Anda di halaman 1dari 3

Rangkuman Yurisprudensi Mahkamah Agung Indonesia Karena Pengadilan Negeri dalam putusannya tidak mencantumkan tentang keyakinan terbuktinya

kejahatan yang dituduhkan dan Pengadilan Tinggi telah menguatkan putusan Pengadilan Negeri sebagau alasan Pengadilan Tinggi sendiri, sedang unsur keyakinan tersebut adalah essensieel (negatief wettelijk bewijs) putusan Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri yang bersangkutan harus dibatalkan. (oleh Mahkamah Agung diputuskan : Membebaskan tertuduh tersebut dari semua tuduhan). (Putusan MA tgl. 30-6-1976 No. 130 K/Kr/1974) Seandainya benar Rapat Besar Bengkulu Suluma di Tais memutus perkara terdakwa berdasarkan keterangan-keterangan terdakwa-terdakwa lain, putusan Rapat Besar itu tidaklah bertentangan dengan pasal 295 HIR oleh karena hukum acara yang digunakan dalam peradilan adat bukanlah HIR tetapi Hukum Adat setempat berdasarkan pasal 3 Ordonantie op de Inheemche Rechtspraak (S.192380). (Putusan MA tgl. 18-2-1956 No. 50 K/Kr/1954) Keberatan yang diajukan penuntut kasasi : bahwa persoalan ini mengenai bidang Agama ; ajaran Islam menentukan sekurang-kurangnya saksi 4 orang sebagaimana tersebut dalam Quran surat Annisa ayat 15; tidak dapat diterima karena Pengadilan Tinggi telah menuruti acara hukum pembuktian menurut hukum acara pidana yang berlaku. (Putusan MA tgl. 3-12-1975 No. 111 K/Kr/1974) Keberatan yang diajukan penuntut kasasi : bahwa Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri dalam pertimbangannya telah salah menerapkan hukum karena tidak dapat membuktikan secara tepat berapa jumlah uang yang digunakan terdakwa secara melawan hukum. Tidak dapat diterima, karena judex facti dalam pertimbangannya telah menyatakan bahwa yang diterima oleh pemohon kasasi adalah sejumlah uang yang lebih dari Rp. 250,-. (Putusan MA tgl. 4-8-1976 No. 142 K/Kr/1973) Pertimbangan Pengadilan Negeri yang dibenarkan Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung : Berita Acara kesimpulan pemeriksaan dari Markas Besar Kepolisian RI Lembaga LAboratorium Kriminil, karena dibuat dengan mengingat sumpah jabatan oleh pejabat-pejabat yang khusus diangkat untuk tugas itu, merupakan surat keterangan termaksud dalam pasal 305 HIR sehingga merupakan alat bukti yang sah menurut pasal 295 HIR. (Putusan MA tgl. 14-3-1973 No. 16 K/Kr/1972)

Tidak disebutnya tanggal dan jam pemeriksaan mayat dan tidak disebutnya sebab si korban meninggal, tidak merupakan halangan bagi hakim untuk menarik kesimpulan bahwa si korban telah meninggal akibat luka-luka tersebut dalam visum et repertum. (Putusan MA tgl. 10-11-1959 No. 182 K/Kr/1959)

Menurut pendapat Mahkamah Agung keterangan seorang saksi menurut Hukum Adat tidak merupakan alat bukti yang sah. (Putusan MA tgl. 24-11-1959 No. 80 K/Kr/1959)

Keberatan yang diajukan penuntut kasasi : bahwa Pengadilan Negeri menolak saksi a decharge hanya dengan kata-kata dipandang tidak perlu. Tidak dapat diterima, karena saksi-saksi a decharge termaksud pada hakekatnya saksi-saksi ahli juga dan Pengadilan sudah merasa cukup memperoleh penjelasan dari saksi-saksi ahli yang telah didengar. (Putusan MA tgl. 16-5-1973 No. 18 K/Kr/1971)

Isteri yang sah dari tertuduh tidak dapat dijadikan sebagai saksi yang disumpah. (Putusan MA tgl. 14-5-1973 No. 28 K/Kr/1972). Sebagai pengganti visum et repertum dapat juga didengar keterangan saksi ahli. (Putusan MA tgl. 5-11-1969 No. 10 K/Kr/1969) Menurut pasal 306 (2) HIR Hakim tidak terikat pada pendapat seorang ahli (i.c. pendapat Dr. Sie Swie Dong dengan visum et repertum) jika pendapat ini bertentangan dengan keyakinannya.

Berdasarkan atas pasal 47 jo pasal 52 Landgerecht Reglement keterangan dari seorang saksi yang diberikan dihadapan Magistrat Pembantu, yang dibacakan di sidang Pengadilan Negeri, adalah suatu alat pembuktian yang sah. (Putusan MA tgl. 15-4-1957 No. 167 K/Kr/1956)

Berdasarkan pasal 303 HIR keterangan-keterangan saksi yang diberikan di sidang Pengadilan tanpa sumpah, dapat dipergunakan sebagai tambahan dari upaya pembuktian yang berhubungan; dalam perkara ini keterangan-keterangan dari penuntut kasasi sendiri. (Putusan MA tgl. 1-12-1956 No. 137 K/Kr/1956)

Seorang terdakwa dalam perkara lain, meskipun peristiwanya sama, dapat saja didengar sebagai saksi. (Putusan MA tgl. 25-10-1967 No. 60 K/Kr/1967)

Theori mengenai onsplitsbaar aveu hanya berlaku dalam perkara perdata dan tidak dalam perkara pidana. (Putusan MA tgl. 18-9-1957 No. 5 K/Kr/1957)

Karena terdakwa di sidang Pengadilan Negeri mengaku atas segala yang dituduhkan kepadanya, Hakim cukup mendengar seorang saksi saja.

(Putusan MA tgl. 9-11-1957 No. 81 K/Kr/1957)

Anda mungkin juga menyukai