Anda di halaman 1dari 16

BADAN LITBANG DIKLAT KUMDIL

MAHKAMAH AGUNG RI

MATERI 8
TUGAS JURUSITA DALAM KONSINYASI

PELATIHAN TENIS FUNGSIONAL JURUSITA/JURUSITA PENGGANTI


LINGKUNGAN PERADILAN UMUM SELURUH INDONESIA

PUSDIKLAT TEKNIS PERADILAN


2021

1
PENDAHULUAN
Tulisan ini akan menguraikan konsep konsinyasi dalam ketentuan Kitab
Undang-undang Hukum Perdata (BW), yang penerapannya dapat dilakukan dari dua
perspektif yaitu: dari perspektif konsinyasi yang dilakukan yang bersumber dari
perikatan dan konsinyasi sekaitan pengadaan tanah untuk pembangunan bagi
kepentingan umum.

Penerapan konsinyasi dari kedua perspektif tersebut yang lebih popular


adalah konsinyasi terkait pengadaan tanah untuk pembangunan bagi kepentingan
umum, sedangkan konsinyasi yang bersumber dari perikatan jarang terjadi, sehingga
jarang pula dilakukan pembahasan dan kurang menarik untuk dikaji dan dianalisis,
meskipun demikian dalam kajian ini akan dikaji dan diuraikan kedua bentuk penerapan
konsinyasi baik yang berasal dari perikatan maupun berdasarkan Pengadaan Tanah
untuk Kepentingan Pembangunan bagi Kepentingan Umum.

DASAR HUKUM KONSINYASI

Pengaturan konsinyasi secara umum diatur di dalam Kitab Undang-


Undang Hukum Perdata (BW) mulai dari Pasal 1404 sampai dengan Pasal 1424 Kitab
Undang-undang Hukum Perdata, sedangkan Konsinyasi untuk Pengadaan Tanah bagi
Pembangunan untuk Kepentingan Umum pengaturannya berdasarkan ketentuan
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2012 sebagaimana telah diubah,
ditambah dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja pada
Bab VIII Pasal 122 sampai dengan Pasal 147, Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun
2021 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk
Kepentingan Umum serta Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 3
Tahun 2016 Tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan dan Penitipan Ganti Kerugian ke
Pengadilan Negeri dalam Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan
Umum.
PENGERTIAN KONSINYASI

2
Konsinyasi berasal dari Bahasa Belanda, yaitu dari kata CONSIGNATIE
yang berarti “ Penitipan uang atau barang pada pengadilan guna pembayaran utang “.
Istilah erat kaitannya dengan konsinyasi adalah aanbod Van Gereede Betaling yang
berarti “ penawaran pembayaran hutang apabila kreditur menolak untuk menerima
pembayaran, debitur dapat melakukan suatu penawaran untuk menyerahkan uang atau
barang tersebut kepada pengadilan sebagai titipan. Penawaran yang demikian diikuti
dengan menitipkan uang atau barang tersebut, oleh undang-undang dari sisi debitur
disamakan dengan pembayaran.

Konsep konsinyasi dalam KUHPerdata diatur pada Pasal 1404 KUH


Perdata yang berbunyi “ … jika si berpiutang menolak pembayaran, maka si berutang
dapat melakukan penawaran pembayaran tunai apa yang diutangnya, dan jika si
berpiutang menolaknya, maka ia menitipkan uang atau barangnya kepada pengadilan.
Penawaran yang demikian, diikuti dengan penitipan, membebaskan si berhutang dan
berlaku baginya sebagai pembayaran, asalkan penawaran itu telah dilakukan dengan
cara menurut undang-undang, sedangkan apa yang dititipkan itu tetap atas tanggungan
si berpiutang…”

Mencermati rumusan Pasal 1404 KUH Perdata tersebut undang-undang in


casu Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata) memberi alternatif bagi si
berutang atau debitur melunasi hutang yang lahir dari perikatan dengan jalan
penawaran pembayaran tunai yang diikuti dengan penitipan uang atau barang di
Pengadilan negeri. Dengan tindakan penawaran pembayaran tunai yang diikuti
penitipan uang, debitur telah dibebaskan dari pembayaran dengan ini mengakibatkan
hapusnya perjanjian sebagaimana ketentuan Pasal 1381 KUHPerdata yang
menentukan bahwa salah satu cara menghapuskan perjanjian ialah dengan tindakan
penawaran pembayaran tunai yang diikuti dengan konsinyasi.

Penawaran pembayaran tunai yang diikuti dengan penitipan hanya


mungkin dilakukan dalam perjanjian yang berbentuk pembayaran sejumlah uang atau
perjanjian menyerahkan sesuatu benda bergerak, dengan demikian dalam perjanjian
yang obyek prestasinya untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu maupun dalam
levering benda yang tidak bergerak tidak mungkin konsinyasi dapat dilakukan.

3
Dalam praktik juga sering terjadi terkait eksekusi untuk membayar
sejumlah uang oleh pihak termohon eksekusi telah bersedia untuk melaksanakan
putusan secara sukarela untuk membayar jumlah uang berdasarkan putusan, akan
tetapi pihak pemohon eksekusi menolak untuk menerima uang tersebut, maka dapat
dilakukan konsinyasi, hal tersebut dapat dilakukan karena konsinyasi hanya dapat
dilakukan berdasarkan perikatan, sebagaimana diketahui bahwa sumber perikatan,
meliputi: Perikatan yang lahir karena Undang-undang dan Perikatan yang lahir karena
perbuatan orang atau manusia dan yang terkait pelaksanaan eksekusi yang oleh pihak
Termohon Eksekusi bersedia melaksanakan isi putusan untuk membayar sejumlah
uang tersebut dapat dikualifikasi sebagai lahir diperikatan dalam hal ini perikatan yang
lahir karena undang-undang, dengan demikian memenuhi kriteria untuk dilakukan
dikonsinyasi.

WAKTU DILAKUKAN KONSINYASI

Dalam suatu perikatan atau perjanjian tidak jarang debitur sudah bersedia
untuk melakukan pembayaran atau menyerahkan barang bergerak, akan tetapi pihak
kreditur tidak bersedia menerima pembayaran atau penyerahan barang bergerak,
kondisi yang demikian akan menyulitkan debitur, oleh karena itu debitur dapat
mengajukan aanbod van geredee betaling, yaitu penawaran kesiapan debitur untuk
menbayar, jika penawaran tersebut kreditur belum juga bersedia menerima, maka uang
pembayaran atau barang tersebut dilakukan konsinyasi.

Jika mengacu pada ketentuan Pasal 1404 Kitab Undang-undang Hukum


Perdata dapat disimpulkan bahwa konsinyasi yang bersumber dari perikatan hanya
dapat dilakukan jika terlebih dahulu telah dilakukan penawaran oleh pihak debitur dan
penawaran tersebut oleh pihak kreditur ditolak atau tidak diterima, dengan demikian
waktu untuk melakukan konsinyasi adalah setelah adanya penolakan dari pihak kreditur.

MEKANISME ATAU PROSEDUR KONSINYASI

Sebagaimana disebutkan di atas bahwa tahapan untuk melakukan


konsinyasi pertama harus dilakukan penawaran kepada kreditur dan jika kreditur
menolak atau tidak bersedia menerima pembayaran barulah konsinyasi dapat

4
dilakukan, dengan menjadi urgen untuk terlebih dahulu menguraikan syarat agar
penawaran pembayaran itu sah, sebelum menjelaskan mekanisme atau prosedur
konsinyasi.

Supaya penawaran pembayaran itu sah, maka perlu dipenuhi syarat-


syarat sebagai berikut:

1. Penawaran pembayaran harus langsung kepada kreditur atau kuasanya;


2. Penawaran harus dilakukan oleh debitur yang berwenang membayar;
3. Penawaran meliputi semua uang pokok, bunga, biaya dan biaya yang telah
ditetapkan;
4. Waktu yang telah ditetapkan telah tiba;
5. syarat dengan mana hutang dibuat telah terpenuhi.
6. Penawaran pembayaran dilakukan di tempat yang telah ditetapkan atau ditempat
yang telah disetujui.
7. Penawaran pembayaran dilakukan oleh notaries atau jurusita disertai oleh dua
orang saksi.

Apabila kreditur menolak penawaran pembayaran, maka debitur


melakukan konsinyasi, agar konsinyasi itu dianggap sah, maka debitur meminta kepada
Hakim atau Pengadilan supaya konsinyasi dinyatakan berharga (van waarde
verklaring). Dengan demikian, hakim yang akan menentukan apakah penawaran dan
penitipan itu berharga atau tidak dengan suatu penetapan.

Pernyataan berharga atas penawaran dan penitipan tidak selamanya


melalui penetapan hakim. Dalam hal-hal tertentu penawaran dan konsinyasi dengan
sendirinya dianggap berharga tanpa penetapan dari hakim, yaitu jika telah dipenuhi
syarat-syarat sebagaimana ketentuan Pasal 1404 KUHPerdata, yang menyatakan
bahwa pemberian kuasa dari hakim tidak diharuskan dan dianggap sudah cukup
memadai dalam hal, sebagai berikut:

a. Apabila konsinyasi didahului pemberitahuan yang disampaikan secara resmi oleh


jurusita kepada hakim;

5
b. apabila debitur membebaskan diri dari benda yang ditawarkan dengan jalan
menyerahkan benda yang disimpan dalam kas konsinyasi atas kas penyimpanan
di Kepaniteraan Pengadilan Negeri;
c. Jika terhadap penawaran dan konsinyasi dibuatkan Berita Acara Proses verbalnya
baik oleh notaries maupun jurusita yang dihadiri oleh dua orang saksi;
d. Dalam Berita Acara konsinyasi terdapat pernyataan untuk menegur kreditur
mengambil benda yang dititipkan pada Kepaniteraan, jika kreditur tidak muncul
menerima pembayaran/penyerahan benda.

Pada keempat kejadian di atas, penawaran dan konsinyasi sudah cukup


berharga tanpa pernyataan berharga dari hakim. Dengan demikian pada kejadian-
kejadian seperti itu pembayaran sudah dianggap berharga dan debitur telah bebas dari
pemenuhan perjanjian.

Untuk sahnya suatu konsinyasi, maka harus dilakukan sesuai dengan


mekanisme atau cara-cara sebagai berikut:

a. Pihak yang berutang mengajukan permohonan tentang penawaran pembayaran


dan penitipan ke pengadilan negeri yang meliputi tempat dimana persetujuan
pembayaran harus dilakukan (debitur sebagai pemohon dan kreditur sebagai
termohon);
b. Dalam hal tidak ada persetujuan tempat dimana persetujuan pembayaran harus
dilakukan, maka permohonan diajukan ke pengadilan negeri dimana termohon (si
berpiutang pribadi) bertempat tinggal atau tempat tinggal yang telah dipilihnya;
c. Permohonan konsinyasi didaftarkan dalam register permohonan;
d. Ketua Pengadilan Negeri memerintahkan jurusita pengadilan negeri dengan
disertai 2 (dua) orang saksi, dituangkan dalam surat penetapan untuk melakukan
penawaranpembayaran kepada si berpiutang pribadi di tempat tinggal atau tempat
tinggal pilihannya;
e. Jurusita dengan disertai 2 (dua) orang saksi menjalankan perintah Ketua
Pengadilan Negeri tersebut dan dituangkan dalam Berita Acara tentang pernyataan
kesediaan untuk membayar (aanbod van gereede betaling);
f. Kepada pihak berpiutang diberikan salinan dari berita acara tersebut;

6
g. Jurusita membuat berita acara pemberitahuan bahwa karena pihak berpiutang
menolak pembayaran, uang tersebut akan dilakukan penyimpanan (konsinyasi) di
kas kepaniteraan pengadilan negeri yang akan dilakukan pada hari, tanggal dan
jam yang ditentukan dalam berita acara tersebut;
h. Pada waktu yang telah ditentukan jurusita dengan disertai 2 (dua) orang saksi
menyerahkan uang tersebut kepada panitera pengadilan negeri dengan
menyebutkan jumlah dan rincian uangnya untuk disimpan dalam kas kepaniteraan
pengadilan negeri sebagai uang konsinyasi.
i. Agar supaya pernyataan kesediaan untuk membayar yang diikuti dengan
penyimpanan tersebut sah dan berharga harus diikuti dengan pengajuan
permohonan oleh si berhutang terhadap berpiutang sebagai termohon kepada
Pengadilan Negeri dengan petitum:
- Menyatakan sah dan berharga penawaran pembayaran dan penitipan sebagai
konsinyasi.
- Menghukum Pemohon membayar biaya perkara.

Terhadap penawaran dan penitipan sebagaimana diuraikankan di atas harus disahkan


dengan penetapan hakim, kecuali yang secara limitatif dikecualikan untuk pengesahan
hakim.

AKIBAT HUKUM SUATU KONSINYASI

Dalam hal konsinyasi telah dinyatakan sah dan berharga, maka akibat
hukum yang paling utama adalah debitur bebas atau terlepas dari pelaksanaan
pembayaran dan pembebasan tersebut mengakibatkan:

1. Debitur dapat menolak pemenuhan prestasi, ganti rugi atau pembatalan perjanjian
timbal balik dari kreditur dengan mengemukakan adanya konsinyasi.
2. Debitur tidak lagi berutang bunga sejak hari penitipan;
3. sejak penitipan kreditur menanggung risiko atas barangnya;
4. Pada persetujuan timbale balik, debitur dapat menuntut prestasi kreditur.

Sebangaimana diuraikan di atas bahwa dengan telah dilakukannya


konsinyasi menimbulkan akibat hukum debitur bebas atau lepas dari pelaksanaan

7
pembayaran karena perikatan telah hapus, akan tetapi berdasarkan keptentuan Pasal
1408 KUHPerdata menentukan “….selama kreditur tidak menerimanya, demitur dapat
mengambilnya kembali…” berdasarkan ketentuan tersebut, maka pembebasan atau
pelepasan debutur tidak bersifat tetap karena sebelum kreditur menerima apa yang
ditawarkan dan dititipkan debitur dapat mengambil kembali dan akan menjadi tetap jika
kreditur mau dan telah menerimanya.

I. KONSINYASI PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM


Setelah berlakunya Undang-undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 Tentang
Undang-undang Pokok Agraria dan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang
Pengaadaaan Bagi Pembangunan untuk kepentingan Umum telah mengamanahkan
bahwa pengadaan tanah untuk kepentingan umum dilaksanakan dengan pemberian
ganti kerugian yang layak dan adil.

Konflik sengketa tanah antara pemerintah dan masyarakat yang timbul karena
pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentinagn umum sering berujung ke
pengadilan dan dalam banyak kasus harga ganti rugi yang diterima pemilik tanah jauh
lebih murah atau tidak lebih dari sepertiga dari harga pasar.

Pengaturan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum sebelum


berlakuknya Undang-undang Nomor 2 Tahun 2012, telah diatur dalam berbagai
peraturan, antara lain Kepres Nomor 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah bagi
Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum, Kepres 65 Tentang Perubahan
atas Perpres Nomor 36 Tahun 2005 Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan
Pembangunan untuk Kepentingan Umum.

Pengadaan tanah adalah kegiatan menyediakan tanah dengan tanah dengan memberi
ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak.Pengadaan tanah untuk
kepentinagn umum bertujuan menyediakan tanah bagi pelaksanaan pembanguna guna
meningkatkan kesejahteran dan kemakmuran bangsa, Negara dan masyarakat dengan
tetap menjamin kepentingan hukum pihak yang berhak.

RUANG LINGKUP DAN ASAS-ASAS PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN


UNTUK KEPENTINGAN UMUM

8
Pengadaan tanah untuk kepentingan umum dilaksanakan berdasarkan asas
kemanusian, keadilan, kemanfaatan, kepastian, keterbukaan, kesepakatan, keiikut
sertaan, kesejahteraan, keberlanjutan dan keselarasan.

Tanah untuk kepentingan untuk pembangunan meliputi: pertahanan dan keamanan


nasional, jalan umum, jalan tol, terowongan, jalur kereta api, stasion kereta api, waduk,
bendungan, pelabuhan, bandara udara, jaringan komunikasi, pembangkita tenaga listrik,
fasilitas keselamatan umum, fasilitas ruang terbuak hijau publik, cagar alam dan cagar
budaya…(selengkapnya lihat Pasal 10 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2012).

Dalam pelaksanaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum sering menimbulkan


konflik antara instansi yang membutuhkan tanah dengan pihak yang berhak. Untuk
mengatasi konflik yang timbul akibat pengadaan tanah untuk kepentingan umum
tersebut, maka pemerintah membuat Undang-undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang
Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, yang
pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan Perpres, anatara lain: Perpres Nomor 71
Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan
Umum dan Perpres Nomor 148 Tahun 2015 Tentang Perubahan Keempat Atas
Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentangPenyelenggaraan Tanah Bagi
Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Khusus untuk penyelesaian keberatan dan
penitipan ganti rugi tanah untuk kepentingan umum di atur dengan Peraturan
Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2016 Tentang Tata Cara
Pengajuan Keberatan dan Penitipan Ganti Kerugian Ke pengadilan Negeri dalam
Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentinagan Umum.

Dalam Pengadaan tanah bagi Pembangunan untuk kepentingan umum, instansi yang
memerlukan tanah adalah lembaga Negara, kementerian, lembaga pemerintah non
kementerian, pemerintah propinsi, pemerintah kabupaten/kota, dan badan hukum milik
Negara/badan usaha milik Negara yang mendapat penugasan khusus pemerintah atau
badan usaha yang mendapat kuasa berdasarkan perjanjkian dari lembaga Negara,
kementerian, lembaga pemerintah non kementerian, pemerintah propinsi, pemerintah
kabupaten/kota, dan badan hukum milik Negara/badan usaha milik Negara yang

9
mendapat mendapat penugasan khusus pemerintah dalam rangka penyediaan
infrastruktur untuk kepentingan umum.

Adapun pihak Pemohon Keberatan adalah pihak yang berhak mengajukan Keberatan
ke pengadilan negeri yang terdiri atasperseorangan, badan hukum, badan social, badan
keagamaan, atau instansi pemerintah yang menguasai atau yang memiliki obyek
pengadaan tanah sesuai dengan ketentuan peratuuran perundang-undangan, yang
meliputi :

a.pemegang hak atas tanah;

b.pemegang hak pengelolaan;

c. Nadzir untuk tanah wakaf;

d. Pemilik tanah bekas milik adat;

e. Masyarakat hukum adat;

f. Pihak yang menguasai tanah Negara dengan itikad baik;

g. pemegang dasar penguasaan atas tanah; dan/ atau

h. pemilik bangunan, tanaman, atau benda lain yang berkaitan dengan tanah.

sedangkan yang dimaksud puhak Termohon Keberatan adalah lembaga pertanahan


sebagai lembaga pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dibidang
pertanahan yang terdiri atas Kantor wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi atau
Kantor Pertanahan Kabupaten/kota sesuai dengan hierarkhinya yang secara nyata
menjadi ketua pelaksana pengadaan tanah dan instansi yang memerlukan tanah.

adapun yang dimaksud dengan penitipan ganti kerugian adalah penyimpanan ganti
kerugian berupa uang kepada pengadilan oleh instansi yang memerlukan tanah dalam
hal pihak yang berhak menolak besarnnya ganti kerugian berdasarkan hasil
musyawarah penetapan ganti kerugian tetapi tidak mengajukan keberatan ke
penngadilan, menolak putusan pengandilan yang telah memperoleh kekuatan hukum

10
tetap, atau dalam keadaan tertentu yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-
undangan.

Apabila tidak tercapai kesepakatan dalam musyawarah pihak yang berhak atas tanah
obyek pengadaan dapat mengajukan keberatan ke pengadilan negeri yang meliputi
wilayah hukum obyek tersebut dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari setelah
hasil Musyawarah Penetapan Ganti Kerugian. Bagi pihak yang keberatan atas putusan
Pengadilan Negeri maka dapat mengajukan upaya hukum kasasi ke mahkamah Agung
dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari sejak putusan diucapkan atau
diberitahukan apabila ada pihak yang tidak hadir.

Penitipan Ganti Kerugian

Instansi yang membutuhkan tanah bagi pembangunan tanah untuk kepentingan umum
dapat mengajukan permohonan penitipan uang ganti kerugian dengan alasaan ( hal hal
atau keadaan ) sebagai berikut :

a. pihak yang berhak menolak bentuk dan/atau besarnya Ganti Kerugian


berdasarkan hasil Musyawarah Penetapan Ganti Kerugian tetapi tidak
mengajukan Keberatan ke Pengadilan;
b. pihak yang berhak menolak bentuk dan/atau besarnya Ganti Kerugian
berdasarkan putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
c. pihak yang berhak tidak diketahui keberadaannya;
d. objek pengadaan tanah yang akan diberikan Ganti Kerugian:
1) sedang menjadi objek perkara di pengadilan;
2) masih dipersengketakan kepemilikannya;
3) diletakkan sita oleh pejabat yang berwenang;
4) menjadi jaminan di bank.
Mekanisme Penitipan Ganti Rugi Kaitannya Tugas Jurusita

1. Permohonan Penitipan Ganti Kerugian diajukan secara tertulis oleh Pemohon atau
kuasanya dengan menyertakan dokumen pendukung;
2. Dalam hal berkas permohonan penitipan Ganti Kerugian dinilai lengkap, Panitera
memberikan Tanda Terima Berkas setelah Pemohon membayar panjar biaya melalui

11
bank.
3. Proses Penawaran Pembayaran dan Penetapan Pengesahan Uang Ganti Kerugian.
1) Panitera menyampaikan berkas permohonan yang sudah diregistrasi kepada
Ketua Pengadilan.
2) Ketua Pengadilan menerbitkan penetapan yang memerintahkan Juru Sita
Pengadilan dengan disertai oleh 2 (dua) orang saksi untuk melakukan
penawaran pembayaran kepada Termohon di tempat tinggal Termohon;
3) Juru Sita dengan disertai 2 (dua) orang saksi menjalankan perintah Ketua
Pengadilan tersebut dengan mendatangi Termohon di tempat tinggal
Termohon;
4) Juru Sita menyampaikan langsung kepada Termohon atau kuasanya
kehendak untuk menawarkan pembayaran uang sejumlah nilai Ganti
Kerugian yang diajukan Pemohon kepada Termohon berikut segala akibat
dari penolakan penawaran pembayaran tersebut;
5) Juru Sita membuat berita acara tentang pernyataan kesediaan untuk
menerima atau menolak uang Ganti Kerugian yang ditawarkan tersebut
dengan ditandatangani oleh Juru Sita, saksi-saksi dan Termohon;
6) Tidak ditandatanganinya berita acara tidak mempengaruhi keabsahan berita
acara;
7) Salinan berita acara disampaikan pula kepada Termohon;
8) Juru Sita melaporkan pelaksanaan penawaran pembayaran Ganti Kerugian
sebagaimana dimaksud kepada Ketua Pengadilan melalui Panitera dengan
melampirkan berita acara pernyataan kesediaan untuk menerima atau
menolak uang Ganti Kerugian;
Jika yang berhak atas tanah obyek pengadaan bersedia menerima uang ganti
kerugian yang ditawarkan jurusita maka Ketua Pengadilan Negeri menetapkan
dengan perintah agar Pemohon melakukan pembayaran atau penyerahan uang
ganti kerugian kepada yang berhak. Sedangkan apabila yang berhak atas obyek
pengadaan menolak penawaran uang ganti kerugian maka dilanjutkan dengan
proses penerbitan Penetapan dan Penyimpanan Uang Ganti Kerugian.
4.Penetapan dan Penyimpanan Uang Ganti Kerugian dan hubungannya dengan
tugas Jurusita
12
Dalam hal Termohon menolak untuk menerima uang sejumlah nilai Ganti Kerugian
yang ditawarkan untuk dibayar, Ketua Pengadilan menetapkan hari sidang untuk
memeriksa permohonan penitipan Ganti Kerugian dan memerintahkan Juru Sita
untuk memanggil Pemohon dan Termohon yang akan dilaksanakan pada hari,
tanggal dan jam dengan membuat berita acara tentang pemberitahuan akan
dilakukan penyimpanan terhadap uang Ganti Kerugian di kas Kepaniteraan
Pengadilan.
1. Ketua Pengadilan menerbitkan penetapan dengan amar:
a. mengabulkan permohonan Pemohon;
b. menyatakan sah dan menerima Penitipan Ganti Kerugian dengan
menyebutkan jumlah besaran ganti kerugian, data fisik dan data yuridis
bidang tanah dan/atau bangunan serta pihak yang berhak menerima;
c. memerintahkan panitera untuk melakukan penyimpanan uang Ganti Kerugian
dan memberitahukannya kepada Termohon;
d. membebankan biaya perkara kepada Pemohon.
2. Panitera membuat berita acara penyimpanan penitipan uang Ganti Kerugian
yang ditandatangani oleh Panitera, Pemohon dan 2 (dua) orang saksi dengan
menyebutkan jumlah dan rinciannya untuk disimpan dalam kas Kepaniteraan
Pengadilan sebagai uang penitipan Ganti Kerugian dan salinan berita acara
disampaikan pula kepada Pemohon dan Termohon.
3. Ketidakhadiran Termohon dalam penyerahan uang Ganti Kerugian tidak
menghalangi dilakukannya penyimpanan uang Ganti Kerugian.
5. Pengambilan Uang Penitipan Ganti Kerugian

Dalam hal pihak yang berhak menolak bentuk dan/atau besarnya Ganti Kerugian
berdasarkan Musyawarah Penetapan Ganti Kerugian tetapi tidak mengajukan
keberatan ke pengadilan negeri atau menolak Ganti Kerugian berdasarkan putusan
Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, Ganti Kerugian dapat
diambil di kepaniteraan Pengadilan dalam waktu yang dikehendaki oleh pihak yang
berhak disertai dengan surat pengantar dari Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah.
Dalam hal pihak yang berhak menerima Ganti Kerugian tidak diketahui
keberadaannya, Pelaksana Pengadaan Tanah menyampaikan pemberitahuan

13
mengenai ketidak beradaaan pihak yang berhak secara tertulis kepada camat dan
lurah/kepala desa atau nama lainnya. Dalam hal pihak yang berhak telah diketahui
keberadaannya, pihak yang berhak mengajukan permohonan kepada Pengadilan
untuk mengambil Ganti Kerugian disertai dengan surat pengantar dari Ketua
Pelaksana Pengadaan Tanah.
Dalam hal objek pengadaan tanah sedang menjadi objek perkara di pengadilan atau
masih dipersengketakan, Ganti Kerugian diambil oleh pihak yang berhak di
kepaniteraan Pengadilan setelah terdapat putusan pengadilan yang telah
berkekuatan hukum tetap atau akta perdamaian, disertai dengan surat pengantar dari
Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah.
Dalam hal objek pengadaan tanah diletakkan sita oleh pejabat yang berwenang,
Ganti Kerugian diambil oleh pihak yang berhak di kepaniteraan Pengadilan setelah
adanya putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap atau sita telah
diangkat, disertai dengan surat pengantar dari Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah.
Dalam hal objek pengadaan tanah menjadi jaminan di bank, Ganti Kerugian dapat
diambil di kepaniteraan Pengadilan setelah adanya persetujuan dari pihak bank,
disertai dengan surat pengantar dari Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah.
Dalam setiap pengambilan Ganti Kerugian ke kepaniteraan Pengadilan, panitera
membuat berita acara pengambilan uang penitipan ganti kerugian yang
ditandatangani oleh pihak yang berhak dan 2 (dua) orang saksi. (2) Apabila Tim
Pelaksana Pengadaan Tanah telah berakhir masa tugasnya, maka surat pengantar
diterbitkan oleh Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi/Kepala
Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat.

Pengosongan Obyek Tanah Konsinyasi

Dalam hal uang ganti rugi sudah dititipkan di pengadilan negeri dan pihak yang
berhak masih menguasai obyek pengadaan tanah, instansi yang memerlukan tanah
mengajukan permohonan pengosongan tanah tersebut kepada Pengadilan Negeri di
wilayah lokasi pengadaan tanah. ( Pasal 98 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun
2021) Sedangkan prosedur pengosongannya mengikuti tata cara eksekusi
sebagaimana Hukum Acara yang berlaku.
14
Sumber referensi :

1. HIR/Rbg;
2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum;
3. Undang Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja;
4. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan
Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum
5. Peraturan Mahkamah Agung R.I. Nomor 3 Tahun 2016 tentang Tata Cara
Pengajuan Keberatan Dan Penitipan Ganti Kerugian Ke Pengadilan Negeri
Dalam Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum;
6. Prof. Dr. R. Supomo, SH, Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri, Pradya
Paramita, Jakarta, 1984.
7. Prof. Dr. Sudikno Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, SH, Hukum Acara Perdata
Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1985.
8. Yahya Harahap, Hukuma acara Perdata tentang Gugatan, persidangan,
penyitaan,pembuktian, dan pputusan pengadilan, Sinar Grafika, Jakarta, 2005;
9. Sri Wardah, SH, SU dan Bambang Sutiyoso, SH,M.Hum, Hukum Acara Perdata
dan Perkembangannya di Indonesia, Gama Media, Yogyakarta, 2007;
10. https://tirto.id/pn-wates-sebut-ada-222-perkara-konsinyasi-lahan-bandara-kulon-
progo-cA9K
11. Achmad Ichsan, S.H., Hukum Perdata I B, PT. Pembimbing Masa-Djakarta. 1967.
12. M. Yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian, Alumni Bandung. 1996.
13. Setiawan, R, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Penerbit Bina Cipta. Bandung.
1987.
14. Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, PT. Intermasa Jakarta. 1984.
-----------, Hukum Perjanjian Cetakan IV, Penerbit PT. Intermasa, Jakarta. 1980;

15. Subekti, R dan Tjitrosudibio, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Penerbit PT.
Pradnya Paramita, Jakarta 1989.
15
16. Mahkamah Agung RI, Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi
Pengadilan dalam Empat Lingkungan Peradilan Buku II, 2007.

16

Anda mungkin juga menyukai