Anda di halaman 1dari 28

By;

Prof. Dr. H. Abdus Salam Dz. MM


pa sih BANK SYARIAH itu?

Bank Syariah adalah Lembaga intermediasi


penghimpunan dana dari masyarakat (Shahibul
Maal) dan menyalurkannya kepada entitas
masyarakat pengguna (Mudharib) dengan sistem
bagi hasil berdasarkan syariah Islam.
RESIK adalah potensi kerugian akibat terjadinya suatu peristiwa (events) tertentu.

O ???
Resiko itu sebagai fitrah bisnis:
• Al-Kharaj bidh dhoman ( pendapatan adalah imbalan atas tanggungan yang diambil)
• Al Ghunmu bil Ghurmi (Keuntungan adalah imbalan atas kesiapan menanggung kerugian)
Karakteristik Resiko:
- Merupakan ketidakpastian atas terjadinya suatu peristiwa.
- Merupakan ketidakpastian yang bila terjadi akan meimbulkan kerugian.
RESIKO dapat diklasifikasi kepada:
oResiko Bisnis (Resiko alami dari aktivittas yang dijalankan, berkaitan dengan faktor produk dan pasaran.
oResiko Finansial (Muncul dari kemungkinan kerugian dalam pasar keuangan; akibat adanya perubahan pada variabel-
variabel keuangan, berkaitan dengan laverage dimana kewajiban liabilitas tidak bisa dipertemukan dengan aktiva lancar.

Resiko dapat dibedakan:


Resiko Sistematik (Berhubungan keseluruhan pasar/perekonomian)
Resiko Non Sistematik (Berhubungan dengan aset atau perusahan yang spesifik)
Jenis Resiko yaitu:
- Resiko yang dapat dikelola oleh perusahaan Resiko Pada Bank Syariah meliputi:
- Resiko yang dapat dihilangkan  Resiko Finansial: Resiko pasar, resiko pembiayaan
- Resiko yang dapat ditransfer  Resiko Non Finasial: resiko operasional, resiko regulator, resiko
hukum.
RESIKO
BANK
SYARIAH

RESIKO PEMBIAYAAN

RESIKO PASAR

RESIKO LIKUIDITAS

RESIKO OPERASIONAL

RESIKO IMBAL HASIL

RESIKO REPUTASI

RESIKO KEPATUHAN

RESIKO STRATEGIC

RESIKO HUKUM

RESIKO INVESTASI
PEMETAAN Risiko Bisnis
Bank mengembangkan pemetaan risiko usaha(business risk mapping) untuk mengidentifikasi risiko utama yang mengancam
perusahaan. Alat ini membantu bank untuk mengetahui dan menentukan tempat dimana risiko be rada.
Manajemen harus mengkuantifikasi magnitude dari risiko dan mengukur potensi dampaknya. Ada nbeberapa cara yang umum
dilakukan, yaitu:
– Membuat daftar berbagai risiko yang ada, dengan mengelompokkannya ke dalam sebuah kuadran tergantung tinggi-rendahnya
tingkat kemungkinan terjadi, dan dapat berdampak kepada rugi yang besar atau kecil.
– Membuat peta yang menyajikan kajian perbandingan antara Risiko Kredit, Risiko Pasar, Risiko Likuiditas, dan Risiko
Operasional yang dihadapi Bank. Dengan membandingkan risiko pada sebuah matriks antara dampak dan frekuensinya,
manajemen akan dapat melihat gambaran menyeluruh dari semua risiko berikut keterkaitannya satu sama lain.
Beberapa sumber informasi awal dapat diperoleh dari:
 Invironmental scan yaitu sumber informasi untuk mengevaluasi politik, ekonomi, sosial, budaya, hokum, dan lain sebagainya.
 Dokumen keuangan seperti proyeksi anggaran (RKAP), laporan keuangan, dan dokumen-dokumen keuangan lain sebagai
sumber informasi awal untuk melakukan analisis.
 Dokumen legal seperti kontrak-kontrak, ketentuan hokum dan peraturan yang ada hubungannya dengan kegiatan usaha
sebagai sumber yang penting untuk dikaji.
– Hasil inspeksi di lapangan (on-site inspection) seperti hasil pemeriksaan yang dilakukan SKAI, merupakan sumber informasi
yang sangat baik, dan bahkan sebagaim fitur berkala dari proses Manajemen Risiko yang berkelanjutan.
– Hasil Wawancara, seperti hasil penilaian kinerja pegawai atau wawancara langsung dengan para pegawai.
– Analisis statistic seperti perkembangan kualitas aktiva produktif (KAP), tren komposisi simpanan dana pihak ketiga (DPK), tingkat dan tren
kegagalan system, kerugian yang terjadi, dan sumber Risiko Operasional lainnya. Data seperti ini biasanya tersedia secara internal.
– Benchmarking/best practices, alat Manajemen Risiko yang juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi dan mengukur tindak
pengendalian risiko.
– Jasa konsultasi yang memahami Risiko dan merupakan sumber informasi mengenai klasifikasi Risiko.

ALAT MODELING
Alat modeling ini akan memudahkan para manajer untuk mengelola ketidakpastian. Analisis scenario dan model proyeksi merupakan model
yang paling sering digunakan. Beberapa contoh diantaranya adalah:
– Pemakaian analisis scenario untuk melihat rentang kemungkinan dan mempertimbangkan perubahan yang mungkin terabaikan. Skenario ini
dapat diterapkan dalam menyiapkan contingency plan (untuk likuiditas maupun EDP).
– Menggunakan analisis statistic dan teknik Value at Risk (VaR) untuk mengestimasi variasi kerugian yang mungkin terjadi di masa datang.
Potensi rugi ini diproyeksikan kedalam arus kas yang akan datang atau laba, termasuk dalam analisis sensivitas, stress testing (sebagai
pelengkap pengukuran risiko suku bungs untuk melihat dampak terburuk), dan berbagai simulasi lain.
– Model keuangan untuk mensimulasi berbagai Risiko keuangan dn dampak dari berbagai scenario pada portofolio kredit dan
modal.
– Mengantisipasi bencana yang akan mengganggu kelangsungan usaha, misalnya karena kelalaian atau bencana alam, system
pengolahan data tidak berfungsi. Back-up data dan latihan (drill) menghadapi keadan darurat secara berkala akan dapat
mengantisipasi apabila hal tersebut terjadi.
– Menilai Risiko teknis selama pembangunan produk baru dengan cara mengidentifikasi sedini mungkin potensi adanya
kesalahan dalam proses pembangunmannya.

TEKNIK mengidentifikasi dan menilai risiko


Kelompok teknik ini akan membantu Manajemen dalam hal menetapkan focus/memberikan perhatian dan mengakomodasi
seluruh kegiatan pengelolaan Risiko.
Beberapa diantaranya yang lazim digunakan adalah:
– Brainstorming groups. Pejabat atau pegawai dari berbagai Satuan Kerja berkumpul untuk mendiskusikan atau menyatakan
pendapat (brainstorm) atas sebuah atau beberapa isu.
– Workshop. Bank sebaiknya mulai memfasilitasi workshop yang focus pada Risiko yang akn menolonh pegawai untuk
menetapkan dan memprioritaskan tujuan, mengidentifikasikan, dan menilkai Risiko.
– Questionnaires. Satuan Kerja Operasional diperlengkapi dengan kuesioner yang berisi tujuan dan risiko yang mungkin
timbul.
– Self-assessment. Para manajer melakukan self-assessmant, dengan bantuan dari SKAI, Divisi Keuangan dan control, atau
dari akuntan luar.
Peran Internet/Intranet
Pemakaian Internet/Intranet semakin meningkat dalam mengelola Risiko. Alat ini digunakan untuk mempromosikan
kewaspadaan dan pengelolaan Risiko, untuk mendapatkan informasi mengenai Risiko untuk area tertentu, berkomunikasi
dengan pegawai, berbagai informasi mengenai Manajemen Risiko dengan Bank lain, dan mengkomunikasikan tujuan
Manajemen Risiko Bank kepada publik.

Perbedaan Manajemen Resiko Di Bank Konvensional Dan Bank Syariah

  Bank Konvensional Perbankan Syariah

Identifikasi Resiko General Banking Risk General Banking Risk Syariah Specific Risk
Penilaian Resiko Penilaian Resiko Penilaian Resiko
General Banking Response Syariah Banking
Antisipasi Resiko Antisipasi Resiko
Response

General Banking Activities Syariah Specific


Monitoring Resiko Monitoring Resiko
Activities
• Identifikasi Resiko
Identifikasi resiko dilakukan dalam perbankan syariah tidak hanya mencakup berbagai resiko yang ada pada bank-bank secara
umum. Melainkan meliputi berbagai resiko yang khas hanya pada bank-bank yang beroperasi berdasarkan prinsip syariah.
Dalam hal ini, keunikan tersebut terbagi menjadi 6 (enam) hal yakni, proses transaksi pembiayaan, proses manajemen, sumber
daya manusia, teknologi, lingkungan eksternal, dan kerusakan.
• Penilaian Resiko
Dalam penilaian resiko, keunikan perbankan syariah terlihat pada hubungan antara probability dan impact, atau biasa dikenal
sebagai qualitative approach.
• Antisipasi Resiko
Antisipasi resiko dalam perbankan syariah bertujuan untuk: (a) Preventive. Dalam hal ini, perbankan syariah memerlukan
persetujuan DPS untuk mencegah kekeliruan proses dan transaksi dari aspek syariah. Disamping itu, perbankan syariah juga
memerlukan opini bahkan fatwa DSN bila Bank Indonesia memandang persetujuan DPS belum memadai atau berada di luar
kewenangannya. (b) Detective. Pengawasan dalam perbankan syariah meliputi dua aspek, yaitu aspek perbankan oleh Bank
Indonesia dan aspek syariah oleh DPS. Kadangkala timbul pemahaman yang berbeda atas suatu transaksi apakah melanggar
syariah atau tidak. (c) Recovery Koreksi atas suatu kesalahan dapat melibatkan Bank Indonesia untuk aspek perbankan dan DSN
untuk aspek syariah.
• Monitoring Resiko
Aktivitas monitoring dalam perbankan syariah tidak hanya meliputi manajemen bank Islam, tetapi juga melibatkan Dewan
Pengawas Syariah. Secara sederhana, hal ini dapat digambarkan sebagai berikut.
MANAJEMEN RESIKO
MANAJEMEN RESIKO, adalah serangkaian prosedur dan metodologi yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur,
memantau, dan mengendalikan resiko yang timbul dari kegiatan usaha bank syariah.

DASAR PENTINGNYA MANAJEMEN RESIKO PADA BANK SYARIAH

1. Al-Qur’an & Hadits:


QS: Al-Shaff 61:4
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berjuang di jalan-Nya dengan tersusun rapi/tertib seolah mereka adalah
bangunan yang kokoh”.
•Al-Hadits (Dailami)
“Sungguh Allah mencintai seorang hamba yang jika mengerjakan sesuatu dilakukannya dengan cermat/hati-hati”.
•Al-Hadits (Baihaqi)
“Kehati-hatian itu dari Allah, kesembronoan itu dari setan”.
•Al - Hadits (Ahmad, Tirmidzi, Nasa’i dan Damiry)
“Tinggalkanlah apa-apa yang meragukanmu dan berbaliklah pada apa yang tidak meragukanmu. Kebenaran adalah
ketenangan dan kepalsuan adalah keraguan“.
2. Undang-Undang dan Peraturan
1. Undang-Undang No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah berikut segala perubahannya;
2. Peraturan Bank Indonesia No. 8/6/PBI/2006 tanggal 30 Januari 2006 tentang Penerapan Manajemen Risiko Secara konsolidasi Bagi
Bank Yang Melakukan Pengendalian Terhadap Perusahaan Anak;
3. Peraturan Bank Indonesia No.9/15/PBI/2007 tanggal 30 November 2007 tentang penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan
Teknologi Informasi oleh Bank Umum berikut segala perubahannya;
4. Peraturan Bank Indonesia No.11/28/PBI/2009 tanggal 1 Juli 2009 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pendanaan
Terorisme bagi Bank Umum berikut segala perubahannya;
5. Peraturan Bank Indonesia No.11/25/PBI/2009 tanggal 1 Juli 2009 tentang Perubahan atas PBI No.5/8/PBI/2003 tentang Penerapan
Manajemen Risiko bagi Bank Umum, berikut segala perubahanya.
6. Peraturan Bank Indonesia No.11/33/PBI2009 tanggal 7 Desember 2010 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi
Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah berikut segala perubahannya;
7. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 8/POJK.03/2014 tanggal 13 Juni 2014 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum
Syariah dan Unit Usaha Syariah, berikut segala perubahanya.
TUJUAN Manajemen Resiko adalah:
(1) Menyediakan informasi tentang resiko kepada pihak regulator;
(2) Memastikan bank tidak mengalami kerugian yang bersifat unacceptable;
(3) Meminimalisasi kerugian dari berbagai resiko yang bersifat uncontrolled;
(4) Mengukur eksposur dan pemusatan resiko;
(5) Mengalokasikan modal dan membatasi resiko.

FUNGSI manajemen risiko adalah :


• Menetapkan arah dan risk appetite  dengan menagkaji ulang secara berkala dan menyetujui risk exposure limits  yang mengikuti perubahan
strategi perusahaan.
• Menetapkan limit, biasanya mencakup pemberian kredit, penempatan non-kredit, asset liability management trading dan kegiatan lain
seperti derivatif dan lain-lain.
• Menetapkan kecukupan prosedur pemeriksaan untuk memastikan adanya integrasi pengukuran risiko, kontrol sistem pelaporan,
dan kepatuhan terhadap kebijakan dan prosedur yang berlaku.
URGENSI Manajemen Resiko Pada Perbankan Syariah
Resiko adalah potensi kerugian akibat terjadinya suatu peristiwa (events) tertentu. Resiko dalam konteks perbankan merupakan suatu kejadian
potensial, baik yang dapat diperkirakan (expected) maupun yang tidak dapat diperkirakan (unexpected) yang berdampak negatif terhadap pendapatan
dan permodalan bank. Resiko juga dapat dianggap sebagai kendala dalam pencapaian suatu tujuan (Surat Edaran Bank Indonesia No. 13 tahun 2011).

MANFAAT Mengelola Resiko:


– Dapat terhindar dari kerugian
– Keberlangsungan bisnis lebih terjamin
– Proses bisnis bisa berjalan sesuai rencana
– Terbangun reputsai positif
SASARAN kebijakan manajemen resiko adalah:
Mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan jalannya kegiatan usaha bank dengan tingkat resiko yang wajar
secara terarah, terintegrasi, dan berkesinambungan. Dengan demikian, manajemen resiko berfungsi sebagai filter atau pemberi
peringatan dini (early warning system) terhadap kegiatan usaha bank.

TAHAPAN PROSES manajemen risiko:


1. Evaluasi dan pengukuran risiko
Tahap ini dilakukan untuk memahami karakteristik risiko dengan lebih baik sehingga dapat lebih mudah dikendalikan.
2. Pengelolaan risiko.
Setiap bisnis akan menghadapi risikonya sendiri-sendiri dan karakteristik risikonya juga berbeda-beda.
Pada umumnya, pengelolaan risiko dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti:
- penghindaran,
- ditahan (retention),
- diversifikasi, ataupun
- ditransfer kepada pihak lain.
• Dalam situasi tertentu, risiko dapat ditahan atau ditanggung sendiri.
• Teknik diversifikasi biasanya banyak dilakukan untuk menyebarkan risiko kepada berbagai aset sehingga kemungkinan
menghadapi kerugian dapat diminimumkan.
• Beberapa aset fisik lain -umumnya risikonya ditanggungkan kepada pihak lain( diasuransikan).

PROSES DAN SISTEM MANAJEMEN RISIKO


 Pembentukan Lingkungan Manajemen Risiko dan Kebijakan dan Prosedur yang baik.
Taraf ini berkaitan dengan keseluruhan tujuan dan strategi bank terhadap risiko dan kebijakan manajemennya.
Dewan direktur bertanggung jawab menyusun seluruh tujuan, kebijakan, dan strategi manajemen risiko bagi lembaga
keuangannya. Tujuan tersebut harus dikomunikasikan kepada seluruh lini dalam organisasi.
Di samping menyetujui seluruh kebijakan bank terkait dengan risiko, dewan direktur harus menjamin bahwa manajemen
mengambil tindakan yang cukup untuk mengidentifikasi,mengukur, memonitor, dan mengontrol risiko tersebut. Dewan
secara periodik juga harus memperoleh informasi dan review status berbagai risiko terkini yang dihadapi bank.
Manajemen senior bertanggung jawab untuk mengimplementasikan semua persetujuan dewan direktur.
Untuk menjalankannya, manajemen harus membuat kebijakan dan prosedur yang akan digunakan bank dalam mengelola risiko. Hal ini
mencakup penyelenggaraan proses review manajemen risiko, batasan pengambilan risiko yang tepat, sistem pengukuran risiko yang memadai,
sistem pelaporan yang komprehensif, dan kontrol internal yang efektif. Prosedur yang dibuat harus mencakup proses persetujuan (approval),
batasan, dan mekanisme yang tepat, yang desain untuk menjamin pencapaian tujuan manajemen risiko bank. Bank harus secara jelas
mengidentifikasi individu dan atau komite yang bertanggung jawab terhadap manajemen risiko dan mendefinisikan garis Kewenangan dan
pertanggung jawabannya. Perhatian harus diambil bahwa pemisahan kewajiban yang cukup atas fungsi pengukuran,pemantauan, dan kontrol.
Selanjutnya, aturan dan standar keikutsertaan yang jelas harus disertai batasan posisi, keterbukaan/jangkauannya terhadap counterpart, kredit,
dan konsentrasi. Panduan dan strategi investasi harus disertakan untuk membatasi risiko dalam berbagai aktifitas. Panduan tersebut harus
mencakup struktur asset dalam hal konsentrasi dan jatuh tempo, ketidak-sesuaianasset-liabilitas, hedging, sekuritisasi, dan sebagainya.

Proses Pengukuran, Mitigasi, dan Monitoring yang Terpelihara Bank harus memiliki sistem informasi manajemen reguler untuk
mengukur, memonitor, mengontrol, dan melaporkan berbagai eksposur risiko. Tahapan yang diperlukan untuk tujuan pengukuran
dan pemantauan risiko adalah pembuatan standar kategorisasi dan review risiko, serta evaluasi dan pemeringkatan eksposur yang
konsisten. Frekuensi risiko dan laporan audit yang terstandarisasi dalamlembaga juga penting. Tindakan yang diperlukan dalam
hal ini adalah menciptakan standar inventarisasi risiko berdasarkan aset, dan secara reguler menghasilkan laporan manajemen
risiko dan laporan audit.
Pemantauan dan Limit Risiko
Sebagai bagian dari penerapan pemantauan risiko maka limit risiko sekurang-kurangnya:
 Tersedianya limit secara individual dan keseluruhan/konsolidasi;
 Memperhatikan kemampuan modal Bank untuk dapat menyerap eksposur risiko atau kerugian yang timbul, dan tinggi rendahnya eksposur bank;
 Mempertimbangkan pengalaman kerugian di masa lalu dan kemampuan sumberdaya manusia;
 Memastikan bahwa posisi yang melampaui limit yang telah ditetapkan mendapat perhatian Satuan Kerja Manajemen Risiko, komite manajemen
risiko dan Direksi.
 Sedangkan penetapan jenis limit meliputi:
 Transaksi (transaction/product limit);
 Mata uang (currency limit);
 Volume transaksi (turnover limit);
 Posisi terbuka (open position limit);
 Kerugian (cut loss limit);
 Intra hari (intraday limit);
 Nasabah dan counterparty (individual borrower and counterparty limit);
 Pihak terkait (connected parties limit);
 Industri/sektor ekonomi dan wilayah (industry/economic sector and geographic limit).

Penetapan limit dilakukan oleh satuan kerja operasional terkait, yang selanjutnya direkomendasikan kepada Satuan Kerja Manajemen Risiko
untuk mendapat persetujuan Direksi melalui Komite Manajemen Risiko atau Direksi sesuai dengan kewenangannya masing- masing. Penetapan
limit dilakukan dengan tetap memperhatikan ketentuan Bank Indonesia yang berlaku, antara lain ketentuan tentang Kecukupan Pemenuhan Modal
Minimum (KPMM), Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) dan Posisi Devisa Neto (PDN).
Bank harus menyiapkan suatu sistem back-up dan prosedur yang efektif untuk mencegah terjadinya gangguan (disruptions) dalam proses
pemantauan risiko, dan melakukan pengecekan serta penilaian kembali secara berkala terhadap sistem back-up tersebut.
 Bank juga dapat menggunakan sumber daya luar untuk menilai (asses) risiko, penggunaan pemeringkatan risikoapapun, ataupun
kriteria penilaian - pengawasam risiko seperti CAMEL (Capital Asset Management Equity Liability). Risiko yang diambil bank
harus termonitor dan terkelola secara efisien. Bank juga harus menyelenggarakan pengujian stress untuk melihat portofolio yang
dimiliki terhadap berbagai perubahan potensial di masa depan. Area-area yang harus diperiksa bank adalah efek penuntunan
dalam industri atau perekonomian dan keadaan risiko pasar dalam hal tingkat default dan kondisi likuiditas bank. Uji tekanan
harus dirancang untuk mengidentifikasi kondisi di mana posisi bank akan menjadi lemah dan mencakup pelaksanaan audit
internal secara periodik atas berbagai proses dan menghasilkan laporan independen secara reguler dan evaluasi untuk
mengidentifikasi bidang-bidang dari kelemahan. Bagian penting dari kontrol internal adalah untuk menjamin bahwa kewajiban
orang- orang yang mengukur, memonitor, dan mengontrol risiko adalah terpisah.
 Kontrol Internal yang Memadai. Bank harus memiliki kontrol internal untuk menjamin bahwa semua kebijakan dapat
dipertahankan. Sebuah sistem kontrol internal yang efektif mencakup proses yang memadai untuk mengidentifikasi dan
mengevaluasi berbagai jenis risiko dan kepemilikan sistem informasi yang cakap (sufficient) untuk mendukung hal ini. Sistem
itu juga harus menguatkan kebijakan dan prosedur dan keberlangsungannya yang secara terus- menerus dapat ditinjau.
Pemantauan dan Limit Risiko
Sebagai bagian dari penerapan pemantauan risiko maka limit risiko sekurang-kurangnya:
 Tersedianya limit secara individual dan keseluruhan/konsolidasi;
 Memperhatikan kemampuan modal Bank untuk dapat menyerap eksposur risiko atau kerugian yang timbul, dan tinggi rendahnya eksposur
bank;
 Mempertimbangkan pengalaman kerugian di masa lalu dan kemampuan sumberdaya manusia;
 Memastikan bahwa posisi yang melampaui limit yang telah ditetapkan mendapat perhatian Satuan Kerja Manajemen Risiko, komite manajemen
risiko dan Direksi.
 Sedangkan penetapan jenis limit meliputi:
 Transaksi (transaction/product limit);
 Mata uang (currency limit);
 Volume transaksi (turnover limit);
 Posisi terbuka (open position limit);
 Kerugian (cut loss limit);
 Intra hari (intraday limit);
 Nasabah dan counterparty (individual borrower and counterparty limit);
 Pihak terkait (connected parties limit);
 Industri/sektor ekonomi dan wilayah (industry/economic sector and geographic limit).
Penetapan limit dilakukan oleh satuan kerja operasional terkait, yang selanjutnya direkomendasikan kepada Satuan Kerja Manajemen Risiko
untuk mendapat persetujuan Direksi melalui Komite Manajemen Risiko atau Direksi sesuai dengan kewenangannya masing- masing. Penetapan
limit dilakukan dengan tetap memperhatikan ketentuan Bank Indonesia yang berlaku, antara lain ketentuan tentang Kecukupan Pemenuhan Modal
Minimum (KPMM), Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) dan Posisi Devisa Neto (PDN).
Bank harus menyiapkan suatu sistem back-up dan prosedur yang efektif untuk mencegah terjadinya gangguan (disruptions) dalam proses
pemantauan risiko, dan melakukan pengecekan serta penilaian kembali secara berkala terhadap sistem back-up tersebut.
Sistem Informasi Manajemen Risiko
Sistem informasi manajemen risiko merupakan bagian dari sistem informasi manajemen yang harus dimiliki dan
dikembangkan sesuai dengan kebutuhan Bank, dalam rangka penerapan manajemen risiko yang efektif. Sebagai bagian
dari proses manajemen risiko, Bank harus memiliki sistem informasi manajemen risiko yang dapat memastikan:
 Terukurnya eksposur risiko secara akurat, informatif, dan tepat waktu, baik eksposur risiko secara
keseluruhan/komposit maupun eksposur per jenis risiko yang melekat pada kegiatan usaha bank, maupun eksposur
risiko per jenis aktivitas fungsional bank;
 Dipatuhinya penerapan manajemen risiko terhadap kebijakan, prosedur dan penetapan limit Risiko;
 Tersedianya hasil (realisasi) penerapan manajemen risiko dibandingkan dengan target yang ditetapkan oleh bank sesuai
dengan kebijakan dan strategi penerapan manajemen risiko.
Sebagai salah satu output sistem informasi manajemen risiko, laporan eksposur risiko disusun secara berkala oleh
Satuan Kerja Manajemen Risiko atau sekelompok petugas yang diberikan
wewenang dan bersifat independen terhadap unit kerja yang melakukan kegiatan operasional.
KEBIJAKAN, PROSEDUR, DAN PENETAPAN LIMIT RESIKO

Kebijakan
Bank menetapkan ketentuan pokok dalam menerapkan manajemen risiko antara lain meliputi:
Penetapan risiko yang terkait dengan produk dan transaksi perbankan;
– Penetapan penggunaan metode pengukuran dan Sistem Informasi Manajemen Risiko;
– Penetapan tingkat risiko yang akan diambil (risk appetite) dan toleransi risiko (risk tolerance) sesuai strategi dan sasaran
bisnis Bank;
– Penetapan penilaian peringkat risiko;
– Penyusunan rencana darurat (contingency plan) dalam kondisi terburuk;
– Penetapan sistem pengendalian intern dalam penerapan manajemen risiko.
Prosedur dan Penetapan Limit
Bank menetapkan Prosedur dan penetapan limit risiko sesuai dengan tingkat risiko yang akan diambil (risk appetite) dan
toleransi terhadap risiko;
Prosedur dan penetapan limit risiko meliputi:
˜ akuntabilitas dan jenjang delegasi wewenang yang jelas;
˜ pelaksanaan kaji ulang terhadap prosedur dan penetapan limit secara berkala;
˜ dokumentasi prosedur dan penetapan limit secara memadai.

Limit risiko mencakup:


~ limit secara keseluruhan;
~ limit per jenis risiko; dan
~ limit per aktivitas fungsional tertentu yang memiliki eksposur risiko.
KEBIJAKAN MANAJEMEN RESIKO
Identifikasi, Pengukuran, Pemantauan, Pengendalian Risiko, dan Sistem Informasi Manajemen Risiko

1. Identifikasi Risiko
– Bank mengidentifikasi karakteristik risiko yang melekat pada seluruh aktivitas Bank.
– Bank mengidentifikasi risiko dari produk dan kegiatan usaha Bank.
– Bank mengidentifikasi risiko berdasarkan pengalaman kerugian bank yang pernah terjadi.

Tujuannya
untuk mengidentifikasi seluruh jenis risiko yang melekat pada setiap aktivitas fungsional yang berpotensi merugikan bank. Hal-hal yang
perlu diperhatikan dalam menerapkan identifikasi risiko antara lain:
– Bersifat proaktif (anticipative) dan bukan reaktif;
– Mencakup seluruh aktivitas fungsional (kegiatan operasional);
– Menggabungkan dan menganalisa informasi risiko dari seluruh sumber informasi yang tersedia;
– Menganalisa probabilitas.
– timbulnya risiko serta konsekuensinya.
 2. Pengukuran Risiko
– Bank mengevaluasi kesesuaian asumsi, sumber data, dan prosedur yang digunakan untuk mengukur risiko secara berkala,
baik untuk produk, portofolio maupun seluruh aktivitas bisnis Bank.
– Bank menyesuaikan sistem pengukuran risiko apabila terdapat perubahan kegiatan usaha bank, produk, transaksi, faktor
risiko, yang bersifat material yang dapat memengaruhi kondisi keuangan Bank.
– Bank melakukan pengukuran risiko baik secara kuantitatif maupun kualitatif, dengan menggunakan model/metode yang
ditetapkan regulator dan atau yang dikembangkan oleh Bank.
– Bank mengaplikaskan model/metode pengukuran risiko disesuaikan pula dengan sistem pelaporan data yang diwajibkan
oleh Bank Indonesia dan/atau Otoritas Jasa Keuangan.
– Bank perlu melakukan validasi dalam rangka mengatasi kelemahan yang dapat timbul atas penggunaan model/metode
pengukuran risiko. Validasi tersebut dilakukan oleh satuan kerja yang menjalankan fungsi internal audit dan/atau satuan
kerja lainnya yang independen terhadap satuan kerja yang mengaplikasikan model/metode pengukuran risiko.
Pendekatan pengukuran risiko digunakan untuk mengukur profil risiko bank guna memperoleh gambaran efektifitas penerapan
manajemen risiko. Pendekatan tersebut harus dapat mengukur:
– Sensitivitas produk/aktivitas terhadap perubahan faktor – faktor yang mempengaruhinya, baik dalam kondisi normal maupun tidak
normal;
– Kecenderungan perubahan faktor- faktor dimaksud berdasarkan fluktuasi perubahan yang terjadi di masa lalu dan korelasinya;
– Faktor risiko (risk factors) secara individual;
– Eksposur risiko secara keseluruhan (aggregate), dengan mempertimbangkan risk correlation;
– Seluruh risiko yang melekat pada seluruh transaksi serta produk perbankan dan dapat diintegrasikan dalam sistem informasi manajemen
bank.
Metode pengukuran risiko dapat dilakukan secara kuantitatif maupun kualitatif. Secara umum pendekatan yang paling sederhana dalam
pengukuran risiko adalah yang direkomendasikan oleh Bankfor International Settlements atau pendekatan metode standard, sedangkan
pendekatan oleh para praktisi disebut metode alternatif (alternative model).

3. Pemantauan Risiko
– Bank mengevaluasi eksposur risiko seluruh aktvitas transaksi dan bisnis Bank yang bersifat material dan yang berdampak
pada kondisi permodalan Bank.
– Bank memantau kepatuhan terhadap limit internal.
– Bank memantau konsistensi pelaksanaan penerapan manajemen risiko dengan kebijakan dan prosedur yang ditetapkan.
– Setiap unit kerja mempunyai tanggung jawab untuk memantau eksposur risiko
di unit kerjanya.
4. Pengendalian Risiko
– Bank mengendalikan risiko sesuai dengan eksposur dan tingkat risiko yang dihadapi.
– Bank mengendalikan risiko sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.
5. Sistem Informasi Manajemen Risiko
– Bank mengembangkan sistem informasi manajemen risiko yang mencakup laporan atau informasi antara lain:
– Eksposur risiko baik eksposur kuantitatif maupun kualitatif, secara keseluruhan (komposit), per jenis risiko dan per jenis
aktivitas fungsional;
– Kepatuhan terhadap kebijakan dan prosedur serta penetapan limit;
– Realisasi pelaksanaan manajemen risiko dibandingkan dengan target yang ditetapkan.

Anda mungkin juga menyukai