Anda di halaman 1dari 12

PENGERTIAN, DASAR, HUKUM WASIAT

MAKALAH

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Perdata Islam di Indonesia

Dosen Pengampu : Dr. Rokhmadi, M.Ag

Disusun Oleh :

Kelompok : 19

Kelas : HPI B3

Nama : Raden Lintar Rahma A.P (1702026079)

HUKUM PIDANA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI WALISONGO

2018
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masyarakat indonesia memiliki aneka ragam suku bangsa, adat-istiadat dan agama, serta
kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang merupakan potensi terhadap adanya keaneka
ragaman hukum. Oleh karena itu, indonesia memiliki sistem hukum yang bersifat majemuk yang
didalamnya berlaku berbagai sistem hukum mempunyai corak dan susunan sendiri, yaitu sistem
hukum  adat, sistem hukum islam, sistem hukum barat (perdata).

Menjadi dasar pikiran dalam ilmu pengetahuan hukum perdata barat bahwa setiap
manusia itu merupakan orang pembawa hak, sebagai pembawa hak padanya dapat diberikan hak
(dapat menerima warisan, menerima hibah mutlak dan sebagainya) dan dapat dilimpahkan
kewajiban.

Seorang manusia selaku anggota masyarakat selama masih hidup, mempunyai tempat
dalam masyarakat dengan disertai berbagai hak-hak dan kewajiban-kewajiban terhadap orang-
orang anggota lain dari masyarakat itu terhadap barang-barang yang berada dalam masyarakat
itu.

Jadi apabila seseorang pada suatu saat karena usianya yang sudah uzur, atau karena
mengalami kejadian sesuatu, misalnya terjadi kecelakaan, terserang penyakit dan lain-lain,
seorang itu meninggal dunia, maka apakah yang terjadi dengan perhubungan-hubungan hukum
tadi, yang mungkin sekali sangat erat sifatnya pada waktu manusia itu masih hidup.

Namun demikian walaupun seseorang yang meninggal dunia tadi sudah dimakamkan,
perhubungan-perhubungan hukum itu tidaklah lenyap begitu saja melainkan beralih kepada
orang lain yang ditinggalkan. Seorang pemilik kekayaan sering mempunyai keinginan, supaya
harta kekayaan dikemudian hari, setelah wafat, akan diperlakukan menurut ketentuan yang telah
ditentukan sebelumnya.

Lebih-lebih keinginan ini akan terasa, apabila ketentuan tersebut dilaksanakan, sama
sekali cocok dengan keinginannya. Dan lagi kemauan terakhir dari siwafat ini adalah pantas
dihormati.
2
Akibat hukum yang selanjutnya timbul dengan terjadinya peristiwa hukum kematian
seseorang diantaranya ialah masalah bagaimana pengurusan dan kelanjutan hak-hak dan
kewajiban-kewajiban sebagai akibat meninggalnya seseorang, tentu masalah ini diatur dalam
hukum waris.Bagi orang yang waras dan sehat pikirannya mempunyai hak membuat surat
wasiat, namun tidak semua surat wasiat yang dibuat dapat dilaksanakan, ada kalanya surat wasiat
itu tidak dapat dilaksanakan karena bertentangan dengan ketentuan yang terdapat dalam
KUHPerdata.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan wasiat menurut Hukum Perdata Islam di Indonesia?
2. Apa saja dasar-dasar dari wasiat menurut hukum Islam
3. Bagaimana hukumnya wasiat menurut Hukum Perdata Islam di Indonesia?

BAB II

PEMBAHASAN

3
A. Apa yang dimaksud dengan wasiat menurut Hukum Perdata Islam di Indonesia?

Kata wasiat (washiyah) itu diambil dari kata washshaitu asy-syaia, uushiihi, artinya
aushaltuhu (aku menyampaikan sesuatu). Maka muushii (orang yang berwasiat) adalah orang
yang menyampaikan pesan diwaktu ia masih hidup untuk dilaksanakan sesudah ia mati.
Dalam istilah syara’, wasiat itu adalah pemberian seseorang kepada orang lain baik berupa
barang, piutang ataupun manfaat untuk dimiliki oleh orang yang diberi wasiat sesudah orang
yang berwasiat mati.
Sebahagian fuqaha mendefenisikan bahwa wasiat itu adalah pemberian hak milik ssecara
sukarela yang dilaksanakan setelah pemberianya mati. Dari sini, jelas perbedaan antara wasiat
dan hibah. Pemilikan yang diperoleh dari hibah itu terjadi pada saat itu juga; sedangkan
pemilikan yang diperoleh dari wasiat itu terjadi setelah orang yang berwasiat mati.
Allah SWT Memberikan keluasan bagi setiap orang yang belum menemui ajalnya untuk
mewujudkan keinginan yang tidak tercapai saat masih hidup. Salah satunya adalah melalui
wasiat. Sesuai aturannya wasiat haruslah milik orang yang memberi wasiat dan secara kuantitas
jumlah harta yang diwasiatkan tidak melebihi ketentuan syariat.1

Secara bahasa, wasiat artinya berpesan. Kata wasiat disebut dalam Al-Quran sebanyak 9
kali. Dalam penggunaannya, kata wasiat berarti berpesan, menetapkan, memerintah (QS Al-
An’am, [6] : 151, 152, 153; Al-Nisa’ [4] : 131), mewajibkan (QS Al-‘Ankabut [29] :8, Luqman
[31]:14, Al-Syura [42]:13, Al-Ahqaf [46]:15), dan mensyariatkan (Al-Nisa’ [4] : 11), sementara
pendapat mengatakan apabila suatu wasiat datang dari Allah, berarti suatu perintah sebagai suatu
kewajiban yang harus dipatuhi dan dilaksanakan.2

َ ِ‫ َرب‬LL‫ َد ۡي ِن َوٱأۡل َ ۡق‬LLِ‫يَّةُ لِ ۡل ٰ َول‬LL‫ص‬


‫ين‬ ِ ‫ رًا ٱ ۡل َو‬LL‫ك َخ ۡي‬ ۡ ‫ َد ُك ُم ٱ ۡل َم‬LL‫ َر أَ َح‬LL‫ض‬
ُ ‫و‬LL
َ َ‫ت إِن ت‬
َ ‫ر‬LL َ ‫ب َعلَ ۡي ُكمۡ إِ َذا َح‬
َ ِ‫ُكت‬
١٨٠ ‫ين‬ َ ِ‫ُوف َحقًّا َعلَى ٱ ۡل ُمتَّق‬
ِ ۖ ‫بِٱ ۡل َم ۡعر‬
Terjemah :

1
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah 14 (Bandung: PT. Alma’arif, 1987), hlm. 230
2
Ahmad Rofiq, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2015), hlm 353
4
“Diwajibkan atas kamu, apabila seorang diantara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut,
jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan kaum kerabatnya secara
ma'ruf. (Ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertaqwa.” (QS Al-Baqarah : 180)

Berdasarkan pengertian umum dari ayat Al-Quran seorang muslim yang sudah merasa
ada firasat akan meninggal dunia, diwajibkan membuat wasiat berupa pemberian (hibah) dari
hartanya untuk ibu-bapak dan kaum kerabatnya, apabila ia meninggalkan harta yang banyak.

Dikaitkan dengan perbuatan hukum wasiat itu pada dasarnya juga bermakna transaksi
pemberian sesuatu pada pihak lain. Pemberian itu bisa berbentuk penghibahan harta atau
pembebanan/pengurangan utang ataupun pembarian manfaat dari milik pemberi wasiat kepada
yang menerima wasiat.

Pengertian yang diberikan oleh ahli hukum wasiat ialah "memberikan hak secara suka
rela yang dikaitan dengan keadaan sesudah mati, baik diucapkan dengan kata-kata atau bukan”
sedangkan menurut Sayid Sabiq mendefinisikan sebagai berikut : “wasiat itu adalah pemberian
seseorang kepada orang lain baik berupa barang, piutang , ataupun manfaat untuk dimiliki oleh
orang yang diberi wasiat setelah yang berwasiat mati.”3

Menurut Kompilasi Hukum Islam pasal 171 huruf f wasiat adalah pemberian suatu benda
dari pewaris kepada orang lain atau lembaga yang akan berlaku setelah pewaris meninggal
dunia.4

B. Apa saja dasar-dasar dari wasiat menurut hukum Islam?


1. Al-Qur’an

QS.Al Baqaroh: 180-182

3
Hadiansyah, Diyan Shintaweecai. Pengertian Wasiat,
http://diyanshintaweecaihadiansyah.blogspot.com/2011/12/pengertian-wasiat.
4
Elimartati, Hukum Perdata Islam di Indonesia. (Batusangkar : STAIN Batusangkar Press, 2010) hlm 59
5
‫ين‬ َ ِ‫ َرب‬LL‫ َد ۡي ِن َوٱأۡل َ ۡق‬LLِ‫يَّةُ لِ ۡل ٰ َول‬LL‫ص‬
ِ ‫ رًا ۡٱل َو‬LL‫ك َخ ۡي‬ َ َ‫ت إِن ت‬
َ ‫ر‬LL ُ ‫و‬LL ۡ ‫ َد ُك ُم ۡٱل َم‬LL‫ َر أَ َح‬LL‫ض‬
َ ‫ب َعلَ ۡي ُكمۡ إِ َذا َح‬
َ ِ‫ُكت‬
َ ‫ فَ َم ۢن بَ َّدلَهۥُ بَ ۡع َد َما َس ِم َعهۥُ فَإِنَّ َمٓا إِ ۡث ُمهۥُ َعلَى ٱلَّ ِذ‬١٨٠ ‫ين‬
ُ‫ين يُبَ ِّدلُونَ ۚ ٓۥه‬ َ ِ‫ُوف َحقًّا َعلَى ۡٱل ُمتَّق‬
ِ ۖ ‫بِ ۡٱل َم ۡعر‬
‫صلَ َح بَ ۡينَهُمۡ فَٓاَل إِ ۡث َم َعلَ ۡي ۚ ِه إِ َّن‬ ۡ َ ‫اف ِمن ُّموصٖ َجنَفًا أَ ۡو إِ ۡثمٗا فَأ‬ َ ‫فَ َم ۡن َخ‬١٨١ ٞ‫إِ َّن ٱهَّلل َ َس ِمي ٌع َعلِيم‬
١٨٢ ٞ‫َّحيم‬ ِ ‫ ر‬ٞ‫ٱهَّلل َ َغفُور‬

Terjemah :

180. Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-
tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan
karib kerabatnya secara ma´ruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang
bertakwa.
181. Maka Barangsiapa yang mengubah wasiat itu, setelah ia mendengarnya, Maka
Sesungguhnya dosanya adalah bagi orang-orang yang mengubahnya. Sesungguhnya
Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.
182. (akan tetapi) Barangsiapa khawatir terhadap orang yang Berwasiat itu, Berlaku
berat sebelah atau berbuat dosa, lalu ia mendamaikan antara mereka, Maka tidaklah
ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

QS.Al Maidah: 106

ۡ‫ان َذ َوا َع ۡدلٖ ِّمن ُكم‬ِ َ‫صيَّ ِة ۡٱثن‬


ِ ‫ين ۡٱل َو‬
َ ‫ت ِح‬ ُ ‫ض َر أَ َح َد ُك ُم ۡٱل َم ۡو‬ ْ ُ‫ين َءا َمن‬
َ ‫وا َش ٰهَ َدةُ بَ ۡينِ ُكمۡ إِ َذا َح‬ َ ‫ٰيَٓأَيُّهَاٱلَّ ِذ‬
ِ ۚ ‫صيبَةُ ۡٱل َم ۡو‬
‫ت‬ ِ ‫صبَ ۡت ُكم ُّم‬
َ ٰ َ ‫ض فَأ‬ ‫أۡل‬
ِ ‫ض َر ۡبتُمۡ فِي ٱ َ ۡر‬ َ ۡ‫ان ِم ۡن َغ ۡي ِر ُكمۡ إِ ۡن أَنتُم‬ َ ‫أَ ۡو َء‬
ِ ‫اخ َر‬
Terjemah :

“Hai orang-orang yang beriman, apabila salah seorang kamu menghadapi kematian,
sedang Dia akan berwasiat, Maka hendaklah (wasiat itu) disaksikan oleh dua orang
yang adil di antara kamu, atau dua orang yang berlainan agama dengan kamu, jika
kamu dalam perjalanan dimuka bumi lalu kamu ditimpa bahaya kematian.” (QS Al
Maidah [5] : 106)
6
Ayat-ayat diatas menunjukkan secara jelas mengenai hukum wasiat. Pendapat para ulama
berbeda dalam memahami dan menafsirkan hukum wasiat. 5

2. As-Sunnah
1. Hadits Ibnu Umar

ٌّ ‫ ((ما َ َح‬:‫عن ابن عمر رضي هللا عنهما أن رسول هللا صلى هللا عليه وسلم قال‬
‫ق‬
))ُ‫صيُّتُهُ َم ْكتُ ْوبَةٌ ِع ْن َده‬
ِ ‫ْت لَ ْيلَتَي ِْن إِالَّ َو َو‬ ِ ‫امرئ ُمسلِ ٍم لَهُ ِشي ٌئ ي ُِر ْي ُد أَ ْن ي ُْو‬
ُ ‫ص َي فِ ْي ِه يَبِي‬ ٍ
‫متفق عليه‬
Terjemah :

Daripada Ibn Umar (r.a), bahawa Rasulullah (s.a.w) bersabda: “Hak


seorang muslim yang memiliki sesuatu lalu ingin berwasiat dan sudahberlalu dua
malam, maka wasiatnya mesti sudah ditulis di sisinya.”(Muttafaq ‘alaihi)

2. Hadits Sa’ad bin Abi Waqqosh

ِ ‫ي إال ا ْبنَةٌ لِي َو‬Lْ ِ‫ َوالَ يَ ِرثُن‬،‫مال‬


،ٌ‫احدة‬ ٍ ‫ يا رسول هللا! أنا ذو‬:‫ قلت‬:‫ هللا عنه قال‬L‫عن سعد با أبي وقاص رضي‬
:‫ق بِثُلُثِه؟ قال‬ ْ ‫ق بِ َش‬
َ ‫ أفأت‬:‫ ((اَل )) قلت‬:‫ط ِره؟ قال‬
ُ ‫َص َّد‬ َ ‫ أفأَت‬:‫ت‬
ُ ‫َص ّد‬ ُ ‫ ((اَل )) قُ ْل‬:‫الي؟ قال‬
ْ ‫ق بِثُلُثِ ْي َم‬ َ َ ‫أفأ‬
Lُ ‫تص َّد‬
Lَ ‫ إنك أَ ْن تَ َذ َر ورثَت‬،‫ والثلث كثير‬،‫ث‬
‫َك أ ْغنِياء خ ْي ٌر من أن تَ َذ َرهم عالَةً يَتَ َكفّفون الناس)) متفق عليه‬ ُ ُ‫((الثُل‬

Terjemah :

Daripada Sa’ad bin Abu Waqqash (r.a), beliau berkata: “Saya bertanya:“Wahai
Rasulullah, saya seorang hartawan dan pewarisnya hanyalahseorang anak
perempuan saya. Bolehkah saya menyedekahkan 2/3 hartasaya?” Baginda
menjawab: “Tidak boleh.” Saya bertanya: “Bolehkah saya menyedekahkan 1/2 harta
milik saya?” Baginda menjawab: “Tidak boleh.”Saya bertanya: “Bolehkah saya
menyedekahkan 1/3?” Baginda menjawab:“1/3, dan itu sudah banyak. Sesungguhnya
5
Ahmad Rofiq, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2015), hlm 354-355
7
kamu meninggalkan ahli warismu kaya raya lebih baik daripada kamu tinggalkan
mereka fakir miskin meminta-minta kepada orang lain.” (Muttafaq alaihi)

3.Hadits ‘Aisyah
ّ !‫ يا رسول هللا‬:‫ أن رجال أتى النبي صلى هللا عليه وسلم فقال‬:‫وعن عائشة رضي هللا عنها‬
‫إن أمي‬
.))‫ ((نعم‬:‫ت َع ْنها؟ قال‬ َ ‫ اَفَلَها أَجْ ٌر إِ ْن ت‬،‫ت‬
ُ ‫َص َّد ْق‬ ْ َ‫ص ّدق‬ ْ َ‫ وأَظُنُّها لَوْ تَ َك َّمل‬،‫َت نَ ْفسُها ول ْم تُوْ ص‬
َ َ‫ت ت‬ ْ ‫افتُلت‬
‫ وللفظ لمسلم‬,‫متفق عليه‬.
Terjemah :

Daripada Aisyah (r.a) bahawa ada seorang lelaki datang menghadap Rasulullah (s.a.w) lalu
bertanya: “Wahai Rasulullah, ibuku meninggal duniasecara mengejut dan tidak sempat
berwasiat. Saya kira jika dia sempatberbicara, dia akan bersedekah. Apakah dia berpahala jika
aku bersedakahuntuk dia?” Baginda bersabda: “Ya.” (Muttafaq ‘alaih, lafaz hadith
riwayatMuslim).6

3. Ijma’
Kaum muslimin sepakat bahwa tindakan wasiat merupakan syariat Allah dan Rasul-Nya.
Ijma’ demikian didasarkan pada ayat-ayat Al-Qur’an dan al-Sunnah seperti dikutip di atas. Oleh
karena itu, wasiat yang dilakukan oleh seseorang sepanjan isi wasiatnya baik, wajib dipenuhi,
setelah dibayar utangnya.7

C. Bagaimana hukumnya wasiat menurut Hukum Perdata Islam di Indonesia?

Mengenai kedudukan hukum wasiat, ada yang berpendapat bahwa wasiat itu wajib bagi setiap
orang yang meninggalkan harta, baik harta itu banyak ataupun sedikit. Pendapat ini di katakan oleh Az-

6
Ahmad Rofiq, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2015), hlm 356
7
Ahmad Rofiq, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2015), hlm 358
8
Zuhri dan Abu Mijlaz. Pendapat ini berpatokan pada Al-Quran surah Al-Baqarah ayat 180 yang
mewajibkan wasiat ketika seseorang menghadapi kematian.

Pendapat kedua menyatakan bahwa wasiat kepada kedua orang tua dan karib kerabat yang tidak
mewarisi dari si mayat itu wajib hukumnya.

Pendapat ketiga adalah pendapat empat imam mazhab dan aliran Zaidiyah yang menyatakan bahwa
wasiat itu bukanlah kewajiban atas setiap orang yang meninggalkan harta (pendapat pertama), dan
bukan pula  kewajiban terhadap kedua orang tua  dan karib kerabat yang tidak mendapat harta warisan
(pendapat kedua): tetapi wasiat itu hukumnya berbeda-beda menurut keadaan. Wasiat itu terkadang
wajib, terkadang sunat, terkadang haram, terkadang makruh, dan terkadang mubah (boleh).

Menurut Sayyid sabiq, hukum wasiat itu ada beberapa macam yaitu :

1)      Wajib

Wasiat itu wajib dalam keadaan jika manusia mempunyai kewajiban syara’ yang dikhawatirkan akan
disia-siakan bila dia tidak berwasiat, seperti adanya titipan, hutang kepada Allah dan hutang kepada
manusia. Misalnya dia mempunyai kewajiban zakat yang belum ditunaikan, atau haji yang belum
dilaksanakan, atau amanat yang harus disampaikan, atau dia mempunyai hutang yang tidak diketahui
sselain dirinya, atau dia mempunyai titipan yang tidak dipersaksikan.

2)      Sunah

Wasiat itu disunatkan bila diperuntukkan bagi kebajikan, karib kerabat, orang-orang fakir dan orang-
orang saleh.

3)      Haram

Wasiat itu diharamkan jika ia merugikan ahli waris. Wasiat yang maksudnya merugikan ahli waris
seperti ini adalah batil, sekalipun wasiat itu mencapai sepertiga harta. Diharamkan juga mewasiatkan
khamar, membangun gereja, atau tempat hiburan.

4)      Makruh

Wasiat itu makruh jika orang yang berwasiat sedikit harta, sedang dia mempunyai seorang atau
banyak ahli waris yang membutuhkan hartanya. Demikian pula dimakruhkan wasiat kepada orang

9
yang fasik jika diketahui atau diduga keras bahwa mereka akan menggunakan harta itu di dalam
kefasikan dan kerusakan.

5) Jaiz

Wasiat diperbolehkan bila ia ditujukan kepada orang yang kaya, baik orang yang diwasiat itu
kerabat ataupun orang jauh (bukan kerabat).8

Dari uraian yang terdahulu bahwa yang boleh menerima wasiat adalah orang-orang yang
tidak menjadi ahli waris. Jadi intinya orang yang telah menjadi ahli waris tidak berhak untuk
menerima wasiat karena wasiat itu hanya diperuntukkan kepada selain orang yang menjadi ahli
waris.
Rincian tentang yang tidak boleh menerima wasiat dijelaskan dalam KHI pasal 207 dan 208.
Pasal 207 “ wasiat tidak diperbolehkan kepada orang yang melakukan pelayanan perawatan bagi
seseorang dan kepada orang yang memberi tuntunan kerohanian sewaktu ia menderita sakit
hingga meninggalnya, kecuali ditentukan dengan tegas dan jelas untuk membalas jasanya”. Pasal
208 “ wasiat tidak berlaku bagi notaris dan saksi-saksi pembuat akta tersebut”. Peraturan tersebut
di atas dimaksudkan agar tidak terjadi penyimpangan dalampelaksanaan wasiat, mengingat
orang-orang yang disebut dalam pasal 207, 208 tersebut terlihat langsung dalam kegiatan wasiat
tersebut.9

BAB III

8
Masri, Zainal. Wasiat dan Permasalahannya, http://zainalmasrizain.blogspot.com/2012/09/wasiat-dan-
permasalahannya.html
9
Elimartati, Hukum Perdata Islam di Indonesia. (Batusangkar : STAIN Batusangkar Press, 2010) hlm 67
10
PENUTUP

A. Simpulan

Dari pembahasan tersebut diatas tentu kita dapat mengetahui bahwa wasiat merupakan
pesan seseorang kepada orang lain baik berkaitan dengan harta peninggalan maupun
tanggungjawab untuk bisa dilaksanakan setelah pemberi wasiat meninggal dunia. Adapun hukum
dari wasiat sendiri fleksibel atau lentur, yaitu dengan melihat situasi dan kondisi yang ada di
lingkungan wasiat itu sendiri. Dan yang jelas dengan pengetahuan mengenai wasiat yang
notabene merupakan bagian sedekah, kita akan lebih mudah dalam mengaplikasikan dalam
kehidupan kita sehari-hari.

B. Kritik dan Saran

Kritik dan saran dari Bapak Dosen beserta teman-teman sangat saya butuhkan untuk
kebaikan saya menulis atau mempresentasikan makalah ke depannya.

DAFTAR PUSTAKA

11
Elimartati, 2010. Hukum Perdata Islam di Indonesia. Batusangkar : STAIN Batusangkar Press.

Shomad, Abdul, 2010. Hukum Islam Penormaan Prinsip Syariah dalam Hukum Indonesia.
Jakarta : Kencana Prenada Media Group.

Sabiq, Sayyid,1987. Fiqih Sunnah.

Rofiq, Ahmad, 2015. Hukum Perdata Islam di Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Masri, Zainal. Wasiat dan Permasalahannya,


http://zainalmasrizain.blogspot.com/2012/09/wasiat-dan-permasalahannya.html

Hadiansyah, Diyan Shintaweecai. Pengertian Wasiat,


http://diyanshintaweecaihadiansyah.blogspot.com/2011/12/pengertian-wasiat.

12

Anda mungkin juga menyukai