Anda di halaman 1dari 24

Post Dural Puncture Headache; Patogenesis, Prevention And Treatment

Abstrak

Anestesi spinal dikembangkan pada akhir tahun 1800-an oleh karya dari
Wynter, Quincke dan Corning. Namun, ahli bedah Jerman, Karl August Bier pada
tahun 1898, yang mungkin memberikan anestesi spinal pertama. Bier juga
mendapatkan pengalaman tangan pertama pada sakit kepala yang mengganggu
yang terkait dengan dural puncture. Dia membenarkan dugaan bahwa headache
terkait dengan hilangnya cairan serebrospinal yang berlebihan (CSF). Dalam 50
tahun terakhir, pengembangan fine‐gauge spinal needles dan needle tip
modification, telah memungkinkan penurunan yang signifikan dalam kejadian
post‐dural puncture headache. Meskipun telah jelas bahwa mengurangi ukuran
perforasi dural akan mengurangi hilangnya CSF, ada banyak area mengenai
patogenesis, pengobatan dan pencegahan post‐dural puncture headache yang
masih tetap kontroversial. Bagaimana pola mikroskopik collagen alignment pada
spinal dura mempengaruhi dimensi perforasi dural? Bagaimana desain jarum,
ukuran dan orientasi mempengaruhi kebocoran CSF melalui perforasi dural?
Dapatkah terapi farmakologis mengurangi gejala post‐dural puncture headache?
Dengan mekanisme mana epidural blood patch mengobati headache? Apakah ada
peran untuk prophylactic epidural blood patch? Apakah salin epidural, dekstran,
opioid dan tissue glues mengurangi tingkat kehilangan CSF? Tinjauan ini
mempertimbangkan aspek perdebatan post‐dural puncture headache.

Sejarah

Anestesi spinal berkembang pada akhir tahun 1800an. Pada tahun 1890, Wynter
dan Quincke95 mengaspirasi cairan serebrospinal (CSF) dari ruang subarachnoid
untuk terapi peningkatan tekanan intrakranial dengan meningitis TB. Kateter dan
trochar yang digunakan kira-kira berdiameter 1mm dan mengakibatkan post dural
puncture headache. Walaupun semua subjek Wynter dan Quincke meninggal
beberapa saat setelah tindakan.
Pada tahun 1895, John Corning, seorang dokter New York spesialis mind dan
nervous system, mengemukakan bahwa anestesi lokal pada spinal cord dengan
cocain memiliki efek terapiutik.50 Corning menginjeksikan 110 mg cocain pada
ruang antara T11/12 seorang laki-laki untuk terapi masturbasi habitual. Walaupun
telah diakui keahliannya pada anestesi spinal pertama, dari deskripsi dan dosis
yang digunakan sepertinya tidak mungkin jarumnya masuk ruang subarachnoid. 82
Pada Agustus 1898, Karl August Bier,137 seorang ahli bedah jerman,
menginjeksikan 10-15 mg cocain kedalam ruang subarachnoid pada 7 pasien,
dirinya dan asistennya, Hildebrant. Bier, Hildebrant dan 4 pasien semua nya
menggambarkan gejala yang berhubungan dengan post dural puncture headache.
Bier menduga bahwa headache diakibatkan hilangnya CSF. Pada awal tahun
1900an, terdapat beberapa laporan literatur medis tentang aplikasi anestesi spinal
menggunakan jarum spinal yang besar.75 Headache dilaporkan menjadi
komplikasi dari 50% subjek. Pada waktu itu headache dikatakan hilang dalam
waktu 24 jam.

Anestesi dengan eter diperkenalkan ke dalam praktik obstetri pada tahun 1847, tak
lama setelah demonstrasi publik Morton. Meskipun ada keuntungan yang jelas
dari anestesi regional untuk menghilangkan nyeri persalinan, baru pada tahun
1901 seorang ahli obstetri Swiss menggunakan kokain intratekal untuk
menghilangkan rasa sakit pada tahap kedua persalinan dimana anestesi regional
untuk obstetri dipopulerkan.49 Meskipun muntah dan tingginya insidensi post
dural puncture headache yang dicatat, tingkat mortalitasnya sangat tinggi pada
persalinan sesar yang dilakukan dengan anestesi spinal (1 dari 139) yang
menyebabkan ditinggalkannya teknik ini pada tahun 1930an. Periode 1930 sampai
1950 sering disebut sebagai 'masa kegelapan anestesi obstetrik', saat persalinan
alami dan psikoprofilaksis dianjurkan.

Pada tahun 1951, Whitacre dan Hart59 mengembangkan pencil-point needle,


berdasarkan pengamatan Greene53 pada tahun 1926. Perkembangan desain jarum
sejak saat itu telah menyebabkan penurunan yang signifikan pada kejadian post
dural puncture headache. Namun, dural puncture headache tetap merupakan
komplikasi insersi needle ke ruang subarachnoid.

PATOFISIOLOGI dural puncture

Anatomi spinal dura mater

Spinal duramater adalah tabung yang membentang dari foramen magnum ke


segmen kedua sakrum. Berisi spinal cord dan nerve roots yang menembusnya.
Dura mater adalah lapisan jaringan ikat padat yang terbuat dari serat kolagen dan
elastis. Deskripsi klasik tentang spinal dura mater adalah serabut kolagen yang
berjalan dalam arah yang longitudinal.53 Ini didukung oleh studi histologis dari
dura mater.93 Ajaran klinis berdasarkan pandangan dura ini menyarankan agar
cutting spinal needle berorientasi paralel. Orientasi jarum pada sudut kanan pada
serat paralel, dikatakan akan memotong lebih banyak serat. Serat dural yang
dipotong, yang semula mengalami ketegangan, kemudian cenderung mengalami
retraksi dan meningkatkan dimensi longitudinal perforasi dural, meningkatkan
kemungkinan post‐spinal headache. Studi klinis telah mengkonfirmasi bahwa
post‐dural puncture headache lebih mungkin terjadi bila cutting spinal needle
berorientasi tegak lurus terhadap arah serat dural. Namun, studi mikroskopis dan
elektron baru-baru ini tentang dura mater manusia telah memperdebatkan
deskripsi klasik anatomi duramater ini.102 Studi-studi ini menggambarkan dura
mater yang terdiri dari serat kolagen yang disusun dalam beberapa lapisan yang
paralel dengan permukaan. Setiap lapisan atau lamella terdiri dari serat kolagen
dan elastis yang tidak menunjukkan orientasi spesifik.43 Permukaan luar atau
epidural memang memiliki serat dural yang tersusun dalam arah longitudinal,
namun pola ini tidak berulang melalui lapisan dural berturut-turut. Pengukuran
ketebalan dural terbaru juga menunjukkan bahwa dura posterior bervariasi dalam
ketebalan, dan bahwa ketebalan dura pada tingkat spinal tertentu tidak dapat
diprediksi dalam individu atau antar individu.102 Perforasi dural di daerah tebal
dura mungkin cenderung kurang menyebabkan kebocoran CSF daripada perforasi
di daerah yang tipis, dan mungkin menjelaskan konsekuensi yang tidak dapat
diprediksi dari perforasi dural.
Cerebrospinal fluid (CSF)

Produksi CSF terjadi terutama pada pleksus koroid, namun ada beberapa bukti
terjadi produksi pada extrachoroidal. Sekitar 500 ml volume CSF diproduksi
setiap hari (0,35 ml min-1). Volume CSF pada orang dewasa kira-kira 150 ml,
dimana setengahnya berada di dalam rongga kranial. Tekanan CSF di daerah
lumbar pada posisi horisontal antara 5 dan 15 cm H2O. Pada asumsi postur tegak,
tekanan ini meningkat menjadi lebih dari 40 cm H2O. Tekanan CSF pada anak
meningkat seiring bertambahnya usia, dan mungkin sedikit lebih dari beberapa cm
H2O di awal kehidupan.

Dura mater dan responnya terhadap trauma

Konsekuensi dari perforasi spinal atau cranial dura adalah kebocoran CSF.
Pengalaman bedah saraf pada perforasi dural adalah bahwa perforasi minor pun
harus ditutup, baik secara langsung ataupun melalui penerapan bahan graft dural
sintetis atau biologis. Kegagalan untuk menutup perforasi dural dapat
menyebabkan adhesi, kebocoran CSF berlanjut, dan risiko terjadinya infeksi. Ada
beberapa penelitian eksperimental mengenai respons dura terhadap perforasi.70
Pada tahun 1923, dicatat bahwa cacat dura yang disengaja pada kranial dura
anjing memerlukan waktu sekitar satu minggu untuk menutup. Penutupan ini
difasilitasi melalui proliferasi fibroblastik dari tepi dura yang terpotong. Publikasi
yang diterbitkan pada tahun 195970 menepis anggapan bahwa proliferasi
fibroblastik muncul dari tepi dura yang terpotong. Penelitian ini menyatakan
bahwa perbaikan dural difasilitasi oleh proliferasi fibroblastik dari jaringan di
sekitarnya dan bekuan darah. Studi tersebut juga mencatat bahwa perbaikan dural
dipromosikan oleh kerusakan pada pia arachnoid, dasar otak dan adanya bekuan
darah. Oleh karena itu, terdapat kemungkin jarum spinal yang ditempatkan
dengan hati-hati di ruang subarachnoid tidak mendorong penyembuhan dural,
karena trauma pada jaringan yang berdekatan minimal. Memang, pengamatan
bahwa darah mempromosikan penyembuhan dural sesuai dengan pengamatan asli
Gormley bahwa bloody taps cenderung kurang menyebabkan post‐dural puncture
headache sebagai konsekuensi dari kebocoran persisten CSF.51
Deformasi Needle tip dan perforation dural

Telah dikemukakan bahwa kontak dengan tulang pada saat insersi jarum dapat
menyebabkan deformasi ujung jarum spinal.67 90
Ujung jarum yang rusak dapat
menyebabkan peningkatan ukuran perforasi dural berikutnya. Studi in vivo baru-
baru ini telah menunjukkan bahwa cutting type jarum spinal cenderung
mengalami perubahan bentuk setelah kontak dengan tulang dibandingkan ukuran
pencil‐point needles.90 Namun, belum ada penelitian invivo67 atau in vitro yang
menunjukkan peningkatan ukuran perforasi dural pada penggunaan jarum yang
rusak.

Kensekuensi dural puncture

Puncture pada dura memiliki potensi untuk memungkinkan peningkatan


kebocoran CSF yang berlebihan. Kelebihan kehilangan CSF menyebabkan
hipotensi intrakranial dan penurunan volume CSF yang nyata.52 Setelah
perkembangan post‐dural puncture headache, adanya kebocoran CSF telah
dikonfirmasi dengan cisternografi radionuklida,100 mielografi radionuklida, studi
manometrik, epiduroskopi dan visualisasi langsung pada laminektomi. Tekanan
subarachnoid dewasa 5-15 cm H20 berkurang menjadi 4,0 cm H20 atau kurang.100
Tingkat kehilangan CSF melalui perforasi dural29 (0,084-4,5 ml/s) umumnya lebih
besar daripada laju produksi CSF (0,35 ml/min), terutama dengan ukuran jarum
yang lebih besar dari 25G.29 101

Gadolinium‐enhanced MRI, dengan adanya post‐dural puncture headache, sering


menunjukkan 'kendur' pada struktur intrakranial. MRI mungkin atau mungkin
tidak menunjukkan peningkatan meningeal.56 Peningkatan meningeal disebabkan
oleh vasodilatasi pembuluh darah yang berdinding tipis sebagai respons terhadap
hipotensi intrakranial. Studi histologis telah mengkonfirmasi bahwa vasodilatasi
pembuluh meningeal tidak terkait dengan respons inflamasi.56

Meskipun hilangnya CSF dan penurunan tekanan CSF tidak diperdebatkan,


mekanisme aktual yang menyebabkan headache tidak jelas. Ada dua
kemungkinan penjelasan. Pertama, penurunan tekanan CSF menyebabkan traksi
pada struktur intrakranial dalam posisi tegak. Struktur ini sensitif terhadap nyeri,
yang menyebabkan headache yang khas. Kedua, hilangnya CSF mengakibatkan
kompensasi venodilatasi terhadap hukum Monro-Kellie.52 Hukum Monro-Kellie,
atau hipotesis, menyatakan bahwa jumlah dari volume otak, CSF, dan darah
intrakranial adalah konstan. Konsekuensi penurunan dari volume CSF adalah
peningkatan volume darah. Venodilatasi kemudian bertanggung jawab atas
terjadinya headache.

Insiden

Insiden post‐dural puncture headache adalah 66% pada tahun 1898.137 Insidensi
post‐spinal headache yang sangat tinggi ini kemungkinan disebabkan oleh
penggunaan gauge yang besar, medium bevel, cutting spinal needles (needles 5, 6
and 7 Gambar 1). Pada tahun 1956, dengan diperkenalkannya jarum 22G dan
24G, insidens diperkirakan 11%.132 Saat ini penggunaan fine gauge pencil‐point
needles, seperti Whitacre dan Sprotte® telah menghasilkan penurunan yang lebih
besar pada kejadian post‐dural puncture headache, yang bervariasi sesuai jenis
prosedur dan pasien yang terlibat. Hal ini terkait dengan ukuran dan desain jarum
spinal yang digunakan (Gambar 1; Tabel 1),36 pengalaman operator yang
melakukan dural puncture,35 dan usia dan jenis kelamin pasien.

Anastesia spinal

Anestesi telah aktif dalam usaha mengurangi kejadian post‐spinal headache.


Pengurangan ukuran jarum spinal telah membuat dampak signifikan pada
kejadian post‐spinal headache. Insidensinya adalah ~40% dengan jarum 22G;
25% dengan jarum 25G;4 44 2% -12% dengan jarum Quincke 26G;4 45 dan <2%
dengan jarum 29G.47 Namun, kesulitan teknis yang menyebabkan kegagalan
anestesi spinal biasa terjadi pada jarum 29G atau lebih kecil.47 Pada tahun 1951,
Whitacre dan Hart59 memperkenalkan jarum spinal 'atraumatik' (jarum 3, Gambar
1). Desain ini menawarkan karakteristik penanganan jarum yang lebih besar
dengan insidensi post‐spinal headache yang rendah (Tabel 1). Modifikasi jarum
sejak saat itu, seperti jarum Sprotte®119 dan Atraucan®,63 menjanjikan penurunan
lebih lanjut pada post‐spinal headache.

Diagnostik pungsi lumbal

Penerimaan jarum suntik kecil untuk diagnostik pungsi lumbal berkembang


lambat. Sampai saat ini, diagnostik pungsi lumbal biasanya dilakukan dengan 20G
atau bahkan 18G medium bevel cutting needle dengan insiden post‐spinal
headache yang tinggi. Publikasi baru-baru ini mempromosikan keutamaan jarum
20G untuk mengurangi kejadian sakit kepala akibat pungsi dura.125 Meskipun ahli
anestesi secara umum mengkritik penggunaan jarum pengukur ukuran besar untuk
pungsi lumbal,105 ahli saraf berpendapat bahwa aliran CSF yang cukup hanya
dapat dicapai dengan jarum spinal 22G atau lebih besar.

Obstetrik

Wanita yang sedang dalam proses persalinan berisiko terkena dural puncture dan
subsequent headache karena jenis kelamin, usia muda, dan penerapan anestesi
epidural secara luas. 44 Pada parturients yang menerima anestesi epidural, kejadian
dural puncture adalah antara 0 dan 2,6%.104 Kejadian berbanding terbalik dengan
pengalaman ahli anestesi, dan dikatakan berkurang dengan orientasi bevel jarum
sejajar dengan fibre dural.87 Hilangnya resistansi terhadap udara memberi risiko
lebih tinggi terkena dural puncture daripada kehilangan resistensi terhadap fluida.
Setelah dural puncture dengan jarum Tuohy 16G, hingga 70% subjek akan
melaporkan gejala yang berkaitan dengan rendahnya tekanan CSF.26 Meskipun
tingginya kejadian headache akibat dural puncture dengan jarum Tuohy, ahli
anestesi perlu mempertimbangkan diagnosis banding, seperti hematoma
intrakranial,65 atau tumour38 gejala serupa, atau berhubungan dengan, post‐dural
puncture headache yang telah dijelaskan. Dengan adanya dural puncture yang
diketahui, sering disarankan agar mendorong pada tahap kedua harus dihindari.
Bukti yang mendukung pernyataan ini jauh dari meyakinkan, dan kemarahan dari
parturient tentang medikasi persalinannya sebaiknya dihindari.

Anak-anak
Post‐dural puncture headache dilaporkan tidak umum pada anak-anak. Meskipun
tekanan CSF rendah atau perbedaan fisiologis lainnya telah ditunjukkan sebagai
alasan untuk menjelaskan rendahnya kejadian pada anak-anak, kemungkinan
tingkat pelaporan yang rendah menjadi penjelasannya. Kelompok yang telah
meneliti kejadian post‐spinal headaches pada anak-anak telah menemukan tingkat
yang sebanding dengan orang dewasa muda.

Pencegahan

Jarum spinal telah mengalami banyak modifikasi dalam beberapa tahun terakhir,
tujuannya adalah untuk mengurangi timbulnya dural puncture headache. Faktor
utama yang bertanggung jawab atas pengembangan dural puncture headache
adalah ukuran perforasi dural. Faktor lain seperti bentuk perforasi dural dan
orientasi jarum spinal memiliki peran yang kurang signifikan.

Ukuran Jarum

Jarum spinal besar jelas akan menghasilkan perforasi dural besar dimana
kemungkinan dural puncture headache yang tinggi. Sebaliknya, jarum yang lebih
kecil menghasilkan perforasi dural kecil dengan insidensi headache yang lebih
rendah. Fine gauge spinal needles, 29G atau lebih kecil, secara teknis lebih sulit
untuk digunakan, dan untuk anestesi spinal setidaknya, terkait dengan tingkat
kegagalan yang tinggi. Keseimbangan harus dipukul diantara risiko dural
puncture headache dan kegagalan teknis. Jarum 25G, 26G dan 27G mungkin
mewakili ukuran jarum optimal untuk anestesi spinal. Neurologists berpendapat
bahwa untuk tujuan aspirasi CSF dan pengukuran tekanan CSF, jarum 22G adalah
jarum praktis terkecil.

Orientasi jarum

Ada banyak studi klinis dan laboratorium, yang memberi kepercayaan pada
hipotesis bahwa orientasi tegak lurus dari bevel jarum spinal atau epidural
menyebabkan penurunan kejadian post‐dural puncture headache.

Desain Jarum
Selama bertahun-tahun sejak Quincke dan Bier, sejumlah besar desain jarum telah
diperkenalkan. Tipe Quincke adalah jarum standar dengan medium cutting bevel
dan lubang di ujung jarum (jarum 7, Gambar 1). Pada tahun 1926, Greene
mengusulkan desain ujung jarum dengan ujung yang non‐cutting edge yang akan
memisahkan serat dural untuk menghindari post‐dural puncture headache. Pada
tahun 1951, jarum Whitacre diperkenalkan dan, pada tahun 1987, jarum Sprotte.
Istilah generik untuk jarum ini adalah pencil‐point or atraumatic, meski
sebenarnya keduanya tidak. Jarum Whitacre (jarum 3, Gambar 1) memiliki ujung
berbentuk berlian, dan jarum Sprotte (jarum 2, Gambar 1) tipnya berbentuk
kerucut. Lubangnya sampai 0,5 mm dari ujung jarum. Studi klinis dan
laboratorium telah mengkonfirmasi bahwa jarum pencil‐point menghasilkan lebih
sedikit post‐dural puncture headaches daripada jarum medium bevel cutting.
Namun, ada kekurangannya. Paraesthesia telah diamati pada jarum pensil-point.
Alasannya mungkin terletak pada jarak dari ujung jarum ke lubang. Ujung harus
melalui minimal 0,5 mm ke dalam ruang subarachnoid sebelum orifice memasuki
ruang subarachnoid. Ujung itu kemudian memiliki kesempatan untuk
menancapkan pada cauda equina yang membentang. Memberikan kepercayaan
pada hipotesis ini, parestesia jarang terjadi pada short bevel needles atau jarum
Atraucan®.

Masalah aliran CSF yang rendah dan parestesia yang terlihat dengan pencil‐point
needles telah mendorong pencarian desain jarum baru. Atraucan® (jarum 1,
Gambar 1) baru saja dipasarkan. Memiliki lubang di ujung jarum. Atraucan®
memiliki cutting tip yang sempit dan bevel atraumatic. Laporan awal dari jarum
ini menjanjikan mengenai kemudahan penggunaan dan tingkat dural puncture
headache yang rendah.

Tingkat keterampilan operator dan kelelahan

Telah disarankan bahwa kejadian dural puncture yang tidak disengaja selama
anestesi epidural berbanding terbalik dengan pengalaman operator. Namun,
kurang tidur, kelelahan operator dan efek kerja malam hari mungkin merupakan
variabel pengganggu yang menghasilkan kejadian dural puncture yang tidak
disengaja pada personil junior yang melakukan analgesia epidural.

Presentasi sakit kepala akibat pungsi dural

Onset

Sakit kepala dan sakit punggung merupakan gejala dominan yang berkembang
setelah accidental dural puncture. Sembilan puluh persen sakit kepala akan terjadi
dalam 3 hari setelah prosedur berlangsung, dan 66% dimulai dalam 48 jam
pertama. Jarang, sakit kepala terjadi antara 5 dan 14 hari setelah prosedur. Sakit
kepala dapat terjadi segera setelah dural puncture. Namun, ini jarang terjadi, dan
kejadiannya harus mengingatkan dokter tersebut pada penyebab alternatif.

Gejala

Sakit kepala adalah keluhan utama yang dominan namun tidak ada di mana-mana.
Sakit kepala digambarkan sebagai parah, 'membakar dan menyebar seperti logam
panas'. Distribusi umum terjadi di daerah frontal dan oksipital yang menjalar ke
leher dan bahu. Daerah temporal, vertex dan nuchal dilaporkan kurang umum
sebagai tempat kurang nyaman, walaupun kekakuan leher mungkin ada. Rasa
sakit itu diperburuk oleh gerakan kepala, dan adopsi postur tegak, dan berkurang
dengan berbaring. Peningkatan keparahan sakit kepala saat berdiri adalah sine qua
non dari post‐dural puncture headache.

Gejala lain yang berhubungan dengan dural puncture headache termasuk mual,
muntah, gangguan pendengaran, tinnitus, vertigo, pusing dan parestesia pada kulit
kepala, dan nyeri punggung atas dan bawah. Gangguan visual seperti diplopia
atau kebutaan kortikal telah dilaporkan. Kelumpuhan saraf kranial bukan kejadian
yang jarang terjadi. Dua kasus nyeri punggung toraks tanpa sakit kepala telah
dijelaskan. Gejala neurologis dapat mendahului timbulnya kejang grand mal.
Intracranial subdural haematomas, cerebral herniation dan kematian, telah
digambarkan sebagai konsekuensi dari dural puncture. Kecuali jika headache
disertai fitur postural, diagnosis post‐dural puncture headache harus
dipertanyakan, karena penyebab serius intrakranial lainnya untuk headache harus
dikeluarkan.

Diagnosis

Riwayat dural puncture accidental atau disengaja dan gejala postural headache,
sakit leher dan adanya tanda-tanda neurologis, biasanya mengarahkan diagnosis.
Bila ada keraguan mengenai diagnosis post‐dural puncture headache, pemeriksaan
tambahan dapat mengkonfirmasi temuan klinis. Diagnostic lumbar puncture dapat
menunjukkan opening pressure CSF yang rendah atau ‘dry tap’, protein CSF yang
sedikit terangkat, dan peningkatan limfosit count CSF. MRI dapat menunjukkan:
peningkatan dural difus, dengan bukti otak yang kendur; turunnya otak, chiasm
optik, dan batang otak; obliterasi basilar cisterns; dan pembesaran kelenjar
pituitari. CT myelography, mielografi radionuklida retrograde, cisternography,
atau potongan tipis MRI dapat digunakan untuk menemukan sumber kebocoran
csf spinal.

Differential diagnosis

Diagnosis post‐dural puncture headache sering kali jelas dari riwayat adanya dural
puncture dan adanya postural headache yang berat. Namun, penting untuk
mempertimbangkan diagnosis alternatif (Tabel 2) karena patologi intrakranial
yang serius bisa menyamar sebagai post‐dural puncture headache. Dokter harus
mengingat bahwa hipotensi intrakranial dapat menyebabkan perdarahan
intrakranial melalui robekan pada bridging dural veins, dan keterlambatan pada
diagnosis dan pengobatan bisa berbahaya. Diagnosis yang mungkin menyamar
sebagai post‐dural puncture headache termasuk tumor intrakranial, hematoma
intrakranial, apoplexy pituitary, trombosis vena serebral, migrain, chemical or
infective meningitis, dan non‐specific headache. Diperkirakan bahwa 39%
perempuan yang akan partus melaporkan gejala sakit kepala yang tidak terkait
dengan dural puncture setelah melahirkan.

Durasi
Follow‐up terbesar pada post‐dural puncture headache masih pada penelitian
Vandam dan Dripps pada tahun 1956. Mereka melaporkan bahwa 72% headaches
menghilang dalam waktu 7 hari, dan 87% telah menghilang dalam 6 bulan (Tabel
3). Durasi headache tetap tidak berubah sejak yang dilaporkan pada tahun 1956.
Pada sebagian kecil pasien, headache dapat menetap. Memang, laporan kasus
menggambarkan persisten follow‐up selama 1-8 tahun setelah dural puncture.
Sangat menarik untuk dicatat bahwa post‐dural puncture headache selama durasi
ini telah berhasil diobati dengan epidural blood patch.

Tatalaksana

Overview

Literatur tentang terapi post‐dural puncture headache sering melibatkan sejumlah


kecil pasien, atau menggunakan analisis statistik yang tidak tepat. Studi yang
mengamati efek perawatan pada post‐dural puncture headache seringkali gagal
untuk mengenali bahwa, tanpa perawatanpun, lebih dari 85% sakit kepala paska
dural akan sembuh dalam waktu 6 minggu (Tabel 3).

Psikologikal

Pasien yang mengalami post‐dural puncture headache dapat mengungkapkan


berbagai respons emosional dari penderitaan dan air mata sampai kemarahan dan
kepanikan. Hal ini penting dari sudut pandang baik dari segi klinis dan mediko-
legal, untuk mendiskusikan kemungkinan headache sebelum prosedur dilakukan
yang memiliki risiko komplikasi ini. Meski begitu, diskusi ini bukan
mempersiapkan pasien untuk merasakan sensasi yang dia rasakan jika headache
berkembang. Terutama pasien obstetrik yang sangat disayangkan karena mereka
harus mendapatkan komplikasi ini, yang seharusnya merasa nyaman dan bahagia
dapat merawat bayi baru mereka. Penting untuk memberi penjelasan menyeluruh
kepada ibu tentang alasan sakit kepala, durasi dari sakit kepala , dan pilihan
terapeutik yang ada. Peninjauan rutin sangat penting untuk memantau manuver
terapeutik yang dilakukan.

Simple
Bed rest telah terbukti tidak bermanfaat. Terapi pendukung seperti rehidrasi,
asetaminofen, obat antiinflamasi non steroid, opioid, dan antiemetik dapat
mengendalikan gejala dan mengurangi kebutuhan akan terapi yang lebih agresif,
tetapi tidak memberikan penyembuhan total.

Postur

Jika seorang pasien mengalami sakit kepala, mereka harus dianjurkan untuk
berbaring dalam posisi yang nyaman. Pasien akan sering mengidentifikasi hal ini,
tanpa intervensi seorang ahli anestesi. Tidak ada bukti klinis untuk mendukung
pemeliharaan posisi telentang sebelum atau sesudah onset sakit kepala sebagai
maksud untuk pengobatan.68 Posisi prone telah dianjurkan, namun ini bukanlah
posisi yang nyaman untuk pasien pascamelahirkan. Posisi prone mengangkat
tekanan intra-abdomen, yang ditransmisikan ke ruang epidural dan dapat
meringankan sakit kepala. Uji klinis terhadap posisi prone setelah dural puncture
gagal menunjukkan penurunan post‐dural puncture headache.55

Abdominal binder/ Pengikat perut

Pengikat perut ketat meningkatkan tekanan intra-abdomen. Tekanan intra-


abdomen yang meningkat ditransmisikan ke ruang epidural dan dapat
menghilangkan headache. Sayangnya, pengikat ketat tidak nyaman dan jarang
digunakan dalam praktik saat ini. Ada beberapa unit yang akan
merekomendasikan pendekatan ini.86

Pharmacological treatment

Tujuan pengelolaan post‐dural puncture headache adalah: (i) mengganti CSF yang
telah hilang; (ii) menutup tempat tusukan; dan (iii) kontrol vasodilatasi serebral.

Sejumlah agen terapeutik telah disarankan untuk penanganan post‐dural puncture


headache. Masalah utama dalam memilih yang paling tepat adalah kurangnya uji
klinis terkontrol yang besar dan acak.

DDAVP, ACTH
Sebuah laporan pada tahun 1964 mengidentifikasi 49 metode untuk mengobati
post spinal headache.127 Tampaknya tidak ada batas dalam imajinasi dokter
tentang terapi yang ditawarkan untuk post spinal headache. Namun, ada
kekurangan data statistik untuk mendukung gagasan mereka. Mengenai DDAVP
(desmopressin asetat), pemberian intramuskular sebelum lumbal puncture tidak
menunjukkan penurunan post‐dural puncture headache.57 ACTH (hormon
adrenokortikotropik) 21
telah diberikan dalam bentuk infus (1,5 μg kg-1), namun
analisis statistik yang tidak memadai mencegah assesmen terhadap nilai ACTH.

Kafein

Kafein adalah stimulan sistem saraf pusat yang di antara khasiat lainnya
menghasilkan vasokonstriksi serebral. I.V. kafein 0,5 g direkomendasikan sebagai
pengobatan post‐dural puncture headache pada tahun 1944.62 Ini tersedia dalam
bentuk oral dan i.v. Bentuk oral diserap dengan baik dengan waktu puncak
mencapai 30 menit. Kafein melintasi sawar darah otak dan waktu paruh yang
terpanjang mencapai 3-7,5 jam memungkinkan jadwal pemberian dosis yang
jarang.

Kutipan pekerjaan yang paling sering mengenai pengobatan post‐dural puncture


headache dengan kafein adalah Sechzer.113 114
Dia mengevaluasi efek satu atau
dua 0,5 g dosis i.v. kafein pada subyek dengan post‐dural puncture headache. Ada
beberapa kelemahan statistik dan metodologis dalam penelitian ini, namun
disimpulkan bahwa i.v. kafein adalah terapi yang efektif untuk post‐dural
puncture headache.

Dosis

Dosis yang sekarang direkomendasikan untuk pengobatan post‐dural puncture


headache adalah kafein 300-500 mg oral atau i.v. sekali atau dua kali sehari.12 66
Secangkir kopi mengandung sekitar 50-100 mg kafein dan minuman ringan
mengandung 35-50 mg. LD50 untuk kafein adalah order untuk 150 mg kg-1.
Namun, dosis terapeutik telah dikaitkan dengan toksisitas sistem saraf pusat, 9 dan
atrial fibrilasi.
Mekanisme kerja

Diasumsikan bahwa kafein bekerja melalui vasokonstriksi pembuluh darah yang


dilatasi.12 Jika vasodilatasi serebral adalah sumber nyeri, maka vasokonstriksi
serebral dapat membatasi rasa sakit yang dialami. Memang, telah ditunjukkan
116
bahwa kafein menyebabkan penurunan aliran darah serebral, namun efek ini
tidak bertahan. Terapi kafein sederhana untuk diterapkan dibandingkan dengan
keterampilan teknis yang dibutuhkan untuk melakukan epidural blood patch.
Apakah terapi kafein sesukses yang disarankan oleh laporan sebelumnya, tidak
diragukan lagi untuk dianjurkan secara luas. Namun, survei rumah sakit di
Amerika Utara mengenai terapi post‐dural puncture headache mengidentifikasi
sebagian besar praktisi di rumah sakit telah meninggalkan penggunaan kafein
karena mereka menganggap tidak efektif.8 Efek kafein terhadap post‐dural
puncture headache tampaknya paling baik, untuk sesaat.12 Sebagai tambahan,
kafein bukan terapi yang tanpa komplikasi,9 dan tidak mengembalikan dinamika
CSF yang normal, sehingga membuat pasien berisiko terkena komplikasi serius
yang terkait dengan tekanan CSF yang rendah.

Sumatriptan

Pengobatan untuk migran headache berfokus pada modifikasi vaskular serebral.


Sumatriptan adalah agonis reseptor 5-HT1D yang mempromosikan vasokonstriksi
serebral, serupa dengan kafein.123 Sumatriptan dianjurkan untuk pengelolaan
migrain dan baru-baru ini, untuk post‐dural puncture headache. Hanya ada
beberapa laporan kasus dimana sumatriptan berhasil digunakan untuk mengatasi
post‐dural puncture headache.61 Bagaimanapun, percobaan kontrol baru-baru ini
menemukan tidak ada bukti dari manfaat Sumatriptan untuk pengelolaan post‐
dural puncture headache.23

Epidural blood patch

History

Setelah pengamatan bahwa 'bloody taps' memiliki hubungan dengan penurunan


sakit kepala, konsep tentang epidural blood patch telah dikembangkan. Teorinya
adalah bahwa darah, setelah dimasukkan ke dalam ruang epidural, akan
menggumpal dan menutup perforasi, mencegah kebocoran CSF lebih lanjut.
Tingkat keberhasilan yang tinggi dan rendahnya komplikasi telah menetapkan
epidural blood patch sebagai standar untuk mengevaluasi metode alternatif untuk
mengobati post‐dural puncture headache.

Teknik

Pada keadaan demam, infeksi di punggung, koagulopati, atau penolakan pasien


merupakan kontraindikasi terhadap pelaksanaan epidural blood patch.1 Sebagai
tindakan pencegahan, sampel darah subjek harus dikirim ke mikrobiologi untuk
kultur.27 Dengan pasien berada pada posisi lateral, ruang epidural terletak dengan
jarum Tuohy pada tingkat dural puncture yang diinginkan atau ruang
intervertebral bawah. Operator harus siap dengan adanya CSF di dalam ruang
epidural. Darah kemudian diambil dari lengan pasien sampai 30 ml dan
disuntikkan perlahan melalui jarum Tuohy. Prosedur harus dihentikan jika pasien
menggambarkan adanya nyeri yang berasal dari dermatomal.27 Tidak ada
konsensus mengenai volume darah yang tepat yang dibutuhkan. Sebagian besar
praktisi sekarang menyadari bahwa 2-3 ml darah yang awalnya digambarkan oleh
Gormley tidak memadai, dan 20-30 ml darah lebih mungkin untuk menjamin
keberhasilan.27 Volume yang lebih besar, sampai 60 ml, 97
telah berhasil
digunakan dalam kasus hipotensi intrakranial spontan. Pada akhir prosedur, pasien
diminta untuk berbaring diam selama satu1 33
atau, lebih disukai, 2 jam, 81
dan
kemudian diijinkan untuk berjalan.

Kontraindikasi

Kontraindikasi termasuk yang biasa berlaku untuk epidural, tetapi mencakup


jumlah sel darah putih yang meningkat, pireksia dan kesulitan teknis. Pengalaman
terbatas dengan pasien HIV-positif disarankan bahwa dapat diterima jika tidak ada
penyakit bakteri atau virus lain yang aktif.126 Epidural blood patch setelah
diagnostik lumbal puncture pada pasien onkologi meningkatkan potensi
pembenihan neuroaksis dengan sel neoplastik. Satu kasus telah dilaporkan
berhasil diobati tanpa komplikasi,109 dan satu kasus11 dimana risiko sistem saraf
pusat (SSP) menabur benih leukemia dianggap lebih besar daripada manfaat dari
epidural blood patch.

The blood patch

Dengan menggunakan radiolabelled sel darah merah 124 atau MRI scan, 7 beberapa
penelitian telah melaporkan tingkat penyebaran epidural blood patch. Setelah
injeksi, darah didistribusikan secara kaudal dan sefalad terlepas dari arah bevel
jarum Tuohy. Darah juga melewati sekeliling ke ruang epidural anterior. Ruang
thecal dikompres dan digantikan oleh darah. Selain itu, darah keluar dari foramina
intervertebralis dan masuk ke ruang paravertebral. Rata-rata penyebaran dari 14
ml darah adalah enam segmen spinal cephalad dan tiga segmen caudad. Kompresi
ruang thecal untuk 3 jam pertama, dan elevasi tekanan subarachnoid yang
diperkirakan, dapat menjelaskan resolusi cepat dari sakit kepala. Bukan kompresi
kantung thecal, tetapi, sustaine dan pemeliharaan efek terapeutik kemungkinan
disebabkan oleh adanya bekuan yang menghilangkan kebocoran CSF. Telah
diamati bahwa CSF bertindak sebagai procoagulant, mempercepat proses
pembekuan.24 Pada 7-13 jam, ada resolusi bekuan yang meninggalkan lapisan
tebal bekuan dewasa di atas bagian dorsal kantung thecal. Penelitian pada hewan
telah menunjukkan bahwa 7 hari setelah pemberian epidural blood patch, ada
aktivitas fibroblastik dan pembentukan kolagen yang luas.34 74
Untungnya,
kehadiran darah tidak memulai proses inflamasi dan tidak ada bukti edema
aksonal, nekrosis atau demyelinisasi.

Outcome

Teknik ini memiliki tingkat keberhasilan 70-98% jika dilakukan lebih dari 24 jam
setelah dural puncture.1 Jika epidural blood patch gagal mengatasi sakit kepala,
mengulangi epidural blood patch memiliki tingkat keberhasilan yang serupa.
Kegagalan patch kedua dan mengulangi patch untuk ketiga atau keempat kalinya
telah dilaporkan. Namun, dengan adanya sakit kepala berat yang terus-menerus,
penyebab alternatif harus dipertimbangkan.
Komplikasi

Eksaserbasi langsung dari gejala dan nyeri radikular telah dijelaskan.136 Gejala ini
tidak menetap dan dapat diatasi dengan pemberian obat penghilang rasa nyeri
sederhana. Komplikasi jangka panjang dari epidural blood patch jarang terjadi.
Laporan tunggal dari sebuah kasus subdural epidural blood patch yang tidak
disengaja menggambarkan sakit kepala tanpa postur, persisten dan
ketidaknyamanan ekstremitas bawah.103

Masalah efek blood patch terhadap keberhasilan epidural berikutnya telah


ditangani.260 Meskipun laporan kasus menggambarkan penyebaran terbatas
99
analgesia epidural setelah epidural blood patch sebelumnya, sebuah penelitian
retrospektif besar selama periode 12 tahun60 menemukan bahwa analgesia
epidural berikutnya berhasil pada> 96% pasien.

Prophylactic epidural blood patch

Dimana kejadian post‐dural puncture headache yang diketahui tinggi, seperti pada
parturient, penggunaan epidural blood patch profilaksis setelah dural puncture
yang accidental, yaitu blood patching sebelum timbulnya gejala, merupakan
pilihan yang menarik. Patching profilaksis umumnya telah ditinggalkan karena
dianggap tidak efektif, namun bukti bertentangan. Sebuah control trial pada
54
headache pasca-myelogram, dan satu setelah anestesi spinal dan setelah dural
22
puncture yang tidak disengaja dengan jarum epidural, telah mengkonfirmasi
manfaat patching profilaksis. Studi yang belum mendukung penggunaan patching
profilaksis mungkin tidak menggunakan cukup darah untuk patch.22 Gradien
tekanan antara thecal dan ruang epidural mungkin tinggi segera setelah dural
puncture dan menyebabkan pemisahan patch dari lokasi perforasi. Blood patching
pada waktu itu mungkin memerlukan volume darah yang lebih besar untuk
menghasilkan patch yang sukses dibandingkan dengan patch akhir, dimana
tekanan CSF mungkin lebih rendah.

Chronic headache
Pasien mungkin mengalami gejala headache post spinal yang tidak pernah
menerima suntikan epidural atau spinal. Sebuah laporan dari enam kasus tersebut,
dengan headache yang telah dirasakan antara 1 dan 20 tahun, menunjukkan
kelegaan penuh dari sakit kepala setelah lumbar epidural blood patch.91 Menarik
untuk dispekulasi bahwa headache ini mungkin disebabkan oleh hipotensi
intrakranial spontan yang tidak teridentifikasi.

Epidural saline

Perhatian telah diungkapkan tentang potensi bahaya autologous epidural blood


patch untuk pengobatan post‐dural puncture headache. Resolusi langsung dari
headache dengan blood patch disebabkan oleh kompresi thecal yang
meningkatkan tekanan CSF. Injeksi epidural dari saline akan, secara teori,
menghasilkan efek massa yang sama, dan mengembalikan dinamika normal CSF.
Sebagai larutan saline adalah larutan yang relatif inert dan steril, bolus atau infus
epidural nampak seperti alternatif yang menarik. Regimen yang telah dianjurkan
meliputi: (i) 1,0-1,5 liter larutan epidural Hartmanns lebih dari 24 jam, dimulai
28 84 121
pada hari pertama setelah dural puncture; (ii) sampai 35 ml/jam larutan
saline epidural atau larutan Hartmanns selama 24 -48 jam, atau setelah
perkembangan headache; (iii) bolus tunggal epidural saline 30 ml setelah
pengembangan headache;5 84 dan (iv) 10-120 ml larutan salinr yang disuntikkan
sebagai bolus melalui ruang kaudal epidural.6 129

Mendukung bolus atau infus epidural mempertahankan injeksi lumbar salin untuk
meningkatkan tekanan epidural dan intratekal. Pengurangan kebocoran akan
memungkinkan dura untuk repair. Namun, pengamatan pada tekanan yang
dihasilkan di subarachnoid dan ruang epidural menunjukkan, walaupun terjadi
peningkatan tekanan epidural yang besar, terjadi konsekuensi peningkatan pada
tekanan subarachnoid yang mempertahankan perbedaan tekanan di seluruh dura.
Kenaikan tekanan juga tidak bertahan dan hilang dalam waktu 10 menit.129
Larutan saline dapat menyebabkan reaksi inflamasi di dalam ruang epidural, yang
mendorong penutupan perforasi dural. Studi histologis belum menunjukkan
adanya respons inflamasi setelah pemberian epidural Dextran 40, namun berbeda
dengan autologus blood patch.74 Tidak ada alasan untuk menduga bahwa salin
epidural lebih cenderung untuk mempercepat penyembuhan dural melalui aksi
dari proinflamasi daripada Dextran 40. Jadi, belum ada penelitian yang mampu
menunjukkan apakah peningkatan tekanan CSF yang tetap atau percepatan
penutupan perforasi dural setelah pemberian epidural saline. Sementara ada
banyak laporan kasus yang menggambarkan keberhasilan pemberian garam
epidural, komparatif trial dengan epidural blood patch belum menunjukkan efikasi
jangka panjang dari penempatan salin epidural.5 Sulit untuk menyimpulkan dari
bukti, tetapi pemberian saline epidural akan mengembalikan dinamika CSF
normal. Pemberian volume salin epidural dalam jumlah yang besar dapat
menyebabkan perdarahan intraokular yang dipresipitasi oleh kenaikan tekanan
intrakranial.

Epidural Dextran

Meskipun kekurangan bukti untuk mendukung pemberian saline epidural,


beberapa pengamat telah mempertimbangkan pemberian epidural Dextran 40.117
Penelitian yang merekomendasikan Dextran 40, baik sebagai infus atau bolus,
menyimpulkan bahwa berat molekul dan viskositas Dextran 40 yang tinggi
memperlambat removal dari ruang epidural. Tamponade yang menetap di sekitar
perforasi dural memungkinkan penutupan spontan. Namun, tidak mungkin
Dextran 40 akan bekerja berbeda seperti pada pemberian larutan saline di ruang
epidural. Setiap kenaikan tekanan di dalam ruang subarachnoid akan, seperti
larutan saline, hanya bersifat sementara. Pemeriksaan histologis ruang epidural
setelah pemberian Dextran 40,74 tidak menunjukkan respons inflamasi yang akan
mendorong proses penyembuhan. Bukti untuk administrasi epidural Dextran
untuk mengobati post‐dural puncture headache tidak terbukti dan argumen teoritis
untuk membenarkan penggunaannya sangat lemah.

Epidural, intrathecal and parenteral opioids

Sejumlah penulis telah menganjurkan penggunaan morfin epidural,42 intrathecal20


atau parenteral;41 sebagian besar laporan ini adalah laporan kasus atau uji coba
yang tidak memadai. Beberapa penelitian menggunakan morfin epidural setelah
onset headache, yang lainnya menggunakan morfin epidural atau intratekal
sebagai profilaksis atau dikombinasikan dengan kateter intratekal.20 Control trial
fentanil intratekal sebagai profilaksis tidak menemukan bukti adanya penurunan
kejadian post‐dural puncture headache dengan jarum spinal 25-gauge.31

Fibrin glue

Agen alternatif untuk darah, seperti fibrinous glue, telah diusulkan untuk
memperbaiki perforasi spinal dural.48 Perforasi kranial dura sering diperbaiki
dengan sukses dengan fibrinous glue Dalam kasus perforasi lumbal dural, fibrin
glue dapat ditempatkan secara bebas atau menggunakan CT-guide injeksi
perkutaneus.92 Namun, ada risiko timbulnya meningitis aseptik dengan prosedur
ini.111 Sebagai tambahan, produsen baru-baru ini memperingatkan terhadap
penerapan beberapa jenis tissue glue yang mungkin terpapar ke jaringan saraf.110

Kateter Intrathecal

Setelah perforasi accidental dural dengan jarum Tuohy, disarankan agar


penempatan kateter spinal melalui perforasi yang dapat memicu reaksi inflamasi
yang akan menutup lubang. Bukti yang mendukung klaim ini masih
bertentangan.30 135 Usia rata-rata pasien dalam beberapa percobaan > 50 tahun, di
mana tingkat post dural headache sangat rendah. Beberapa uji coba telah
menggunakan spinal microcatheters, 26G-32G; yang lain telah menggunakan
kateter epidural 20G melalui jarum Tuohy 18G.

Studi histopatologis pada hewan dan manusia dengan kateter intratekal jangka
panjang mengkonfirmasi adanya reaksi inflamasi di lokasi kateter. Perbandingan
antara efek kateter yang tertinggal di tempat selama 24 jam dan selama beberapa
hari atau minggu tampak tidak sesuai.96 Jika, setelah tusukan accidental dural
dengan jarum Tuohy, insersi kateter intratekal mengurangi tingkat post dural
headache, maka akan layak dipertimbangkan. Namun, komplikasi neurologis,
seperti sindroma cauda equina dan infeksi, akan menghalangi penggunaan kateter
intratekal.
Operasi

Ada laporan kasus tentang kebocoran CSF persisten, yang tidak responsif
terhadap terapi lain, ditangani dengan sukses oleh operasi penutupan perforasi
dural.58 Ini jelas merupakan pengobatan terakhir.

Kesimpulan

Sakit kepala akibat pungsi dural adalah komplikasi yang tidak boleh ditangani
10
dengan tidak sungguh-sungguh. Ada potensi morbiditas yang cukup besar,
bahkan kematian.39 104
Pada sebagian besar kasus, masalah akan sembuh secara
spontan. Pada beberapa pasien, headache berlangsung selama berbulan-bulan atau
bahkan bertahun-tahun.

Terapi yang telah ditawarkan tidak selalu muncul melalui penerapan logika atau
penalaran. Pengamatan Gormley bahwa bloody taps kurang cenderung
71
menyebabkan sakit kepala, meski mungkin salah, telah menyebabkan
penerapan secara meluas blood patching untuk pengobatan sakit kepala pasca-
dural. Manfaat profilaksis blood patchingh tidak begitu jelas namun patut
dipertimbangkan pada orang yang paling berisiko terkena headache, seperti
parturient, dan setelah perforasi dural accidental dengan jarum Tuohy. Ada
kalanya patch darah tampak tidak efektif dalam mengobati headache. Adalah
bijaksana untuk mempertimbangkan penyebab headache lainnya sebelum
menerapkan pilihan terapeutik alternatif. Penutupan secara bedah dural tear adalah
pilihan terakhir untuk bertahan.
Fig 1 Graphical representations of epidural (needle 4) and spinal needle tip design. Note
the large orifice and conical tip of the Sprotte® Needle 2, compared with the small orifice
and diamond tip of the Whitacre Needle 3. Needles 5, 6 and 7 were provided by the
Sheffield Anaesthetic Museum and are an indication of the style of spinal needles used in
the past. 1, 26G Atraucan® Double Bevel Design; 2, 26G Sprotte® Style Pencil Point; 3,
22G Whitacre Style Pencil Point; 4, 16G Tuohy Needle; 5, 17G Barkers Spinal Needle; 6,
Large Gauge Spinal Needle; 7, 18G Crawford Needle.

Anda mungkin juga menyukai