Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH SEJARAH MINAT

KONFLIK KONTEMPORER

GERAKAN PERLAWANAN RAKYAT FILIPINA

Disusun oleh kelompok 6 XII IPS 3 :

1. Alfan Adam
2. Marhani
3. Nadia Azias Jelita Ningsih
4. Novia Nurhalizah
5. Sharla Aulia Harahap
6. Tri Yanuari

SMAN 32 JAKARTA
JL. PANJANG KOMP.SETNEG BARU CIDODOL, Grogol Selatan, Kec.
Kebayoran Lama, Kota Jakarta Selatan Prov. D.K.I. Jakarta
DAFTAR ISI
BAB 1 .........................................................................................................

Pendahuluan .............................................................................................

1.1 Latar Belakang ...........................................................................

1.2 Rumusan Masalah ......................................................................

BAB II .........................................................................................................

Pembahasan .............................................................................................

2.1 Awal Mula Munculnya Perlawan Rakyat Filipina ........................

2.2 Pemerintahan Ferdinand Marcos ...............................................

2.3 Jalannya gerakan people power di Filipina .................................

2.4 Dampak rezim Ferdinand Marcos...............................................

BAB III ........................................................................................................

Penutup .....................................................................................................

3.1 Kesimpulan .................................................................................

3.2 Saran ..........................................................................................


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Pada periode 1965-1986, pemerintahan Filipina dipimpin oleh presiden Ferdinand


Marcos. Pada masa pemerintahannya, FIlipina mengalami krisis ekonomi dan politik.
Krisis ekonomi dan politik di Filipina menumbuhkan gelombang perlawanan dari
masyarakat dan golongan oposisi. Rezim Ferdinand Marcos memimpin secara diktator
dan kerap melakukan tindakan represif terhadap aktivis dan golongan oposisi. Utang
Filipina yang mencapai 25.000.000.000 dollar AS pada tahun 1983. Pembunuhan
terhadap mantan senator Benigno Aquino Jr pada 21 Agustus 1983. Adanya indikasi
kecurangan pada Pemilu 1986 yang dilakukan oleh Ferdinand Marcos

1.2 Rumusan Masalah

 Bagaimana awal mula munculnya perlawan rakyat Filipina?


 Bagaimana rezim Ferdinand Marcos?
 Bagaimana proses jalannya gerakan people power di Filipina?
 Bagaimana dampak rezim Ferdinand Marcos?
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Awal Mula Munculnya Perlawan Rakyat Filipina

Kemenangan Marcos di pemilu tahun 1969 ternyata tidak lepas dari perilaku-perilaku
curang. Pemilu yang digelar dinilai terlalu banyak memakan anggaran, karena Marcos
melakukan kecurangan dengan membeli suara. Bukan cuma itu, tindakannya yang
dinilai melakukan penyalahgunaan wewenang dalam keuangan negara, menyebabkan
Filipina terdampak inflasi dan devaluasi yang tinggi.

Mulailah Presiden Marcos mendapat kritik keras dari berbagai aktivis. Karena selain
melakukan kecurangan saat pemilu, pemerintahan Marcos dinilai melakukan korupsi,
nepotisme, dan juga suap. Nah mulai dari situ lah kepercayaan masyarakat berkurang.
Kondisi masyarakat dan pemerintahan mulai tidak menentu.

Karena keadaan tersebut, pada tahun 1972 Marcos mengumumkan Hukum Darurat
Militer. Di sinilah, titik awal munculnya bibit gerakan people power atau revolusi EDSA
(Epifano de los Santos Avenue, sebuah jalan di Metro Manila). Revolusi EDSA
merupakan gerakan demonstrasi yang dilakukan secara damai oleh jutaan masyarakat
Filipina dalam menumbangkan rezim Ferdinand Marcos. Tidak ada kerusuhan dalam
revolusi EDSA, massa melakukan dengan begitu bergelora.

Munculnya revolusi EDSA merupakan respon atas diberlakukannya Hukum Darurat


Militer yang menyebabkan hak berekspresi dan juga berpendapat menjadi terbatas.
Media massa tidak boleh ada satupun yang mengkritik, jika ketahuan langsung ditutup
oleh pemerintah. Semua harus sesuai dengan apa yang diinginankan Marcos, siapapun
yang menentang, langsung ditangkap dan dipenjara.

Selama Sembilan tahun Hukum Darurat Militer tersebut berlaku, banyak masyarakat
yang terus menderita. Hingga pada saat kepulangan Benigno Aquino ke Filipina,
masyarakat memiliki secercah harapan. Namun, harapan itu hancur dan berubah
menjadi kemarahan setelah Benigno dibunuh oleh pemerintahan Marcos.

Aksi demonstrasi di sepanjang jalan EDSA terus dilakukan bahkan saat proses
pemakaman Benigno. Setelah pemakaman, demonstrasi terus dilakukan secara besar-
besaran menentang Presiden Marcos. Kemudian, saat aksi besar-besaran muncullah
nama Corazon Aquino yang siap menjadi oposisi. Corazon terus mengecam dan
menuntut keadilan atas penculikan dan pembunuhan terhadap politisi-politisi oposisi.
Seorang wanita pemberani ini adalah istri dari mendiang Benigno Aquino.

Situasi terus memburuk, masyarakat terus mengecam tindakan-tindakan Presiden


Marcos, serta menuntut keadilan bagi orang-orang yang ditahan dan dibunuh. Karena
kondisi itu, Marcos memutuskan untuk mengadakan pemilihan presiden pada Februari
1986. Kali ini yang dihadapi oleh Marcos adalah Corazon, seorang wanita pemberani
yang didukung oleh banyak pihak.

Ferdinand Marcos kembali memenangkan pemilihan presiden. Akan tetapi, ada yang
janggal dalam kemenangannya. Marcos telah mengganti 30 anggota KPU dengan
orang-orang suruhannya pada saat proses penghitungan suara, kemudian ia juga
menghilangkan hak pilih sebagian masyarakat, dan yang paling parah lagi sampai
membunuh Gubernur Evelio Javier, seorang pendukung atau sekutu utama Corazon
Aquino.

Serangkaian kecurangan dan kekejaman yang dilakukan oleh Marcos, menimbulkan


kemarahan yang besar di masyarakat. Berbagai pihak mulai menyerukan tuntutannya
agar Ferdinand Marcos melepas jabatannya sebagai Presiden.

Corazon Aquino menjadi yang paling vocal menyerukan aksi demonstrasi menuntut
turunnya pelepasan jabatan Marcos. Corazon mendapat dukungan dari seorang pastor
Gereja katolik Filipina yang bernama Kardinal Jaime Sin. Kardinal Sin menyerukan
seluruh umatnya untuk mendukung Corazon dengan ikut turun ke jalan EDSA dan
membantunya menghentikan kezaliman Presiden Marcos.

Bahkan bukan hanya seorang pastor, Menteri Pertahanan Juan Ponce Enrille,
tentara-tentara pemerintahan Marcos, juga Wakil Staf AB Jenderal Fidel Ramos turut
mendukung Corazon Aquino. Akhirnya, jutaan orang dalam gerakan people power atau
aksi damai tak berdarah itu menjadi salah satu rangkaian revolusi EDSA yang berhasil
menurunkan Ferdinand Marcos dari jabatan Presiden Filipina, tepat pada 25 Februari
1986. Ferdinand kemudian pergi mengungsi bersama keluarga dan sekutunya ke
Hawai, Amerika Serikat.

Sejak saat itulah kehidupan masyarakat Filipina berubah. Setiap individu dan
kelompok kembali mendapatkan haknya sebagai warga negara yang bebas
berekspresi, dan juga berpendapat. Semua perubahan itu berkat gerakan damai people
power atau bisa juga dikatakan sebagai revolusi EDSA. Dan Corazon Aquino menjadi
presiden perempuan pertama di Filipina, dengan menggantikan posisi Ferdinand
Marcos yang telah dilengserkan.
2.2 Pemerintahan Ferdinand Marcos

Ferdinand Edralin Marcos adalah presiden ke-10 Filipina. Ia menjabat sejak 30


Desember sampai 25 Februari 1986. Marcos lulus dari Fakultas Hukum Universitas
Filipina pada 1939. Ia mengawali karirnya sebagai presiden Filipina yaitu pada 30
Desember 1965. Tidak ada hal yang buruk pada periode pertama kepemimpinannya
sebagai presiden. Mulai tumbuh pembangunan infrastruktur, kebijakan-kebijakan luar
negeri yang aman, dan juga keuangan pemerintahan yang cukup stabil.

Karena pencapaian yang cukup baik dalam masa kepemimpinan periode pertama,
akhirnya pada pemilihan umum selanjutnya Ferdinand Marcos kembali terpilih menjadi
Presiden Filipina. Marcos mulai memimpin untuk yang kedua kalinya. Namun dengan
terpilihnya Marcos kembali, justru membawa dampak buruk bagi rakyat Filipina.

Ia turut berperang melawan Jepang dalam Perang Dunia II dan memperoleh


penghargaan atas jasa-jasanya selama perang. Hal itulah yang membuatnya merasa
menjadi seorang pahlawan perang yang pantas untuk mendapat kehormatan di Filipina.
Label ini yang kemudian digunakannya untuk menapaki puncak kekuasaan.

Pada 1954, ia menikah dengan Imelda Romualdez yang kelak akan membantunya
dalam kampanye pemilihan presiden. Ia kemudian bergabung dengan Partai
Nacionalista. Bersama calon wakil presidennya, Fernando Lopez, Marcos mampu
mengalahkan Diosdado Macapagal dalam pemilu 1965.

Marcos meninggal dunia di Honolulu, Hawaii, pada 1989 akibat penyakit ginjal,
jantung, dan paru-paru. Setelah sempat dimakamkan di Hawaii, jenazahnya
dipindahkan ke Kota Batac, Provinsi Ilocos Utara, Filipina. Berita terakhir, Presiden
Rodrigo Duterte berencana memindahkan makamnya ke Taman Makam Pahlawan di
Manila yang memicu timbulnya kontroversi.

2.3 Jalannya gerakan people power di Filipina

Untuk meredakan ketegangan, pada November 1985 Marcos mengumumkan akan


diselenggarakannya pemilu pada 7 Februari 1986. Pemilu tersebut sebetulnya
merupakan alat bagi Marcos untuk mendapatkan legitimasi atas berbagai kebijakannya.
Marcos berkeyakinan penuh dapat memenangkan pertarungan. Sebab, la memiliki
segalanya yaitu uang dan senjata.

Dari pihak oposisi, tampil lawan yang sepadan, Corazon Aquino. Keraguan untuk
maju karena merasa tidak memiliki pengalaman politik, awalnya menghampiri Corazon.
Corazon akhirnya mampu memantapkan keputusannya setelah mendapatkan restu dari
Kardinal Jaime Lachica Sin serta sejuta tanda tangan pendukungnya.

Pemilu Presiden ke-11 Filipina akhirnya dilaksanakan pada 7 Februari 1986. Terjadi
intimidasi dan kecurangan, termasuk penghilangan hak pilih sebagian warga yang
memiliki kecenderungan mendukung Corazon. Sebelum proses perhitungan suara,
Marcos secara mendadak mengganti 30 anggota KPU dengan orang-orangnya.
Manipulasi hasil perhitungan terjadi secara kasat mata. Sementara itu, pada 11
Februari 1986, pendukung Corazon sekaligus Gubernur Provinsi Antique, Evillio Javier,
ditembak mati atas perintah Marcos.

Hasil pemilu pun dapat ditebak. Pada 15 Februari 1986, KPU Filipina
mengumumkan kemenangan mutlak bagi Ferdinand Marcos. Namun, Gerakan
Nasional untuk Pemilihan Bebas (NAMFREL), sebuah organisasi independen yang
melakukan. penghitungan suara tidak resmi, menyatakan Corazon Aquino sebagai
pemenang. Di sisi lain, kaum oposisi, termasuk kubu Corazon dan Gereja Katolik, tidak
mengakui hasil tersebut karena terbukti diwarnai dengan kecurangan yang masif. Pada
saat yang sama, Corazon menyerukan agar masyarakat memboikot gurita bisnis
Marcos.

Di tengah kondisi politik yang semakin memburuk, secara mengejutkan dua


pemimpin kunci militer, yaitu Menteri Pertahanan, Juan Ponce Enrile, dan Wakil
Panglima Angkatan Bersenjata, Fidel Ramos, membuat sebuah pernyataan berupa
mosi tidak percaya terhadap pemerintahan Presiden Marcos pada 22 Februari 1986.
Pernyataan tersebut diumumkan di Camp Aguinaldo dan Camp Crame di EDSA yang
sekaligus dijadikan sebagai pusat perlawanan dan pertahanan dalam menentang
pemerintahan Marcos. Mereka beralasan bahwa Marcos melakukan kecurangan secara
masif dalam Pemilu 7 Februari 1986 yang seharusnya dimenangi oleh Corazon Aquino.
Keduanya mendesak Marcos untuk mengundurkan diri.

Khawatir mendapat tindakan balasan dari Presiden Marcos, kedua perwira tinggi itu
meminta bantuan Kardinal Sin untuk menggalang dukungan massa. Kardinal Sin
melalui Radio Veritas mengimbau massa untuk turun ke EDSA. Massa lalu membuat
barikade untuk mengantisipasi kemungkinan pasukan Marcos menangkap kedua
perwira tinggi di lokasi tersebut.

Pada saat yang sama, ratusan ribu rakyat Filipina yang tidak puas terhadap rezim
Marcos mulai turun ke EDSA. Pada 23 Februari 1986, seluruh EDSA dipadati jutaan
massa. Pasukan Marcos berusaha menerobos barikade massa pada sore harinya
untuk menangkap Enrille dan Ramos, tetapi gagal. Usaha menerobos barikade dicoba
lagi pada hari berikutnya, ditambah dengan tembakan sair mata, tetapi kembali
menemui kegagalan. gas Jenderal Fabian Crisologo Ver, sekutu Marcos, mengancam
membombardir lokasi massa dengan memanggil helikopter dan pesawat tempur. Saat
pesawat-pesawat itu terbang di atas lokasi, massa pasrah dengan berlutut dan berdoa.
Di luar dugaan, para pilot mendarat, melambaikan bendera putih, dan bergabung
dengan massa.

Tentara yang masih setia pada Marcos tidak mampu membendung gerakan rakyat.
Pada 25 Februari 1986, Mahkamah Agung Filipina akhirnya melantik Corazon Aquino
sebagai Presiden Filipina yang baru. Pada 26 Februari 1986, Marcos mengungsi ke
pangkalan udara Amerika Serikat di Filipina, dan selanjutnya mengasingkan diri ke
Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat. Era kediktarotan Marcos pun berakhir. Seluruh
gerakan rakyat yang mampu mengakhiri kediktatoran Marcos inilah yang disebut
sebagai People Power Revolution.

2.5 Dampak rezim Ferdinand Marcos

People power secara langsung maupun tidak langsung menimbulkan dampak di


berbagai bidang, misalnya ekonomi, politik, hingga tatanan sosial di sebuah negara.
Berikut ini beberapa dampak yang muncul setelah adanya people power di Filipina,
yaitu

1. Revolusi di EDSA yang terjadi 35 tahun yang lalu memberikan dampak positif di
panggung dunia atas kebebasan manusia. People power di Filipina menunjukan bahwa
transisi demokrasi juga merupakan transisi menuju kehormatan yang lebih besar
terhadap Hak Asasi Manusia (HAM).

2. People power di Filipina berdampak pada gerakan demokrasi di beberapa negara


seperti Taiwan, Korea Selatan, dan beberapa negara di Asia yang menerapkan asas
demokrasi, termasuk Indonesia. Dari sinilah banyak orang mengklaim gerakan
demonstrasi yang mereka lakukan mengacu pada people power di Filipina.

3. Adanya pemulihan kebebasan pers sejak people power berhasil di Filipina.

4. Penghapusan Undang-undang yang dianggap represif pada rezim sebelumnya.

5. Terjadinya adopsi Konstitusi 1987

6. Adanya subordinasi militer ke pemerintahan sipil, meskipun ada beberapa upaya


kudeta yang dilakukan selama pemerintahan Corazon Aquino.

7. Setelah people power berhasil pada 1986, revolusi ini menyediakan pemulihan
lembaga-lembaga demokrasi setelah 13 tahun diperintah oleh kekuasaan yang totaliter.
Lembaga-lembaga ini kemudian digunakan untuk menentang keluarga politik yang
mengakar untuk memperkuat demokrasi Filipina.
8. Pertumbuhan ekonomi mulai meningkat sejak people power EDSA pada tahun 1986.
Meskipun tetap jatuh beberapa kali sejak krisis keuangan lain, namun kegagalan yang
terjadi setelah revolusi tidak pernah melebihi angka jatuh yang tercatat selama darurat
militer.

9. Standar hidup rata-rata orang Filipina juga jauh lebih baik daripada sebelum hukum
perang. Hal ini diukur oleh dengan PDB per kapita negara tau output ekonomi negara
per orangnya.

10. Gerakan massa yang dikenal sebagai “Revolusi Kekuatan Rakyat” tidak hanya
penting bagi transisi demokrasi di Filipina. Melainkan juga menjadi inspirasi bagi
gerakan massa berikutnya yang mengarah pada transisi demokrasi lebih lanjut di
seluruh dunia ketiga dan bekas blok Komunis di Timur Eropa dan Uni soviet.

11. “Kekuatan Rakyat” adalah hadiah dari Filipina kepada dunia. People power di
Filipina membuka jalan bagi pembongkaran Tembok Berlin secara damai dan
kembalinya demokrasi di Korea Selatan dan Rumania.
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Gerakan revolusi tanpa kekerasan di filipina terjadi pada tahun 1986 yang
dipicu oleh ketidakpuasan rakyat akan pemerintahan presiden Marcos dan
berakhir dengan pengangkatan Corazon Aquino sebagai presiden ke-11 Filipina.
Gerakan perlawanan rakyat Filipina ini memiliki pola yang sama seperti
pemerintahan era Soeharto di Indonesia.

3.2 Saran
Pemerintahan Ferdinand marcos sangat membuat rakyat Filipina menderita
dengan segala tuntutan dan kecurangan-kecurangan yang Ferdinand marcos
lakukan selama menjabat sebagai presiden Filipina hingga sampai puncak
kesabaran rakyat Filipina pada demonstrasi people power untuk menjatuhkan
pemerintahan presiden Ferdinand marcos. Dari terjadinya demonstrasi people
power ini, alangkah baiknya pemilu jangan dijadikan sebagai jebakan demokrasi.
Pemilu harus menghadirkan perubahan, bukan kekecewaan dan kebohongan
dari setiap rezim yang mendapat kekuasaan. Dan sebagai pemimpin yang sudah
terpilih harus bisa membentuk pemerintahan yang kuat dan mempunyai
integritas untuk menunaikan janji yang sudah di ikrarkan
REFERENSI

 https://www.gramedia.com/best-seller/people-power/

 https://www.ruangguru.com/blog/sejarah-kelas-12-latar-belakang-lahirnya-
revolusi-edsa-gerakan-people-power-filipina

 https://amp.kompas.com/skola/read/2020/12/02/153826269/people-
power-dan-revolusi-di-filipina-
1986#amp_tf=Dari%20%251%24s&aoh=16675204155623&referrer=https
%3A%2F%2Fwww.google.com

 Buku Paket Sejarah Peminatan BAB 5


KELOMPOK 6

PERLAWANAN
RAKYAT
FILIPINA

12 Ips 3
KELOMPOK 6:

- ALFAN ADAM
- MARHANI
- NADIA AZIAS JELITA NINGSIH
- NOVIA NURHALIZAH
- SHARLA AULIA HARAHAP
- TRI YANUARI
Latar Belakang
Pada periode 1965-1986, pemerintahan Filipina
dipimpinoleh presiden Ferdinand Marcos. Pada
masapemerintahannya, FIlipina mengalami krisis
ekonomi danpolitik. Krisis ekonomi dan politik di
Filipina menumbuhkangelombang perlawanan dari
masyarakat dan golongan oposisi. Rezim Ferdinand
Marcos memimpin secara diktator dan kerap
melakukan tindakanrepresif terhadap aktivis dan
golongan oposisi. UtangFilipina yang mencapai
25.000.000.000 dollar AS padatahun 1983.
Pembunuhan terhadap mantan senator Benigno
Aquino Jr pada 21 Agustus 1983. Adanyaindikasi
kecurangan pada Pemilu 1986 yang dilakukanoleh
Ferdinand Marcos
Ferdinand
Marcos
Ferdinand Edralin Marcos adalah presiden ke-10 Filipina. Ia
menjabat sejak 30 Desember sampai Februari 1986. Marcos
lulus dari Fakultas Hukum Universitas Filipina pada 1939. Ia
mengawali karirnya sebagaipresiden Filipina yaitu pada 30
Desember 1965.
Pada 1954, ia menikah dengan Imelda Romualdez yang kelak
akan membantunya dalam kampanye pemilihan presiden. Ia
kemudian bergabung dengan Partai Nacionalista. Bersama
calon wakil presidennya, Fernando Lopez, Marcos mampu
mengalahkan Diosdado Macapagal dalam pemilu 1965.
Marcos meninggal dunia di Honolulu, Hawaii, pada 1989 akibat
penyakit ginjal, jantung, dan paru-paru. Setelah sempat
dimakamkan di Hawaii, jenazahnya dipindahkan ke Kota Batac,
Provinsi Ilocos Utara, Filipina.
Kronologi Gerakan
People Power
Pada November 1985 Marcos Pemilu Presiden ke-11 Filipina Pada 11 Februari 1986,
mengumumkan akan akhirnya dilaksanakan pada 7 pendukung Corazon sekaligus
diselenggarakannya pemilu pada 7 Februari 1986. Terjadi intimidasi Gubernur Provinsi Antique, Evillio
Februari 1986.
dan kecurangan, termasuk Javier, ditembak mati atas
Pemilu tersebut sebetulnya merupakan
penghilangan hak pilih sebagian perintah Marcos.
alat bagi Marcos untuk mendapatkan
legitimasi atas berbagai warga yang memiliki
kebijakannya.Dari pihak oposisi, tampil kecenderungan mendukung
lawan yang sepadan, Corazon Aquino. Corazon.
Kronologi Gerakan
People Power
Pada 15 Februari 1986, KPU Filipina Pada 22 Februari 1986, Menteri Pertahanan, Pada 23 Februari 1986, seluruh
mengumumkan kemenangan mutlak bagi Juan Ponce Enrile, dan Wakil Panglima EDSA dipadati jutaan massa.
Ferdinand Marcos. Namun, Gerakan Nasional Angkatan Bersenjata, Fidel Ramos, membuat
untuk Pemilihan Bebas (NAMFREL), sebuah sebuah pernyataan berupa mosi tidak percaya
organisasi independen yang melakukan terhadap pemerintahan Presiden Marcos.
penghitungan suara tidak resmi, menyatakan Pernyataan tersebut diumumkan di Camp
Corazon Aquino sebagai pemenang. Di sisi lain, Aguinaldo dan Camp Crame di EDSA yang
kaum oposisi, termasuk kubu Corazon dan Gereja sekaligus dijadikan sebagai pusat perlawanan
Katolik, tidak mengakui hasil tersebut karena dan pertahanan dalam menentang pemerintahan
terbukti diwarnai dengan kecurangan yang masif. Marcos.
Pada saat yang sama, Corazon menyerukan agar
masyarakat memboikot gurita bisnis Marcos.
Kronologi Gerakan
People Power
Pada 25 Februari 1986, Mahkamah Pada 26 Februari 1986, Marcos mengungsi
Agung Filipina akhirnya melantik ke pangkalan udara Amerika Serikat di
Corazon Aquino sebagai Presiden Filipina, dan selanjutnya mengasingkan diri
ke Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat. Era
Filipina yang baru.
kediktarotan Marcos pun berakhir.
Dampak Rezim
Ferdinand Marcos
Revolusi di EDSA yang terjadi 35 tahun yang
01 lalumemberikan dampak positif di panggung dunia
ataskebebasan manusia

People power di Filipina berdampak pada


gerakandemokrasi di beberapa negara seperti Taiwan,
02 Korea Selatan, dan beberapa negara di Asia yang
menerapkanasas demokrasi, termasuk Indonesia

Adanya pemulihan kebebasan pers


03 sejak people power berhasil di Filipina
Dampak Rezim
Ferdinand Marcos
Penghapusan Undang-undang yang
04 dianggap represifpada rezim sebelumnya

Terjadinya adopsi Konstitusi


05 1987

Adanya subordinasi militer ke pemerintahan sipil,


06 meskipun ada beberapa upaya kudeta yang
dilakukanselama pemerintahan Corazon Aquino
Dampak Rezim
Ferdinand Marcos
Setelah people power berhasil pada 1986,
revolusi inimenyediakan pemulihan lembaga-
07
lembaga demokrasisetelah 13 tahun diperintah
oleh kekuasaan yang totaliter

Pertumbuhan ekonomi mulai


08 meningkat sejak people power
EDSA pada tahun 1986

Standar hidup rata-rata orang Filipina juga jauh


09 lebih baik dari pada sebelum hukum perang
Dampak Rezim
Ferdinand Marcos
Gerakan massa yang dikenal sebagai “RevolusiKekuatan Rakyat”
tidak hanya penting bagi transisidemokrasi di Filipina. Melainkan

10 juga menjadi inspirasibagi gerakan massa berikutnya yang


mengarah padatransisi demokrasi lebih lanjut di seluruh dunia
ketiga danbekas blok Komunis di Timur Eropa dan Uni soviet

“Kekuatan Rakyat” adalah hadiah dari Filipina kepadadunia.


People power di Filipina membuka jalan bagipembongkaran
11 Tembok Berlin secara damai dankembalinya demokrasi di
Korea Selatan dan Rumania
Kesimpulan
Gerakan revolusi tanpa kekerasan di filipina terjadi
pada tahun 1986 yang dipicu oleh ketidakpuasan
rakyat akan pemerintahan presiden Marcos dan
berakhir dengan pengangkatan Corazon Aquino
sebagai presiden ke-11 Filipina. Gerakan
perlawananrakyat Filipina ini memiliki pola yang sama
seperti pemerintahan era Soeharto di Indonesia.
TERIMA KASIH!
APAKAH ADA YANG INGIN DITANYAKAN?

Anda mungkin juga menyukai