadi infeksi yang penting secara klinis, biasanya
disebabkan oleh Escherichia coli, tetapi bakteri enterik lain dapat
menyebabkan infeksi dapat dari komunitas. Bakteri akan menjadi patogen
bila bakteri ini berada dalam jaringan di luar jaringan usus yang normal
atau ditempat yang jarang terdapat flora normal (Jawetz et al., 2013)

Escherichia coli tumbuh baik pada hampir semua media yang biasa
dipakai di laboratorium mikrobiologi, pada media yag digunakan untuk
isolasi kuman enteric, sebagai besar strain Escherichia coli tumbuh
sebagai koloni yang meragi laktosa Escherichia coli bersifat
mikroaerofilik. (Syahrurachman, 2010). Untuk isolasi Escherichia coli
menggunakan biakan yang ditanam pada agar darah dan medium
diferensial. Pada medium diferensil, identifikasi preliminer yang cepat
terhadap bakteri enterik gram negatif mungkin dilakukan (Jawetz et al.,
2013).

Penyakit diare diare yang berkaitan dengan Escherichia coli yang


menyebabkan diare sangat banyak ditemukan di seluruh dunia.
Escherichia coli ini di klasifikasikan berdasarkan karakteristik sifat
virulensinya, dan masing-masing kelompok menyebabkan penyakit
melalui mekanisme yang berbeda. Sifat pelekatan sel epitel usus halus atau
usus besar di kodekan oleh gen di plasmid. Dengan cara yang sama, toksin
sering diperantarai oleh plasmid atau faga. Terdapat macam-macam jenis
bakteri Escherichia coli diantaranya adalah :

1. Escherichia coli enteropatogenic (EPEC)


Merupakan penyebab diare yang penting pada bayi, terutama di Negara
berkembang. EPEC sebelumnya dikaitkan dengan wabah diare di ruang
perawatan di Negara maju. EPEC menempel pada sel mukosa usus halus.
Faktor yang diperantarai oleh kromosom meningkatkan perlekatan.
Terdapat kehilangan mikrovili (penumpulan), pembentukan tumpuan
filamen aktin atau struktur mirip-mangkuk, dan kadang-kadang, EPEC
masuk ke dalam mukosa. Lesi yang khas dapat dilihat pada biopsi lesi usus
halus di mikrograf elektron.
2. Escherichia coli Enterotoksigenic (ETEC)
Adalah penyebab umum “diare wisatawan” dan penyebab diare yang
sangat penting pada bayi di Negara merkembang. Faktor kolonisasi ETEC
spesifik untuk mendorong perlekatan ETEC pada sel epitel usus halus
manusia. Beberapa strain ETEC menghasilkan eksotoksin yang tidak tahan
panas (LT) (BM 80.000) yang berada dibawah kendali genetik plasmid.
Sangat dianjurkan untuk berhati-hati dalam memlih dan memakan
makanan yang mungkin terkontaminasi oleh ETEC adar terhindar dari
diare wisatawan. Profilaksis antimikroba mungkin efektif tetapi dapat
menigkatkan resistansi bakteri terhadap antibiotik dan sebaiknya tidak
direkomendasikan secara umum. Bila terjadi diare, terapi antibiotik dapat
secara efektif mempersingkat durasi penyakit.
3. Escherichia coli Enterohaemorragic (EHEC)
Menghasilkan verotoksin, dinamakan efek sitotoksinnya terdapat sel Vero,
suatu gel ginjal monyet Afrika. Paling sedikit ada dua bentuk antigenik
toksin. EHEC menimbulkan koitis hemoragik, diare yang berat dan pada
sindroma hemolitik uremik, suatu penyakit yang mengakibatkan gagal
ginjal akut, anemia hemolitik mikroangiopati, dan trombositopenia.
4. Enteroinvasif Escherichia coli (EIEC)
Menimbulkan penyakit yang sangat mirip dengan shigelosis. Penyakit ini
terjadi paling sering pada anak-anak di Negara berkembang dan pada
pengunjung di negara-negara tersebut. Seperti Shigella, strain EIEC tidak
memfermentasikan laktosa atau memfermentasi laktosa dengan lambat dan
nonmotil. EIEC menimbulkan penyakit dengan menginvasi sel epitel
mukosa usus.
5. Enteroagregatif Escherichia coli (EAEC)
Menyebabkan diare akut dan kronik (durasi > 14 hari) pada masyarakat di
negara berkembang. Organisme ini juga menyebabkan penyakit yang
ditularkan melalui makanan di negara indrustri. Organisme ini ditandai
oleh pola perlekatannya yang khas pada sel manusia. EAEC menghasilkan
toksin mirip ST dan hemolisin (Jawetz et al., 2013).

2.2.4.2 Shigella
Shigella adalah batang gram negatif yang ramping bentuk kokobasil
ditemukan di biakan yang muda Shigella bersifat fakultatif anaerob tetpi tumbuh
paling baik secara aerob. Koloni berbentuk konveks, bulat, transparan dengan tepi
yang utuh dan mencapai diameter sekitar 2mm. semua Shigella
memfermentasikan glukosa. Kecuali Shigella sonnei, Shigella tidak
memfermentasikan laktosa. Ketidakmampuannya memfermentasikan laktosa
membedakan Shigella pada medium diferensial. Shigella membentuk asam dari
karbohidrat tetapi jarang menghasilkan gas. Organisme ini juga dapat dibagi
menjadi organisme yang memfermentasikan mantol dan tidak memfermentasikan
manitol (Jawetz et al., 2013).
Biakan pada Shigella biasanya bahan yang digoreskan pada medium
diferensial (misalnya agar MacConkey atau EMB) dan pada medium selektif (agar
enteric Hektoen atau agar salmonella Shigella) yang menekan Enterobacteriaceae
lain dan organisme yang positif. Koloni yang tidak berwarna (laktosa-negatif)
diinokulasi pada agar triplet gula besi. Organisme yang menghasilkan gas pada
pangkal dan bagian miring yang basa di medium agar triplet gula besi, dan tidak
motil sebaiknya dilakukan pemeriksaan aglutinasi slide degan anti serum spesifik
Shigella (Jawetz et al., 2013).
2.2.4.3 Salmonella
Salmonella adalah bakteri basil gram negatif salmonella memiliki 2.500
serotipe tetapi hanya jumlah kecil serotipe yang berperan pada infeksi manusia.
Infeksi ini merupakan penyebab tersering kedua diare bakterial di negara maju,
dimana insidensinya meningkat secara bermakna dalam tiga dekade terakhir
(Mandal et al., 2008).
Salmonella umumnya bersifat patogen untuk manusia atau hewan bila
masuk melalui mulut. Organisme ini ditularkan dari hewan dan produk hewan ke
manusia, dan menyebabkan enteritis, infeksi sistemik, dan demm enterik (Jawetz
et al., 2013).
Lebih dari 2.500 serotipe Salmonellae, termaksud lebih dari 1.400 dalam
kelompok hibridisasi DNA grup 1 yang dapat menginfeksi manusia. Empat tipe
Salmonella yang menyebabkan demam enterik dapat diidentifikasikan di
laboratorium klinis melalui pemeriksaan biokimia dan serologik. Serotipe-serotipe
ini sebaiknya rutin diidentifikasi karena serotipe-serotipe ini bermakna secara
klinis. Serotipe tersebut adalah sebagai berikut: Salmonella Paratyphi A (serogrup
A), Salmonella Paratyphi B (serogrup B), Salmonella cholerasuis (serogrup C1),
dan Salmonella typhi (serogrup D) (Jawetz et al., 2013).
Metode bakteriologik untuk isolasi Salmonella yaitu terdapat bermacam-
macam diantaranya :
a. Biakan pada medium diferensial
Medium EMB, MacConkey, atau deoksikolat memungkinkan
deteksi cepat organisme yang tidak memfermentasikan laktosa (tidak
hanya Salmonella dan Shigella tetapi juga Proteus, Serratia,
Pseudomonas, dan lain-lain). Organisme gram positif sedikit dihambat.
Medium bismuth sulfit memungkinkan deteksi cepat Salmonella yang
membentuk koloni hitam karena H2S. Banyak salmonella menghasilkan
H2S.
b. Biakan pada medium selektif
Spesimen diletakkan pada agar Salmonella-Shigella (SS) dan agar
enterik Hotoen atau agar deoksikolat-sitrat, yang membantu pertumbuhan
Salmonella dan Shigella melebihi Enterobacteriaceae lain.
c. Biakan pada medium yang diperkaya
Spesimen (biasanya feses) juga diletakkan di dalam kaldu
tetrationat dapat menghambat replikasi bakteri normal usus dan
memungkinkan multipikasi Salmonella. Seteah inkubasi selama 1-2 hari,
spesimen tersebut diletakkan pada medium diferensial dan medium
selektif.
d. Identifikasi akhir
Koloni yang dicurigai pada medium padat diidentifikasi degan pola
reaksi biokima dan di uji aglutinasi slide dengan serum spesifik (Jawetz et
al., 2013).
2.2.4.4 Clostridium
Clostridium adalah batang anaerob, gram positif, besar yang motil. Banyak
yang melakukan dekomposisi protein atau membentuk toksin, dan beberapa
spesies melakukan keduanya habitat alaminya adalah tanah atau saluran cerna
hewan dan manusia, tempat mereka hidup sebagai saprofit, diantara patogen-
patogen tersebut adalah organisme yang menyebabkan botulisme, tetanus,
gangren gas dan colitis pseudomembran. Spesies yang sering menimbulkan diare
adalah Clostridium difficile. Di dalam tinja dan melalui endoobservasi endoskopik
adanya pseudomembran atau mikroabses pada pasien yang menderita diare atau
telah diberikan antibiotik. Plak dan mikroabses dapat terbatas pada satu area di
usus. Diare dapat berair atau berdarah, dan pasien sering mengalami kram
abdomen, leukositosis, dan demam. Meskipun banyak antibiotik yang
dihubungkan dengan ini, namun paling sering adalah ampisilin dan klindamisin.
Penyakit diobati dengan menghentikan pemberian antibiotik yang menggangu dan
memberikan metronidazol atau vankomisin secara oral (Jawetz et al., 2013).
2.2.4.5 Vibrio
Vibrio adalah bakteri batang gram negatif yang tersebar luas dialam.
Vibrio dapat ditemukan di laut dan perairan dangkal. Bateri ini berbentuk
bengkok, bersifat aerob dan motil, serta mempunyai satu flagel kutub. Vibrio
cholera serogrup O1 dan 0139 menyebabkan kolera pada manusia, sementara
Vibrio lainya dapat menyebabkan sepsis atau enteritis (Jawetz et al., 2013).
Selain Vibrio cholera yang dapat menyebabkan diare juga adalah Vibrio
parahaemolyticus adalah bakteri halofilik yang menyebabkan gastroenteritis akut
setelah memakan makanan laut seperti ikan mentah atau kerang. Setelah masa
inkubasi 12-24 jam, muncul gejala mual, muntah, kram perut, demam dan diare
encer sampai berdarah. Sering ditemukan leukosit feses. Vibrio membentuk
koloni konveks, halus, dan bundar yang tampak opak dan granular bila disinari
cahaya. Dan vibrio dapat tumbuh pada suhu 37OC pada berbagai macam medium,
termasuk medium khusus yang mengandung garam mineral dan asparigin sebagai
sumber karbon dan nitrogen. Vibrio tumbuh dengan baik pada agar Tiosulfat sitrat
empedu sukrosa (TCBS), tempat bakteri tersebut menghasilkan koloni kuning
yang dapat dilihat langsung dengan latar belakang yag berwarna hijau gelap
(Jawetz et al., 2013).
2.2.4.6 Aeromonas
Aeromonas adalah bakteri batang gram negatif yang tersebar luas dialam.
Aeromonas ditemukan paling banyak di air segar dan kadang-kadang pada hewan
berdarah dingin. Banyak genospesis yang telah dikenali beberapa jenis diberi
nama ulang, beberapa yang belum diberi nama. Tiga kelompok berikut
mempunyai makna klinis dalam infeksi manusia: kompleks Aeromonas
hydrophila, kompleks Aeromonas caviae, dan Aeromonas veronii biovar sobria.
Aeromonas yang dibiakan dari spesimen feses tumbuh dengan baik pada medium
deferensial yang digunakan untuk membiakan bakteri batang gram negatif enterik
serta dapat dengan mudah menjadi rancu dengan bakteri enterik. Spesies
aeromonas dapat dibedakan dari bakteri batang gram negatif dengan reaksi
oksidase positif pada pertumbuhan yang diambil dari lempeng agar darah (Jawetz
et al., 2013).
2.2.4.7 Campylobacter
Campylobacter termasuk bakteri batang gram negatif biasanya dapat
ditemukan di berbagai spesies hewan, termasuk hewan piaraan. Campylobacter
menyebabkan diare dan penyakit sistemik serta merupakan penyebab infeksi yang
tersebar paling luas di seluruh dunia. Infeksi Campylobacter pada binatang
piaraan juga terjadi secara meluas. Klasifikasi bakteri dalam famili
Campylobacter sering mengalami perubahan tetapu Campylobacter jejuni adalah
organisme prototype dalam kelompok Campylobacter dan merupakan penyebab
diare yang paling sering pada manusia. Karakteristik biakan adalah hal yang
paling penting dalam isolasi dan identifikasi Campylobacter jejuni dan
campylobacter lainnya. Diperlukan juga medium selektif, dan inkubasi harus
dlakukan dalam lingkungan dengan kadar O2 rendah (5% O2) dengan tambahan
CO2 (10% CO2). Medium cocok untuk isolasi Campylobacter jejuni pada suhu
420C jika medium Skirrow diinkubasi pada suhu 36-370C, jenis Campylobacter
lainnya dapat diisolasi (Jawetz et al., 2013).
2.2.4.8 Staphylococcus
Adalah bakteri kokus gram positif Staphylococcus berasal dari kata
Staphyle yang berarti kelompok buah anggur dan kokus yang berarti benih bulat.
Bakteri ini sering ditemukan sebagai flora normal di kulit dan selaput lendir
manusia. Dapat menyebabkan infeksi baik pada manusia dan hewan. Beberapa
jenis kuman ini dapat membuat enterotoksin yang dapat menyebabkan keracunan
makanan. Bakteri ii dapat diasingkan dari bahan-bahan klinik, karier, makanan
dan lingkungan (Staf Pengajar UI, 2010).
2.2.4.9 Streptococcus
Adalah bakteri kokus gram positif dan manusia termaksuk salah satu
makhluk paling rentan terhadap infeksi Streptococcus dan tidak ada alat tubuh
atau jaringan dalam tubuhnya yang benar-benar kebal. Bakteri ini dapat
menyebabkan penyakit epidemik antara lain scarlet fever, erisipelas, radang
tenggorokan, febris puerpuralis, rheumatic fever, dan bermacam macam penyakit
lainnya (Staf Pengajar UI, 2010).
2.2.4.10 Enterobacter spp

Infeksi Enterobacter biasanya terjadi pada lingkungan rumah sakit, namun


ada juga beberapa spesies Enterobacter yang kurang berbahaya yang bisa
didapatkan dari lingkungan seperti air. Sumber infeksi mikroorganisme ini bisa
berasal dari endogen seperti saluran cerna, saluran kemih, dan kolonisasi di kulit.
Sama seperti Enterobactericeae lainnya bakteri ini juga dapat dikultur di media
agar McConkey atau EMB dan hasil dari kultur bakteri ini akan menghasilkan
koloni yang memfermentasi laktosa (Brook et al., 2013).

2.2.4.11 Proteus spp

Proteus adalah bakteri garam negatif berbentuk batang famili


Enterobactericeae. Infeksi mikroba ini dapat ditemukan dalam kasus infeksi
saluran kemih, pneumonia, infeksi fokal, dan bisa terjadi bakteremia. Bakteri ini
menimbulkan infeksi pada manusia hanya jika Proteus keluar dari saluran cerna.
Proteus adalah flora normal pada saluran pencernaan bersamaan dengan
Klebsiella dan E.coli. Urease yang dihasilkanya menyebabkan dihidrolisisnya
urea pada urin manusia menjadi ammonia sehingga pada pasien dengan infeksi
saluran kemih urinnya akan basa. Proteus ini sebenarnya sering menyebabkan
infeksi pada rumah sakit seperti pada pasien ataupun pekerja medis. Namun ada
juga spesies yang sangat banyak menimbulkan infeksi di kalangan masyarakat
(community-acquired) seperti Proteus mirabilis. Untuk kepentingan diagnostik,
proteus bisa dibiakkan di agar MacConkey yang akan menghasilkan koloni yang
bergerombol dan motil (Brook et al., 2013).
2.2.4.12 Klebsiella
Klebsiella pertama kali diteliti dan diberi nama oleh bacteriologist Jerman
yang bernama Edwin Jklebs (1834 –1913). Klebsiella merupakan bakteri gram
negatif dari famili Enterobactericeae yang dapat ditemukan di traktus
gastrointestinal dan traktus respiratori. Beberapa spesies Klebsiella antara lain
Klebsiella pneumoniae, Klebsiella oxytoca, Klebsiella ozaenae dan Klebsiella
rhinoscleromatis. Pada manusia, Klebsiella pneumonia hidup secara saprofit
dalam sistem pernafasan dan tinja manusia normal sebesar 5%, dengan 1% dapat
menyebabkan radang paru–paru. Berdasarkan kebutuhannya akan oksigen,
Klebsiella sp. merupakan bakteri fakultatif anaerob (Jawetz et al., 2013).

2.2.5 Flora Normal Saluran Cerna

Saat lahir usus steril, tetapi organisme segera masuk bersama makanan.
Pada anak yag mendapat ASI, usus mengandung banyak Streptococcus asam
laktat dan laktobasilus. Organisme aerob dan anaerob, gram positif, non motil ini
(misalnya, spesies bifidobakterium) menghasilkan asam dan karbohidrat dan
menoleransi pH 5,0. Pada anak yang minum susu formula, lebih banyak flora
campuran di dalam usus, dan laktobasilus lebih sedikit. Seiring berkembangnya
pola makan menuju pola dewasa, flora usus berubah. Diet mempunyai pengaruh
yang nyata dalam komposisi relative flora usus dan feses. Usus neonatus dalam
ruang perawatan intensif cenderung terkolonisasi oleh Enterobacteriaceae (Jawetz
et al., 2013).
Pada orang dewasa, esophagus mengandung mikroorganisme yang masuk
bersama saliva dan makanan. Keasaman lambung menjaga jumlah
minkroorgaisme pada angka minimum (103-105/g kandungan) kecuali jika terjadi
obstruksi di pylorus yang menyebabkan ploriferasi kokus dan basilus gram positif.
pH asam yang normal pada lambung secara nyata melindungi dari infeksi dari
beberapa patogen enterik, misalnya, kolera. Pemberian simetidin untuk ulkus
peptikum menyebabkan peningkatan yang banyak dari flora mikroba lambung,
termasuk banyak organisme yang biasanya banyak dalam feses. Sering pH usus
menjadi basa, flora residen secara bertahan meningkat. Dalam duodenum orang
dewasa terdapat 103-106 bakteri per gram isi, dan jejunum dan ileum 105-108
bakteri per gram dan dalam sekum serta colon transverses 108-1010 bakteri per
gram. Dalam usus bagian atas, laktobasilus dan enterokokus menonjol, tetapi di
ileum bawah dan sekum, flora seperti yang ada di dalam feses. Di kolon
sigmoideum dan retum terdapat sekitar 1011 bakteri per gram isi, yang merupakan
10-30% massa feses. Organisme anaerob melebihin organisme fakultatif hingga
1.000 kali lipat. Pada keadaan diare, jumlah bakteri dapat berkurang secara nyata,
sedangkan pada statis usus jumlahnya meningkat (Jawetz et al., 2013).
2.3 Identifikasi Bakteri
2.3.1 Mikroskopis
1. Media
Fungsi dari media adalah untuk menumbuhkan mikroba, isolasi,
memperbanyak jumlah, menguji sifat-sifat fisiologi, dan perhitungan
jumlah mikroba (Thomas, 2013).
2. Jenis Media
1. Media Diperkaya (Media Enrichment)
Media diperkaya adalah media yang mengandung
komponen dasar untuk pertumbuhan mikroba dan ditambah
komponen kompleks seperti darah, serum, kuning telur sehingga
dapat digunakan untuk menumbuhkan mikroba tertentu (Thomas,
2013).
2. Media Selektif
Media yang mengandung bahan-bahan tertentu yang
bersifat selektif yang memungkinkan bakteri-bakteri tertentu
memang dapat tumbuh tetapi dengan masing-masing koloni yang
sangat khas. Media selektif selain mengandung nutrisi juga
ditambah suatu zat tertentu sehingga media tersebut dapat menekan
pertumbuhan mikroba lain dan merangsang pertumbuhan mikroba
yang diinginkan. Media selektif terdiri dari soda agar untuk Vibrio
cholera, TCBS (Thiosulfate Citrate Bile Sucrose), MacConkey,
SSA (Salmonella Shigella Agar), Bismuth sulfite agar,
Campylobacter selektif media, dan ogawa medium (Thomas,
2013).
3. Media Diferensial
Media yang karena adanya komposisi kimia tertentu
mampu memberikan cirri khusus pda genus tertentu yang terdiri
dari media MacConkey, EMBA (Eosin Methylene Blue Agar)
(Thomas, 2013).
2.3.2Makroskopis
1. Pemeriksaan Langsung
Pemeriksaan langsung digunakan untuk mengamati pergerakan,
mengamati bentuk dan ukuran sel yang alami, yang pada saat mengalami
fiksasi panas serta selama proses pewarnaan mengakibatkan beberapa
perubahan (Thomas, 2013).
2. Pewarnaan
Teknik pewarnaan dikelompokkan menjadi beberapa tipe, berdasarkan
respon sel bakteri terhadap zat pewarna dan sistem pewarnaan yang
digunakan. Untuk pemisah kelompok bakteri digunakan pewarnaan gram
adalah pewarnaan diferensial merupakan pewarnaan gram yang
diperkenalkan oleh Dr. Christian Gram. Dia membagi sel-sel bakteri
kedalam 2 grup yaitu gram positif dan gram negatif. Pewarnaan gram
menggunakan 4 reagen yang berbeda. Keempat reagen tersebut adalah
Primary strain, mordant iodine, decolorizing agents, counter strain
(Thomas, 2013).
3. Uji Biokimia
1. Pemeriksaan Indol
Pemeriksaan dimaksudkan untuk mengetahui apakah dalam proses
pertumbuhannya bakteri dapat membentuk indol dari triptofan.
Adanya pembentukan indol dapat diketahui dengan reagen Ehrlich
atau Konvacs, yang mengakibatkan medium berwarna merah.
Medium pembiakan cair yang telah ditanam dieramkan selama 24 jam
sampai 48 jam dan berikan reagens Ehrlich
Paradimetilaminbenzaldehida 9 gram, Etilalkohol 190 gram, Asam
klorida 40 gram. Kedalam biakan ditambahkan 1 ml eter atau silil,
dikocok, sehingga tersebar rata diseluruh cairan, kemudian didiamkan
sampai semua eter atau silol berkumpul di permukaan. Reagens
diteteskan perlahan-lahan melalui dinding tabung sebanyak kira-kira
0,5 ml. bila indol positif maka tampak cincin merah terbentuk di batas
cairan medium dan eter atau xilol (Koes Irianto, 2012).
2. Metil Merah pengujian dengan metil merah dilakukan untuk
mengetahui apakah bakteri dapat membentuk asam sedemikian
banyaknya sehingga dapat mengubah indikator metil merah menjadi
merah. Beberapa jenis bakteri dapat membentuk asam tetapi tidak
cukup banyak untuk dapat mengubah indikator dan penurunan pH
sampai 5,0 pada umumnya sudah meghambat kelanjutan hidup
mikroorganisme (Koes Irianto, 2012).
3. Voges Proskauer
Menurut Voges Proskauer pengujian yang dilakukan adalah
untuk mengetahui apakah dalam proses pertumbuhan organisme
terbentuk asetil-metilkarbinol sebagai produk antara (intermediate
product) dari proses metabolisme karbohidrat (Koes Irianto, 2012).
2.4 Kerangka Teori

Keracunan Penggunaan
Infeksi Malabsorbsi Makanan antibiotik

Virus Bakteri Parasit

E.coli

Clostridium botulinum

Shigella

Salmonella

Bacillus cereus

Vibrio

Campylobacter

Aeromonas
Berkembang di
usus

Hipersekresi air
& elektrolit

Peningkatan isi
usus

Diare Pada Balita

Gambar 2.2 Kerangka Teori


2.5 Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka hubungan
antara konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian-penelitian
yang dilakukan dalam penelitian ini dengan mengacu pada latar belakang dan
landasan teori, maka dalam penelitian ini dibuat kerangka konsep sebagai berikut :

Variabel Independen Variabel Dependen

Bakteri penyebab diare Diare pada balita


BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium
dan sampel diambil dari hasil diagnosa feses pada pasien diare pada balita
yang terdapat di Rumah Sakit Pertamina Bintang Amin Bandar Lampung
di periksa di Laboratrium Mikrobiologi Universitas Malahayati Bandar
Lampung.
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Data sampel penelitian diambil dari analisis pemeriksaan feses
pada pasien diare balita di Rumah Sakit Pertamina Bintang Amin Bandar
Lampung yang diperiksa di Laboratotium Mikrobiologi Universitas
Malahayati Bandar Lampung pada Desember 2016 - Januari 2017.
3.3 Subjek Penelitian
3.3.1 Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah pasien yang terdapat di
Rumah Sakit Pertamina Bintang Amin Bandar Lampung.
3.3.2 Sampel Penelitian
Sampel penelitian ini diambil dari seluruh populasi balita yang
terkena diare di Rumah Sakit Pertamina Bintang Amin Bandar Lampung.
Teknik ini dikenal sebagai teknik sensus. Teknik ini mempunyai kelebihan
yaitu dapat menghilangkan kesalahan dalam penarikan sampel serta
menyediakan data tentang semua individu dalam suatu populasi tertentu.
Keuntungan dalam menggunakan teknik ini ialah peneliti dapat
memperoleh tingkat ketepatan yang tinggi.
3.3.3. Cara Pengambilan Sampel
Cara pengambilan sampel menggunakan teknik non random
accidental sampling. Pengambilan sample dilakukan dengan mengambil
kasus atau responden yang kebetulan ada atau tersedia di suatu tempat
sesuai tempat sesuai dengan konteks penelitian analisa feses yaitu di
Rumah Sakit Pertamina Bintang Amin Bandar Lampung.
3.4 Variabel Penelitian
1. Variabel Independen
Variable Independen dalam penelitian ini adalah bakteri penyebab diare
pada balita di Rumah Sakit Pertamina Bintang Amin Bandar Lampung
2. Variable Dependen
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah diare pada balita.
3.5 Kriteria Pengambilan Sampel
1. Semua pasien anak yang terkena infeksi bakteri diare di Rumah Sakit
Pertamina Bintang Amin Bandar Lampung.
2. Bersedia untuk diambil feses
3.6 Definisi Oprasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional
No Variable Definisi Alat Ukur Hasil ukur Skala
1 Jenis Macam-macam -Media -Eschericia Nominal
bakteri bakteri yang selektif coli
diare menimbulkan -Pewarnaan - Enterococcus
penyakit diare gram - Salmonella
-Uji - Shigella
Biokimia - pseudomonas
-Vibrio

2 Diare Buang air besar Timbangan Gram Nominal


dengan
konsistensi
yang lembek
biasanya
disertai dengan
peningkatan
frekuensi.
3.7 Jenis dan Sumber Data
3.7.1 Data Primer
Diperoleh langsung dari pemeriksaan feses hasil isolasi dan
identifikasi bakteri di Laboratorium Universitas Malahayati Bandar
Lampung yang diambil dari sumber data.
3.8 Alat dan Bahan Penelitian
3.8.1 Alat
Alat yang dipakai adalah colostomy bag, mikropipet, tabung reaksi,
rak steril, ose, lampu bunsen, objek kaca, mikroskop, cawan petri,
spreader, tissue, gelas ukur, erlenmeyer dan inkubator. Pada penelitian ini
dilakukan sterilisasi alat yang dimaksudkan untuk menjaga kontaminasi
bakteri lain yang bukan berasal dari sampel.
3.8.2 Bahan
Bahan yang digunakan adalah feses pasien yang terkena diare, spritus,
media pembenihan seperti Nutrient agar (NA), Thiosulphate Citrate Bile
Salts Sucrose Agar (TCBS), Salmonella Shigella Agar (SSA), Endo agar,
media enrichment, gentien violet 5%, karbol fuchsin 0,3%, lugol 1 %,
alkohol 70%, akuades, larutan garam fisiologis 0,85% dan bahan uji
biokimia yaitu Methyl Red (MR), Voges Proskauer (VR), Indol, Potasium
Cyanide (KCN).
3.9 Prosedur Penelitian
1. Pengambilan sampel
Pengambilan sampel dilakukan dengan cara inform consent kepada
pasien atau wali pasien yang akan diambil fases untuk dijadikan sebagai
spesimen penelitian dan mengumpulkan sampel. Pengambilan sampel
dengan cara menyiapkan wadah steril dan memasukan feses ke dalam
colostomy bag. Wadah diberi kode dan tanggal pengambilan kemudian
sampel dibawa ke Laboratorium untuk diperiksa (Reni, 2014).
2. Perbanyak Bakteri Pada Sampel
Memperbanyak bakeri pada sampel dilakukan dengan teknik
enrichment yang bertujuan menstimulasi pertumbuhan mikroba yang
diinginkan dalam sampel. Teknik ini dilakukan dengan cara memasukan
spesimen pada media enrichment pada Nutrient Broth dan diinkubasi
dalam suhu 370C selama 24 jam. (Reni, 2014)
Setelah itu menyiapkan garam fisiologis (0,85%) sebanyak 8 tabung lalu
tempatkan ke dalam masing-masing tabung reaksi sebanyak 9 ml,
kemudian bakteri yang telah di enrichment dilakukan pengenceran berseri
sampai dengan 10-8. Pada pengenceran 10-4 sampai dengan 10-8 dia ambil
sebanyak masing-masing 100 µl untuk disebar ke dalam media NA plate
menggunakan mikropipet kemudian diratakan menggunakan spreader dan
diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam. Setelah diinkubasi bakteri yang
tumbuh pada permukaan media NA plate diamati morfologinya yang
berbeda-beda. Kemudian di pindahkan ke dalam media NA miring sebagai
stock bakteri dan masing-masing diberi kode. Kemudian akan dilanjutkan
dengan menggunakan media selektif untuk mengidentifikasi masing-
masing bakteri (Rusma et al., 2013)
3. Pertumbuhan Bakteri Pada Media Selektif
Masing-masing bakteri stock dengan kode yang berbeda yang
diperoleh dari isolasi sebelumnya akan ditumbuhkan pada media-media
selektif yaitu Endo Agar, Salmonella Shigella Agar (SSA), dan
Thiosulphate Citrate Bile Salts Sucrose Agar (TCBS) selama 24 jam
dengan suhu 37oC. Pada media Endo Agar bakteri yang di duga
Echerichia coli akan berwarna hijau metalik, sedangkan pada media SSA
bakteri yang di duga Salmonella akan berwarna hitam pada bakteri
Shigella akan tumbuh dengan warna jernih atau transparan. Pada media
TCBS bakteri yang diduga Vibrio cholera akan berwarna kuning
sedangkan Vibrio parahaemolyticus cenderung tidak berubah untuk
memastikan bakteri-bakteri tersebut maka diperlukan analisis lanjutan
(Rusma et al., 2013).
4. Pewarnaan Gram
Identifikasi bakteri dilakukan dengan pewarnaan gram bertujuan
untuk melihat bakteri pada gram positif dan gram negatif melakukan
pewarnaan gram dengan cara mengambil satu atau lebih dari masing-
masing bentuk koloni yang tumbuh pada masing masing sample lalu
membuat sediaan pada objek glass steril, setelah ditetesi sedikit aquades
lalu campur dan keringkan diatas lampu Bunsen. Setelah itu menetesi
dengan Gentian Violet 5%, didiamkan selama 5 menit, bilas dengan air
mengalir. Lalu, tetesi dengan lugol 1% didiamkan selama 5 menit, lalu
bilas dengan air mengalir. Kemudian menetesi dengan alkohol 70%
didiamkan selama 3 menit, lalu bilas dengan air mengalir. Jika sudah di
bilas maka tambahkan dengan Karbol Fuchsin 0,3% didiamkan selama 5
menit, lalu bilas dengan air mengalir kemudian keringkan diudara. Setelah
itu amati masing-masing objek glass yang telah di tetesi oli emersi di
bawah mikroskop (Reni, 2014).
5. Uji biokimia
Bakteri yang telah ditumbuhkan pada media selektif selanjutnya
akan dilakukan uji biokimia degan cara menumbuhkan pada media Triple
Sugar Iron Agar (TSIA), Methyl Red (MR), Voges Proskauer (VR),
Simon Citrat (SC), uji fermentasi gula untuk mengetahui sifat biokimia
bakteri tersebut. Pada bakteri Shigella akan memberikan reaksi (+) pada
media Methyl Red, (+) pada fermentasi gula, (-) pada Voges Proskauer, (-)
pada uji urea, (-) pada uji Simon Citrat, (+) tanpa menghasilkan H2S.
sedangkan pada Salmonella akan memberikan reaksi (+) pada media
Methyl Red, (+) pada fermentasi gula, (-) pada Voges Proskauer, (+) pada
uji urea, (-) pada uji Simon Citrat, (+) dengan menghasilkan H2S. pada
Vibrio akan memberikan reaksi (+) pada media Methyl Red, (+) pada
fermentasi gula, (-) pada Voges Proskauer, (-) pada uji urea, (+) dengan
menghasilkan H2S. pada Escherichia coli akan memberikan reaksi (+)
pada media Methyl Red, (+) pada fermentasi gula, (-) pada Voges
Proskauer, (-) pada uji urea, (-) pada uji Simon Citrat, (+) tanpa
menghasilkan H2S (Erdiansyah et al., 2014)
3.10 Alur Penelitian

Pengambilan Spesimen

Media Enrichment (Nutrient


Broth)

Inkubasi 370C, 24 jam

Isolasi ke Media Selektif

NA

SSA

Endo Agar

TCBS

Inkubasi 370C, 24 jam

NA miring
Gram (+)
Pengecatan
Inkubasi 370C, 24 jam
Gram
Gram (-)
Tes Biokimia Escherichia coli
TSIA, Urea, Sitrat, Voges Samonella
Proskauer, Metil Red (MR)
Shigella

Vibrio
Hasil

Gambar 3.1 Alur Penelitian


3.11 Pengolahan Data

Pegumpulan Data

Pengolahan Data

Analisis

Laporan

Revisi

Presentasi

Gambar 3.2 Pengolahan Data


DAFTAR PUSTAKA

Bab. (2016). Pocket Reference to Hospital Acquired Infection Science Press


Limited. Claveland Streed. London.

Brooks G.F., Carroll K.C., Butel J.S., Morse S.A., & Mietzner T.A. (2013).
Jawetz, Melnick, & Adelberg’s. Medical Microbiology. 26th ed. New York: Mc
Graw –Hill

Depkes RI. (2011). Situasi diare di Indonesia. Data dan informasi kesehatan, 15-
30.

Dorlan, Newman. (2012). Kamus Kedokteran Dorland. edisi 31. Jakarta: EGC.

Erdiansyah, R., Dina, A., & Faisal, J. (2014). Isolasi Dan Identifikasi genus
Salmonella Dan Shigella di feses orang hutan Sumatra Di Pusat Reintroduksi
Orang Hutan Jantho. Fakultas Kedokteran UNSYAH: Banda Aceh

Jawetz., Melnick., & Adelberg. (2013). Mikrobiologi kedokteran. Edisi 25.


Jakarta: EGC.

Juffrie, M. (2010). Buku Ajar Gastroenterologi – Hepatologi. Jilid 1. Jakarta:


Balai Penerbit IDAI.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2011). Panduan Sosialisasi


Tatalaksana Diare pada Balita. Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan, 3-27.

Koes Irianto. (2012). Mikrobiologi Menguak Dunia Mikroorganisme. Jilid 2.


Jakarta; Yrama widya.
Mandal, BK., Wilkins., EGL, Dunbar, EM., & Mayon, RT. (2008). Penyakit
Infeksi. Jakarta: Penerbir Erlangga

Muttaqin, G.M., Hartyo, E., & Marisa, D., Isolat Bakteri. (2015). Gambaran
Isolat Bakteri Aerob Diare Pada Pada Anak Yang Dirawat Di RSUD Ulin
Banjarmasin, 87-93.

Pelczar, Jr., Michael, j., & Chan, E.C.S. (2006). Dasar-dasar Mikrobiologi. Jilid
1. Jakarta: Penerbit Indonesia.

Reni, Z., (2014). Isolasi dan Identifikasi bakteri pada cairan lensa kontak. FK
UNMAL. Universitas Malahayati: Bandar Lampung.

Riset Kesehatan Dasar. (2013). Riset Kesehatan Dasar. Badan Penelitian dan
pengembangan Masyarakat Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 54-60.

Rusma, Y., Eka, P.J., & Boy, R.S. (2013). Viabilitas Bakteri Asam Laktat Dan
Aktifitas Antimikroba Susu Fermentasi Terhadap Streptococcus pyogenes, Vibrio
Cholerae dan Candida albicans.Universitas Atma Jaya: Yogyakarta

Setiawati, S., Alwin, I., Sudoyo, A.W., Simadibrata , M., Setiohadi, B., &
Syam, A.F. (2014). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi VI. Jakarta: Interna
Publishing.

Simadibrata, M., Daldiyono, Y. (2006). Diare Akut. Jakarta : Pusat Penerbitan


Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Siti, T.N., Waworuntu, O., & Porotu, O.J. (2015). E-Biomedik. Pola Bakteri
Aerob Pada Anak Di Instalansi Rawat Inap Anak RSU Monginsidi Teling, 3(1),
221-226.
SNI (Standar Nasional Indonesia). (2008). Metode Pengujian Cemaran Mikroba
dalam Daging, Telur dan Susus, Serta Hasil Olahannya. Jakarta: Badan
Standarisasi Nasional.

Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. (2010). Mikrobiologi


Kedokteran. Jakarta: Binarupa Aksara Publisher.

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.


(2007). Ilmu Kesehatan Anak. Edisi XI. Jakarta: Info Medika Jakarta.

Syahrurachman, A., (2010). Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: Bina


Rupa Aksara Publisher.

Thomas, Margie & Mardiah. (2013). Teknik Isolasi dan Kultur FK UNPAD.
Universitas Padjadjaran; Bandung.

Wido, Y. (2011). Penyakit tropis. Edisi II. Jakarta: Penerbit Erlangga

Zein, U., Sagala, K.H., & Ginting, J. (2004). Diare Akut Disebabkan Bakteri.
Fakultas Kedokteran Bagian Ilmu Penyakit Dalam Universitas Sumatera Utara.

Anda mungkin juga menyukai