Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN KASUS I DOKTER INTERNSHIP

MALARIA

DISUSUN OLEH

dr.Yemi Meriyanti Sari

PENDAMPING

dr.Wiwin Herwini

SELUMA, 30 Maret 2015


RSUD TAIS

1
NAMA PRESENTATOR : dr. Yemi Meriyanti Sari

TANGGAL PRESENTASI : 30 Maret 2015

PENDAMPING : dr. Wiwin Herwini

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny.M
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 39 Th
Berat Badan : 65 kg
Agama : Islam
Alamat : Kota Agung
RM : 01-95-66
Jenis Kasus : Medik
Masuk RS tanggal : 3 Maret 2015
Pulang dari RS tanggal : 6 Maret 2015

II. ANAMNESIS : Dilakukan secara autonamanesis

Keluhan Utama : Demam

Keluhan Tambahan : Lemas, nafsu makan menurun, mual.

Riwayat Penyakit Sekarang :


OS datang dengan keluhan demam, demam sejak 4 hari yang lalu, demam dirasakan
naik turun. Ketika demam muncul OS juga merasakan berkeringat dan disertai
dengan perasaan menggigil. Demam dirasakan lebih sering muncul ketika malam
hari. OS juga mengeluhkan kepala pusing dan perasaan mual, tapi tidak muntah.
Selain itu, OS juga merasakan sangat lemas dan tidak nafsu makan. Buang air kecil
lancar dan tidak ada gangguan. OS mengeluhkan 1 hari belum buang air besar. Tidak
ditemukan adanya mimisan dan gusi berdarah. Selain itu, juga tidak didapatkan batuk
dan pilek.

Riwayat Penyakit Dahulu :

2
OS belum pernah merasakan keluhan demam dengan ciri-ciri yang sama seperti ini
sebelumnya. Riwayat mondok (-).

Riwayat Pengobatan :

OS belum berobat pada tenaga kesehatan, hanya minum obat pegel-pegel dari
warung. Tidak ada riwayat minum obat rutin dari tenaga kesehatan

Riwayat Penyakit Keluarga :

Terdapat anggota keluarga yang mengalami keluhan serupa, yaitu kedua anak laki-
lakinya, yang mengeluh demam beberapa hari ini.

Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik :

OS tinggal bersama suami dan kedua anak laki-laki nya. Lingkungan sekitar rumah
masih terdapat kebun kopi. Kebiasaan tidur malam tidak menggunakan kelambu dan
obat nyamuk.

III.PEMERIKSAAN FISIK (UGD 3/3/2015)


- Keadaan umum : Tampak sakit ringan, Lemas
- Kesadaran : Compos mentis
- Tanda vital
- Tekanan Darah : 100/70 mmHg
- Denyut Nadi : 110x/menit
- Laju nafas : 22x/menit
- Suhu : 37.5o C

Status Generalis

Kepala :

1. Mata : palpebra tidak cekung, konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik,
reflek cahaya langsung +/+, reflek cahaya tidak langsung +/+.
2. Telinga : Normotia, tidak tampak serumen dan tidak tampak sekret.
3. Hidung : Tidak ada deformitas, septum deviasi (-), sekret (-)
4. Bibir : tidak sianosis
5. Mulut : Stomatitis (-), mukosa mulut tidak kering, gigi geligi lengkap
6. Lidah : tidak kotor
3
7. Faring : tidak hiperemis
Leher : tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening

Toraks:
1. Dinding toraks : Bentuk normal, retraksi sela iga (-), simetris dalam
keadaan statis dan dinamis
2. Paru
- Inspeksi : Simetris dalam keadaan statis dan dinamis
- Palpasi : Vokal fremitus simetris
- Perkusi : Sonor pada paru kedua lapang paru
- Auskultasi : Suara nafas vesikuler di kedua lapang paru, ronkhi -/-, wheezing
-/-

3. Jantung
- Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
- Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS V 1 cm medial garis midclavicularis
sinistra, tidak teraba thrill
- Auskultasi : BJ I normal, BJ II normal, regular, tidak ada murmur, tidak ada
gallop

Abdomen:
- Inspeksi : flat, tidak tampak distensi.
- Palpasi : tidak terdapat nyeri epigastrium, splenomegali (-).
- Perkusi : Timpani
- Auskultasi : bising usus (+) normal

Anggota gerak : atas : akral hangat, oedem (-)


bawah : akral hangat, oedem (-)\
rumple leed (-)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium (3 Maret 2015)

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

4
Hemoglobin 11,6 14-16 mg/dl

Leukosit 9400 5000 – 10000/UL

Eritrosit 3,8 3.5-5.5 jt/ul

Trombosit 185000 150000- 400000/UL

LED 21 20 mm/jam

DDR (Malaria) Positif Negatif

Widal

Typus O 1/80 Negatif

Typus H 1/80 Negatif

Paratyphus AH 1/80 Negatif

Paratyphus BH +

Paratyphus CH 1/80

Paratyphus AO 1/80

Paratyphus BO 1/160

Paratyphus CO 1/80

V. DIAGNOSIS BANDING
a. Demam Berdarah Dengue
b. Demam Tifoid
VI. DIAGNOSIS KERJA
Observasi Febris hari ke-4 et causa Malaria

VII. PENATALAKSANAAN

Medikamentosa :

- IVFD RL 20 tpm
5
- Inj. Cefotaxim 2 x 1 gr (iv) skin test terlebih dahulu
- Inj. Ranitidine 2 x 1 amp (iv)
- Klorokuin 150 mg 4 tablet (PO) lanjutkan 6 jam kemudian 2 tablet.
- Primakuin 150 mg 1x1 (14 hari)
- Paracetamol 3 x 500 mg (PO) k/p
- Antasida syr 3 x C1 (PO)

Non Medikamentosa :

- Bed rest
- Diet lunak biasa
- Banyak minum air putih
- Minum obat teratur

VIII. PROGNOSIS
• Ad vitam : Bonam
• Ad fungsionam: Bonam
• Ad sanasionam : Dubia ad bonam

FOLLOW UP HARI KE-1

Rabu, 4 Maret 2015 (09.00 WIB)

S :
Demam (-), mual berkurang, nyeri perut (+), makan dan minum masih kurang. Badan
masih terasa sangat lemas.
O:
Keadaan Umum : Compos Mentis
TD : 120/80 mmHg
Nadi : 84 x/menit
Pernafasan : 22 x/menit
Suhu : 36,70C
Status generalis :
Mata : CA-/-, SI-/-
Thorak : SN ves, rh -, wh-, BJ I II reg, murmur -, gallop -
Abdomen : supel, datar, NT -, BU +, turgor baik

Ekstremitas :Akral Hangat + +

+ +

A:

6
Observasi Febris hari ke-5 et causa Malaria

P:

- IVFD RL 20 tpm
- Inj. Cefotaxim 2 x 1 gr (iv)
- Inj. Ranitidine 2 x 1 amp (iv)
- Klorokuin 1x 2 tablet (hari ke-dua)
- Primakuin 1 x 1 (14 hari)
- Paracetamol 3 x 500 mg (PO) k/p
- Antasida syr 3 x C1 (P0)

FOLLOW UP HARI KE-2

Kamis, 5 Maret 2015 (09.00 WIB)

S :
Demam (-), mual (-), nyeri perut (-), makan dan minum mulai meningkat. Badan
berangsur mulai terasa membaik.
O:
Keadaan Umum : Compos Mentis
TD : 120/80 mmHg
Nadi : 82 x/menit
Pernafasan : 22 x/menit
Suhu : 36,0C
Status generalis :
Mata : CA-/-, SI-/-
Thorak : SN ves, rh -, wh-, BJ I II reg, murmur -, gallop -
Abdomen : supel, datar, NT -, BU +, turgor baik

Ekstremitas :Akral Hangat + +

+ +

A:

Malaria

P:

- IVFD RL 20 tpm
- Inj. Cefotaxim 2 x 1 gr (iv)
7
- Inj. Ranitidine 2 x 1 amp (iv)
- Klorokuin 1x 2 tablet (hari ke-tiga)
- Primakuin 15mg 1x1 (14hari)
- Paracetamol 3 x 500 mg (PO) k/p
- Antasida syr 3 x C1 (P0) = STOP

FOLLOW UP HARI KE-3

Jumat, 6 Maret 2015

S :
Demam (-), mual (-), nyeri perut (-), makan dan minum mulai meningkat. Badan
terasa membaik.
O:
Keadaan Umum : Compos Mentis
TD : 120/80 mmHg
Nadi : 82 x/menit
Pernafasan : 22 x/menit
Suhu : 36,0C
Status generalis :
Mata : CA-/-, SI-/-
Thorak : SN ves, rh -, wh-, BJ I II reg, murmur -, gallop -
Abdomen : supel, datar, NT -, BU +, turgor baik

Ekstremitas :Akral Hangat + +

+ +

A:

Malaria teratasi

P:

- Cek Laboratorium = DDR (negatif), BLPL

Terapi Pulang :

Medikamentosa :

- Ciprofloxacin 2 x 500 mg (PO) 5 hari

- Paracetamol 3 x 500 mg jika panas (PO)


8
- Primakuin 15 mg lanjutkan

- Vitamin B-complex 1x1

Non Medikamentosa :

- Minum obat teratur


- Istirahat yang cukup
- Melakukan 3 M untuk memberantas nyamuk, menggunakan kelambu saat tidur
- Membiasakan mencuci tangan sebelum makan
- Banyak minum air putih (8 gelas/hari)
- Kontrol setelah 3 hari pulang dari RS

IX. RESUME

Seorang perempuan, 39 tahun datang ke IGD RSUD Tais dengan keluhan demam, demam
sejak 4 hari yang lalu, demam dirasakan naik turun. Ketika demam muncul, OS juga
merasakan berkeringat dan disertai dengan perasaan menggigil. Demam dirasakan lebih
sering muncul ketika malam hari. OS juga mengeluhkan kepala pusing dan perasaan mual,
tapi tidak muntah. Selain itu, OS juga merasakan sangat lemas dan tidak nafsu makan.
Buang air kecil lancar dan tidak ada gangguan. OS mengeluhkan 1 hari belum buang air
besar.

Selama perawatan di RSUD Tais selama 3 hari,keluhan berkurang, demam teratasi,


malaria sebagai penyebab demam juga teratasi.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang, tensi 100/70
mmHg, nadi 110 x/menit, RR 22x/menit, suhu 37.5o C. Pada status generalis didapatkan
keadaan tubuh lemah.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb 11.6 mg/dl, leukosit 9400 ul, DDR malaria
(+).

9
TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi

Penyakit malaria menurut World Health Organization (WHO) adalah penyakit yang
disebabkan oleh parasit malaria (plasmodium) bentuk aseksual yang masuk ke dalam tubuh
manusia yang ditularkan oleh nyamuk malaria (Anopheles spp) betina. Namun, dilihat dari
istilahnya, malaria berasal dari bahasa Italia yaitu “mal’aria” yang berarti udara buruk, telah
ditemukan sejak 4000 tahun yang lalu, tetapi penyakit malaria baru dikenali dan ditakuti selama
2500 tahun ini (Tambojang, 2000)

Definisi lainnya menyebutkan bahwa malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
parasit plasmodium yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia. Penyakit
ini secara alami ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles betina ( DEPKES RI, 2003)

2. Faktor Risiko

Faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan bertahannya penyakit malaria di suatu daerah


ditentukan oleh empat faktor, yaitu :

1. Faktor penyebab (parasit malaria)


2. Faktor inang
3. Faktor Lingkungan (Environment)

3. Agen Penyebab Penyakit Malaria

Plasmodium yang menyebabkan penyakit malaria adalah Plasmodium malariae yang


ditemukan oleh Laveran pada tahun 1881, Plasmodium vivax yang ditemukan oleh Grassi dan
Felleti pada tahun 1890, Plasmodium falciparum ditemukan oleh Welch pada tahun 1897 dan
Plasmodium ovale ditemukan pada tahun 1922 oleh Stephes (David & Herbert, 2002).
Sedangkan, sebagai hospes definitife di Indonesia sampai saat ini nyamuk Anopheles spp
berjumlah 90 jenis, beberapa diantaranya sebagai penular penyakir malaria. Nyamuk Anopheles
spp penular penyakit malaria hanya berjumlah 18 spesies (Depkes, 2007).

10
Berdasarkan jenis plasmodium yang menyerang penderita dan gejala yang menyertainya,
malaria diklasifikasikan menjadi tiga jenis malaria, yaitu malaria tertiana, malaria quartana, dan
malaria tropika. Plasmodium malariae merupakan penyebab penyakit malaria quartana yang
gejala serangannya timbul berselang selama empat hari. Plasmodium vivax merupakan penyebab
penyakit malaria tertiana yang gejala serangannya timbul berselang selama tiga hari.
Plasmodium falciparum merupakan penyebab penyakit malaria tropika yang sering
menyebabkan malaria berat atau malaria otak yang berakibat fatal, sedangkan gejala serangannya
timbul berselang setiap dua hari atau 48 jam sekali. Plasmodium ovale merupakan penyebab
malaria ovale yang mempunyai gejala menyerupai malaria quartana, malaria ovale sangat jarang
ditemui di Indonesia dan banyak ditemui di Afrika. Seseorang dapat menderita lebih dari satu
jenis plasmodium (mixed infection). Yang terbanyak terdiri dari dua campuran, yaitu
Plasmodium falciparum dengan Plasmodium vivax atau Plasmodium falciparum dengan
Plasmodium malariae (Harijanto, 2009)

11
Siklus Hidup Malaria (Sumber : CDC,2004)

4. Pathogenesis dan Patofisiologi

Patogenesis dan patofisiologi malaria tidak dapat disederhanakan dalam pengertian aktifitas
pirogen, aktivitas retikulo-endotelial meningkat dan anemia. Banyak faktor yang mempengaruhi
kerentanan dan resistensi masing-masing individu terhadap parasit malaria (Tambojang,2000).

Terdapat tiga bentuk parasit yang berpotensi invasive yaitu sporozoit, merozoit, dan
ookinet yang berbeda dalam bentuk dan ukuran. Ketiganya merupakan bentuk ekstraselular.
Sporozoit malaria dilepaskan ke dalam darah melalui gigitan nyamuk terinfeksi, biasanya kurang
dari 1000 sporozoit. Dalam beberapa menit melekat dan menyerang sel hati melalui pengikatan
reseptor hepatosit untuk protein trombospondin dan serum properdin yang terletak pada
basolateral hepatosit. Pengikatan ini terjadi karena terdapat protein permukaan sporozoit yang
mempunyai homolog dengan protein pengikat dari trombospondin. Sebagian sporozoit
dihancurkan oleh fagosit, tetapi kebanyakan masuk ke dalam parenkim hati dimana sporozoit
memperbanyak diri secara aseksual sehingga mencapai 30.000 merozoit bentuk haploid. Proses
ini disebut eksoeritrositik. Inti sel hati terdorong tetapi tidak terdapat reaksi peradangan dari sel
hati maupun jaringan sekitarnya. Ribuan merozoit yang dihasilkan oleh sporozoit keluar dari
hepatozoit yang pecah kemudian menginvasi eritrosit. Pada eritrosit, merozoit berkembang
melalui skizogoni eritrositer, suatu proses maturasi yang menghasilkan stadium parasit yang
berbeda secara morfologik dan imunologik yang menyebabkan destruksi eritrosit inang dan
kemudian menghasilkan merooit-merozoit yang kemudian menginvasi eritrosit yang baru. Selain
berjalan melalui skizogoni eritrositik, merozoit tertentu berdiferensiasi ke dalam bentuk seksual
atau gamet yang apabila disedot oleh nyamuk betina akan berkembang melalui reproduksi
seksual sampai terbentuk sporozoit kembali masuk ke kelenjar air liur nyamuk dan sporozoit
dapat dijangkitkan ke inang baru (Tambajong, 2000).

Gejala malaria timbul saat pecahnya eritrosit yang mengandung parasit. Gejala yang paling
terlihat adalah demam yang diduga disebabkan oleh pirogen endogen, yaitu TNF dan interleukin-
1. Sebagai akibat demam terjadi vasodilatasi perifer yang mungkin disebabkan oleh bahan
vasoaktif yang dihasilkan oleh parasit. Pembesaran limpa diakibatkan oleh terjadinya

12
peningkatan jumlah eritrosit yang terinfeksi parasit, teraktivasinya system
retikuloendotelialuntuk memfagositosis eritrosit yang terinfeksi parasit dan sisa eritrosit akibat
hemolisis (Rampengan, 2002).

5. Manifestasi klinis

Gejala klinis pada malaria dipengeruhi oleh jenis plasmodium, imunitas tubuh, dan jumlah
parasit yang menginfeksi. Sedangkan, untuk gambaran khas sebagai kharakteristik pada penyakit
malaria adalah adanya demam yang periodic, pembesaran limpa (splenomegali) dan anemia
(turunnya kadar hemoglobin dalam darah) (Harijanto,P.N, 2009).

6. Diagnosis Malaria

Diagnosis malaria yang cepat dan tepat merupakan hal yang sangat diperlukan dalam
penatalaksanaan kasus malaria, untuk itu diagnosis malaria dapat ditegakkan berdasarkan gejala
klinis, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan penunjang ( Widoyono, 2008). Diagnosis
malaria didasarkan pada manifestasi klinis yang termasuk didalamnya adalah anamnesis,
pemeriksaan fisik serta ditegakkan dengan pemeriksaan mikroskopis malaria. Pemeriksaan
mikroskopis malaria digunakan sebagai alat penegakan diagnosis definitive demam malaria,
yaitu dengan menemukan adanya parasit plasmodium dalam darah penderita, pemeriksaan
mikroskopis satu kali yang memberikan hasil negative tidak menyingkirkan diagnosis demam
malaria. Untuk itu diperlukan pemeriksaan serial dengan interval antar pemeriksaan satu hari.

Agar pemeriksaan mikroskopis dapat mempunyai nilai diagnostik tinggi, (sensitifitas dan
spesifisitas mencapai 100%) dibutuhkan syarat-syarat sebagai berikut:

 Waktu pengambilan harus tepat yaitu pada akhir periode demam memasuki
periode berkeringat karena pada periode ini adalah jumlah tropozoit dalam sirkulasi
mencapai maksimal dan cukup matur sehingga mudah untuk identifikasi spesies parasit.
 Volume darah yang diambil harus cukup, yaitu darah kapiler dengan volume 3-4
mikroliter untuk sediaan tebal dan 1-1,5 mikroliter untuk sediaan tipis
 Kualitas preparat harus baik untuk menjamin identifikasi spesies plasmodium
yang tepat.
 Identifikasi spesies plasmodium yang tepat (DEPKES RI, 2003)

13
Harijanto (2009) mengungkapkan bahwa pemeriksaan dapat dikuatkan dengan beberapa
pemeriksaan penunjang yang lain, yaitu :

a. Pemeriksaan dengan Mikroskop Cahaya

Pemeriksaan mikroskopis dengan pewarnaan Giemsa merupakan Gold Standart pada


pemeriksaan malaria. Parasit sulit ditemukan dalam darah tepi, sehingga memerlukan
pemeriksaan serial darah (3 kali dalam 48 jam) untuk memastikan ada atau tidaknya parasit.
Dalam pembuatan sediaan darah tipis dan sediaan darah tebal harus segera dilakukan dalam
jangka waktu kurang dari 1 jam. Prinsip dasar dari test ini adalah penghitungan jumlah parasit
yang dapat dilakukan secara kuantitatif dan semikuantitatif. Penghitungan parasit secara
semikuantitatif dilakukan pada sediaan darah tebal, penghitungan dengan cara ini kurang akurat
sehingga hanya dilakukan pada hanya pada keadaan mendesak. Cara penghitungannya adalah
sebagai berikut :

+ = 1-10 parasit stadium aseksual per 100 lapang pandang mikroskop

++ = 11-100 parasit stadium aseksual per 100 lapang pandang mikroskop

+++ = 1-10 parasit stadium aseksual per satu lapang pandang mikroskop

++++ = 11-100 parasit stadium aseksual per satu lapang pandang mikroskop

Sedangkan, untuk penghitugan parasit malaria secara kuatitatif dapat dilakukan pada sediaan
darah tebal maupun sediaan darah tipis. Penghitungan jumlah parasit pada stadium aseksual dan
stadium seksual dihitung secara terpisah. Pada penghitugan dengan sediaan darah tebal
digunakan rumus sebagai berikut dengan jumlah leukosit penderita diasumsikan 8000 per
mikroliter.

Jumlah parasit stadium aseksual x Jumlah Leukosit/µL

200

14
Sedangkan, untuk penghitungan dengan sediaan darah tipis, diasumsikan jumlah eritrosit
penderita yaitu pada laki-laki 5.000.000/µL atau pada perempuan 4.500.000/µL, dengan rumus
sebagai berikut :

Jumlah parasit stadium aseksual x Jumlah eritrosit/ µL

Total eritrosit dalam 25 lapang pandang

Pada sediaan darah tipis juga dapat dihitung presentase eritrosit yang terinfeksi dengan rumus
sebagai berikut :

Jumlah parasit stadium aseksual dalam 25 lapang pandang mikroskopik x 100%

Total eritrosit dalam 25 lapang pandang mikroskopik

7. Pengobatan malaria

Harijanto,P.N (2009) mengungkapkan bahwa masalah utama yang dihadapi pada masa ini
adalah kegagalan terapi karena resistensi parasit terhadap obat anti malaria. WHO telah
merekomendasikan pemakaian obat anti malaria kombinasi yang mengandung derivate artemisin
(Artemisin Combination Therapy)/ACT) sebagai terapi lini pertama dalam penanganan malaria
tanpa komplikasi, selain itu obat anti malaria kombinasi lain yang tidak mengandung derivate
artemisin (non ACT) untuk mencegah kegagalan terapi, resistensi, dan relaps. Sedangkan, untuk
penanganan malaria berat obat anti malaria pilihan pertama adalah derivate artemisin (artesunat
intravena, artemeter intramuscular, artemotil intramuscular).

Artemisinin-base Combination Therapy (ACT) yang ada di Indonesia dan sekaligus merupakan
rekomendasi dari WHO yaitu:

 Artesunate + amodiaquine
 Dihydro-Artemisinin – Piperakuin
 Artemether-lumefantrine
 Artesunate + Sulfadoksin-Pirimetamin

Obat anti malaria dapat diklasifikasikan berdasarkan cara kerjanya, yaitu :

1. Skizontosida darah,

15
Contohnya adalah : klorokuin, kina, kuinidin, meflokuin, atovakon, piperakuin, derivate
artemisin (rapidly blood schizontocides), antifolat dan antibiotic (slow acting blood
schizontocides).
2. Skizontosida jaringan
Contohnya yaitu: Primakuin.
3. Gametosida
Contohnya yaitu : klorokuin dan kina yang memiliki efek gametosida terhadap P.vivax,
P.ovale, dan P.malariae, serta primakuin yang memiliki efek gametosida yang poten
terhadap P.falciparum.
Berikut ini merupakan pedoman pengobatan malaria maenurut Departemen Kesehatan RI
(DEPKES, 2003)
1. Pengobatan malaria klinis adalah pengobatan yang diberikan berdasarkan gejala
klinis tanpa pemeriksaan laboratorium. Tujuan dari program ini adalah memperluas
cakupan pengobatan malaria, terutama pada fasilitas kesehatan yang tidak dapat
melakukan pemeriksaan laboratorium malaria dan memberikan pengobatan secapatnya
sehingga dapat mencegah terjadinya komplikasi dan mengurangi angka kematian.
Sasaran dari kegiatan ini adalah semua penderita yang menunjukkan gejala klinis yang
tinggal di daerah tanpa fasilitas laboratorium pemeriksaan malaria atau fasilitas
laboratorium pemeriksaan malaria yang terbatas (jangkauan dan kemampuan).
Pengobatan malaria klinis yang dianjurkan oleh Departemen Kesehatan RI terbagi dalam
2 lini, yaitu akan disebutkan di bawah ini. Walaupun sebenarnya WHO tidak menyetujui
pengobatan pasien dengan dugaan malaria, artinya hanya dengan gejala-gejala klinis saja
tanpa diperiksa mikroskopik maupun tes cepat, maka pengobatannya dianjurkan
menggunakan obat yang bukan kombinasi ACT. Jika masih sensitive terhadap klorokuin,
maka dapat digunakan pengobatan sebagai berikut :

Tabel 2. Tabel Pengobatan malaria Lini 1

Jenis obat Jumlah tablet menurut kelompok umur

Hari Dosis 0 –1 2 – 11 1-4 5 - 9 10-14 > 15


tunggal bulan bulan tahun tahun tahun tahun

H0 Klorokuin ¼ ½ 1 2 3 3-4 *

16
Primakuin -- -- ¾ 1½ 2 2-3 **

H1 Klorokuin ¼ ½ 1 2 3 3 – 4*

Klorokuin 1/8 ¼ ½ 1 1½ 2

H2

Keterangan :
*bila berat badan (BB) <50 kg diberikan 3 tablet, BB >50 kg diberikan 4 tablet.
**bila BB <50 kg diberikan 2 tablet, BB > 50kg diberikan 3 tablet.

Tabel 3. Tabel Pengobatan Malaria Lini 2

Jenis obat Jumlah tablet menurut kelompok umur

Hari Dosis tunggal 0–11 1-4 5-9 10-14 > 15


bulan tahun tahun tahun
tahun

H Kina *) 3x½ 3x1 3x ½ 3x(2-3)


1-7
Primakuin -- ¾ ½ 3/ 1
H1-
4
14

Keterangan :
Dosis Kina untuk bayi (0-11 bulan) harus berdasarkan berat badan, yaitu 30 mg/kgBB/hari,
dibagi dalam 3 dosis.
Criteria penggunaan abat malaria lini pertama dan kedua adalah :
a) Dengan gejala klinis malaria tanpa komplikasi (panas, menggigil, pucat, dll)
b) Fasilitas laboratorium
c) Tidak menderita penyakit lain
d) Pengobatan lini 1 dan lini 2 pada ibu hamil tidak boleh memakai primakuin.

2. Pengobatan radikal adalah pengobatan penyakit malaria yang diagnosisnya


ditegakkan berdasarkan pemeriksaan laboratorium malaria, pengobatan malaria klinis
ditujukan untuk membasmi semua stadium parasit malaria pada manusia. Pengobatan ini

17
bertujuan untuk mencegah relaps serta mencegah penularan. Sasaran dari kegiatan adalah
semua penderita malaria yang telah dikonfirmasi pemeriksaan laboratorium.
3. Pengobatan malaria secara massal yang dilakukan pada daerah KLB. Tujuan dari
pengobatan massal ini adalah untuk menekan meluasnya KLB dan mengurangi angka
kesakitan serta mengurangi angka kematian. Sasaran dari kegiatan ini adalah semua
penduduk di daerah KLB.
Cara pengobatan dan kriteria :
Pengobatan scara massal dibagi 2 yaitu : Mass Drug Action (MDA) dan Mass Fever
Treatment (MFT)
a. MDA terdiri dari klorokuin tablet 3 hari ditambah primakuin tablet 1 hari yang
diberikan pada semua orang (mencakup > 80%) di daerah KLB
b. MFT terdiri dari kina tablet 7 hari ditambah dngan primakuin tablet 1 hari yang
diberikan 2 minggu setelah dilakukan MDA pada semua orang yang menderita di
daerah KLB.
4. Pengobatan pencegahan adalah pemberian obat malaria bagi perorangan maupun
kelompok pendatang di daerah endemic untuk pencegahan penyakit malaria. Adapun
maksud dari pengobatan pencegahan ini adalah mengurangi resiko tertular malaria dan
mencegah penyakit berkembang menjadi berat. Sasaran dari kegiatan ini adalah
kelompok resiko tinggi (antara lain ibu hamil), pendatang perorangan maupun kelompok
yang berkunjung ke daerah endemic malaria. Untuk daerah sensitive klorokuin, berikan
klorokuin 5 mg/kgBB/minggu. Untuk daerah Plasmodium falciparum yang resisten
terhadap klorokuin, berikan doksisiklin 1,5 mg/kgBB/hari, dan tidak boleh diberikan
kepada ibu hamil dan anak < 8 tahun.
5. Pengobatan malaria berat atau malaria dengan komplikasi adalah pengobatan
malaria yang diberikan pada penderita malaria berat atau malaria dengan komplikasi
yang terdiri dari pengobatan dengan obat anti malaria, pengobatan penunjang dan
pengobatan terhadap komplikasi. Tujuan kegiatan ini adalah mencegah terjadinya
kecacatan dan kematian pada penderita malaria berat. Pada pedoman pelaksanaannya,
sasaran dari kegiatan ini adalah semua penderita malaria brat dengan cara pengobatan
yang sesuai dengan pedoman penatalaksanaan malaria.
6. Monitoring efikasi obat malaria adalah suatu kegiatan khusus dan periodik untuk
menilai atau memonitor efikasi terapeutik obat anti malaria yang dipakai dalam program
pengobatan malaria tanpa komplikasi terutama untuk malaria falciparum. Protokol
penilaian efikasi obat malaria menggunakan protokol yang direkomendasikan oleh WHO.
18
Tujuan dari kegiatan ini adalah menilai efikasi terapeutik obat anti malaria yang dipakai.
Sasaran kegiatan ini adalah semua penderita malaria tanpa komplikasi yang telah
dikonfirmasi dengan pemeriksaan laboratorium, dan memenuhi kriteria protokol
penilaian efikasi yang dikeluarkan oleh Departemen kesehatan RI. Sasaran terutama di
daerah yang dicurigai telah terjadinya penurunan efektivitas pengobatan malaria atau
adanya laporan kasus gagal obat.
Kriteria monitoring efikasi obat malaria adalah :
a) Daerah yang belum mempunyai data efikasi terapeutik obat anti malaria
yang dipakai saat itu atau daerah yang dicurigai/ ada kasus gagal obat.
b) Target populasi : umur penderita > 6 bulan, tidak hamil/menyusui
c) Infeksi tunggal (malaria falciparum atau vivaks saja) dan tidak menderita
penyakit lainnya.
d) Kepadatan parasit untuk malaria falciparum : 1000-100000 parasit
aseksual/uL, untuk malaria vivaks >= 250 parasit /uL
e) Menandatangani surat persetujuan untuk mengikuti atau menjadi subjek
evaluasi ini.
f) Tidak ada riwayat alergi terhadap obat yang akan dievaluasi dan obat anti
malaria lainnya
g) Kriteria disesuaikan dengan pedoman penilaian efikasi obat anti malaria
yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan RI.
Pengobatan penderita malaria falciparum yang telah mengalami multidrug resisten lini
pertama menggunakan kombinasi antara Artesunate dan Amodiakuin. Cara penggunaan
obat ini sesuai dengan tabel 3 (Laihad, 2007).

Tabel 4. Tabel Pengobatan Malaria Falciparum dengan Multidrug Resisten

Jenis obat Jumlah tablet menurut kelompok umur

Hari Dosis 0–1 2–11 1-4 5-9 10-14 > 15


tunggal bulan bulan tahun tahun tahun tahun

1 Artesunate ¼ ½ 1 2 3 4

Amodiakuin ¼ ½ 1 2 3 3- 4

2 Artesunate ¼ ½ 1 2 3 4

19
Amodiakuin ¼ ½ 1 2 3 3- 4

3 Artesunate ¼ ½ 1 2 3 4

Amodiakuin ¼ ¼ ½ 2 3 4

Primakuin *) *) ¾ 1½ 2 3

Keterangan :*) tidak boleh diberikan kepada ibu hamil

WHO juga telah merekomendasikan alternative penggunaan ACT jika penggunaan ACT di
atas sudah resisten terhadap penderita, yaitu sebagai berikut :

Tabel 5. Lini II ACT, yaitu dosis penggunaan artemeter-lumefantrine (A-L)

Hari Jenis Obat Umur <3tahun >3-8tahun >9-14 tahun >14 tahun
Berat Badan Jam 5-14 kg 15-24 kg 25-34 kg >34 kg
(kg)
1 A-L 0 jam 1 2 3 4
A-L 8 jam 1 2 3 4
Primakuin 12 jam ¾ 1½ 2 2-3
2 A-L 24 jam 1 2 3 4
A-L 36 jam 1 2 3 4
3 A-L 48 jam 1 2 3 4
A-L 60 jam 1 2 3 4
Artemeter-lumefantrine juga dapat dipakai sebagai obat pilihan pertama pada kasus-kasus
dengan kegagalan artesunate-amodiakuin atau di daerah-daerah dengan kegagalan klorokuin
yang cukup tinggi. Dari hasil penelitian menyebutkan bahwa daerah yang resisten terhadap
klorokuin, kemungkinan juga akan resisten terhadap amodiakuin (cross resistancy) (Harijanto
P.N, 2009). Jika terjadi kegagalan terhadap A-L, maka digunakan kombinasi Kina + Doksisiklin
+ Primakuin atau Kina + Tetrasiklin + Primakuin.

 Doksisiklin 1 tablet 100mg, dosis 3-5 mg/kgBB dua kali sehari 100 mg selama 7
hari ( 2 x 100 mg).
 Tetrasiklin 250mg, dosis 4 mg/kgBB 4x sehari.
 Khusus untuk wanita hamil dan anak-anak di bawah usia 11 tahun, tidak
diperbolehkan memakai doksisiklin atau tetrasiklin, sehingga harus diganti dengan
menggunakan Clindamycin 10 mg/kgBB 2x sehari selama 7 hari.

20
Departemen Kesehatan RI telah mempersiapkan obat ACT baru, yaitu kombinasi
dihidroartemisin-piperakuin (DHP) sebagai kombinasi dosis tetap ( fixed dose) dan kombinasi
ini efektif terhadap plasmodium falciparum maupun vivax. Kombinasi ACT ini juga dapat
dipakai sebagai pengobatan alternative, khususnya di daerah yang kegagalan terhadap terhadap
artesunat+amodiakuin sudah tinggi (Dep.Kes RI, 2009).

Tabel 6. Tabel kombinasi ACT alternative

Hari Jenis Obat Jumlah tablet menurut kelompok umur


Dosis 0-11 1-11 1-4 5-9 10-14 ≥ 15 tahun
Tunggal bulan bulan tahun tahun tahun
H1-3 DHP ¼ ½ 1 1½ 2 3-4
H1 Primakuin - - ¾ 1½ 2 2-3

Kegagalan pengobatan dalam 14 hari setelah menggunakan ACT jarang terjadi. Kegagalan
sesudah 14 hari boleh diobati dengan ACT lini I.

21
Referensi

CDC, 2004. Siklus Hidup Plasmodium. www.cdc.gov. Diambil tanggal 12 Agustus 2009.

Dahlan, Zuchairi. 2008. Konsep Sehat dan Sakit. Handout Kuliah Ilmu Kesehatan Masyarakat,
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia :Yogyakarta

Dahlan, Sopiyudin,M.2009. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel dalam Penelitian
Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta : Salemba Merdeka.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Modul Manajemen Program Pemberantasan


Malaria. Direktorat Jenderal PPM & PL.Jakarta : Indonesia.

Garcia LS.Malaria. Clin Lab Med 2010 (30) : 93-129

Harijanto.P.N,dkk, 2009. Malaria Dari Molekuler ke Klinis. EGC : Jakarta.

Puspitorini, A.N., 2009. Profil Penyakit Malaria Di Kabupaten Kulon Progo pada tahun 2008.
Karya Tulis Ilmiah. Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia.

Mengetahui,

Dokter Pendamping Dokter Internship

22
dr.Hj.Wiwin Herwini dr. Yemi Meriyanti Sari

23

Anda mungkin juga menyukai