O ???
Resiko itu sebagai fitrah bisnis:
• Al-Kharaj bidh dhoman ( pendapatan adalah imbalan atas tanggungan yang diambil)
• Al Ghunmu bil Ghurmi (Keuntungan adalah imbalan atas kesiapan menanggung kerugian)
Karakteristik Resiko:
- Merupakan ketidakpastian atas terjadinya suatu peristiwa.
- Merupakan ketidakpastian yang bila terjadi akan meimbulkan kerugian.
RESIKO dapat diklasifikasi kepada:
oResiko Bisnis (Resiko alami dari aktivittas yang dijalankan, berkaitan dengan faktor produk dan pasaran.
oResiko Finansial (Muncul dari kemungkinan kerugian dalam pasar keuangan; akibat adanya perubahan pada variabel-
variabel keuangan, berkaitan dengan laverage dimana kewajiban liabilitas tidak bisa dipertemukan dengan aktiva lancar.
RESIKO PEMBIAYAAN
RESIKO PASAR
RESIKO LIKUIDITAS
RESIKO OPERASIONAL
RESIKO REPUTASI
RESIKO KEPATUHAN
RESIKO STRATEGIC
RESIKO HUKUM
RESIKO INVESTASI
PEMETAAN Risiko Bisnis
Bank mengembangkan pemetaan risiko usaha(business risk mapping) untuk mengidentifikasi risiko utama yang mengancam
perusahaan. Alat ini membantu bank untuk mengetahui dan menentukan tempat dimana risiko be rada.
Manajemen harus mengkuantifikasi magnitude dari risiko dan mengukur potensi dampaknya. Ada nbeberapa cara yang umum
dilakukan, yaitu:
– Membuat daftar berbagai risiko yang ada, dengan mengelompokkannya ke dalam sebuah kuadran tergantung tinggi-rendahnya
tingkat kemungkinan terjadi, dan dapat berdampak kepada rugi yang besar atau kecil.
– Membuat peta yang menyajikan kajian perbandingan antara Risiko Kredit, Risiko Pasar, Risiko Likuiditas, dan Risiko
Operasional yang dihadapi Bank. Dengan membandingkan risiko pada sebuah matriks antara dampak dan frekuensinya,
manajemen akan dapat melihat gambaran menyeluruh dari semua risiko berikut keterkaitannya satu sama lain.
Beberapa sumber informasi awal dapat diperoleh dari:
Invironmental scan yaitu sumber informasi untuk mengevaluasi politik, ekonomi, sosial, budaya, hokum, dan lain sebagainya.
Dokumen keuangan seperti proyeksi anggaran (RKAP), laporan keuangan, dan dokumen-dokumen keuangan lain sebagai
sumber informasi awal untuk melakukan analisis.
Dokumen legal seperti kontrak-kontrak, ketentuan hokum dan peraturan yang ada hubungannya dengan kegiatan usaha
sebagai sumber yang penting untuk dikaji.
– Hasil inspeksi di lapangan (on-site inspection) seperti hasil pemeriksaan yang dilakukan SKAI, merupakan sumber informasi
yang sangat baik, dan bahkan sebagaim fitur berkala dari proses Manajemen Risiko yang berkelanjutan.
– Hasil Wawancara, seperti hasil penilaian kinerja pegawai atau wawancara langsung dengan para pegawai.
– Analisis statistic seperti perkembangan kualitas aktiva produktif (KAP), tren komposisi simpanan dana pihak ketiga (DPK), tingkat dan tren
kegagalan system, kerugian yang terjadi, dan sumber Risiko Operasional lainnya. Data seperti ini biasanya tersedia secara internal.
– Benchmarking/best practices, alat Manajemen Risiko yang juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi dan mengukur tindak
pengendalian risiko.
– Jasa konsultasi yang memahami Risiko dan merupakan sumber informasi mengenai klasifikasi Risiko.
ALAT MODELING
Alat modeling ini akan memudahkan para manajer untuk mengelola ketidakpastian. Analisis scenario dan model proyeksi merupakan model
yang paling sering digunakan. Beberapa contoh diantaranya adalah:
– Pemakaian analisis scenario untuk melihat rentang kemungkinan dan mempertimbangkan perubahan yang mungkin terabaikan. Skenario ini
dapat diterapkan dalam menyiapkan contingency plan (untuk likuiditas maupun EDP).
– Menggunakan analisis statistic dan teknik Value at Risk (VaR) untuk mengestimasi variasi kerugian yang mungkin terjadi di masa datang.
Potensi rugi ini diproyeksikan kedalam arus kas yang akan datang atau laba, termasuk dalam analisis sensivitas, stress testing (sebagai
pelengkap pengukuran risiko suku bungs untuk melihat dampak terburuk), dan berbagai simulasi lain.
– Model keuangan untuk mensimulasi berbagai Risiko keuangan dn dampak dari berbagai scenario pada portofolio kredit dan
modal.
– Mengantisipasi bencana yang akan mengganggu kelangsungan usaha, misalnya karena kelalaian atau bencana alam, system
pengolahan data tidak berfungsi. Back-up data dan latihan (drill) menghadapi keadan darurat secara berkala akan dapat
mengantisipasi apabila hal tersebut terjadi.
– Menilai Risiko teknis selama pembangunan produk baru dengan cara mengidentifikasi sedini mungkin potensi adanya
kesalahan dalam proses pembangunmannya.
Identifikasi Resiko General Banking Risk General Banking Risk Syariah Specific Risk
Penilaian Resiko Penilaian Resiko Penilaian Resiko
General Banking Response Syariah Banking
Antisipasi Resiko Antisipasi Resiko
Response
Proses Pengukuran, Mitigasi, dan Monitoring yang Terpelihara Bank harus memiliki sistem informasi manajemen reguler untuk
mengukur, memonitor, mengontrol, dan melaporkan berbagai eksposur risiko. Tahapan yang diperlukan untuk tujuan pengukuran
dan pemantauan risiko adalah pembuatan standar kategorisasi dan review risiko, serta evaluasi dan pemeringkatan eksposur yang
konsisten. Frekuensi risiko dan laporan audit yang terstandarisasi dalamlembaga juga penting. Tindakan yang diperlukan dalam
hal ini adalah menciptakan standar inventarisasi risiko berdasarkan aset, dan secara reguler menghasilkan laporan manajemen
risiko dan laporan audit.
Pemantauan dan Limit Risiko
Sebagai bagian dari penerapan pemantauan risiko maka limit risiko sekurang-kurangnya:
Tersedianya limit secara individual dan keseluruhan/konsolidasi;
Memperhatikan kemampuan modal Bank untuk dapat menyerap eksposur risiko atau kerugian yang timbul, dan tinggi rendahnya eksposur bank;
Mempertimbangkan pengalaman kerugian di masa lalu dan kemampuan sumberdaya manusia;
Memastikan bahwa posisi yang melampaui limit yang telah ditetapkan mendapat perhatian Satuan Kerja Manajemen Risiko, komite manajemen
risiko dan Direksi.
Sedangkan penetapan jenis limit meliputi:
Transaksi (transaction/product limit);
Mata uang (currency limit);
Volume transaksi (turnover limit);
Posisi terbuka (open position limit);
Kerugian (cut loss limit);
Intra hari (intraday limit);
Nasabah dan counterparty (individual borrower and counterparty limit);
Pihak terkait (connected parties limit);
Industri/sektor ekonomi dan wilayah (industry/economic sector and geographic limit).
Penetapan limit dilakukan oleh satuan kerja operasional terkait, yang selanjutnya direkomendasikan kepada Satuan Kerja Manajemen Risiko
untuk mendapat persetujuan Direksi melalui Komite Manajemen Risiko atau Direksi sesuai dengan kewenangannya masing- masing. Penetapan
limit dilakukan dengan tetap memperhatikan ketentuan Bank Indonesia yang berlaku, antara lain ketentuan tentang Kecukupan Pemenuhan Modal
Minimum (KPMM), Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) dan Posisi Devisa Neto (PDN).
Bank harus menyiapkan suatu sistem back-up dan prosedur yang efektif untuk mencegah terjadinya gangguan (disruptions) dalam proses
pemantauan risiko, dan melakukan pengecekan serta penilaian kembali secara berkala terhadap sistem back-up tersebut.
Bank juga dapat menggunakan sumber daya luar untuk menilai (asses) risiko, penggunaan pemeringkatan risikoapapun, ataupun
kriteria penilaian - pengawasam risiko seperti CAMEL (Capital Asset Management Equity Liability). Risiko yang diambil bank
harus termonitor dan terkelola secara efisien. Bank juga harus menyelenggarakan pengujian stress untuk melihat portofolio yang
dimiliki terhadap berbagai perubahan potensial di masa depan. Area-area yang harus diperiksa bank adalah efek penuntunan
dalam industri atau perekonomian dan keadaan risiko pasar dalam hal tingkat default dan kondisi likuiditas bank. Uji tekanan
harus dirancang untuk mengidentifikasi kondisi di mana posisi bank akan menjadi lemah dan mencakup pelaksanaan audit
internal secara periodik atas berbagai proses dan menghasilkan laporan independen secara reguler dan evaluasi untuk
mengidentifikasi bidang-bidang dari kelemahan. Bagian penting dari kontrol internal adalah untuk menjamin bahwa kewajiban
orang- orang yang mengukur, memonitor, dan mengontrol risiko adalah terpisah.
Kontrol Internal yang Memadai. Bank harus memiliki kontrol internal untuk menjamin bahwa semua kebijakan dapat
dipertahankan. Sebuah sistem kontrol internal yang efektif mencakup proses yang memadai untuk mengidentifikasi dan
mengevaluasi berbagai jenis risiko dan kepemilikan sistem informasi yang cakap (sufficient) untuk mendukung hal ini. Sistem
itu juga harus menguatkan kebijakan dan prosedur dan keberlangsungannya yang secara terus- menerus dapat ditinjau.
Pemantauan dan Limit Risiko
Sebagai bagian dari penerapan pemantauan risiko maka limit risiko sekurang-kurangnya:
Tersedianya limit secara individual dan keseluruhan/konsolidasi;
Memperhatikan kemampuan modal Bank untuk dapat menyerap eksposur risiko atau kerugian yang timbul, dan tinggi rendahnya eksposur
bank;
Mempertimbangkan pengalaman kerugian di masa lalu dan kemampuan sumberdaya manusia;
Memastikan bahwa posisi yang melampaui limit yang telah ditetapkan mendapat perhatian Satuan Kerja Manajemen Risiko, komite manajemen
risiko dan Direksi.
Sedangkan penetapan jenis limit meliputi:
Transaksi (transaction/product limit);
Mata uang (currency limit);
Volume transaksi (turnover limit);
Posisi terbuka (open position limit);
Kerugian (cut loss limit);
Intra hari (intraday limit);
Nasabah dan counterparty (individual borrower and counterparty limit);
Pihak terkait (connected parties limit);
Industri/sektor ekonomi dan wilayah (industry/economic sector and geographic limit).
Penetapan limit dilakukan oleh satuan kerja operasional terkait, yang selanjutnya direkomendasikan kepada Satuan Kerja Manajemen Risiko
untuk mendapat persetujuan Direksi melalui Komite Manajemen Risiko atau Direksi sesuai dengan kewenangannya masing- masing. Penetapan
limit dilakukan dengan tetap memperhatikan ketentuan Bank Indonesia yang berlaku, antara lain ketentuan tentang Kecukupan Pemenuhan Modal
Minimum (KPMM), Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) dan Posisi Devisa Neto (PDN).
Bank harus menyiapkan suatu sistem back-up dan prosedur yang efektif untuk mencegah terjadinya gangguan (disruptions) dalam proses
pemantauan risiko, dan melakukan pengecekan serta penilaian kembali secara berkala terhadap sistem back-up tersebut.
Sistem Informasi Manajemen Risiko
Sistem informasi manajemen risiko merupakan bagian dari sistem informasi manajemen yang harus dimiliki dan
dikembangkan sesuai dengan kebutuhan Bank, dalam rangka penerapan manajemen risiko yang efektif. Sebagai bagian
dari proses manajemen risiko, Bank harus memiliki sistem informasi manajemen risiko yang dapat memastikan:
Terukurnya eksposur risiko secara akurat, informatif, dan tepat waktu, baik eksposur risiko secara
keseluruhan/komposit maupun eksposur per jenis risiko yang melekat pada kegiatan usaha bank, maupun eksposur
risiko per jenis aktivitas fungsional bank;
Dipatuhinya penerapan manajemen risiko terhadap kebijakan, prosedur dan penetapan limit Risiko;
Tersedianya hasil (realisasi) penerapan manajemen risiko dibandingkan dengan target yang ditetapkan oleh bank sesuai
dengan kebijakan dan strategi penerapan manajemen risiko.
Sebagai salah satu output sistem informasi manajemen risiko, laporan eksposur risiko disusun secara berkala oleh
Satuan Kerja Manajemen Risiko atau sekelompok petugas yang diberikan
wewenang dan bersifat independen terhadap unit kerja yang melakukan kegiatan operasional.
KEBIJAKAN, PROSEDUR, DAN PENETAPAN LIMIT RESIKO
Kebijakan
Bank menetapkan ketentuan pokok dalam menerapkan manajemen risiko antara lain meliputi:
Penetapan risiko yang terkait dengan produk dan transaksi perbankan;
– Penetapan penggunaan metode pengukuran dan Sistem Informasi Manajemen Risiko;
– Penetapan tingkat risiko yang akan diambil (risk appetite) dan toleransi risiko (risk tolerance) sesuai strategi dan sasaran
bisnis Bank;
– Penetapan penilaian peringkat risiko;
– Penyusunan rencana darurat (contingency plan) dalam kondisi terburuk;
– Penetapan sistem pengendalian intern dalam penerapan manajemen risiko.
Prosedur dan Penetapan Limit
Bank menetapkan Prosedur dan penetapan limit risiko sesuai dengan tingkat risiko yang akan diambil (risk appetite) dan
toleransi terhadap risiko;
Prosedur dan penetapan limit risiko meliputi:
˜ akuntabilitas dan jenjang delegasi wewenang yang jelas;
˜ pelaksanaan kaji ulang terhadap prosedur dan penetapan limit secara berkala;
˜ dokumentasi prosedur dan penetapan limit secara memadai.
1. Identifikasi Risiko
– Bank mengidentifikasi karakteristik risiko yang melekat pada seluruh aktivitas Bank.
– Bank mengidentifikasi risiko dari produk dan kegiatan usaha Bank.
– Bank mengidentifikasi risiko berdasarkan pengalaman kerugian bank yang pernah terjadi.
Tujuannya
untuk mengidentifikasi seluruh jenis risiko yang melekat pada setiap aktivitas fungsional yang berpotensi merugikan bank. Hal-hal yang
perlu diperhatikan dalam menerapkan identifikasi risiko antara lain:
– Bersifat proaktif (anticipative) dan bukan reaktif;
– Mencakup seluruh aktivitas fungsional (kegiatan operasional);
– Menggabungkan dan menganalisa informasi risiko dari seluruh sumber informasi yang tersedia;
– Menganalisa probabilitas.
– timbulnya risiko serta konsekuensinya.
2. Pengukuran Risiko
– Bank mengevaluasi kesesuaian asumsi, sumber data, dan prosedur yang digunakan untuk mengukur risiko secara berkala,
baik untuk produk, portofolio maupun seluruh aktivitas bisnis Bank.
– Bank menyesuaikan sistem pengukuran risiko apabila terdapat perubahan kegiatan usaha bank, produk, transaksi, faktor
risiko, yang bersifat material yang dapat memengaruhi kondisi keuangan Bank.
– Bank melakukan pengukuran risiko baik secara kuantitatif maupun kualitatif, dengan menggunakan model/metode yang
ditetapkan regulator dan atau yang dikembangkan oleh Bank.
– Bank mengaplikaskan model/metode pengukuran risiko disesuaikan pula dengan sistem pelaporan data yang diwajibkan
oleh Bank Indonesia dan/atau Otoritas Jasa Keuangan.
– Bank perlu melakukan validasi dalam rangka mengatasi kelemahan yang dapat timbul atas penggunaan model/metode
pengukuran risiko. Validasi tersebut dilakukan oleh satuan kerja yang menjalankan fungsi internal audit dan/atau satuan
kerja lainnya yang independen terhadap satuan kerja yang mengaplikasikan model/metode pengukuran risiko.
Pendekatan pengukuran risiko digunakan untuk mengukur profil risiko bank guna memperoleh gambaran efektifitas penerapan
manajemen risiko. Pendekatan tersebut harus dapat mengukur:
– Sensitivitas produk/aktivitas terhadap perubahan faktor – faktor yang mempengaruhinya, baik dalam kondisi normal maupun tidak
normal;
– Kecenderungan perubahan faktor- faktor dimaksud berdasarkan fluktuasi perubahan yang terjadi di masa lalu dan korelasinya;
– Faktor risiko (risk factors) secara individual;
– Eksposur risiko secara keseluruhan (aggregate), dengan mempertimbangkan risk correlation;
– Seluruh risiko yang melekat pada seluruh transaksi serta produk perbankan dan dapat diintegrasikan dalam sistem informasi manajemen
bank.
Metode pengukuran risiko dapat dilakukan secara kuantitatif maupun kualitatif. Secara umum pendekatan yang paling sederhana dalam
pengukuran risiko adalah yang direkomendasikan oleh Bankfor International Settlements atau pendekatan metode standard, sedangkan
pendekatan oleh para praktisi disebut metode alternatif (alternative model).
3. Pemantauan Risiko
– Bank mengevaluasi eksposur risiko seluruh aktvitas transaksi dan bisnis Bank yang bersifat material dan yang berdampak
pada kondisi permodalan Bank.
– Bank memantau kepatuhan terhadap limit internal.
– Bank memantau konsistensi pelaksanaan penerapan manajemen risiko dengan kebijakan dan prosedur yang ditetapkan.
– Setiap unit kerja mempunyai tanggung jawab untuk memantau eksposur risiko
di unit kerjanya.
4. Pengendalian Risiko
– Bank mengendalikan risiko sesuai dengan eksposur dan tingkat risiko yang dihadapi.
– Bank mengendalikan risiko sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.
5. Sistem Informasi Manajemen Risiko
– Bank mengembangkan sistem informasi manajemen risiko yang mencakup laporan atau informasi antara lain:
– Eksposur risiko baik eksposur kuantitatif maupun kualitatif, secara keseluruhan (komposit), per jenis risiko dan per jenis
aktivitas fungsional;
– Kepatuhan terhadap kebijakan dan prosedur serta penetapan limit;
– Realisasi pelaksanaan manajemen risiko dibandingkan dengan target yang ditetapkan.