Anda di halaman 1dari 3

Pendapat Para Ulama Mengenai Hadis Mu’allal

Banyak dari sebagian ulama yang merumuskan hadis Mu’allal dengan pengertian lain
namun tetap dengan maksud yang sama. Misalnya Al-Hakim mengatakan Ilmu ‘illal al-hadis
adalah ilmu yang berdiri sendiri. Ia tidak termasuk dalam kajian kesahihan dan kecacatan hadis
dan tidak juga dalam kajian jarh dan ta’dîl hadis.
Al-Qasimi memberikan pengertian hadis mu’allal ialah “Hadis mu’allal atau bisa disebut
dengan ma’lul adalah hadis yang nampak sahih, namun setelah dilakukan pemeriksaan terdapat
hal yang mencacatkannya. ‘illah dapat diketahui baik karena ketersendirian perawinya maupun
pertentangannya dengan riwayat lain yang lebih hafal, dhabit atau lebih banyak perawinya. Hal
ini diketahui dengan cara mengumpulkan sejumlah jalur sanad dan menelitinya serta adanya
unsur-unsur lain (qarinah) yang mendukung peneliti untuk menetapkan hadisnya mursal namun
nampak maushul, atau mauquf yang nampak marfu’ atau bercampurnya hadis dengan hadis
lainnya atau sebab kurang kuatnya ingatan perawi sehingga mengubah rawi yang lemah dengan
yang tsiqah. Ulama hadis tersebut yakin akan apa yang ia tetapkan sehingga menilai lemah hadis
tersebut atau ragu-ragu sehingga bertawaqquf dalam menetapkan kesahihannya. Meski secara
lahir hadis tersebut selamat dari hal-hal yang mencacatkannya.”
Berdasarkan pengertian ‘illah hadis tersebut dapat disimpulkan bahwa ‘illah hadis tidak
mengkaji hadis yang jelas kesahihan dan kecacatannya atau ketajrihan dan keta’dilannya
sehingga menjadikannya berbeda dengan jenis-jenis hadis tersebut. Karenanya, menurut
Hammad Abd al-Rahim, objek kajian ilmu ‘illah adalah hadis tsiqah. Dan bertujuan untuk
mengungkapkan kesalahan dan serta keraguan yang tersembunyi dari perawi yang tsiqah.
Meski demikian, sebagian ulama berpendapat bahwa ‘illah terkadang terjadi pada setiap
cacat yang ada pada hadis meski tidak tersembunyi atau tidak mencacatkan. Bentuk pertama
adalah ‘illah karena perawinya pendusta, pelupa, lemah hafalannya, atau lainnya sehingga Imam
Tirmizi menyebut naskh hadis dengan ‘illah.14 Bentuk kedua adalah ‘illah karena adanya
pertentangan dengan jalur lainnya namun tidak mencacatkan kesahihan hadis.

Contoh-contoh dari Hadis Mu’allal

Hadis Mu’allal dalam Sanad


ِ ‫ب ْب ِن ْال َع ِز‬
‫يز َع ْب ِد ع َْن ُش ْعبَةَ ع َْن َو ِكي ٌع َح َّدثَنَا قَااَل َوهَنَّا ٌد قُتَ ْيبَةُ َح َّدثَنَا‬ ِ ‫ك ْب ِن َأن‬
ُ ‫َس ع َْن‬
ٍ ‫صهَ ْي‬ ٍ ِ‫قَا َل َمال‬

‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ِإ َذا َد َخ َل ْالخَ اَل َء قَا َل اللَّهُ َّم ِإنِّي َأعُو ُذ بِ]]كَ قَ]ا َل ُش] ْعبَةُ َوقَ] ْد قَ]ا َل َم] َّرةً ُأ ْخ] َرى َأ ُع]]و ُذ بِ]]كَ ِم ْن‬
َ ‫َكانَ النَّبِ ُّي‬
ِ ‫ث َو ْالخَ بَاِئ‬
‫ث‬ ِ ُ‫ث َأوْ ْال ُخب‬
ِ ‫ث َو ْالخَ بِي‬ِ ‫ْال ُخ ْب‬

َ ‫س َأ‬
‫ص]حُّ َش] ْي ٍء فِي هَ] َذا‬ ٍ َ‫يث َأن‬
ُ ‫ال َأبُو ِعي َسى َوفِي ْالبَاب ع َْن َعلِ ٍّي َوزَ ْي ِد ْب ِن َأرْ قَ َم َو َجابِ ٍر َوا ْب ِن َم ْسعُو ٍد قَا َل َأبُو ِعي َسى َح] ِد‬
َ َ‫ق‬
َ ]َ‫يث َز ْي ِد ْب ِن َأرْ قَ َم فِي ِإ ْسنَا ِد ِه اضْ ِط َرابٌ َر َوى ِه َشا ٌم ال َّد ْستُ َواِئ ُّي َو َس ] ِعي ُ]د بْنُ َأبِي َعرُوبَ ]ةَ ع َْن قَتَ]]ا َدةَ فَق‬
‫]ال‬ ُ ‫ب َوَأحْ َسنُ َو َح ِد‬ ِ ‫ْالبَا‬
ُ‫ف ال َّش ْيبَانِ ِّي ع َْن َز ْي ِد ْب ِن َأرْ قَ َم و قَ]]ا َل ِه َش]ا ٌم ال َّد ْس]تُ َواِئ ُّي ع َْن قَتَ]]ا َدةَ ع َْن زَ ْي] ِد ب ِْن َأرْ قَ َم َو َر َواهُ ُش] ْعبَة‬
ٍ ْ‫َس ِعي ٌ]د ع َْن ْالقَا ِس ِم ْب ِن عَو‬
‫س ع َْن َأبِي] ِه ع َْن النَّبِ ِّي‬
ٍ َ‫ض] ِر ْب ِن َأن‬
ْ َّ‫س فَقَا َل ُش ْعبَةُ ع َْن زَ ْي] ِد ْب ِن َأرْ قَ َم َوقَ]]ا َل َم ْع َم] ٌر ع َْن الن‬
ٍ َ‫َو َم ْع َم ٌر ع َْن قَتَا َدةَ ع َْن النَّضْ ِر ْب ِن َأن‬
‫ت ُم َح َّمدًا ع َْن هَ َذا فَقَا َل يُحْ تَ َم ُل َأ ْن يَ ُكونَ قَتَا َدةُ َر َوى َع ْنهُ َما َج ِميعًا‬ ُ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم قَا َل َأبُو ِعي َسى َسَأ ْل‬
َ

"Telah menceritakan kepada kami Qutaibah dan Hannad mereka berkata; telah
menceritakan kepada kami Waki' dari Syu'bah dari Abdul Aziz bin Shuhaib dari Anas bin
Malik ia berkata, Nabi Shallahu 'alaihi wa Sallam jika akan masuk WC beliau
mengucapkan: "ALLAHUMMA INNI A'UUDZU BIKA (Ya Allah, sesungguhnya aku
berlindung kepada-Mu)." Syu'bah berkata; "Dalam waktu lain beliau mengucapkan:
"A'UUDZU BIKA MINAL KHUBTSI WAL KHUBIIS (Aku berlindung kepada-Mu dari
setan laki-laki dan setan perempuan) atau AL KHUBUTSI WAL KHABA`ITS (Aku
berlindung kepada-Mu dari setan laki-laki dan setan perempuan)." Abu Isa berkata;
"Dalam bab ini juga ada riwayat dari Ali, Zaid bin Arqam, Jabir dan Ibnu Mas'ud." Abu
Isa berkata; "Hadits Anas bin Isa adalah yang paling shahih dan paling baik dalam bab
ini. Sedangkan dalam hadits Zaid bin Arqam dalam sanadnya ada kerancuan. Hadits ini
juga diriwayatkan oleh Hisyam Ad Dastuwa`i dan Sa'id bin Abu Arubah dari Qatadah.
Sa'id menyebutkan dari Al Qasim bin 'Auf Asy Syaibani dari Zaid bin Arqam. Dan
Hisyam Ad Dastuwa`i dari Qatadah dari Zaid bin Arqam, sedang Syu'bah dan Ma'mar
meriwayatkannya dari Qatadah dari An Nadlr bin Anas. Syu'bah menyebutkan dari Zaid
bin Arqam. Ma'mar menyebutkan dari An Nadlr bin Anas dari bapaknya, dari Nabi
Shallahu 'alaihi wa Sallam. Abu Isa berkata; "Aku bertanya kepada Muhammad tentang
riwayat tersebut, maka ia menjawab, "Masih dimungkinkan bahwa Qatadah
meriwayatkan dari keduanya.”(HR. Turmudzi no.5, bab Thaharah)

Pada hadis tersebut, Sanad pertama, Ma’mar meriwayatkan dari Qatadah dari al-
Nadlr dari Bapaknya dari Nabi SAW. Sanad kedua, Syu’bah meriwayatkan dari Qatadah
dari al-Nadlr bin Anas dari Zaid bin Arqam dari Nabi SAW. Sanad ketiga, Sa’id
meriwayatkan dari Qatadah dari al-Qasim bin ‘Auf dari Zaid bin Arqam. Dan Sanad
terakhir, keempat, Hisyam meriwayatkan hadits dari Qatadah dari Zaid bin Arqam secara
langsung dari Nabi SAW.
Kalau diperhatikan sanad tersebut, maka dapat dipahami bahwa terdapat
kerancuan (idlthirab) dalam sanad hadits Zaid bin Arqom. Letak kerancuannya adalah
bahwa Qatadah terkadang mengatakan menerima hadits dari al-Qasim bin ’Auf,
terkadang mengatakan menerima hadits dari al-Nadlr, dan terkadang mengatakan
menerima hadits dari Zaid bin Arqam secara langsung.

Hadis Mu’allal dalam Matan

  ‫ك َو َما ِمنَّا َولَ ِك َّن هَّللا َ ي ُْذ ِهبُهُ بِالتَّ َو ُّك ِل‬
ِ ْ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم الطِّيَ َرةُ ِم ْن ال ِّشر‬
َ ِ ‫ال قَا َل َرسُو ُل هَّللا‬
َ َ‫ع َْن َع ْب ِد هَّللا ِ ْب ِن َم ْسعُو ٍد ق‬

“ Dari Abdullah bin Mas'ud ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Sesungguhnya thiyarah (tenung) dan setiap dari kita pasti, akan tetapi Allah
menghilangkannya dengan jalan kita bertawakkal "

Secara lahir sanad dan matan hadis ini shahih. Namun matannya ternodai ‘illat yang
samar, letak samarnya yakni pada kalimat “wa ma minna illa”. Menurut Sulaiman bin Harb
makna dari kalimat tersebut “ Dan tidak ada dari kita. Akan tetapi allah menghilangkannya
dengan tawakkal ”. Menurut al-Khaththabi Kata-kata (wa ma minna illa) artinya “Dari setiap kita
pasti dapat terkena tenung”
Makna sebenarnya dari kalimat “wa ma minna illa” adalah bahwa allah menghilangkan
pengaruh yang tika menyenangkan itu dengan jalan bersandar daan menyerahkan diri kepadanya.
Penilaian tentang adanya ‘illat ini diperkuat karena permulaan hadis ini diriwayatkan oleh
banyak rawi dari Ibnu Mas’ud tanpa ada tambahannya.718

Anda mungkin juga menyukai