Anda di halaman 1dari 21

BAB I

STATUS PASIEN

I. Identitas Pasien
a. Nama : Ny. N
b. Jenis kelamin : Perempuan
c. Usia : 50 tahun
d. Pekerjaan : pegawai katring
e. Alamat : RT.06 Tahtul Yaman

II. Latar Belakang Sosial-ekonomi-demografi-lingkungan-keluarga


a. Status Perkawinan : Janda
b. Jumlah anak :-
c. Status ekonomi keluarga : cukup
d. Kondisi rumah :
Pasien tinggal dirumah panggung. Rumah terdiri dari 1 ruang tamu, 2 kamar
tidur, 1 dapur, 1 kamar mandi. lantai rumah terbuat dari kayu. Pintu masuk terdapat
di depan disertai dengan 2 buah jendela di depan rumah. Keadaan rumah cukup bersih
dan rapih. Terdapat 1 buah kamar mandi, terdapat 1 jamban/wc jongkok, mesin cuci.
Air yang digunakan untuk masak, makan, minum dan mandi dari air berasal dari air
pdam.
e. Kondisi lingkungan di sekitar rumah :
Sekitar rumah merupakan pemukiman padat penduduk, halaman depan rumah
cukup bersih, keadaan didalam rumah tertata cukup rapi dan bersih.

1
III. Aspek Perilaku dan Psikologis dalam Keluarga
Hubungan pasien dengan keluarganya baik.

IV. Keluhan Utama


Nyeri pada pergelangaan tangan kiri sejak ± 1 minggu yang lalu.

V. Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang berobat ke Puskesmas Tahtul Yaman dengan keluhan rasa nyeri pada
pergelangan tangan sebelah kiri sejak ± 1 minggu yang lalu dan memberat 2 hari
sebelum datang ke puskesmas. Nyeri dirasakan seperti tertekan dan pegal. Nyeri tidak
menjalar. Nyeri dirasakan semakin memberat saat tangan dipakai melakukan pekerjaan
sehari hari dan berkurang saat istirahat dan dipijat. Pasien mengatakan keluhan disertai
timbul rasa kebas terutama pada ibu jari, jari telunjuk dan jari tengah. Kebas dirasakan
hilang timbul dan dirasakan terutama pada malam hari dan berkurang bila dikibas –
kibaskan namun keluhan kebas muncul kembali. Keluhan lebih menonjol pada rasa
nyeri di telapak tangan disangkal. Riwayat bengkak dan rasa panas pada tangan
disangkal. Riwayat jatuh menumpu pada tangan disangkal, Riwayat kelemahan anggota
gerak disangkal. BAK dan BAB normal tidak ada keluhan. Demam (-), mual (-),
muntah (-).

VI. Riwayat Penyakit Dahulu :


- Riwayat sakit dengan keluhan yang sama 4 bulan yang lalu (+), berobat ke
puskesmas dan mendapatkan obat tetapi lupa nama obatnya, keluhan dirasa
membaik.
- Riwayat trauma (-)
- Riwayat DM (-), hipertensi (-), maagh (-)

VII. Riwayat Penyakit Keluarga :


- Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama (-)
- Riwayat DM (-),hipertensi (-)

2
VIII. Riwayat makan, alergi, obat obatan, perilaku kesehatan dll yang relevan
Pasien merupakan seorang pegawai katring dengan kegiatan sehari – hari memasak
katringan. Pasien mengatakan sering menggiling cabai menggunakan batu gilingan
ketika memasak, pasien juga kadang mencuci baju menggunakan tangan.

IX. Pemeriksaan Fisik


Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 130/80 mmHg
Pernafasan : 20x/menit
Nadi : 80x/menit
Suhu : 36,50 C
Ekstremitas :
- Superior : CRT<2 detik
- Inferior : CRT<2 detik
Status Gizi : IMT = 54/(1,55)2 =
22,47 (normal)

Pemeriksaan Organ
Kepala :
Bentuk : normocephal
Mata : Konjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/-, pupil
isokor, reflex cahaya +/+
Telinga : Serumen -/-, nyeri tekan tragus -/-
Hidung : Sekret -/-, Epistaksis -/-
Mulut : Bibir sianosis (-), lidah kotor (-), atropi papil (-)
Leher : pembesaran KGB (-), JVP 5-2 cmH2o, kaku kuduk (-)
Thoraks
Paru :
 Inspeksi : Simetris kiri dan kanan
 Palpasi : Fremitus kiri dan kanan normal
 Perkusi : Sonor
 Auskustasi : Suara nafas vesikuler, Rhonki -/-, wheezing -/-
Jantung :

3
 Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
 Palpasi : Iktus kordis teraba, tidak kuat angkat
 Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
 Auskultasi : BJ I-II regular, gallop (-), murmur (-)
Abdomen
Inspeksi : Cembung, venektasi (-), jaringan parut (-)
Palpasi : Soepel, nyeri tekan epigastrium (+), hepar lien
tidak teraba, ballottement -/-, ketok CVA -/-
Perkusi : Timpani (+)
Auskultasi : Bising usus (+) normal

Ekstremitas :
Superior : Akral hangat +/+, edema -/-, kekuatan motoric 5/5, sensoris
normotesia +/+, refeleks fisiologis +/+, reflek patologis -/-
Inferior : Akral hangat +/+, edema -/- , kekuatan motoric 5/5, sensoris
normotesia +/+, refeleks fisiologis +/+, reflek patologis -/-

Pemeriksaan :
- Tinel’s sign : (+/-)
- Phalen’s test : (+/-)
- Flick’s sign : (+/-)
- Thenar wasting : (-/-)
- Finkelstein's test : (-/-)

X. Pemeriksaan Penunjang Anjuran:


Pemeriksaan rontgen Manus

XI. Diagnosa Kerja


Carpal tunnel syndrom Manus sinistra (G56.01)

4
XII. Diagnosa Banding
- Pronator teres syndrome G56.80
- De Quervain's syndrome

XIII. Manajemen
a. Promotif :
 Menjelaskan pada pasien mengenai carpal tunnel syndrome serta
penanggulangannya.
 Menjelaskan cara penggunaan obat yang benar.

b. Preventif :
 Mengistirahatkan tangan dari aktifitas yang berulang
 Menjaga kesehatan dengan mengkonsumsi makanan yang bergizi

c. Kuratif :
Non Farmakologi
 Kibas-kibaskan tangan selama kurang lebih 15 kali kibas selama ½ jam lakukan 3
kali sehari
 Melakukan gerakan Nerve gliding secara rutin

Farmakologi
 Meloxicam tablet 7,5 mg 2x1 (jika nyeri)
 Dexamethason tablet 0,5 mg 2x1
 Vitamin B6 tablet 100 mg 1x1

d. Rehabilitatif
Pasien disarankan untuk kontrol ulang ke puskesmas atau rumah sakit bila keluhan
timbul kembali, tidak berkurang atau memberat.

5
Resep puskesmas Resep ilmiah 1
Dinas Kesehatan Kota Jambi Dinas Kesehatan Kota Jambi
Puskesmas Tahtul Yaman Puskesmas Tahtul Yaman
Jl. H. Tomok, Tahtul Yaman, Pelayangan, Kota Jl. H. Tomok, Tahtul Yaman, Pelayangan, Kota Jambi,
Jambi, Jambi 36265 Jambi 36265
dr. Hafizani rahmah dr. Hafizani Rahmah
SIP. 123456 SIP. 123456
STR. 78910 STR. 78910
Tanggal : 5 Juli 2018 Tanggal : 5 Juli 2018

R/ meloxicam tab 7,5 mg No VI R/ ibuprofen tab 200 mg No X


S2dd tab 1 prn (nyeri) S3dd tab 1 prn (nyeri)
R/ dexamethason tab 0,5 mg No VI R/ dexamethason tab 0,5 mg No VI
S2dd tab 1 S2dd tab 1
R/ Vitamin B6 tab 100 mg No III R/ Vitamin B6 tab 100 mg No III
S1dd tab 1 S1dd tab 1

Pro : Pro :
Umur : Umur :
BB : BB :
Alamat : Alamat :

Dinas Kesehatan Kota Jambi Dinas Kesehatan Kota Jambi


Puskesmas Tahtul Yaman Puskesmas Tahtul Yaman
Jl. H. Tomok, Tahtul Yaman, Pelayangan, Kota Jl. H. Tomok, Tahtul Yaman, Pelayangan, Kota Jambi,
Jambi, Jambi 36265 Jambi 36265
dr. Hafizani Rahmah dr. Hafizani Rahmah
SIP. 123456 SIP. 123456
STR. 78910 STR. 78910
Tanggal : 5 Juli 2018 Tanggal : 5 Juli 2018

R/ Na. Diklofenak tab 25 mg No X


S3dd tab 1 prn (nyeri)
R/ dexamethason tab 0,5 mg No VI
S2dd tab 1
R/ Vitamin B6 tab 100 mg No III
S1dd tab 1

Pro : Pro :
Umur : Umur :
BB : BB :
Alamat : Alamat :

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Menurut American Academy of Orthopaedic Surgeons Clinical Guideline, Carpal
Tunnel Syndrome (CTS) adalah gejala neuropati kompresi dari N. medianus di tingkat
pergelangan tangan, ditandai dengan bukti peningkatan tekanan dalam terowongan karpal dan
penurunan fungsi saraf di tingkat itu. Pada CTS terjadi penyempitan pada terowongan karpal,
baik akibat edema fasia pada terowongan tersebut maupun akibat kelainan pada tulang-tulang
kecil tangan sehingga terjadi penekanan terhadap nervus medianus di pergelangan tangan.
Kelainan ini tidak dibatasi oleh usia, jenis kelamin, etnis, atau pekerjaan dan disebabkan
karena penyakit sistemik, faktor mekanis dan penyakit lokal.1

2.2 Etiologi

Beberapa penyebab dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kejadian CTS antara
lain2,3,4:
1. Herediter, neuropati herediter yang cenderung menjadi pressure palsy, misalnya HMSN
(hereditary motor and sensory neuropathies) tipe III.
2. Trauma, dislokasi, fraktur atau hematom pada lengan bawah, pergelangan tangan dan
tangan .Sprain pergelangan tangan. Trauma langsung terhadap pergelangan tangan.
3. Pekerjaan, gerakan mengetuk atau fleksi dan ekstensi pergelangan tangan yang
berulang-ulang.
4. Infeksi, tenosinovitis, tuberkulosis, sarkoidosis.
5. Metabolik, amiloidosis, gout, hipotiroid - Neuropati fokal tekan, khususnya CTS juga
terjadi karena penebalan ligamen dan tendon dari simpanan zat yang disebut
mukopolisakarida.
6. Endokrin, akromegali, terapi estrogen atau androgen, diabetes mellitus, hipotiroid,
kehamilan.
7. Neoplasma, kista ganglion, lipoma, infiltrasi metastase, mieloma.
8. Penyakit kolagen vascular, artritis reumatoid, polimialgia reumatika, skleroderma,
lupus eritematosus sistemik.
9. Degeneratif, osteoartritis.

7
10. Iatrogenik, punksi arteri radialis, pemasangan shunt vaskular untuk dialisis, hematoma,
komplikasi dari terapi anti koagulan.
12. Inflamasi, Inflamasi dari membran mukosa yang mengelilingi tendon menyebabkan
nervus medianus tertekan dan menyebabkan CTS.

2.3 Patogenesis
Patogenesis CTS masih belum jelas. Beberapa teori telah diajukan untuk menjelaskan
gejala dan gangguan studi konduksi saraf. Yang paling populer adalah kompresi mekanik,
insufisiensi mikrovaskular, dan teori getaran. Menurut teori kompresi mekanik, gejala CTS
adalah karena kompresi nervus medianus di terowongan karpal. Kelemahan utama dari teori
ini adalah bahwa ia menjelaskan konsekuensi dari kompresi saraf tetapi tidak menjelaskan
etiologi yang mendasari kompresi mekanik. Kompresi diyakini dimediasi oleh beberapa
faktor seperti ketegangan, tenaga berlebihan, hyperfunction, ekstensi pergelangan tangan
berkepanjangan atau berulang.
Teori insufisiensi mikro-vaskular menyatakan bahwa kurangnya pasokan darah
menyebabkan penipisan nutrisi dan oksigen ke saraf yang menyebabkan ia perlahan-lahan
kehilangan kemampuan untuk mengirimkan impuls saraf. Scar dan jaringan fibrotik akhirnya
berkembang dalam saraf. Tergantung pada keparahan cedera, perubahan saraf dan otot
mungkin permanen. Karakteristik gejala CTS, terutama kesemutan, mati rasa dan nyeri akut,
bersama dengan kehilangan konduksi saraf akut dan reversibel dianggap gejala untuk
iskemia. Seiler et al menunjukkan (dengan Doppler laser flowmetry ) bahwa normalnya
aliran darah berdenyut di dalam saraf median dipulihkan dalam 1 menit dari saat ligamentum
karpal transversal dilepaskan. Sejumlah penelitian eksperimental mendukung teori iskemia
akibat kompresi diterapkan secara eksternal dan karena peningkatan tekanan di karpal tunnel.
Gejala akan bervariasi sesuai dengan integritas suplai darah dari saraf dan tekanan darah
sistolik . Kiernan dkk menemukan bahwa konduksi melambat pada median saraf dapat
dijelaskan oleh kompresi iskemik saja dan mungkin tidak selalu disebabkan myelinisasi yang
terganggu.
Menurut teori getaran gejala CTS bisa disebabkan oleh efek dari penggunaan jangka
panjang alat yang bergetar pada saraf median di karpal tunnel. Lundborg et al mencatat
edema epineural pada saraf median dalam beberapa hari berikut paparan alat getar genggam.
Selanjutnya, terjadi perubahan serupa mengikuti mekanik, iskemik, dan trauma kimia.
Hipotesis lain dari CTS berpendapat bahwa faktor mekanik dan vaskular memegang
peranan penting dalam terjadinya CTS. Umumnya CTS terjadi secara kronis dimana terjadi
8
penebalan fleksor retinakulum yang menyebabkan tekanan terhadap nervus medianus.
Tekanan yang berulang-ulang dan lama akan mengakibatkan peninggian tekanan
intrafasikuler. Akibatnya aliran darah vena intrafasikuler melambat. Kongesti yang terjadi ini
akan mengganggu nutrisi intrafasikuler lalu diikuti oleh anoksia yang akan merusak endotel.
Kerusakan endotel ini akan mengakibatkan kebocoran protein sehingga terjadi edema
epineural. Hipotesa ini menerangkan bagaimana keluhan nyeri dan sembab yang timbul
terutama pada malam atau pagi hari akan berkurang setelah tangan yang terlibat
digerakgerakkan atau diurut, mungkin akibat terjadinya perbaikan sementara pada aliran
darah. Apabila kondisi ini terus berlanjut akan terjadi fibrosis epineural yang merusak serabut
saraf. Lama-kelamaan saraf menjadi atrofi dan digantikan oleh jaringan ikat yang
mengakibatkan fungsi nervus medianus terganggu secara menyeluruh.
Selain akibat adanya penekanan yang melebihi tekanan perfusi kapiler akan
menyebabkan gangguan mikrosirkulasi dan timbul iskemik saraf. Keadaan iskemik ini
diperberat lagi oleh peninggian tekanan intrafasikuler yang menyebabkan berlanjutnya
gangguan aliran darah. Selanjutnya terjadi vasodilatasi yang menyebabkan edema sehingga
sawar darah-saraf terganggu yang berkibat terjadi kerusakan pada saraf tersebut.
Penelitian yang telah dilakukan Kouyoumdjian yang menyatakan CTS terjadi karena
kompresi saraf median di bawah ligamentum karpal transversal berhubungan dengan naiknya
berat badan dan IMT. IMT yang rendah merupakan kondisi kesehatan yang baik untuk
proteksi fungsi nervus medianus. Pekerja dengan IMT minimal ≥25 lebih mungkin untuk
terkena CTS dibandingkan dengan pekerjaan yang mempunyai berat badan ramping.
American Obesity Association menemukan bahwa 70% dari penderita CTS memiliki
kelebihan berat badan. Setiap peningkatan nilai IMT 8% resiko CTS meningkat.3,8

2.4 Manifestasi Klinis

Pada tahap awal gejala umumnya berupa gangguan sensorik saja. Gangguan motorik
hanya terjadi pada keadaan yang berat. Gejala awal biasanya berupa parestesia, kurang
merasa (numbness) atau rasa seperti terkena aliran listrik (tingling) pada jari 1-3 dan setengah
sisi radial jari 4 sesuai dengan distribusi sensorik nervus medianus walaupun kadang-kadang
dirasakan mengenai seluruh jari-jari .
Komar dan Ford membahas dua bentuk carpal tunnel syndrome: akut dan kronis.
Bentuk akut mempunyai gejala dengan nyeri parah, bengkak pergelangan tangan atau tangan,
tangan dingin, atau gerak jari menurun. Kehilangan gerak jari disebabkan oleh kombinasi dari

9
rasa sakit dan paresis. Bentuk kronis mempunyai gejala baik disfungsi sensorik yang
mendominasi atau kehilangan motorik dengan perubahan trofik. Nyeri proksimal mungkin
ada dalam carpal tunnel syndrome. Keluhan parestesia biasanya lebih menonjol di malam
hari. Gejala lainnya adalah nyeri di tangan yang juga dirasakan lebih berat pada malam hari
sehingga sering membangunkan penderita dari tidurnya. Rasa nyeri ini umumnya agak
berkurang bila penderita memijat atau menggerak-gerakkan tangannya atau dengan
meletakkan tangannya pada posisi yang lebih tinggi. Nyeri juga akan berkurang bila
penderita lebih banyak mengistirahatkan tangannya.
Apabila tidak segera ditangani dengan baik maka jari-jari menjadi kurang terampil
misalnya saat memungut benda-benda kecil. Kelemahan pada tangan juga sering dinyatakan
dengan keluhan adanya kesulitan yang penderita sewaktu menggenggam. Pada tahap lanjut
dapat dijumpai atrofi otot-otot thenar (oppones pollicis dan abductor pollicis brevis).dan otot-
otot lainya yang diinervasi oleh nervus medianus.9,10

2.5 Diagnosis

Diagnosa CTS ditegakkan selain berdasarkan gejala-klinis seperti di atas dan perkuat
dengan pemeriksaan yaitu :
1) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan harus dilakukan pemeriksaan menyeluruh pada penderita dengan perhatian
khusus pada fungsi, motorik, sensorik dan otonom tangan. Beberapa pemeriksaan dan tes
provokasi yang dapat membantu menegakkan diagnosa CTS adalah:
a) Phalen's test : Penderita diminta melakukan fleksi tangan secara maksimal. Bila dalam
waktu 60 detik timbul gejala seperti CTS, tes ini menyokong diagnosa. Beberapa
penulis berpendapat bahwa tes ini sangat sensitif untuk menegakkan diagnosa CTS.

Gambar 2.2 Phalen’s Test

10
b) Torniquet test : Pada pemeriksaan ini dilakukan pemasangan tomiquet dengan
menggunakan tensimeter di atas siku dengan tekanan sedikit di atas tekanan sistolik.
Bila dalam 1 menit timbul gejala seperti CTS, tes ini menyokong diagnosa.
c) Tinel's sign : Tes ini mendukung diagnosa bila timbul parestesia atau nyeri pada
daerah distribusi nervus medianus jika dilakukan perkusi pada terowongan karpal
dengan posisi tangan sedikit dorsofleksi.

Gambar 2.3 Tinel’s Test


d) Flick's sign : Penderita diminta mengibas-ibaskan tangan atau menggerak-gerakkan
jari-jarinya. Bila keluhan berkurang atau menghilang akan menyokong diagnosa CTS.
Harus diingat bahwa tanda ini juga dapat dijumpai pada penyakit Raynaud.
e) Thenar wasting : Pada inspeksi dan palpasi dapat ditemukan adanya atrofi otot-otot
thenar.
f) Menilai kekuatan dan ketrampilan serta kekuatan otot secara manual maupun dengan
alat dynamometer.
g) Wrist extension test : Penderita diminta melakukan ekstensi tangan secara maksimal,
sebaiknya dilakukan serentak pada kedua tangan sehingga dapat dibandingkan. Bila
dalam 60 detik timbul gejala-gejala seperti CTS, maka tes ini menyokong diagnosa
CTS.
h) Pressure test : Nervus medianus ditekan di terowongan karpal dengan menggunakan
ibu jari. Bila dalam waktu kurang dari 120 detik timbul gejala seperti CTS, tes ini
menyokong diagnosa.
i) Luthy's sign (bottle's sign) : Penderita diminta melingkarkan ibu jari dan jari
telunjuknya pada botol atau gelas. Bila kulit tangan penderita tidak dapat menyentuh
dindingnya dengan rapat, tes dinyatakan positif dan mendukung diagnosis.

11
j) Pemeriksaan sensibilitas : Bila penderita tidak dapat membedakan dua titik (two-point
discrimination) pada jarak lebih dari 6 mm di daerah nervus medianus, tes dianggap
positif dan menyokong diagnosis.
k) Pemeriksaan fungsi otonom : Pada penderita diperhatikan apakah ada perbedaan
keringat, kulit yang kering atau licin yang terbatas pada daerah inervasi nervus
medianus. Bila ada akan mendukung diagnose CTS.12
Dari pemeriksaan provokasi diatas Phalen test dan Tinel test adalah test yang patognomonis
untuk CTS.
2) Pemeriksaan neurofisiologi (elektrodiagnostik)
Pemeriksaan EMG dapat menunjukkan adanya fibrilasi, polifasik, gelombang positif
dan berkurangnya jumlah motor unit pada otot-otot thenar. Pada beberapa kasus tidak
dijumpai kelainan pada otot-otot lumbrikal. EMG bisa normal pada 31% kasus CTS.
Kecepatan Hantar Saraf (KHS). Pada 15-25% kasus, KHS bisa normal. Pada yang lainnya
KHS akan menurun dan masa laten distal (distal latency) memanjang, menunjukkan adanya
gangguan pada konduksi saraf di pergelangan tangan. Masa laten sensorik lebih sensitif dari
masa laten motorik7.
3) Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan sinar-X terhadap pergelangan tangan dapat membantu melihat apakah
ada penyebab lain seperti fraktur atau artritis. Foto polos leher berguna untuk menyingkirkan
adanya penyakit lain pada vertebra. USG, CT-scan dan MRI dilakukan pada kasus yang
selektif terutama yang akan dioperasi. USG dilakukan untuk mengukur luas penampang dari
saraf median di carpal tunnel proksimal yang sensitif dan spesifik untuk carpal tunnel
syndrome.10
4) Pemeriksaan Laboratorium
Bila etiologi CTS belum jelas, misalnya pada penderita usia muda tanpa adanya
gerakan tangan yang repetitif, dapat dilakukan beberapa pemeriksaan seperti kadar gula
darah, kadar hormon tiroid ataupun darah lengkap.10

2.6 Diagnosis Banding

 Cervical radiculopathy. Biasanya keluhannya berkurang bila leher diistirahatkan dan


bertambah hila leher bergerak. Distribusi gangguan sensorik sesuai dermatomnya.
 Thoracic outlet syndrome. Dijumpai atrofi otot-otot tangan lainnya selain otot-otot
thenar. Gangguan sensorik dijumpai pada sisi ulnaris dari tangan dan lengan bawah.

12
 Pronator teres syndrome. Keluhannya lebih menonjol pada rasa nyeri di telapak
tangan daripada CTS karena cabang nervus medianus ke kulit telapak tangan tidak
melalui terowongan karpal.
 de Quervain's syndrome. Tenosinovitis dari tendon muskulus abductor pollicis longus
dan ekstensor pollicis brevis, biasanya akibat gerakan tangan yang repetitif. Gejalanya
adalah rasa nyeri dan nyeri tekan pada pergelangan tangan di dekat ibu jari. KHS
normal. Finkelstein's test : palpasi otot abduktor ibu jari pada saat abduksi pasif ibu
jari, positif bila nyeri bertambah.

2.7 Tatalaksana

Penatalaksanaan carpal tunnel syndrome tergantung pada etiologi, durasi gejala, dan
intensitas kompresi saraf. Jika sindrom adalah suatu penyakit sekunder untuk penyakit
endokrin, hematologi, atau penyakit sistemik lain, penyakit primer harus diobati. Kasus
ringan bisa diobati dengan obat anti inflamasi non steroid (OAINS) dan menggunakan
penjepit pergelangan tangan yang mempertahankan tangan dalam posisi netral selama
minimal 2 bulan, terutama pada malam hari atau selama gerakan berulang. Kasus lebih lanjut
dapat diterapi dengan injeksi steroid lokal yang mengurangi peradangan. Jika tidak efektif,
dan gejala yang cukup mengganggu, operasi sering dianjurkan untuk meringankan kompresi.
Oleh karena itu sebaiknya terapi CTS dibagi atas 2 kelompok, yaitu:12
1) Terapi langsung terhadap CTS
a) Terapi konservatif
1. Istirahatkan pergelangan tangan.
2. Obat anti inflamasi non steroid.
3. Nerve Gliding, yaitu latihan terdiri dari berbagai gerakan (ROM) latihan dari
ekstremitas atas dan leher yang menghasilkan ketegangan dan gerakan membujur
sepanjang saraf median dan lain dari ekstremitas atas. Latihan-latihan ini didasarkan
pada prinsip bahwa jaringan dari sistem saraf perifer dirancang untuk gerakan, dan
bahwa ketegangan dan meluncur saraf mungkin memiliki efek pada neurofisiologi
melalui perubahan dalam aliran pembuluh darah dan axoplasmic. Latihan dilakukan
sederhana dan dapat dilakukan oleh pasien setelah instruksi singkat.

13
Gambar 2.4 Nerve Gliding

4. Injeksi steroid. Deksametason 1-4 mg 1 atau hidrokortison 10-25 mg atau


metilprednisolon 20 mg atau 40 mg diinjeksikan ke dalam terowongan karpal dengan
menggunakan jarum no.23 atau 25 pada lokasi 1 cm ke arah proksimal lipat
pergelangan tangan di sebelah medial tendon musculus palmaris longus. Sementara
suntikan dapat diulang dalam 7 sampai 10 hari untuk total tiga atau empat suntikan,.
Tindakan operasi dapat dipertimbangkan bila hasil terapi belum memuaskan setelah
diberi 3 kali suntikan. Suntikan harus digunakan dengan hati-hati untuk pasien di
bawah usia 30 tahun.
5. Vitamin B6 (piridoksin). Beberapa penulis berpendapat bahwa salah satu penyebab CTS
adalah defisiensi piridoksin sehingga mereka menganjurkan pemberian piridoksin 100-
300 mg/hari selama 3 bulan.
6 . Fisioterapi. Ditujukan pada perbaikan vaskularisasi pergelangan tangan.

b) Terapi operatif10
Operasi hanya dilakukan pada kasus yang tidak mengalami perbaikan dengan terapi
konservatif atau bila terjadi gangguan sensorik yang berat atau adanya atrofi otot-otot thenar.
Pada CTS bilateral biasanya operasi pertama dilakukan pada tangan yang paling nyeri
walaupun dapat sekaligus dilakukan operasi bilateral. Penulis lain menyatakan bahwa
tindakan operasi mutlak dilakukan bila terapi konservatif gagal atau bila ada atrofi otot-otot
thenar, sedangkan indikasi relatif tindakan operasi adalah hilangnya sensibilitas yang
persisten. Biasanya tindakan operasi CTS dilakukan secara terbuka dengan anestesi lokal,

14
tetapi sekarang telah dikembangkan teknik operasi secara endoskopik. Operasi endoskopik
memungkinkan mobilisasi penderita secara dini dengan jaringan parut yang minimal, tetapi
karena terbatasnya lapangan operasi tindakan ini lebih sering menimbulkan komplikasi
operasi seperti cedera pada saraf. Beberapa penyebab CTS seperti adanya massa atau anomali
maupun tenosinovitis padaterowongan karpal lebih baik dioperasi secara terbuka.
2) Terapi terhadap keadaan atau penyakit yang mendasari CTS
Keadaan atau penyakit yang mendasari terjadinya CTS harus ditanggulangi, sebab bila
tidak dapat menimbulkan kekambuhan CTS kembali. Pada keadaan di mana CTS terjadi
akibat gerakan tangan yang repetitif harus dilakukan penyesuaian ataupun pencegahan.
Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya CTS atau mencegah
kekambuhannya antara lain:8
a. Mengurangi posisi kaku pada pergelangan tangan, gerakan repetitif, getaran peralatan
tangan pada saat bekerja.
b. Desain peralatan kerja supaya tangan dalam posisi natural saat kerja.
c. Modifikasi tata ruang kerja untuk memudahkan variasi gerakan.
d. Mengubah metode kerja untuk sesekali istirahat pendek serta mengupayakan rotasi kerja.
e. Meningkatkan pengetahuan pekerja tentang gejala-gejala dini CTS sehingga pekerja dapat
mengenali gejala-gejala CTS lebih dini.
2.8 Prognosis

Pada kasus CTS ringan, dengan terapi konservatif umumnya prognosa baik. Bila
keadaan tidak membaik dengan terapi konservatif maka tindakan operasi harus dilakukan.
Secara umum prognosa operasi juga baik, tetapi karena operasi hanya dilakukan pada
penderita yang sudah lama menderita CTS penyembuhan post operatifnya bertahap.8
Bila setelah dilakukan tindakan operasi, tidak juga diperoleh perbaikan maka
dipertimbangkan kembali kemungkinan berikut ini:
1. Kesalahan menegakkan diagnosa, mungkin jebakan/tekanan terhadap nervus medianus
terletak di tempat yang lebih proksimal.
2. Telah terjadi kerusakan total pada nervus medianus.
3. Terjadi CTS yang baru sebagai akibat komplikasi operasi seperti akibat edema,
perlengketan, infeksi, hematoma atau jaringan parut hipertrofik. Sekalipun prognosa CTS
dengan terapi konservatif maupun operatif cukup baik, tetapi resiko untuk kambuh kembali
masih tetap ada. Bila terjadi kekambuhan, prosedur terapi baik konservatif atau operatif dapat
diulangi kembali.8

15
BAB III
ANALISA KASUS

a. Hubungan diagnosis dengan keadaan rumah dan lingkungan sekitar


Pasien tinggal dirumah panggung. Rumah terdiri dari 1 ruang tamu, 3 kamar tidur, 1
dapur, 1 kamar mandi. lantai rumah terbuat dari kayu. Pintu masuk terdapat di depan
disertai dengan 2 buah jendela di depan rumah Keadaan rumah cukup bersih dan
rapih. Terdapat 1 buah kamar mandi, terdapat 1 jamban/wc jongkok, mesin cuci. Air
yang digunakan untuk masak, makan, minum dan mandi dari air berasal dari air
pdam.Dalam kasus ini tidak ada hubungan antara diagnosis dengan keadaan rumah
dan lingkungan disekitar pasien.

b. Hubungan diagnosis dengan keadaan keluarga dan hubungan dalam keluarga


Pada kasus ini juga tidak didapatkan hubungan penyakit dengan keadaan
keluarga dan hubungan dalam keluarga. Hal ini karena carpal tunel syndrome
merupakan penyakit yang bukan disebabkan psikis. Melainkan terjadi cedera maupun
penekanan pada N. Medianus.

c. Hubungan diagnosis dengan perilaku kesehatan dalam keluarga dan lingkungan


sekitar
Diagnosis pasien pada kasus ini berhubungan dengan aktifitas pasien yang
merupakan pegawai katring dengan kegiatan sehari – hari memasak. Kegiatan yang
sering dilakukan seperti menggiling cabai menggunakan batu gilingan ketika memasak,
dan mencuci baju menggunakan tangan merupakan faktor resiko timbulnya keluhan
pada pasien ini.

d. Analisis kemungkinan berbagai faktor risiko atau etiologi penyakit pada pasien
ini
- Penggunaan tangan secara berlebihan dalam aktifitas sehari – hari.
- Penggunaan tangan pada aktifitas yang sama secara berulang dan terus –
menerus.
- Tekanan yang berulang-ulang pada saat menggiling cabai ataupun mencuci baju
menggunakan tangan akan mengakibatkan peninggian tekanan intrafasikuler.
16
Akibatnya aliran darah vena intrafasikuler melambat. Kongesti yang terjadi ini
akan mengganggu nutrisi intrafasikuler lalu diikuti oleh anoksia yang akan
merusak endotel. Kerusakan endotel ini akan mengakibatkan kebocoran protein
sehingga terjadi edema epineural. Hal ini yang menjelaskan timbulnya keluhan
nyeri dan sembab terutama pada malam atau pagi hari. Berkurang setelah tangan
yang terlibat digerak-gerakkan atau diurut, mungkin akibat terjadinya perbaikan
sementara pada aliran darah. Apabila kondisi ini terus berlanjut akan terjadi
fibrosis epineural yang merusak serabut saraf. Lama-kelamaan safar menjadi
atrofi dan digantikan oleh jaringan ikat yang mengakibatkan fungsi nervus
medianus terganggu secara menyeluruh.

e. Analisis untuk mengurangi paparan atau memutus rantai penularan dengan


faktor risiko atau etiologi pada pasien ini.
- Mengistirahatkan tangan dari aktifitas berulang seperti menggiling cabai dan
mencuci baju menggunakan tangan.
- Hindarkan dari penggunaan tangan secara berlebihan.
- Menjaga kesehatan dan mengkonsumsi makanan sehat dan bergizi.

f. Edukasi yang diberikan pada pasien atau keluarga


- Menjelaskan kepada pasien tentang penyakitnya, perjalanan penyakit dan
tatalaksana yang dapat mengurangi keluhan pasien.
- Mengistirahatkan tangan dari aktifitas untuk sementara waktu.
- Mengkonsumsi obat tepat waktu dan sesuai aturan pakai.
- Rajin melakukan latihan tangan/nerve glidding
- Menjelaskan kepada pasien untuk segera datang berobat apabila keluhan tidak
membaik untuk dilakukan tindakan selanjutnya.

17
OBAT TRADISIONAL UNTUK CARPAL TUNNEL SYNDROM

Kencur

a. Data Manfaat
1) Uji praklinik:
Studi untuk meneliti aktivitas antinociceptive pada mencit dan tikus menggunakan ekstrak K.
galanga per oral dengan dosis 50, 100 dan 200 mg/kg BB terhadap geliat yang diinduksi
asam asetat, formalin, lempeng panas dan tail-flick tests, memperlihatkan aktivitas antinyeri
yang tergantung dosis dan waktu. Ekstrak 200 mg/kg BB, memperlihatkan efek > aspirin
(100 mg/kg BB, p.o.) namun < morphine (5 mg/kg BB, s.c.). Naloxone (2 mg/kg BB, i.p.)
menghilangkan efek antinyeri tersebut. Disimpulkan ekstrak metanol K. Galanga
memperlihatkan aktivitas antinyeri pada binatang percobaan. Efek antinosiseptif terlihat
melalui mekanisme perifer dan sentral dan diduga melibatkan reseptor opioid. Sebuah studi
dilakukan untuk menentukan efek antinyeri dan anti-inflamasi ekstrak air daun K. Galanga
dosis 30, 100, dan 300 mg/kg BB, subkutan pada mencit/tikus. Ekstrak yang diberikan 30
menit sebelum pengujian memperlihatkan aktivitas anti nyeri yang bermakna (P < 0,05) pada
uji konstriksi abdomen, lempeng panas dan formalin, yang tergantung dosis. Aktivitas
antinyeri ekstrak K. galanga dihilangkan secara bermakna (P < 0,05) dengan pemberian
naloxone 10 mg/kg BB. Ekstrak juga memperlihatkan efek antiinflamasi yang bermakna (P <
0,05) pada uji udem telapak kaki yang diinduksi carragen. Disimpulkan daun K. Galanga
memperlihatkan efek antinyeri dan anti-inflamasi.
2) Uji Klinik :

18
Penelitian sari kencur maupun beras kencur terhadap efek analgesik dilakukan pada manusia.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa 200 ml sari kencur 10 % yang diberikan secara oral
mempunyai khasiat analgesik yang tidak berbeda dengan metampiron 500 mg. Sedangkan
penelitian dengan beras kencur menunjukkan bahwa beras kencur mempunyai efek analgesik
yang tidak berbeda dengan novalgin.
b. Indikasi: Analgetik, antiinflamasi.
c. Kontraindikasi: Alergi, kehamilan, gangguan GI kronik
d. Efek Samping: Heart burn, alergi
e. Posologi
3 x 1 tea bag (5 g serbuk)/hari, diseduh dalam 1 cangkir air, ac.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Sidharta, Priguna. Neurologi Dasar Klinis. Jakarta: Dian Rakyat, 2004.


2. Viera. Management of Carpal Tunnel Syndrome. American Academy of Family
Physicians, 2003;68(2):265-272.
3. Kao, SY. Carpal Tunnel Syndrome as Occupational Disease. J Am Broard Fam Pract,
2003;84:85-103
4. Susanto, TS. Kisi-Kisi Neurologi revised 2004. Jakarta: Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, 2004.
5. Aroori S, Spence Roy AJ. Carpal tunnel syndrome. Ulster Med J, 2008;77(1):6-17
6. De Jong, RN. The Neurologic Examination 5th ed. revised by A.F. Haerer.
Philadelphia: J.B. Lippincott, 1992.
7. Davis LE, Molly KK, Jessica LS. Carpal tunnel syndrome in Fundamentals of
Neurologic Disease. New York: Demos Medical Publishing, 2005. Hal.61-63
8. Astroshi I, Gummeneson C, Johnsson R, Ornstein E, Rosem I. Prevalence of Carpal
Tunnel Syndrome in a general population. JAMA. 1999;282(2):153-158.
9. Gorsché, R. Carpal Tunnel Syndrome. The Canadian Journal of CME, 2001:101-117.
10. Tana, Lusyanawati. Carpal Tunnel Syndrome pada Pekerja Garmen di Jakarta.
Puslitbang Pemberantasan Penyakit, 2004;32(2):73-82.

20
LAMPIRAN

21

Anda mungkin juga menyukai