Pre-operasi: Pasien diberikan obat anti glaukoma baik secara topikal maupun
oral sampai mencapai batas tekanan intraokular yang ditentukan. Tekanan bola mata
yang tinggi dapat meningkatkan risiko perdarahan suprakoroid. Selain itu, pasien juga
diberikan obat anti-inflamasi beberapa hari sebelum operasi, hal ini disebabkan karena
pembentuk jaringan parut pasca-operasi dapat menyebabkan kegagalan trabekulektomi.
Kemudian, pasien juga diberikan pilokarpin topikal sebagai miotikum.
Intra-operasi: Mula-mula dilakukan fiksasi bola mata dengan traksi muskulus rektus s
uperior. Kemudian dibuat flap konjungtiva sekitar 8-10mm dari limbus kornea
di daerah nasal atas. Selanjutnya dilakukan diseksi flap sklera ukuran kurang lebih 2-
3mm secara radial dengan lebar 3-4mm. Diseksi dibuat kurang lebih setengah tebal
sklera kemudian dilanjutkan ke kornea sesuai lokasi trabekula. Setelah itu dilakukan
trabekulektomi kurang lebih sebesar dua kali dua mm yang diikuti dengan iridektomi
perifer. Setelah selesai, flap sklera dan flap konjungtiva dijahit kembali dengan benang
nylon 10-0. Jika cairan akuos mengalir melalui flap sklera, maka akan terbentuk bleb
pada saat penutupan konjungtiva.
Pasca-operasi: Setelah operasi, semua obat untuk menurunkan tekanan
intraokular dihentikan. Pasien diberikan antibiotik dan kortikosteroid topikal. Kontrol
pasien pasca operasi meliputi pemeriksaan keadaan bleb, keadaan bilik mata depan, dan
tekanan intraokular.
Selain trabekulektomi, dikenal juga sebuah tindakan yang lebih non-invasif
yaitu laser trabeculoplasty. Tiga puluh sampai enam puluh menit sebelum tindakan,
pasien diberi pilokarpin 1-2% untuk mengecilkan pupil. Selanjutnya diberikan satu
tetes apralclonidine untuk mencegah terjadi kenaikan tekanan bola mata setelah
operasi. Setelah itu sinar laser ditembakkan ke jalinan trabekula sehingga dapat
memperbaiki aliran keluar cairan akuos.8
2.4 Trabekulektomi
2.4.1 Definisi 20
Sebelum ada trabekulektomi, metode pembedahan untuk menurunkan tekanan intra
okuler memiliki komplikasi yang cukup banyak, diantaranya adalah hipotoni, bilik mata depan
yang dangkal, dan endoftalmitis. Maka dari itu, untuk mengurangi kejadian komplikasi akibat
terapi pembedahan untuk menurunkan tekanan intra okuler, prosedur guarded filtration
surgery atau trabekulektomi dibuat. Trabekulektomi adalah merupakan prosedur pembedahan
berupa pembuatan fistula diantara bilik mata depan (BMD) dengan ruang subkonjungtiva yang
ditujukan untuk menurunkan tekanan intra okuler. Pada tahun 1968 telah dilaporkan
kesuksesan pertama proses trabekulektomi yang dilakukan oleh Cairns. Trabekulektomi
dengan metode Cairns yang telah dimodifikasi dalam beberapa langkahnya masih digunakan
hingga sekarang.
Proses trabekulektomi melibatkan pembentukan fistula yang akan menghubungkan
bilik mata depan dengan ruang subkonjungtiva. Metode ini membentuk jalur filtrasi alternatif
untuk pengaliran aqueous humor yang terhambat atau tidak berfungsi akibat glaukoma.
Tujuannya dalah untuk membuat jumlah aliran filtrasi keluar yang adekuat tanpa terjadi aliran
yang berlebihan.
Metode trabekulektomi berhasil apabila fistula yang terbentuk tetap paten dan
terbentuknya bleb pada ruang subkonjungtiva untuk mengabsorbsi aqueous humor. Selain
teknik operasi yang baik, kesuksesan trabekulektomi juga bergantung pada prosedur intra
operasi dan perawatan luka post operasi yang baik.
2.4.2 Indikasi20
1. Glaukoma sudut terbuka primer
2. Glaukoma sudut tertutup yang tidak respon terhadap iridotomi dan atau iridoplasti
3. Glaukoma sudut terbuka sekunder
4. Glaukoma sudut tertutup sekunder
5. Glaukoma pada anak-anak
Trabekulektomi bisa dilakukan pada semua jenis glaukoma. Selain indikasi yang telah
disebutkan di atas, hal-hal lain yang bisa dijadikan pertimbangan untuk dilakukan atau tidak
dilakukannya trabekulektomi diantaranya adalah:
1. Pilihan terapi lain selain pembedahan filtrasi seperti terapi medikamentosa secara
topikal maupun obat per oral.
2. Besarnya manfaat dibandingakn risiko yang akan ditimbulkan oleh terapi
pembedahan dibandingkan dengan terapi yang sedang dijalankan sekarang.
3. Tipe dan stadium glaukoma serta ada tidaknya penyulit maupun penyakit komorbid
lain pada pasien seperti katarak perlu dijadikan pertimbangan.
2.4.3 Kontraindikasi20
1. Kasus yang mungkin akan respon lebih baik dengan terapi yang non invasif seperti
dengan terapi obat dan iridotomi laser.
2. Mata yang sebelumnya pernah gagal dilakukan trabekulektomi
3. Mata dengan erosi konjungtiva yang parah, seperti mata yang mengalami trauma
kimia dan sindroma steven jhonson.
4. Uveitis glaukoma
5. Buta
2.4.4 Prosedur 1, 3, 21
Pada trabekulektomi dapat dibagi menjadi beberapa tahap dasar, seperti: exposure,
conjunctival wound, flap sklera, parasintesis, sklerostomi, iridektomi, penutupan flap sklera,
pengaturan aliran humor akuos, dan penutupan konjungtiva.
Pada exposure dilakukan penjahitan traksi kornea atau limbus untuk merotasikan bola
mata ke inferior sehingga bagian limbus dan sulkus superior dapat terlihat jelas. Prosedur ini
sangat membantu dalam pembuatan flap konjungtiva berbasis limbus. Prosedur ini sama
dengan melakukan traksi pada otot rektus superior, namun memberikan efek samping seperti
ptosis dan perdarahan sub konjungtiva.
Pada conjunctival wound dilakukan pembuatan flap konjungtiva pada kuadran superior
tergantung dari pengalaman operator. Trabekulektomi dengan menggunakan antifibrosis,
posisi bleb harus ditempatkan pada arah jam 12 untuk mengurangi risiko bleb terekspos dan
disestesia bleb. Teknik flap konjungtiva dapat berbasis limbus maupun forniks, masing-masing
memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Flap konjungtiva berbasis forniks lebih
mudah dilakukan, namun memerlukan ketelitian saat dilakukan penutupan agar dapat
menciptakan luka yang kedap air. Flap berbasis forniks mengakibatkan terbentuknya jaringan
parut di anterior flap sklera sehingga membantu aliran humor akuos ke posterior dan
menyebabkan bleb muncul di bagian posterior. Flap konjungtiva berbasis limbus lebih sulit
dilakukan, namun dapat memberikan penutupan luka yang lebih aman, jauh dari limbus. Insisi
flap konjungtiva berbasis limbus dilakukan 8-10 mm dari limbus superior, sehingga harus
berhati-hati agar jangan sampai mengenai otot rektus superior. Flap berbasis limbus ini dapat
menurunkan risiko kebocoran pada bleb, namun mengakibatkan pembentukan jaringan parut
di posterior flap sklera sehingga menyebabkan pembentukan bleb di anterior dekat limbus.
Pada pembuatan flap sklera dilakukan insisi sklera dengan bentuk segitiga, trapesium, setengah
lingkaran tergantung keahlian operator. Tidak terdapat keharusan ukuran dari flap sklera,
namun dianjurkan meiliki lebar sekitar 3-4 mm. Setelah flap sklera terbentuk harus
diperhatikan supaya jangan sampai terjadi kebocoran humor akuos terlalu awal.
Setelah pembuatan flap sklera, dilakukan parasintesis dan sklerostomi dengan scleral
punch maupun dengan pisau bedah. Operator kemudian menilai aliran humor akuos ke daerah
sklerostomi dengan memasukkan larutan ringer laktat lewat parasintesis. Penjahitan flap sklera
dapat dilakukan bila aliran humor akuos sudah seperti yang diharapkan operator. Pada
parasintesis tidak dilakukan penjahitan apabila kedap udara. Apabila BMD datar pasca operasi,
dapat dimasukkan cairan ringer laktat lewat lokasi parasintesis untuk membentuk kembali
BMD. Lubang sklerostomi harus cukup besar untuk mengindari oklusi iris, tapi harus cukup
kecil sehingga dapat ditutupi oleh flap sklera.
Iridektomi harus dilakukan untuk mengurangi risiko oklusi sklerostomi oleh iris dan
mencegah terjadinya blok pupil. Saat melakukan iridektomi harus dihindari pemotongan
prosesus siliaris dan disrupsi serat zonula dan lapisan hyaloid.
Flap sklera dijahit secara ketat untuk menghindari BMD yang dangkal pasca operasi
dengan teknik jahitan releasable suture (RS). Setelah beberapa hari atau beberapa minggu
pasca operasi, jahitan dapat dilonggarkan untuk meningkatkan aliran keluar humor akuos. Pada
trabekulektomi menggunakan anti fibrosis, tegangan jahitan dan jumlah jahitan harus
disesuaikan sampai tidak terdapat aliran spontan humor akuos. Untuk memastikan aliran masih
dapat terjadi, dapat dilakukan penekanan secara halus pada ujung sklera posterior.1
Sebelum menutup konjungtiva, operator dapat menyesuaikan aliran humor akuos di
sekitar flap dengan menambahkan atau melepas jahitan sklera. Setelah aliran humor akuos
sesuai dengan yang diinginkan, dapat dilakukan penutupan konjungtiva dengan beberapa
teknik menggunakan benang yang dapat diserap berukuran 7.0-8.0. Untuk flap konjungtiva
berbasis forniks, konjungtiva dapat dijahit di limbus. Untuk flap berbasis limbus, konjungtiva
dan kapsula Tenon ditutup secara terpisah atau dalam satu lapisan.
Setelah satu minggu pasca insisi akan dimulai fase proliferasi, jumlah fibroblas, sel
monosit, dan pembuluh darah akan meningkat dan akan membentuk klot fibrin di daerah luka.
Fibroblas seperti actin dan mikrofilamen myosin (myofibroblas) memiliki kemampuan untuk
menarik tepi luka dan kemudian menyatukan tepi luka dengan membentuk jembatan
penyembuhan.
Fase remodelling dimulai dimulai sekitar satu bulan setelah insisi, enzim proteolitik
yang berasal dari sel mononuklear, PMN, dan humor akuos akan mencerna debris seluler dan
klot. Fibroblas secara aktif menghasilkan kolagen, glikosaminoglikan, dan elastin.
Kolagen terdeposisi pada lokasi luka secara ireguler dan menyebabkan peningkatan
massa di daerah luka. Glikosaminoglikan berfungsi mengatur aktivitas metabolik di daerah
luka. Setelah beberapa hari aktivitas enzim metaloproteinase seperti kolagenase, gelatinase,
dan stromelysin akan meningkat. Kolagen akan di degradasi sehingga bentuk luka akan
kembali menyerupai sebelum insisi.
Pada saat ini, bila seorang dokter ahli mata dihadapkan untuk mengerjakan
bedah anti glaukoma, maka lazimnya yang terpikir adalah melakukan
trabekulektomi. Dari kepustakaan, dapat diketahui, trabekulektomi merupakan
bedah anti glaukoma yang sekarang paling banyak dilakukan, memberikan hasil yang
terbaik, dan dapat digunakan untuk semua jenis glaukoma.
Semula operasi ini dirancang sebagai trabekulokanalektomi, yang
mengharapkan tekanan intraokuler dapat turun oleh karena akuos dapat mengalir
ke seluruh Schlemm yang ikut terpotong pada waktu pengangkatan sebagian
trabekulum. Dikemukakan, walaupun terdapat beberapa mekanisme penyebab
turunnya tekanan intraokuler, ternyata yang paling menonjol adalah terjadinya
pengaliran akuos langsung ke bawah konjungtiva. Hal ini terlihat dengan
terbentuknya gelembung (bleb) akuos di bawah jaringan tersebut pada kasus-
kasus yang terkontrol. Dengan demikian, mekanisme tersebut tidak banyak
berbeda dengan apa yang dicapai bedah filtrasi klasik. Cara pembedahannya
sendiri tidak banyak berbeda dengan bedah filtrasi klasik, hanya saja dibuat
flep sklera yang ternyata merupakan dasar keuntungan dari jenis operasi anti
glaukoma ini, dalam hal mengurangi penyulit pasca bedah.
Cara yang sekarang banyak dilakukan adalah mengguna- kan flep sklera
yang berbasis pada limbus tersebut, tetapi tanpa melakukan dialisis, seperti yang
dikemukakan kembali oleh Cairns (1970). Pada tahun 1972, ia melaporkan hasil
baik pada 95% di antara kasus-kasus yang dilakukan dengan metode tersebut.
Pada tulisan ini, selair, akan dibicarakan mengenai teknik pembedahan dan
penyulit -penyulit yang dapat terjadi selama bedah trabekulektomi, juga usaha-
usaha untuk mengatasi penyulit tersebut.
• Perdarahan
Perdarahan dapat terjadi pada satiap tahapan pembedahan.
Pasien usia lanjut, hipertensi, arterio sklerosis, kelainan pem- bekuan, penyaldt
obstruksi pernafasan merupakan predis- posisi. Begitu pula penderita
glaukoma kongesti dan posisi kepala penderita yang terlampau rendah dari badan.
Sebagian pendarahan dapat dicegah, misalnya dengan menggunakan jarum
yang tidak memotong pada waktu mem- buat tali kendali. Perdarahan pada
waktu membuat flep tenon konjungtiva dapat dikurangi dengan diseksi tidak
me- motong. Kauterisasi pembuluh darah pada permukaan sklera hendaknya
dilakukan sebelum pembuatan flep sklera. Pada waktu iridektomi, diyakini
bahwa tidak memotong badan siliar atau iris terlalu basal.
Irigasi dengan BSS atau penekanan dengan kapas, tidak jarang dapat
menghentik an perdarahan. Bila melakukan kauterisasi, sebaiknya
dilakukan dengan cara kauterisasi bidang basah, terutama bila
mengkauterisasi dipermukaan sklera dan di bibir jendela trabekula. Hifema
yang meng- ganggu dibersihkan dengan irigasi bilik mata depan melalui lobang
parasintesis.
• Konjungtiva robek
Robekan konjungtiva umumnya terjadi di daerah litrbus kornea. Hal ini akan
mengganggu pembentukan bleb pada pembedahan trabekulektomi yang
mempergunakan flep tenon konjungtiva dengan basis limbus. Luka tersebut akan
menjadi lebih terbuka dan berbentuk lobang kancing (button hole) pada waktu
penjahitan kembali flep tenon - konjungtiva.
Masalah ini tidak perlu ada bila trabekulektomi dilakukan dengan menggunakan
flep tenon - konjungtiva yang berbasis pada fornik.
Robekan tersebut harus dijahit, dan dianjurkan untuk menjehitnya dengan
benang 10 - 0 dan jarum yang tidak me- motong, serta menyertakan tenon di
bawahnya sampai tidak ada kebocoran lagi.
• Perforasi sklera/kornea dan flep sklera robek
Perforasi sklera biasanya terjadi pada waktu membuat inaisi batas flep sklera
yang terlalu dalam atau diseksi sklera, terutama bila flep sklera dibuat terlalu tebal
dan mengguna- kan pisau yang tajam. Oleh karena itu, membuat batas flep sklera
sebaiknya dimulai dengan his. permulaan yang tidak terlalu dalam. Sedang
sayatan berikutnya, yaitu untuk mencapai kedalaman yang diingini, dapat dibuat
dengan sedikit menarik satu sisi bibir luka sayatan permulaan untuk melihat
kedalamannya. Dianjurkan pula untuk tidak melakukan diseksi sklera dengan pisau
yang terlah. tajam. Biasanya dipergunakan pisau beaver atau pisau gulf seperti
waktu melakukan operasi pterygium. Jika perforasi terjadi juga, tetapi kecil, dapat
dibiarkan. Per- forasi yang cukup panjang dijahit dengan benang 10 - 0, dan bila
ada perdarahan dari badan siliar harus dikontrol dulu se- belum penjahitan sklera.
Perforasi kornea yang prematur tidak perlu terlalu di- risaukan, oleh karena
dapat disertakan pada waktu membuat jendela trabekula.
Robeknya flep sklera dapat dihindari dengan tidak me- megang flep pada
tepinya, tetapi menjepitnya agak lebar pada sisirya. Selain itu, jangan membuat
flep sklera terlalu tipis dan menarik flep terlalu kuat.
a. Akinesia dan anestesia retrobulber, termasuk massase bola mata yang tidak
sempurna.
b. Penekanan bola mata oleh kelopak mata atau speculum palpebra.
c. Posisi kepala terlalu rendah.
Dalam keadaan yang ekstrim dan lazim disertai dengan meningkatrya tekanan
bola mata, bilik mata depan baru dapat dibentuk setelah melakukan
sklerotomi posterior untuk mengurangi volume di rongga mata bagian belakang.