Anda di halaman 1dari 4

DRP

Ada 8 jenis Drug Related Problem, yaitu :


1. Indikasi yang tidak ditangani (Untreated Indication)
Ada indikasi penyakit/keluhan pasien yang belum ditangani dalam resep tersebut, misalnya
pasien mengeluh nyeri di persendian, sedang dalam resep tersebut tidak ada obat untuk
mengatasi masalah nyeri tersebut.
2. Pilihan Obat yang Kurang Tepat (Improper Drug Selection)
Pemilihan obat dalam resep kurang tepat (salah obat) dan beresiko, misalnya pasien demam
dikasih antibiotik rifampisin, ini jelas pemilihan bat salah. atau obat yang dipilih memiliki
kontraindikasi atau perhatian (caution) terhadap pasien.
3. Penggunaan Obat Tanpa Indikasi (Drug Use Without Indication)
Obat yang ada dalam resep, tidak sesuai dengan indikasi keluhan penyakit pasien.
4. Dosis Terlalu Kecil (Sub-Therapeutic Dosage)
Dosis obat yang diberikan dalam dosis tersebut terlalu kecil, sehingga efek terapi tidak
memadai untuk mengobati penyakit pasien.
5. Dosis Terlalu Besar (Over Dosage)
Dosis yang diberikan dalam resep terlalu besar, diatas dosis maksimum, hal ini dapat
berakibat fatal.
6. Reaksi Obat Yang Tidak Dikehendaki (Adverse Drug Reactions)
Obat yang diberikan memberikan efek samping yang memberatkan kondisi pasien, misalnya
captopril menyebabkan batuk yang mengganggu (efek samping ini tidak selalu terjadi, karena
sensitifitas setiap orang berbeda-beda).
7. Interaksi Obat (Drug Interactions)
Obat-obatan dalam resep saling berinteraksi seperti warfarin dan vitamin K bersifat
antagonis, atau obat dengan makanan semisal susu dan tetrasiklin membentuk
khelat/kompleks yang tidak bisa diabsorpsi.
8. Gagal Menerima Obat (Failure to receive medication)Obat tidak diterima pasien bisa
disebabkan tidak mempunyai kemampuan ekonomi, atau tidak percaya dan tidak mau
mengkonsumsi obat-obatan. atau bisa juga disebabkan obat tidak tersedia di apotek sehingga
pasien tidak dapat memperoleh obat.
R/ Metformin 500 XLV
S 3 dd 1
R/ Glibenklamide 5 XV
S 1 dd 1
R/ Captopril 50 XLV
S 3 dd 1
R/ furosemid X
S ½-0-0
R/ BC XLV
S 3 dd 1
R/ Amlodipin 5 XV
S 1 dd 1
R/ Na-diklofenak 50 XXX
S 0-0-1
R/ Simvastatin 10 XV
S 0-0-1

Pro : Tn. SS (66 tahun)

ANALISA
a. Anamnesa/ diagnose
Pasien dinyatakan mengalami diabetes mellitus, hipertensi, hiperkolesterolemia,
ostheoartritis, dan sindrom dispepsia.
b. Analisa resep
Dalam kasus ini pasien menerima 8 item obat, sebagai berikut :
 Metformin, antidiabetes golongan biguanid
 Glibenklamide, antidiabetes golongan sulfonylurea
 Captopril, antihipertensi golongan inhibitor enzim pengkonversi angiotensin (ACEI
 Furosemid, antihipertensi golongan loop diuretic
 BC/ vitamin B kompleks, suplemen kekurangan vitamin B
 Amlodipin, antihipertensi golongan pemblok kanal kalsium (CCB)
 Na-diklofenak, antiinflamasi nonsteroid
 Simvastatin, antihiperlipidemia golongan statin

Kombinsai metformin dan glibenklamid pada kasus pasien diagnose lain berupa
hipertensi diperbolehkan. Seperti halnya pada kasus resep nomor 2. Dosis kombinasi kedua
obat tersebut juga masih dalam batas aman. Dimana dosis maksimum keduanya adalah 20
mg/hari untuk glibenkalmid, dan 2000 mg/hari untuk metformin. (Dipiro; 1369, 1384, 1385).
Penanganan hipertensi dalam kasus ini digunakan kombinasi 3 antihipertensi, yaitu
captopril (ACE inhibitor), furosemid (loop diuretik), dan amlodipin (Pemblok kanal kalsium).
Kombinasi tersebut diperbolehkan. Dosis furosemid merupakan dosis terendah yaitu 20 mg,
dengan waktu pemberian yang tepat yaitu pada pagi hari. Sedangkan dosis captopril
merupakan dosis maksimum yaitu 150 mg/hari, dalam dosis terbagi 3. Sedangkan amlodipin
yang diberikan adalah dosis menengah, yaitu 5 mg/hari, lazimnya 2,5-10 mg/hari. Perlu
diperhatikan pasien telah cukup lanjut usianya (66 tahun), captopril diberikan pada dosis
maksimum dikombinasi dengan furosemid, dan amlodipin, akan berpotensi menimbulkan
efek hipotensi. Dengan pemberian furosemid, pasien akan mengalami diuresis, yang berarti
volume darah menurun dan menurun pula tekanan darahnya, sedangkan pemberian ACE
inhibitor dapat menyebabkan penurunan tekanan darah melalui berbagai mekanisme yang
terlibat dalam pengaturan sistem rennin-angiotensin-aldosteron (RAAS), sehingga resiko
hipotensinya semakin meningkat, terlebih pada pasien yang telah lanjut usia, ditambah
dengan kombinasi dengan amlodipin. Tekanan darah harus senantiasa dipantau. (Dipiro: 233-
234)
Meski ada kemungkinan lain, bahwa maksud penggunaan furosemid dalam dosis
rendah adalah untuk mengatasi resiko efek samping amlodipin, berupa udema perifer.
Amlodipin dapat menyebabkan terjadinya udema perifer, dengan pemberian furosemid, maka
aktivitas urinary meningkat, sehingga tidak terjadi udema perifer.
Natrium diklofenak digunakan untuk mengobati gejala nyeri akibat osteoarthritis.
Diklofenak merupakan antiinflamasi nonsteroid (AINS) nonselektif. Dosis yang diberikan
adalah dosis tunggal pada malam hari sebesar 50 mg.
Sebagaimana AINS nonselektif lainnya, diklofenak dapat menginduksi terjadinya
ulkus peptikum, sedangkan dalam diagnosanya dokter telah menyatakan bahwa pasien
mengalami sindrom dispepsia. Meskipun efek buruk yang disebabkan diklofenak pada
saluran cerna tidak sekuat aspirin, namun pemilihan obat lain yang lebih aman, perlu
dipertimbangkan, mengingat pasien telah dinyatakan mengalami sindrom dispepsia. (Dipiro;
1131)
Dalam kasus ini, pasien telah didiagnose sindrome dispepsia, dan mendapat terapi
AINS yang dapat memperparah sindrom tersebut, namun pasien tidak mendapat obat untuk
indikasi ini. Tak ada obat yang diberikan untuk mengobati sindrom dispepsianya.
Simvastatin dosis tunggal pada malam hari 10 mg, untuk terapi hiperlipidemia.
Penggunaan simvastatin pada penderita diabetes diperbolehkan. Pemberian vitamin B
kompleks, yang mengandung asam nikotinat, akan membentu menghambat pembentukan
kolesterol dan trigliserida, sehingga akan membantu menekan kadar lipid dalam darah. (BNF
57; 539)
Interaksi yang mungkin terjadi
1. Amlodipin (pemblok kanal kalsium) dan captopril (ACE inhibitor) yang digunakan
bersama-sama, cenderung berinteraksi menyebabkan efek hipotensif, ACE
inhibitor juga akan bekerja pada sistem kanal kalsium, meski tidak secara
langsung, begitu pun dengan furosemid.
2. Captopril berinteraksi dengan makanan, dan menyebabkan absorpsi captopril
menurun. (DIF)
c. Saran
Dari uraian diatas dapat disarankan :
 Kombinasi captopril, furosemid, dan amlodipin, perlu dipantau efeknya, ada baiknya
dosis captopril dikurangi
 Konsumsi captopril 1 jam sebelum makan, untuk menghindari interaksinya dengan
makanan
 Pasien perlu diberi obat untuk mengatasi sindrome dispepsianya, terlebih dalam resep
tersebut terdapat obat-obat yang menimbulkan efek-efek yang tidak menyenangkan
pada saluran cerna, berupa iritasi lambung (natrium-diklofenak), mual, muntah, diare
(metformin dan glibenklamid). Ranitidine dan antiemetic seperti domperidon atau
metoklopramid mungkin perlu diberikan.
 Pasien juga harus diingatkan untuk senantiasa melakukan terapi non farmakologis,
berupa diet makanan rendah karbohidrat, lemak, dan garam.
 Pasien juga harus menghindari konsumsi rokok dan atau alcohol
 Olah raga ringan secara teratur sangat dianjurkan

Anda mungkin juga menyukai