Anda di halaman 1dari 6

RESUME TINDAK PIDANA KORUPSI DAN

KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI

A. TINDAK PIDANA KORUPSI MATERIIL

1. Latar Belakang dan Sejarah Tindak Pidana Korupsi

a. Latar Belakang

Sejarah pemberantasan korupsi yang cukup panjang di Indonesia menunjukkan

bahwa pemberantasan tindak pidana korupsi memang membutuhkan penanganan yang

ekstra keras dan membutuhkan kemauan politik yang sangat besar dan serius dari

pemerintah yang berkuasa. Politik pemberantasan korupsi itu sendiri tercermin dari

peraturan perundang-undangan yang dilahirkan pada periode pemerintahan tertentu.

Keberadaan undang-undang pemberantasan korupsi hanyalah satu dari sekian

banyak upaya memberantas korupsi dengan sungguhsungguh. Korupsi adalah suatu

kejahatan luar biasa (extra ordinary crime), secara umum memiliki ciri-ciri sebagai

berikut, yaitu :

1) berpotensi dilakukan oleh siapa saja,

2) korbannya bisa siapa saja karena tidak memilih target atau korban (random

target atau random victim),

3) kerugiannya besar dan meluas (snowball effect atau dominoeffect), dan

4) terorganisasi atau oleh organisasi.

b. Sejarah

Soedarso menyatakan bahwa kultur korupsi di Indonesia sudah dimulai sejak

zaman Multatuli, yaitu pada saat penyalahgunaan jabatan masih marak terjadi. Saat

menjadi ambtenaar dan kontrolir, Multatuli melaporkan banyak kejahatan-kejahatan

yang dilakukan oleh Bupati Lebak dan Wedana Parangkujang (Banten Selatan) kepada

atasannya dan meminta supaya ter-hadap mereka ini dilakukan pengusutan. Menurut
1
Multatuli, Bupati tersebut telah menggunakan kekuasaannya melebihi apa yang

diperbolehkan oleh peraturan, dengan tujuan untuk memperkayadirinya sendiri.

Kejahatan yang timbul adalah suatu bentuk onderdanigheid, yaitu sikap tunduk dari

penduduk yang semasa itu sedang dilingkupi penindasan dan sikap semena-mena oleh

penjajah maupun penguasa setempat.

2. Tindak Pidana Korupsi dalam Peraturan Perundang-undangan di Indonesia

a. Delik Korupsi dalam KUHP

b. Peraturan Pemberantasan Korupsi Penguasa Perang Pusat (Pepperpu) No. Prt/

Peperpu/013/1950

c. UU No.24 (PRP) Tahun 1960 tentang Tindak Pidana Korupsi

d. UU No.3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan tindak Pidana Korupsi

e. TAP MPR No. XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas

Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme

f. UU No.28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara negara yang Bersih dan Bebas

Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme

g. UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

h. UU No.20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No.31 Tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

i. UU No.30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

j. UU No.7 Tahun 2006 tentang Pengesahan United Nation Convention Against

Corruption (UNCAC) 2003

k. UU No. 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi

l. PP No. 71 Tahun 2000 tentang Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan

dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

m. Inpres No. 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi


2
3. Subjek Hukum Tindak Pidana Korupsi

a. Manusia (Natuurlijk Persoon)

Manusia sebagai subjek hukum memiliki arti bahwa manusia memiliki hak dan

kewajiban baik yang sudah ada sejak lahir hingga mati ataupun yang timbul sewaktu-

waktu ketika manusia melakukan tindakan hukum tertentu

b. Badan Hukum/Korporasi (Rechtspersoon)

Badan hukum adalah organisasi atau kelompok manusia yang mempunyai tujuan

tertentu yang dapat menyandang hak dan kewajiban. Negara dan perseroan terbatas

misalnya, adalah organisasi atau kelompok manusia yang merupakan badan hukum

c. Manusia dan Korporasi Sebagai Subjek Tindak Pidana Korupsi

Menilik pada sejarahnya, suatu tindak pidana biasanya hanya dapat dilakukan oleh

subjek hukum manusia saja. Fenomena ini selaras dengan ketentuan yang termuat

dalam KUHP bahwa hanya manusia saja (yang tercermin dalam kata-kata “barang

siapa”) yang dapat dijatuhi pidana, baik dalam bentuk penjara, kurungan,maupun

denda atau jenis-jenis pidana lainnya. Namun seiring dengan perkembangan zaman,

ternyata mulai didapati pula tindak pidanayang dilakukan oleh korporasi sebagai

badan hukum.

d. Kriteria Tindak Pidana Korupsi oleh Korporasi

Pasal 20 ayat (2) UU No. 31 Tahun 1999 menyatakan bahwa “Tindak pidana korupsi

dilakukan oleh korporasi apabila tindak pidana tersebut dilakukan oleh orang-orang

baik berdasarkan hubungan kerja maupun berdasarkan hubungan lain, bertindak

dalam lingkungan korporasi tersebut baik sendiri maupun bersama-sama.”

4. Delik Tindak Pidana Korupsi yang Berasal dari KUHP

Dalam perkembangannya tidak dapat dipungkiri bahwa terdapat banyak pasal dari UU

No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 yang secara mutlak diambil dari KUHP.
3
5. Delik-Delik Tindak Pidana Korupsi

Terdapat 13 pasal dalam UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 yang

mengatur mengenai tindak pidana korupsi, yang mana dapat dikerucutkan menjadi 7

macam perbuatan utama, yaitu :

a. Merugikan keuangan negara.

b. Suap.

c. Penggelapan dalam jabatan.

d. Paksaan mengeluarkan uang (pemerasan).

e. Perbuatan curang.

f. Benturan kepentingan dalam pengadaan (penipuan oleh pemborong).

g. Gratifikasi.

6. Delik Lain yang Berkaitan dengan Tindak Pidana Korupsi

Selain delik korupsi utama yang diatur dalam Pasal 2 sampai dengan Pasal 15, undang-

undang juga mengatur tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi

sebagaimanadiatur dalam Bab III Undang-undang Nomor 31 tahun 1999.

7. Sifat Melawan Hukum dalam Tindak Pidana Korupsi

Pada dasarnya KPK menganut bahwa sifat melawan hukum dalam tindak pidana

korupsi ada dua, materiil dan formil. Tidak bisa hanya salah satu saja misalnya sifat

melawan hukum secara materiil yang sekedar melanggar norma-normadalam

masyarakat. Perlu ditegaskan juga aturan hukum formil yang dilanggar, sehingga ala-

san yuridis untuk memidanakan seseorang menjadi kuat dan tidak sewenang-wenang.

4
B. TINDAK PIDANA KORUPSI FORMIL

1. Sistem Peradilan Pidana dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi

Istilah Sistem Peradilan Pidana, atau Criminal Justice Sistem pertama kali digagas oleh

Frank Remington pada tahun 1958 sebagai suatu “rekayasa” administrasi peradilan

dengan menggunakan pendekatan sistem.

2. Proses Penuntutan dalam Tindak Pidana Korupsi

a. Kewenangan Kejaksaan dalam Peradilan Tindak Pidana Korupsi

b. Kewenangan KPK dalam Peradilan Tindak Pidana Korupsi

c. Pelaksanaan Penuntutan Perkara Tindak Pidana Korupsi

3. Perlindungan Saksi Pelapor dalam Sistem Peradilan Pidana Tindak Pidana

Korupsi

Dalam rangka menumbuhkan partisipasi masyarakat dalam mengungkap suatu tindak pidana,

maka diperlukan suatu mekanisme yang mampu membuat suasana aman dan kondusif bagi para

pelapor yang hendak menyampaikan suatu fakta. Untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan

sebuah perlindungan hukum dan keamanan kepada setiap orang yang mengetahui atau

menemukan suatu hal yang dapat membantu mengungkap tindak pidana yang telah terjadi agar

melaporkannya kepada penegak hukum.

C. KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI

1. Dasar dan Tujuan Pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

Sebagai tindak lanjut atas TAP MPR tersebut, maka diterbitkanlah Undang-Undang No.

28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi,

Kolusi dan Nepotisme pada tanggal 19 Mei 1999. Selain itu, Undang-Undang No. 3

5
Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dinilai memiliki

kelemahan-kelemahan dan menghambat reformasi.

2. Ruang Lingkup Tugas dan Wewenang KPK

KPK adalah lembaga negara yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya

bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun. KPK memiliki

beberapa tugas dan wewenang yang diatur dalam Pasal 6-14 UU No. 30 Tahun 2002

tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

3. Susunan Organisasi KPK

Lebih lanjut, berdasarkan Pasal 21 UU No.30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberan-

tasan Tindak Pidana Korupsi, KPK terdiri atas Pimpinan KPK yang terdiri atas 5

anggota KPK, Tim Penasihat yang terdiri dari 4 anggota dan Pegawai KPK sebagai

pelaksana tugas.

4. Hambatan dan Tantangan bagi KPK dalam Pemberantasan Korupsi di Indonesia

Pemberantasan korupsi adalah upaya yang mengusik zona nyaman. Maka dari itu dalam

kurun waktu 15 tahun sejak KPK didirikan, sering kali upaya pemberantasan korupsi

oleh KPK menemui berbagai hambatan dan tantangan.

Berikut adalah beberapa hambatan dan tantangan pemberantasan korupsi oleh KPK.

a. Bidang dan Subbidang Organisasi KPK yang Diatur Rigid dalam UU KPK

b. Pergeseran Peran dan Fungsi Tim Penasihat KPK

c. Pertimbangan Khusus Terhadap Latar Belakang Pendidikan Calon Pimpinan KPK

d. Wacana Pembukaan Kantor KPK di Daerah

e. Minimnya Sumber Daya Manusia di KPK

Anda mungkin juga menyukai