MALARIA
DISUSUN OLEH
PENDAMPING
dr.Wiwin Herwini
1
NAMA PRESENTATOR : dr. Yemi Meriyanti Sari
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny.M
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 39 Th
Berat Badan : 65 kg
Agama : Islam
Alamat : Kota Agung
RM : 01-95-66
Jenis Kasus : Medik
Masuk RS tanggal : 3 Maret 2015
Pulang dari RS tanggal : 6 Maret 2015
2
OS belum pernah merasakan keluhan demam dengan ciri-ciri yang sama seperti ini
sebelumnya. Riwayat mondok (-).
Riwayat Pengobatan :
OS belum berobat pada tenaga kesehatan, hanya minum obat pegel-pegel dari
warung. Tidak ada riwayat minum obat rutin dari tenaga kesehatan
Terdapat anggota keluarga yang mengalami keluhan serupa, yaitu kedua anak laki-
lakinya, yang mengeluh demam beberapa hari ini.
OS tinggal bersama suami dan kedua anak laki-laki nya. Lingkungan sekitar rumah
masih terdapat kebun kopi. Kebiasaan tidur malam tidak menggunakan kelambu dan
obat nyamuk.
Status Generalis
Kepala :
1. Mata : palpebra tidak cekung, konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik,
reflek cahaya langsung +/+, reflek cahaya tidak langsung +/+.
2. Telinga : Normotia, tidak tampak serumen dan tidak tampak sekret.
3. Hidung : Tidak ada deformitas, septum deviasi (-), sekret (-)
4. Bibir : tidak sianosis
5. Mulut : Stomatitis (-), mukosa mulut tidak kering, gigi geligi lengkap
6. Lidah : tidak kotor
3
7. Faring : tidak hiperemis
Leher : tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening
Toraks:
1. Dinding toraks : Bentuk normal, retraksi sela iga (-), simetris dalam
keadaan statis dan dinamis
2. Paru
- Inspeksi : Simetris dalam keadaan statis dan dinamis
- Palpasi : Vokal fremitus simetris
- Perkusi : Sonor pada paru kedua lapang paru
- Auskultasi : Suara nafas vesikuler di kedua lapang paru, ronkhi -/-, wheezing
-/-
3. Jantung
- Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
- Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS V 1 cm medial garis midclavicularis
sinistra, tidak teraba thrill
- Auskultasi : BJ I normal, BJ II normal, regular, tidak ada murmur, tidak ada
gallop
Abdomen:
- Inspeksi : flat, tidak tampak distensi.
- Palpasi : tidak terdapat nyeri epigastrium, splenomegali (-).
- Perkusi : Timpani
- Auskultasi : bising usus (+) normal
4
Hemoglobin 11,6 14-16 mg/dl
LED 21 20 mm/jam
Widal
Paratyphus BH +
Paratyphus CH 1/80
Paratyphus AO 1/80
Paratyphus BO 1/160
Paratyphus CO 1/80
V. DIAGNOSIS BANDING
a. Demam Berdarah Dengue
b. Demam Tifoid
VI. DIAGNOSIS KERJA
Observasi Febris hari ke-4 et causa Malaria
VII. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa :
- IVFD RL 20 tpm
5
- Inj. Cefotaxim 2 x 1 gr (iv) skin test terlebih dahulu
- Inj. Ranitidine 2 x 1 amp (iv)
- Klorokuin 150 mg 4 tablet (PO) lanjutkan 6 jam kemudian 2 tablet.
- Primakuin 150 mg 1x1 (14 hari)
- Paracetamol 3 x 500 mg (PO) k/p
- Antasida syr 3 x C1 (PO)
Non Medikamentosa :
- Bed rest
- Diet lunak biasa
- Banyak minum air putih
- Minum obat teratur
VIII. PROGNOSIS
• Ad vitam : Bonam
• Ad fungsionam: Bonam
• Ad sanasionam : Dubia ad bonam
S :
Demam (-), mual berkurang, nyeri perut (+), makan dan minum masih kurang. Badan
masih terasa sangat lemas.
O:
Keadaan Umum : Compos Mentis
TD : 120/80 mmHg
Nadi : 84 x/menit
Pernafasan : 22 x/menit
Suhu : 36,70C
Status generalis :
Mata : CA-/-, SI-/-
Thorak : SN ves, rh -, wh-, BJ I II reg, murmur -, gallop -
Abdomen : supel, datar, NT -, BU +, turgor baik
+ +
A:
6
Observasi Febris hari ke-5 et causa Malaria
P:
- IVFD RL 20 tpm
- Inj. Cefotaxim 2 x 1 gr (iv)
- Inj. Ranitidine 2 x 1 amp (iv)
- Klorokuin 1x 2 tablet (hari ke-dua)
- Primakuin 1 x 1 (14 hari)
- Paracetamol 3 x 500 mg (PO) k/p
- Antasida syr 3 x C1 (P0)
S :
Demam (-), mual (-), nyeri perut (-), makan dan minum mulai meningkat. Badan
berangsur mulai terasa membaik.
O:
Keadaan Umum : Compos Mentis
TD : 120/80 mmHg
Nadi : 82 x/menit
Pernafasan : 22 x/menit
Suhu : 36,0C
Status generalis :
Mata : CA-/-, SI-/-
Thorak : SN ves, rh -, wh-, BJ I II reg, murmur -, gallop -
Abdomen : supel, datar, NT -, BU +, turgor baik
+ +
A:
Malaria
P:
- IVFD RL 20 tpm
- Inj. Cefotaxim 2 x 1 gr (iv)
7
- Inj. Ranitidine 2 x 1 amp (iv)
- Klorokuin 1x 2 tablet (hari ke-tiga)
- Primakuin 15mg 1x1 (14hari)
- Paracetamol 3 x 500 mg (PO) k/p
- Antasida syr 3 x C1 (P0) = STOP
S :
Demam (-), mual (-), nyeri perut (-), makan dan minum mulai meningkat. Badan
terasa membaik.
O:
Keadaan Umum : Compos Mentis
TD : 120/80 mmHg
Nadi : 82 x/menit
Pernafasan : 22 x/menit
Suhu : 36,0C
Status generalis :
Mata : CA-/-, SI-/-
Thorak : SN ves, rh -, wh-, BJ I II reg, murmur -, gallop -
Abdomen : supel, datar, NT -, BU +, turgor baik
+ +
A:
Malaria teratasi
P:
Terapi Pulang :
Medikamentosa :
Non Medikamentosa :
IX. RESUME
Seorang perempuan, 39 tahun datang ke IGD RSUD Tais dengan keluhan demam, demam
sejak 4 hari yang lalu, demam dirasakan naik turun. Ketika demam muncul, OS juga
merasakan berkeringat dan disertai dengan perasaan menggigil. Demam dirasakan lebih
sering muncul ketika malam hari. OS juga mengeluhkan kepala pusing dan perasaan mual,
tapi tidak muntah. Selain itu, OS juga merasakan sangat lemas dan tidak nafsu makan.
Buang air kecil lancar dan tidak ada gangguan. OS mengeluhkan 1 hari belum buang air
besar.
9
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Penyakit malaria menurut World Health Organization (WHO) adalah penyakit yang
disebabkan oleh parasit malaria (plasmodium) bentuk aseksual yang masuk ke dalam tubuh
manusia yang ditularkan oleh nyamuk malaria (Anopheles spp) betina. Namun, dilihat dari
istilahnya, malaria berasal dari bahasa Italia yaitu “mal’aria” yang berarti udara buruk, telah
ditemukan sejak 4000 tahun yang lalu, tetapi penyakit malaria baru dikenali dan ditakuti selama
2500 tahun ini (Tambojang, 2000)
Definisi lainnya menyebutkan bahwa malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
parasit plasmodium yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia. Penyakit
ini secara alami ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles betina ( DEPKES RI, 2003)
2. Faktor Risiko
10
Berdasarkan jenis plasmodium yang menyerang penderita dan gejala yang menyertainya,
malaria diklasifikasikan menjadi tiga jenis malaria, yaitu malaria tertiana, malaria quartana, dan
malaria tropika. Plasmodium malariae merupakan penyebab penyakit malaria quartana yang
gejala serangannya timbul berselang selama empat hari. Plasmodium vivax merupakan penyebab
penyakit malaria tertiana yang gejala serangannya timbul berselang selama tiga hari.
Plasmodium falciparum merupakan penyebab penyakit malaria tropika yang sering
menyebabkan malaria berat atau malaria otak yang berakibat fatal, sedangkan gejala serangannya
timbul berselang setiap dua hari atau 48 jam sekali. Plasmodium ovale merupakan penyebab
malaria ovale yang mempunyai gejala menyerupai malaria quartana, malaria ovale sangat jarang
ditemui di Indonesia dan banyak ditemui di Afrika. Seseorang dapat menderita lebih dari satu
jenis plasmodium (mixed infection). Yang terbanyak terdiri dari dua campuran, yaitu
Plasmodium falciparum dengan Plasmodium vivax atau Plasmodium falciparum dengan
Plasmodium malariae (Harijanto, 2009)
11
Siklus Hidup Malaria (Sumber : CDC,2004)
Patogenesis dan patofisiologi malaria tidak dapat disederhanakan dalam pengertian aktifitas
pirogen, aktivitas retikulo-endotelial meningkat dan anemia. Banyak faktor yang mempengaruhi
kerentanan dan resistensi masing-masing individu terhadap parasit malaria (Tambojang,2000).
Terdapat tiga bentuk parasit yang berpotensi invasive yaitu sporozoit, merozoit, dan
ookinet yang berbeda dalam bentuk dan ukuran. Ketiganya merupakan bentuk ekstraselular.
Sporozoit malaria dilepaskan ke dalam darah melalui gigitan nyamuk terinfeksi, biasanya kurang
dari 1000 sporozoit. Dalam beberapa menit melekat dan menyerang sel hati melalui pengikatan
reseptor hepatosit untuk protein trombospondin dan serum properdin yang terletak pada
basolateral hepatosit. Pengikatan ini terjadi karena terdapat protein permukaan sporozoit yang
mempunyai homolog dengan protein pengikat dari trombospondin. Sebagian sporozoit
dihancurkan oleh fagosit, tetapi kebanyakan masuk ke dalam parenkim hati dimana sporozoit
memperbanyak diri secara aseksual sehingga mencapai 30.000 merozoit bentuk haploid. Proses
ini disebut eksoeritrositik. Inti sel hati terdorong tetapi tidak terdapat reaksi peradangan dari sel
hati maupun jaringan sekitarnya. Ribuan merozoit yang dihasilkan oleh sporozoit keluar dari
hepatozoit yang pecah kemudian menginvasi eritrosit. Pada eritrosit, merozoit berkembang
melalui skizogoni eritrositer, suatu proses maturasi yang menghasilkan stadium parasit yang
berbeda secara morfologik dan imunologik yang menyebabkan destruksi eritrosit inang dan
kemudian menghasilkan merooit-merozoit yang kemudian menginvasi eritrosit yang baru. Selain
berjalan melalui skizogoni eritrositik, merozoit tertentu berdiferensiasi ke dalam bentuk seksual
atau gamet yang apabila disedot oleh nyamuk betina akan berkembang melalui reproduksi
seksual sampai terbentuk sporozoit kembali masuk ke kelenjar air liur nyamuk dan sporozoit
dapat dijangkitkan ke inang baru (Tambajong, 2000).
Gejala malaria timbul saat pecahnya eritrosit yang mengandung parasit. Gejala yang paling
terlihat adalah demam yang diduga disebabkan oleh pirogen endogen, yaitu TNF dan interleukin-
1. Sebagai akibat demam terjadi vasodilatasi perifer yang mungkin disebabkan oleh bahan
vasoaktif yang dihasilkan oleh parasit. Pembesaran limpa diakibatkan oleh terjadinya
12
peningkatan jumlah eritrosit yang terinfeksi parasit, teraktivasinya system
retikuloendotelialuntuk memfagositosis eritrosit yang terinfeksi parasit dan sisa eritrosit akibat
hemolisis (Rampengan, 2002).
5. Manifestasi klinis
Gejala klinis pada malaria dipengeruhi oleh jenis plasmodium, imunitas tubuh, dan jumlah
parasit yang menginfeksi. Sedangkan, untuk gambaran khas sebagai kharakteristik pada penyakit
malaria adalah adanya demam yang periodic, pembesaran limpa (splenomegali) dan anemia
(turunnya kadar hemoglobin dalam darah) (Harijanto,P.N, 2009).
6. Diagnosis Malaria
Diagnosis malaria yang cepat dan tepat merupakan hal yang sangat diperlukan dalam
penatalaksanaan kasus malaria, untuk itu diagnosis malaria dapat ditegakkan berdasarkan gejala
klinis, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan penunjang ( Widoyono, 2008). Diagnosis
malaria didasarkan pada manifestasi klinis yang termasuk didalamnya adalah anamnesis,
pemeriksaan fisik serta ditegakkan dengan pemeriksaan mikroskopis malaria. Pemeriksaan
mikroskopis malaria digunakan sebagai alat penegakan diagnosis definitive demam malaria,
yaitu dengan menemukan adanya parasit plasmodium dalam darah penderita, pemeriksaan
mikroskopis satu kali yang memberikan hasil negative tidak menyingkirkan diagnosis demam
malaria. Untuk itu diperlukan pemeriksaan serial dengan interval antar pemeriksaan satu hari.
Agar pemeriksaan mikroskopis dapat mempunyai nilai diagnostik tinggi, (sensitifitas dan
spesifisitas mencapai 100%) dibutuhkan syarat-syarat sebagai berikut:
Waktu pengambilan harus tepat yaitu pada akhir periode demam memasuki
periode berkeringat karena pada periode ini adalah jumlah tropozoit dalam sirkulasi
mencapai maksimal dan cukup matur sehingga mudah untuk identifikasi spesies parasit.
Volume darah yang diambil harus cukup, yaitu darah kapiler dengan volume 3-4
mikroliter untuk sediaan tebal dan 1-1,5 mikroliter untuk sediaan tipis
Kualitas preparat harus baik untuk menjamin identifikasi spesies plasmodium
yang tepat.
Identifikasi spesies plasmodium yang tepat (DEPKES RI, 2003)
13
Harijanto (2009) mengungkapkan bahwa pemeriksaan dapat dikuatkan dengan beberapa
pemeriksaan penunjang yang lain, yaitu :
+++ = 1-10 parasit stadium aseksual per satu lapang pandang mikroskop
++++ = 11-100 parasit stadium aseksual per satu lapang pandang mikroskop
Sedangkan, untuk penghitugan parasit malaria secara kuatitatif dapat dilakukan pada sediaan
darah tebal maupun sediaan darah tipis. Penghitungan jumlah parasit pada stadium aseksual dan
stadium seksual dihitung secara terpisah. Pada penghitugan dengan sediaan darah tebal
digunakan rumus sebagai berikut dengan jumlah leukosit penderita diasumsikan 8000 per
mikroliter.
200
14
Sedangkan, untuk penghitungan dengan sediaan darah tipis, diasumsikan jumlah eritrosit
penderita yaitu pada laki-laki 5.000.000/µL atau pada perempuan 4.500.000/µL, dengan rumus
sebagai berikut :
Pada sediaan darah tipis juga dapat dihitung presentase eritrosit yang terinfeksi dengan rumus
sebagai berikut :
7. Pengobatan malaria
Harijanto,P.N (2009) mengungkapkan bahwa masalah utama yang dihadapi pada masa ini
adalah kegagalan terapi karena resistensi parasit terhadap obat anti malaria. WHO telah
merekomendasikan pemakaian obat anti malaria kombinasi yang mengandung derivate artemisin
(Artemisin Combination Therapy)/ACT) sebagai terapi lini pertama dalam penanganan malaria
tanpa komplikasi, selain itu obat anti malaria kombinasi lain yang tidak mengandung derivate
artemisin (non ACT) untuk mencegah kegagalan terapi, resistensi, dan relaps. Sedangkan, untuk
penanganan malaria berat obat anti malaria pilihan pertama adalah derivate artemisin (artesunat
intravena, artemeter intramuscular, artemotil intramuscular).
Artemisinin-base Combination Therapy (ACT) yang ada di Indonesia dan sekaligus merupakan
rekomendasi dari WHO yaitu:
Artesunate + amodiaquine
Dihydro-Artemisinin – Piperakuin
Artemether-lumefantrine
Artesunate + Sulfadoksin-Pirimetamin
1. Skizontosida darah,
15
Contohnya adalah : klorokuin, kina, kuinidin, meflokuin, atovakon, piperakuin, derivate
artemisin (rapidly blood schizontocides), antifolat dan antibiotic (slow acting blood
schizontocides).
2. Skizontosida jaringan
Contohnya yaitu: Primakuin.
3. Gametosida
Contohnya yaitu : klorokuin dan kina yang memiliki efek gametosida terhadap P.vivax,
P.ovale, dan P.malariae, serta primakuin yang memiliki efek gametosida yang poten
terhadap P.falciparum.
Berikut ini merupakan pedoman pengobatan malaria maenurut Departemen Kesehatan RI
(DEPKES, 2003)
1. Pengobatan malaria klinis adalah pengobatan yang diberikan berdasarkan gejala
klinis tanpa pemeriksaan laboratorium. Tujuan dari program ini adalah memperluas
cakupan pengobatan malaria, terutama pada fasilitas kesehatan yang tidak dapat
melakukan pemeriksaan laboratorium malaria dan memberikan pengobatan secapatnya
sehingga dapat mencegah terjadinya komplikasi dan mengurangi angka kematian.
Sasaran dari kegiatan ini adalah semua penderita yang menunjukkan gejala klinis yang
tinggal di daerah tanpa fasilitas laboratorium pemeriksaan malaria atau fasilitas
laboratorium pemeriksaan malaria yang terbatas (jangkauan dan kemampuan).
Pengobatan malaria klinis yang dianjurkan oleh Departemen Kesehatan RI terbagi dalam
2 lini, yaitu akan disebutkan di bawah ini. Walaupun sebenarnya WHO tidak menyetujui
pengobatan pasien dengan dugaan malaria, artinya hanya dengan gejala-gejala klinis saja
tanpa diperiksa mikroskopik maupun tes cepat, maka pengobatannya dianjurkan
menggunakan obat yang bukan kombinasi ACT. Jika masih sensitive terhadap klorokuin,
maka dapat digunakan pengobatan sebagai berikut :
H0 Klorokuin ¼ ½ 1 2 3 3-4 *
16
Primakuin -- -- ¾ 1½ 2 2-3 **
H1 Klorokuin ¼ ½ 1 2 3 3 – 4*
Klorokuin 1/8 ¼ ½ 1 1½ 2
H2
Keterangan :
*bila berat badan (BB) <50 kg diberikan 3 tablet, BB >50 kg diberikan 4 tablet.
**bila BB <50 kg diberikan 2 tablet, BB > 50kg diberikan 3 tablet.
Keterangan :
Dosis Kina untuk bayi (0-11 bulan) harus berdasarkan berat badan, yaitu 30 mg/kgBB/hari,
dibagi dalam 3 dosis.
Criteria penggunaan abat malaria lini pertama dan kedua adalah :
a) Dengan gejala klinis malaria tanpa komplikasi (panas, menggigil, pucat, dll)
b) Fasilitas laboratorium
c) Tidak menderita penyakit lain
d) Pengobatan lini 1 dan lini 2 pada ibu hamil tidak boleh memakai primakuin.
17
bertujuan untuk mencegah relaps serta mencegah penularan. Sasaran dari kegiatan adalah
semua penderita malaria yang telah dikonfirmasi pemeriksaan laboratorium.
3. Pengobatan malaria secara massal yang dilakukan pada daerah KLB. Tujuan dari
pengobatan massal ini adalah untuk menekan meluasnya KLB dan mengurangi angka
kesakitan serta mengurangi angka kematian. Sasaran dari kegiatan ini adalah semua
penduduk di daerah KLB.
Cara pengobatan dan kriteria :
Pengobatan scara massal dibagi 2 yaitu : Mass Drug Action (MDA) dan Mass Fever
Treatment (MFT)
a. MDA terdiri dari klorokuin tablet 3 hari ditambah primakuin tablet 1 hari yang
diberikan pada semua orang (mencakup > 80%) di daerah KLB
b. MFT terdiri dari kina tablet 7 hari ditambah dngan primakuin tablet 1 hari yang
diberikan 2 minggu setelah dilakukan MDA pada semua orang yang menderita di
daerah KLB.
4. Pengobatan pencegahan adalah pemberian obat malaria bagi perorangan maupun
kelompok pendatang di daerah endemic untuk pencegahan penyakit malaria. Adapun
maksud dari pengobatan pencegahan ini adalah mengurangi resiko tertular malaria dan
mencegah penyakit berkembang menjadi berat. Sasaran dari kegiatan ini adalah
kelompok resiko tinggi (antara lain ibu hamil), pendatang perorangan maupun kelompok
yang berkunjung ke daerah endemic malaria. Untuk daerah sensitive klorokuin, berikan
klorokuin 5 mg/kgBB/minggu. Untuk daerah Plasmodium falciparum yang resisten
terhadap klorokuin, berikan doksisiklin 1,5 mg/kgBB/hari, dan tidak boleh diberikan
kepada ibu hamil dan anak < 8 tahun.
5. Pengobatan malaria berat atau malaria dengan komplikasi adalah pengobatan
malaria yang diberikan pada penderita malaria berat atau malaria dengan komplikasi
yang terdiri dari pengobatan dengan obat anti malaria, pengobatan penunjang dan
pengobatan terhadap komplikasi. Tujuan kegiatan ini adalah mencegah terjadinya
kecacatan dan kematian pada penderita malaria berat. Pada pedoman pelaksanaannya,
sasaran dari kegiatan ini adalah semua penderita malaria brat dengan cara pengobatan
yang sesuai dengan pedoman penatalaksanaan malaria.
6. Monitoring efikasi obat malaria adalah suatu kegiatan khusus dan periodik untuk
menilai atau memonitor efikasi terapeutik obat anti malaria yang dipakai dalam program
pengobatan malaria tanpa komplikasi terutama untuk malaria falciparum. Protokol
penilaian efikasi obat malaria menggunakan protokol yang direkomendasikan oleh WHO.
18
Tujuan dari kegiatan ini adalah menilai efikasi terapeutik obat anti malaria yang dipakai.
Sasaran kegiatan ini adalah semua penderita malaria tanpa komplikasi yang telah
dikonfirmasi dengan pemeriksaan laboratorium, dan memenuhi kriteria protokol
penilaian efikasi yang dikeluarkan oleh Departemen kesehatan RI. Sasaran terutama di
daerah yang dicurigai telah terjadinya penurunan efektivitas pengobatan malaria atau
adanya laporan kasus gagal obat.
Kriteria monitoring efikasi obat malaria adalah :
a) Daerah yang belum mempunyai data efikasi terapeutik obat anti malaria
yang dipakai saat itu atau daerah yang dicurigai/ ada kasus gagal obat.
b) Target populasi : umur penderita > 6 bulan, tidak hamil/menyusui
c) Infeksi tunggal (malaria falciparum atau vivaks saja) dan tidak menderita
penyakit lainnya.
d) Kepadatan parasit untuk malaria falciparum : 1000-100000 parasit
aseksual/uL, untuk malaria vivaks >= 250 parasit /uL
e) Menandatangani surat persetujuan untuk mengikuti atau menjadi subjek
evaluasi ini.
f) Tidak ada riwayat alergi terhadap obat yang akan dievaluasi dan obat anti
malaria lainnya
g) Kriteria disesuaikan dengan pedoman penilaian efikasi obat anti malaria
yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan RI.
Pengobatan penderita malaria falciparum yang telah mengalami multidrug resisten lini
pertama menggunakan kombinasi antara Artesunate dan Amodiakuin. Cara penggunaan
obat ini sesuai dengan tabel 3 (Laihad, 2007).
1 Artesunate ¼ ½ 1 2 3 4
Amodiakuin ¼ ½ 1 2 3 3- 4
2 Artesunate ¼ ½ 1 2 3 4
19
Amodiakuin ¼ ½ 1 2 3 3- 4
3 Artesunate ¼ ½ 1 2 3 4
Amodiakuin ¼ ¼ ½ 2 3 4
Primakuin *) *) ¾ 1½ 2 3
WHO juga telah merekomendasikan alternative penggunaan ACT jika penggunaan ACT di
atas sudah resisten terhadap penderita, yaitu sebagai berikut :
Hari Jenis Obat Umur <3tahun >3-8tahun >9-14 tahun >14 tahun
Berat Badan Jam 5-14 kg 15-24 kg 25-34 kg >34 kg
(kg)
1 A-L 0 jam 1 2 3 4
A-L 8 jam 1 2 3 4
Primakuin 12 jam ¾ 1½ 2 2-3
2 A-L 24 jam 1 2 3 4
A-L 36 jam 1 2 3 4
3 A-L 48 jam 1 2 3 4
A-L 60 jam 1 2 3 4
Artemeter-lumefantrine juga dapat dipakai sebagai obat pilihan pertama pada kasus-kasus
dengan kegagalan artesunate-amodiakuin atau di daerah-daerah dengan kegagalan klorokuin
yang cukup tinggi. Dari hasil penelitian menyebutkan bahwa daerah yang resisten terhadap
klorokuin, kemungkinan juga akan resisten terhadap amodiakuin (cross resistancy) (Harijanto
P.N, 2009). Jika terjadi kegagalan terhadap A-L, maka digunakan kombinasi Kina + Doksisiklin
+ Primakuin atau Kina + Tetrasiklin + Primakuin.
Doksisiklin 1 tablet 100mg, dosis 3-5 mg/kgBB dua kali sehari 100 mg selama 7
hari ( 2 x 100 mg).
Tetrasiklin 250mg, dosis 4 mg/kgBB 4x sehari.
Khusus untuk wanita hamil dan anak-anak di bawah usia 11 tahun, tidak
diperbolehkan memakai doksisiklin atau tetrasiklin, sehingga harus diganti dengan
menggunakan Clindamycin 10 mg/kgBB 2x sehari selama 7 hari.
20
Departemen Kesehatan RI telah mempersiapkan obat ACT baru, yaitu kombinasi
dihidroartemisin-piperakuin (DHP) sebagai kombinasi dosis tetap ( fixed dose) dan kombinasi
ini efektif terhadap plasmodium falciparum maupun vivax. Kombinasi ACT ini juga dapat
dipakai sebagai pengobatan alternative, khususnya di daerah yang kegagalan terhadap terhadap
artesunat+amodiakuin sudah tinggi (Dep.Kes RI, 2009).
Kegagalan pengobatan dalam 14 hari setelah menggunakan ACT jarang terjadi. Kegagalan
sesudah 14 hari boleh diobati dengan ACT lini I.
21
Referensi
CDC, 2004. Siklus Hidup Plasmodium. www.cdc.gov. Diambil tanggal 12 Agustus 2009.
Dahlan, Zuchairi. 2008. Konsep Sehat dan Sakit. Handout Kuliah Ilmu Kesehatan Masyarakat,
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia :Yogyakarta
Dahlan, Sopiyudin,M.2009. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel dalam Penelitian
Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta : Salemba Merdeka.
Puspitorini, A.N., 2009. Profil Penyakit Malaria Di Kabupaten Kulon Progo pada tahun 2008.
Karya Tulis Ilmiah. Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia.
Mengetahui,
22
dr.Hj.Wiwin Herwini dr. Yemi Meriyanti Sari
23