Anda di halaman 1dari 23

LEGAL OPINION

(PENDAPAT HUKUM)

Pekanbaru, 18 Oktober 2019


Kepada Yth.
PT. Bank Lippo Tbk
di_
Tempat

Perihal : Legal Opinion

Dengan Hormat,
Dengan ini kami sampaikan pendapat hukum kami, Alfitra & Partners, kepada PT.
Bank Lippo Tbk yang merupakan sebuah Perseroan Terbatas yang mempunyai
lini usaha di bidang ekonomi dan perbankan. Pendapat hukum ini kami sampaikan
dengan tujuan akan dilakukannya upaya hukum terhadap pihak Manajemen PT.
Bank Lippo Tbk oleh BEJ, saran terhadap prinsip prinsip Good Corporate
Governance di Pasar Modal dalam kasus laporan keuangan PT. Bank Lippo Tbk,
dimana mengenai Prinsip Good Corporate Governance diatur dalam Peraturan
Bank Indonesia No. 8/14/PBI/2006 yaitu Transparancy (Transparansi),
Accountability (Akuntabilitas), Responsibility (Pertanggungjawaban), dan
Fairness (Kewajaran).

Pendapat hukum ini diberikan dalam kerangka hukum dan Peraturan Perundang-
Undangan yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pendapat yang
diungkapkan, terbatas pada pertanyaan yang timbul di bawah hukum negara dari
Klien dan hanya didasarkan pada hukum dan peraturan yang berlaku sebagaimana
tanggal yang tertera pada pendapat hukum ini. Pendapat ini didasarkan pada
penjelasan yang disampaikan oleh Klien, serta dilengkapi dengan bukti-bukti dan
dokumen-dokumen yang diterima dari Klien sampai dengan dikeluarkannya
pendapat hukum ini dengan asumsi bahwa dokumen-dokumen yang diperoleh
tersebut adalah benar sesuai dengan fakta hukumnya.

1
A. Fakta Hukum
1. Laporan keuangan Triwulan III tahun 2002 yang dikeluarkan tanggal 30
September 2002 oleh PT. Bank Lippo Tbk sebagi pelaksanaan kewajiban
PT Bank Lippo Tbk. atas ketentuan Bank Indonesia. Terdapat perbedaan
informasi atas Laporan Keuangan yang disampaikan ke public melalui
iklan di sebuah surat kabar nasional yaitu Surat Kabar Harian Investor
pada tanggal 28 November 2002 dengan Laporan Keuangan yang
disampaikan ke Bursa Efek Jakarta (BEJ) pada tanggal 27 Desember 2002.
2. Dalam laporan di surat kabar tersebut dimuat adanya pernyataan
manajemen PT. Bank Lippo Tbk bahwa Laporan Keuangan tersebut
disusun berdasarkan Laporan Keuangan Konsolidasi yang telah diaudit
oleh KAP Prasetio, Sarwoko, Sandjaja (penanggung jawab Drs. Ruchjat
Kosasih) dengan pendapat wajar tanpa pengecualian. Penyajian laporan
tersebut dibuat dalam bentuk komparasi per 30 September 2002 (audited)
dan per 30 september 2001 (unaudited). Dicantumkan:
- Nilai Agunan Yang Diambil Alih (“AYDA”) per 30 September 2002
sebesar Rp. 2,393 triliun,
- Total aktiva per 30 September 2002 sebesar Rp. 24,185 triliun,
- Laba tahun berjalan per 30 September 2002 sebesar Rp. 98,77 miliar,
dan
- Rasio Kewajiban Modal Minimum Yang Tersedia (CAR) sebesar
24,77%.
3. Pada Laporan Keuangan PT. Bank Lippo Tbk, tanggal yang sama yang
disampaikan ke Bursa Efek Jakarta (BEJ), ternyata disampaikan laporan
yang berbeda. Laporan itu mencantumkan Pernyataan manajemen PT.
Bank Lippo Tbk bahwa Laporan Keuangan yang disampaikan adalah
Laporan Keuangan “audited” yang tidak disertai dengan laporan auditor
independen yang berisi opini Akuntan Publik. Penyajian laporan juga
dilakukan dalam bentuk komparasi per 30 September 2002 (audited) dan
per 30 September 2001 (unaudited). Dicantumkan:

2
- Nilai Agunan Yang Diambil Alih Bersih (“AYDA”) per 30 September
2002 sebesar Rp. 1,42 triliun,
- total aktiva per 30 September 2002 sebesar Rp. 22,8 triliun,
- Rugi bersih per 30 September 2002 sebesar Rp. 1,273 triliun, dan
- Rasio Kecukupan Modal Minimum (CAR) sebesar 4,23%.
4. Pada tanggal yang sama ditemukan perbedaan. Perbedaan tersebut baik
dalam jumlah AYDA, total aktiva, CAR, bahkan kondisi untung rugi. Atas
hal tersebut.
5. Laporan Keuangan PT. Bank Lippo Tbk per 30 September 2002
disampaikan pada tanggal 6 Januari 2003 oleh Akuntan Publik KAP
Prasetio, Sarwoko & Sandjaja kepada manajemen PT. Bank Lippo. Dalam
laporan tersebut dikemukakan bahwa Laporan Auditor independen yang
berisi opini Akuntan Publik Drs. Ruchjat Kosasih dari KAP Prasetio,
Sarwoko & Sandjaja dengan pendapat wajar tanpa pengecualian. Laporan
Auditor Independen tersebut tertanggal 20 November 2002, kecuali untuk
catatan 40a tertanggal 22 November 2002 dan catatan 40c tertanggal 16
Desember 2002. Penyajian dalam bentuk komparasi per 30 September
2002, 31 Desember 2001 dan 31 Desember 2000, dengan laporan:
- Total aktiva per 30 September 2002 sebesar Rp. 22,8 triliun,
- Nilai Agunan Yang Diambil Alih Bersih (AYDA) per 30 September
2002 sebesar Rp. 1,42 triliun,
- Rugi bersih per 30 September 2002 sebesar Rp. 1,273 triliun
- Rasio Kecukupan Modal sebesar Rp. 4,23%.
6. Ada 3 buah laporan keuangan yang dinyatakan telah diaudit tetapi terdapat
perbedaan diantara ketiganya.
7. Hanya ada 1 laporan keuangan PT Bank Lippo Tbk. per 30 September
2002 yang diaudit dengan opini wajar tanpa pengecualian yang
disampaikan pada tanggal 6 Januari 2003 oleh Akuntan Publik KAP
Prasetio, Sarwoko & Sandjaja kepada manajemen PT. Bank Lippo.
Laporan tersebut berisi opini Akuntan Publik Drs. Ruchjat Kosasih dari
KAP Prasetio, Sarwoko & Sandjaja dengan pendapat wajar tanpa

3
pengecualian. Laporan Auditor Independen tersebut tertanggal 20
November 2002, kecuali untuk catatan 40a tertanggal 22 November 2002
dan catatan 40c tertanggal 16 Desember 2002. Penyajian dalam bentuk
komparasi per 30 September 2002, 31 Desember 2001 dan 31 Desember
2000
8. 2 laporan keuangan lainnya ternyata belum diaudit. Kedua laporan
keuangan ini disusun berdasarkan laporan Keuangan Konsolidasi yang
telah diaudit oleh KAP Prasetio, Sarwoko, & Sandjaya dengan pendapat
wajar tanpa pengecualian (untuk laporan yang diiklankan di surat kabar)
dan pernyataan dari Manajemen PT Bank Lippo Tbk bahwa laporan
keuangan yang disampaikan adalah laoran keuangan “audited” yang tidak
disertai dengan laporan Auditor Independen yang berisi opini Akuntan
Publik (untuk laporan yang disampaikan kepada BEJ)
9. Terdapat ketidakcocokan antara keterangan yang diberikan oleh pihak
manajemen PT Bank Lippo Tbk dengan pihak auditornya yang berarti
dalam hal PT Bank Lippo Tbk tidak cukup berhati-hati dalam menentukan
kebenaran material dari pernyataan atau keterangannya dalam laporan
keuangan per 30 September 2002 yang disampaikan ke publik tanggal 28
November 2002.

B. ISU HUKUM
Bahwa setelah melihat dan mempelajari fakta hukum diatas, maka isu hukum
yang dapat diambil adalah:
1. Dari ketiga laporan keuangan tersebut ternyata hanya ada satu laporan
keuangan PT Bank Lippo Tbk. per 30 September 2002 yang diaudit
dengan Opini Wajar Tanpa Pengecualian dari Akuntan Publik Drs.
Ruchjat Kosasih dari KAP Presetio, Sarwoko & Sandjaja, dengan laporan
auditor independen No. REC-0031/02 dengan tanggal ganda (dual dating)
tertanggal 20 November 2002 (kecuali untuk catatan 40a tertangal 22
November 2002 dan catatan 40c tertanggal 16 Desember 2002) yang
disampaikan kepada Manajemen PT Bank Lippo Tbk. pada tanggal 6

4
Januari 2003. Sedangkan, dua laporan keuangan lainnya ternyata belum
diaudit.

2. Kedua laporan keuangan yang belum diaudit tersebut ternyata ada


pernyataan dari pihak Manajemen PT Bank Lippo Tbk. bahwa laporan
keuangan tersebut disusun berdasarkan Laporan Keuangan Konsolidasi
yang telah diaudit oleh KAP Prasetio, Sarwoko & Sandjaja dengan
pendapat wajar tanpa pengecualian (untuk laporan keuangan PT Bank
Lippo Tbk. yang diiklankan di surat kabar) dan pernyataan dari
Manajemen PT Bank Lippo Tbk. bahwa laporan keuangan yang
disampaikan adalah laporan keuangan “audited” yang tidak disertai
dengan Laporan Auditor Independen yang berisi opini Akuntan Publik
(untuk Laporan Keuangan PT Bank Lippo Tbk. yang disampaikan kepada
BEJ).

3. Terkait ketidakcocokan antara keterangan yang diberikan oleh pihak


manajemen PT Bank Lippo Tbk dengan pihak auditornya dalam hal PT.
Bank Lippo Tbk tidak cukup berhati-hati dalam menentukan kebenaran
material dari pernyataan atau keterangannya dalam laporan keuangan per
30 September 2002 yang disampaikan ke publik tanggal 28 November
2002.

C. PERATURAN YANG MENGATUR


1. Peraturan No. IX.E.1 tentang Transaksi Afiliasi dan Benturan Kepentingan
Transaksi Tertentu, Keputusan Ketua Bapepam dan LK No. Kep-
412/BL/2009 tanggal 25 November 2009.
2. Undang-Undang No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal
3. Undang-Undang No. 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing

5
D. ANALISA HUKUM
1. Berdasarkan Pasal 86 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995
tentang Pasar Modal :
Emiten yang Pernyataan Pendaftarannya telah menjadi efektif atau
Perusahaan Publik wajib menyampaikan laporan secara berkala kepada
Bapepam dan mengumumkan laporan tersebut kepada masyarakat; dan
menyampaikan laporan kepada Bapepam dan mengumumkan kepada
masyarakat tentang peristiwa material yang dapat mempengaruhi harga
Efek selambat-lambatnya pada akhir hari kerja ke-2 (kedua) setelah
terjadinya peristiwa tersebut.

Berdasarkan ketentuan diatas, bahwa informasi berkala mengenai suatu


kegiatan keuangan sangat dibutuhkan untuk menjadi dasar dari
pengambilan keputusan investasi atau efek. Dengan demikian, baik emiten
atau perusahaan Publik seperti PT Bank Lippo Tbk wajib menyampaikan
laporan berkala untuk setiap akhir periode tertentu kepada Bapepam dan
laporan tersebut terbuka untuk umum.

2. Berdasarkan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 tentang


Penanaman Modal :
Setiap penanam modal berkewajiban :
a. Menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik ;
b. Melaksanakan tanggung jawab social perusahaan ;
c. Membuat laporan tentang kegiatan penanaman modal dan
menyampaikannya kepada Badan koordinasi Penanaman Modal ;
d. Menghormati tradisi budaya masyarakat sekitar lokasi kegiatan usaha
penanaman modal ; dan
e. Mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan

6
Sehubungan dengan ketentuan diatas, maka PT Bank Lippo Tbk selaku
badan usaha yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dalam pasal 5
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007, maka PT Bank Lippo Tbk
memiliki kewajiban yang diantaranya adalah dengan menerapkan suatu
prinsip tata kelola perusahaan yang baik dan membuat laporan tentang
kegiatan penanaman modal dan menyampaikannya kepada Badan
koordinasi Penanaman Modal. Prinsip tata kelola yang baik yang harus
dilaksanakan oleh PT Bank Lippo Tbk antara lain keterbukaan
(transparency), akuntabilitas (accountability), pertanggungjawaban
(responsibility), independensi (independency), dan kewajaran (fairness).

3. Selanjutnya dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/14/PBI/2012


tentang Transparasi dan Publikasi Laporan Bank Pasal 1 angka 12 :
Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan adalah laporan keuangan yang
disusun berdasarkan standar akuntansi keuangan dan dipublikasikan setiap
triwulan, sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia.
Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/14/PBI/2006 tentang
Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2016 tentang
Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum Pasal 1
angka 6 :
Good Corporate Governance adalah suatu tata kelola Bank yang
menerapkan prinsip-prinsip keterbukaan (transparency), akuntabilitas
(accountability), pertanggungjawaban (responsibility), independensi
(independency), dan kewajaran (fairness).

Selanjutnya dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/14/PBI/2006


tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2016
tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum pasal
9 angka 1 :

7
Dewan Komisaris wajib memastikan terselenggaranya pelaksanaan Good
Corporate Governance dalam setiap kegiatan usaha Bank pada seluruh
tingkatan atau jenjang organisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.

Selanjutnya, sebagaimana dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor


14/14/PBI/2012 tentang Transparasi dan Publikasi Laporan Bank Pasal 2 :
Dalam rangka transparansi kondisi keuangan, Bank wajib menyusun dan
menyajikan laporan keuangan, yang terdiri atas:
a. Laporan Tahunan;
b. Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan;
c. Laporan Keuangan Publikasi Bulanan;
d. Laporan Keuangan Konsolidasi; dan
e. Laporan Publikasi Lain

Selanjutnya dalam Pasal 7 ayat (1) :


(1) Bank wajib menyusun Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan dalam
mata uang rupiah, yang paling kurang mencakup:
a. Laporan keuangan, yang terdiri atas:
1) Laporan Posisi Keuangan (Neraca); dan
2) Laporan Laba Rugi Komprehensif;
b. komitmen dan kontinjensi;
c. transaksi spot dan transaksi derivatif;
d. jumlah dan kualitas aset produktif dan informasi lainnya, antara lain
untuk:
1) penyediaan dana kepada pihak terkait;
2) penyediaan dana kepada debitur Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah (UMKM);
3) kredit yang memerlukan perhatian khusus (antara lain kredit yang
direstrukturisasi dan kredit properti); dan
4) jumlah cadangan penyisihan kerugian;
e. rasio keuangan Bank, antara lain:

8
1. persentase pelanggaran dan pelampauan Batas Maksimum
Pemberian Kredit (BMPK); dan
2. rasio Posisi Devisa Neto (PDN).
f. perhitungan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM); dan
g. informasi mengenai komposisi pemegang saham dan susunan
pengurus.

Berdasarkan ketentuan diatas, PT Bank Lippo memiliki kewajiban


untuk menyampaikan dan mengumumkan laporan keuangan
sebagaimana susunan laporan diatas kepada Bank Indonesia, kepada
masyarakat serta mengumukan laporan Keuangan Publikasi
Triwulanan dalam surat kabar harian berbahasa Indonesia yang
mempunyai peredaran luas di tempat kedudukan kantor pusat Bank
atau di tempat kedudukan Kantor Cabang Bank Asing. Selanjutnya,
dalam pembuatan laporan keuangan PT Bank Lippo juga harus
menerapkan prinsip-prinsip Good Corporate Governance mengingat
risiko dan tantangan yang dihadapi Bank, baik dari intern dan ekstern
semakin banyak dan kompleks.

Bahwa dalam mengoptimalkan pelaksanaan Good Corporate


Governance PT Bank Lippo Tbk memerlukan adanya suatu Check
and Balance antara dewan komisaris dan Direksi terutama dalam
penyampaian laporan keuangan. Apabila dalam hal ini PT Bank
Lippo Tbk dipandang dalam sudut Good Corporate Governance
mengenai pencantuman kata “audit” di dalam laporan keuangan yang
sebenarnya belum diaudit, hal tersebut merupakan suatu kelalaian
yang dilakukan oleh PT Bank Lippo Tbk. Pengumuman laporan
keuangan merupakan pemenuhan terhadap prinsip Good Corporate
Governance, khususnya pada prinsip transparansi. Dari prinsip
transparansi tersebut dapat dilihat bahwa kewajiban untuk
menginformasikan laporan keuangan hendaknya dilakukan secara

9
tepat dan dilakukan secara profesional dengan cara menunjuk auditor
yang independent, qualified, dan competent. Perbuatan Manajemen
PT Bank Lippo Tbk. yang telah lalai karena mencantumkan kata
“audited” di dalam laporan keuangan yang sebenarnya belum diaudit
merupakan sebuah bentuk ketidakhati-hatian yang merupakan
tanggung jawab dari Manajemen PT Bank Lippo Tbk.

4. Selanjutnya, berdasarkan Pasal 90 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995


tentang Pasar Modal :
Dalam kegiatan perdagangan Efek, setiap Pihak dilarang secara
langsung atau tidak langsung:
a. menipu atau mengelabui Pihak lain dengan menggunakan
sarana dan atau cara apa pun; 

b. turut serta menipu atau mengelabui Pihak lain; dan 

c. membuat pernyataan tidak benar mengenai fakta yang material
atau tidak mengungkapkan fakta yang material agar pernyataan
yang dibuat tidak menyesatkan mengenai keadaan yang terjadi
pada saat pernyataan dibuat dengan maksud untuk
menguntungkan atau menghindarkan kerugian untuk diri
sendiri atau Pihak lain atau dengan tujuan mempengaruhi Pihak
lain untuk membeli atau menjual Efek. 


5. Pasal 104 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal :


Setiap Pihak yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 90, Pasal 91, Pasal 92, Pasal 93, Pasal 95, Pasal 96, Pasal 97 ayat
(1), dan Pasal 98 diancam dengan pidana penjara paling lama 10
(sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima
belas miliar rupiah).
Sebagaimana ketentuan diatas, bahwa tindakan yang dilakukan oleh
pihak manajemen PT Bank Lippo Tbk yang dengan sengaja
mencantumkan kata “diaudit” dengan Opini Wajar Tanpa Pengecualian

10
pada iklan laporan keuangan per 30 September 2002 pada tanggal 28
November 2002, dan laporan keuangan yang tidak disertai dengan
laporan auditor independen dan telah terdapat penilaian kembali
terhadap Agunan Yang Diambil Alih (AYDA) dan Penyisihan
Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) pada laporan keuangan PT Bank
Lippo Tbk. per 30 September 2002 yang disampaikan ke BEJ pada
tanggal 27 Desember 2002. Bahwa atas tindakan tersebut, PT Bank
Lippo Tbk dapat merugikan Bapepam karena memanipulasi pasar,
sehingga PT Bank Lippo Tbk dapat dituntut dengan ketentuan yang
terdapat dalam Pasal 104 Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang
Pasar Modal yakni diancam dengan pidana penjara paling lama 10
(sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 15.000.000.000,- (lima
belas miliar rupiah).

Selanjutnya, sebagaimana dalam Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang


Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, bahwa badan usaha
atau usaha perseorangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 yang
tidak memenuhi kewajiban sebagaimana ditentukan dalam Pasal 15
dapat dikenakan sanksi adminstratif berupa :
a. Peringatan tertulis ;
b. Pembatasan kegiatan usaha ;
c. Pembekuan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal ;
atau
d. Pencabutan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal.

Selanjutnya, dengan mengacu kepada ketentuan Pasal 34 ayat (1) UU


Nomor 25 Tahun 2007 sanksi yang dapat diberikan oleh PT Bank
Lippo Tbk atas kelalaian yang telah dilakukan dengan mencantumkan
kata “audit” pada 2 (dua) laporan keuangan per tanggal 30 September
2002 yang diiklankan pada Surat Kabar harian Investor Indonesia
pada tanggal 28 November 2002 serta laporan keuangan per tanggal 30

11
September 2002 yang disampaikan ke BEJ pada tanggal 27 Desember
2002 adalah berupa sanksi administrative sebagaimana ketentuan
diatas.

6. Sehubungan dengan adanya 3 buah laporan keuangan PT Bank Lippo


Tbk. yang dinyatakan telah diaudit namun terdapat perbedaan diantara
ketiganya, dimana dalam 2 laporan keuangan lainnya yang ternyata belum
diaudit tersebut terdapat pernyataan dari pihak Manajemen PT Bank
Lippo Tbk. bahwa laporan keuangan tersebut disusun berdasarkan
Laporan Keuangan Konsolidasi yang telah diaudit oleh KAP Prasetio,
Sarwoko & Sandjaja dengan pendapat wajar tanpa pengecualian (untuk
laporan keuangan PT Bank Lippo Tbk. yang diiklankan di surat kabar)
dan pernyataan dari Manajemen PT Bank Lippo Tbk. bahwa laporan
keuangan yang disampaikan adalah laporan keuangan “audited” yang
tidak disertai dengan Laporan Auditor Independen yang berisi opini
Akuntan Publik (untuk Laporan Keuangan PT Bank Lippo Tbk. yang
disampaikan kepada BEJ), maka berdasarkan Penjelasan Umum Peraturan
Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006 tentang Pelaksanaan Good
Corporate Governance Bagi Bank Umum:

“Dalam rangka meningkatkan kinerja bank, melindungi kepentingan


stakeholders dan meningkatkan kepatuhan terhadap peraturan
perundangundangan serta nilai-nilai etika (code of conduct) yang
berlaku secara umum pada industri perbankan, bank wajib
melaksanakan kegiatan usahanya dengan berpedoman pada prinsip-
prinsip Good Corporate Governance.”
“Pelaksanaan Good Corporate Governance pada industri perbankan
harus senantiasa berlandaskan pada lima prinsip dasar. Pertama,
tranparansi (transparency), yaitu keterbukaan dalam mengemukakan
informasi yang material dan relevan serta keterbukaan dalam
melaksanakan proses pengambilan keputusan. Kedua, akuntabilitas

12
(accountability) yaitu kejelasan fungsi dan pelaksanaan
pertanggungjawaban organ bank sehingga pengelolaannya berjalan
secara efektif. Ketiga, pertanggungjawaban (responsibility) yaitu
kesesuaian pengelolaan bank dengan peraturan perundangundangan
yang berlaku dan prinsip-prinsip pengelolaan bank yang sehat.
Keempat, independensi (independency) yaitu pengelolaan bank secara
profesional tanpa pengaruh/tekanan dari pihak manapun. Kelima,
kewajaran (fairness) yaitu keadilan dan kesetaraan dalam memenuhi
hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam rangka
menerapkan kelima prinsip dasar tersebut di atas, bank wajib
berpedoman pada berbagai ketentuan dan persyaratan minimum serta
pedoman yang terkait dengan pelaksanaan good corporate
governance.”
Dari penjelasan yang dipaparkan diatas dapat diketahui bahwa pihak
Manajemen PT Bank Lippo Tbk. Telah melakukan kelalaian yaitu
berupa pencantuman kata “audited” di dalam laporan keuangan yang
sebenarnya belum diaudit. Pengumuman laporan keuangan merupakan
pemenuhan terhadap prinsip Good Corporate Governance khususnya
prinsip transparansi. Dari prinsip transparansi tersebut, dapat dilihat
bahwa kewajiban untuk menginformasikan laporan keuangan
hendaknya dilakukan secara tepat dan dilakukan secara profesional
dengan cara menunjuk auditor yang independent, qualified, dan
competent.

7. Kemudian, berdasarkan penjelasan Peraturan Bank Indonesia tersebut


apabila dilihat dari sudut pandang Good Corporate Governance ini juga
terjadi akibat lemahnya penerapan prinsip akuntabilitas di dalam PT Bank
Lippo Tbk., khusunya dalam hal pembuatan laporan keuangan. Asal
muasal terjadinya pelanggaran tersebut terjadi karena tidak adanya check
and balances yang baik antara direksi dan komisaris dengan manajemen

13
PT Bank Lippo Tbk. yang menyampaikan dua laporan keuangan yang
tidak diaudit. Sehingga, perlu dibentuk sebuah komite audit di bidang
laporan keuangan untuk memastikan bahwa laporan yang dibuat
manajemen telah memberikan gambaran yang sebenarnya tentang kondisi
keuangan, hasil usaha, rencana dan komitmen perusahaan jangka panjang.
Adapun ketentuan mengenai mekanisme check and balances telah
terdapat dalam Peraturan Bapepam-LK No. IX.E.1 tentang benturan
Kepentingan Transaksi Tertentu, Peraturan Bapepam LK No. IX.E.2
tentang Transaksi Material dan Perubahan Kegiatan usaha yang dilakukan
Perusahaan Terbuka, peraturan Bapepam-LK No.VIII.G.11 Tentang
Tanggug Jawab Direksi atas Laporan Keuangan.

8. Dalam hal memenuhi penilaian Pelaksanaan Good Corporate Governance


(Self Assesment) dari PT Bank Lippo Tbk., PT Bank Lippo Tbk. perlu
memperhatikan ketentuan Pasal 65 Peraturan Bank Indonesia Nomor
8/4/PBI/2006 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi
Bank Umum:

(1) Bank wajib melakukan penilaian (self assessment) atas pelaksanaan


Good Corporate Governance Bank yang mencakup hal-hal
sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (2) paling kurang 1 (satu)
kali dalam setahun.
(2) Hasil penilaian (self assessment) pelaksanaan Good Corporate
Governance sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari laporan pelaksanaan Good Corporate
Governance.

Dalam pelaksanaan self assesment, penilaian dilakukan terhadap faktor-


faktor minimal yang ditentukan oleh Bank Indonesia sebagai wujud nyata
atas pelaksanaan prinsip-prinsip Good Corporate Governance, yang terdiri

14
dari prinsip transparency, accountability, responsibility, independency
dan fairness.
Adapun faktor-faktor yang perlu dinilai oleh PT. Bank Lippo Tbk., ialah
sebagai berikut:
1. Pelaksanaan Tugas dan Tanggung Jawab Dewan Komisaris
Seluruh persyaratan tugas dan tanggung jawab harus memenuhi
ketentuan yang berlaku
2. Pelaksanaan Tugas dan Tanggung Jawab Direksi
Seluruh persyaratan tugas dan tanggung jawab harus memenuhi
ketentuan yang berlaku
3. Kelengkapan dan Pelaksanaan Tugas Komite
Kecukupan struktur, kualifikasi, kompetensi dan tanggung jawab
Komite harus sesuai dengan prinsip-prinsip Good Corporate
Governance
4. Penanganan Benturan Kepentingan
Bank Lippo Tbk., perlu memiliki kebijakan, sistem dan prosedur
penyelesaian benturan kepentingan yang memadai
5. Penerapan Fungsi Kepatuhan Bank
Bank Lippo Tbk. perlu memenuhi kriteria mengenai kepatuhan bank
terhadap ketentuan Bank Indonesia dan peraturan perundang-undangan
yang berlaku serta pemenuhan komitment dengan lembaga otoritas
yang berwenang
6. Penerapan Fungsi Audit Intern
Pelaksanaan fungsi audit intern Bank Lippo Tbk., perlu digerakkan
agar dapat berjalan secara efektid dan memenuhi pedoman intern serta
sesuai dengan standar minimum yang telah ditetapkan dalam SFAIB.
7. Penerapan Fungsi Audit Ekstern
Pelaksanaan audit oleh akuntan publik perlu berjalan dengan efektif
berdasarkan prinsip check and balances dan memenuhi persyaratan
dan ketentuan yang berlaku

15
8. Penerapan Manajemen Risiko Termasuk Sistem Pengendalian
Intern
Penerapan Manajemen Risiko dan Pengendalian intern harus efektif
dan diminimalisir kelemahan dalam penerapannya
9. Penyedia Dana Kepada Pihak Terkait (related party) dan
Penyediaan Dana Besar (Large Exposure)
Bank perlu memiliki kebijakan, sistem dan prosedur tertulis untuk
penyediaan dana besar yang tidak terdapat pelanggaran dan
pelampauan BMPK
10. Transparansi Kondisi Keuangan dan Non Keuangan Bank,
Laporan Pelaksanaan Good Corporate Governance dan Pelaporan
Internal
Bank perlu transparan dalam menyampaikan informasi keuangan dan
non keuangan kepada publik melalui media yang mudah diakses oleh
publik. Cakupan informasi keuangan dan non keuangan harus tersedia,
tepat waktu penyampaiannya, lengkap, akurat, baru, dan utuh
11. Rencana Strategis Bank
Rencana korporasi (corporate plan) dan rencana bisnis bank (business
plan) disusun secara realistis serta memperhatikan faktor eksternal
maupun internal yang disesuaikan dengan visi misi bank.

Setelah melakukan penilaian terhadap masing-masing faktor dan


perhitungan sesuai dengan bobot prosentasi dari masing-masing indikator
penilaian, maka PT Bank Lippo Tbk. dapat mendeterminasi nilai komposit
dan predikatnya.
9. Sehubungan dengan prinsip fairness sebagaimana yang terkandung dalam
Penjelasan Umum Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006
tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum,
maka perlu dibentuk suatu Komisaris Independen. Adapun Keberadaan
Komisaris Independen dimaksudkan untuk dapat mendorong terciptanya
iklim dan lingkungan kerja yang lebih obyektif dan menempatkan

16
kewajaran (fairness) dan kesetaraan diantara berbagai kepentingan
termasuk kepentingan pemegang saham minoritas dan stakeholder
lainnya.

Pasal 1 angka 4 Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006 tentang


Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum menyatakan
bahwa yang dimaksud dengan Komisaris Independen ialah:
“…anggota dewan Komisaris yang tidak memiliki hubungan keuangan,
kepengurusan, kepemilikan saham dan/atau hubungan keluarga dengan
anggota dewan Komisaris lainnya, Direksi dan/atau pemegang saham
pengendali atau hubungan lain yang dapat mempengaruhi kemampuannya
untuk bertindak independen.”

Sehubungan dengan hal tersebut, dan dalam rangka mendukung Good


Corporate Governance Bank Lippo Tbk., pemegang saham dalam RUPS
perlu menetapkan Komisaris Independen dengan jumlah dan persyaratan
sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang
berlaku guna menjalankan tugas pengawasan terhadap Bank dan kelompok
usaha Bank. Adapun tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris
berdasarkan Pasal 8 Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006
tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum
ialah sebagai berikut:

“Dewan Komisaris wajib melaksanakan tugas dan tanggung jawab secara


independen.”

Kemudian, dalam Pasal 9 Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006


tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum:

“Dewan Komisaris wajib memastikan terselenggaranya pelaksanaan


Good Corporate Governance dalam setiap kegiatan usaha Bank pada

17
seluruh tingkatan atau jenjang organisasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2.”

Dengan memperhatikan kedua pasal tersebut, maka dirasakan perlu untuk


membebani Dewan Komisaris dengan tugas dan tanggung jawab
sebagaimana telah diatur dalam Bab II Bagian Kedua Peraturan Bank
Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006 tentang Pelaksanaan Good Corporate
Governance Bagi Bank Umum:
1. Melakukan Pengawasan terhadap jalannya pengurusan Perseroan yang
dilakukan Direksi serta memberi nasehat kepada Direksi termasuk
mengenai rencana kerja, pengembangan Perseroan, pelaksanaan
ketentuan Anggaran Dasar dan Keputusan Rapat Umum Pemegang
Saham dan atau Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Melaksanakan tugas, wewenang dan tanggung jawab sesuai dengan
ketentuan dalam Anggaran Dasar Perseroan dan Keputusan Rapat
Umum Pemegang Saham dan atau Rapat Umum Pemegang Saham
Luar Biasa secara efektif dan efisien serta terpeliharanya efektivitas
komunikasi antara Dewan Komisaris dengan Direksi, Auditor
Eksternal dan otoritas Pengawas Bank atau Pasar Modal.
3. Menjaga kepentingan Perseroan dengan memperhatikan kepentingan
para Pemegang Saham dan bertanggung jawab kepada Rapat umum
Pemegang Saham.
4. Meneliti dan menelaah laporan tahunan yang disiapkan Direksi serta
menandatangani laporan tahunan tersebut.
5. Memberikan pendapat dan saran atas Rencana Kerja dan Anggaran
tahunan yang diusulkan Direksi dan mengesahkannya sesuai ketentuan
pada Anggaran Dasar Perseroan.
6. Memonitor perkembangan kegiatan Perseroan.

18
7. Memberikan pendapat dan saran kepada Rapat Umum Pemegang
Saham mengenai masalah yang dianggap penting bagi kepentingan
Perseroan.
8. Melaporkan dengan segera kepada Rapat Umum Pemegang Saham
apabila terjadi gejala menurunnya kinerja Perseroan. 9.
Memberitahukan kepada Bank Indonesia paling lambat 7 (tujuh) hari
kerja sejak ditemukannya (a) pelanggaran peraturan perundang-
undangan di bidang keuangan dan perbankan dan (b) keadaan atau
perkiraan keadaan yang dapat membahayakan kelangsungan usaha
bank.

Kemudian, dalam rangka mendukung efektivitas pelaksanaan tugas dan


tanggung jawabnya, maka sesuai dengan ketentuan pasal 12 Peraturan
Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006 tentang Pelaksanaan Good
Corporate Governance Bagi Bank Umum, Dewan Komisaris wajib
membentuk:
a. Komite Audit
b. Komite Pemantau Risiko
c. Komite Renumerasi dan Nominasi (dibentuk secara tepisah)

Selain itu, untuk menjamin pelaksanaan Good Corporate Governance,


maka perlu dibentuk Komit Good Corporate Governance yang bertujuan
untuk mengakomodir pelaksanaan GCG dengan:
1. Memberikan rekomendasi kepada Dewan Komisaris mengenai arah
kebijakan dan perbaikan implementasi prinsip-prinsip GCG yang dapat
diterapkan di dalam perusahaan.
2. Mengawasi efektivitas implementasi GCG yang dilakukan oleh
Direksi dalam upaya membangun Corporate Image serta budaya patuh
(Sense of Complying) yang dilaksanakan oleh seluruh jajaran Bank di
setiap unit kerja secara total (Total Quality Compliance – TQC)

19
sehingga memberikan iklim bisnis yang sehat dan lingkungan kerja
yang kondusif.
3. Memberikan rekomendasi kepada Dewan Komisaris terkait dengan
kewajiban perusahaan dalam memperhatikan dan mengakomodasi
kepentingan Pemegang Saham Minoritas (Minority Shareholder)
dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
4. Memastikan bahwa proses nominasi calon Dewan Komisaris, Direksi
dan Pejabat Eksekutif yang jelas, proses seleksi yang transparan serta
memenuhi ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
5. Memastikan bahwa perusahaan memiliki kebijakan evaluasi kinerja
bagi masing-masing anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi dan
Pejabat Eksekutif yang pelaksanaannya dilakukan secara transparan,
dan dikaitkan dengan paket dan struktur remunerasinya
6. Memastikan bahwa anggota Dewan Komisaris dan Direksi memiliki
komitmen untuk menghindari segala bentuk benturan kepentingan
(conflict of interest), perangkapan jabatan dan perilaku insider trading
sebagaimana dilarang oleh peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
7. Menjaga rahasia Bank dan kerahasiaan atas seluruh dokumen dan
segala sesuatu yang berhubungan dengan pelaksanaan tugas Komite.
8. Melaporkan hasil kegiatan Komite GCG kepada Dewan Komisaris
untuk dituangkan dalam Laporan Tahunan Bank.

10. Dalam kasus ini, aset yang dialihkan (AYDA) milik PT. Bank Lippo
termasuk dalam aset tetap sesuai dengan pengertian yang tercantum dalam
PSAK Revisi 2014. Dalam PSAK Revisi 2014 yang dimaksud dengan :
Aset tetap adalah aset berwujud yang :
a. Dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang
atau jasa, untuk direntalkan kepada pihak lain, atau untuk tujuan
administrative; dan

20
b. Diperkirakan untuk digunakan selama lebih dari satu periode

11. Pengukuran aktiva tetap dilakukan selain pada awal perolehan juga
dilakukan setelah aset tersebut diperoleh, dengan menggunakan dua
metode sesuai dengan PSAK 16 yaitu :

1) Metode Biaya Historis (PSAK 16 tahun 1994 dan PSAK 16 Revisi


2007)
Dengan metode ini setelah aset tetap diakui sebagai aset tetap, aset
tetap tersebut dicatat pada harga perolehan dikurangi dengan
akumulasi penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai aset.

2) Metode Revoluasian (PSAK 16 Revisi 2007)


Dengan metode ini setelah aset tetap diakui sebagai aset tetap, suatu
aset tetap yang nilai wajarnya dapat diukur secara andal harus dicatat
pada jumlah revaluasian, yaitu nilai wajar pada tanggal revaluasi
dikurangi akumulasi penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai
yang terjadi setelah tanggal revaluasi. Dalam hal tidak ada pasar yang
memperjualbelikan aset tetap yang serupa, penentuan nilai pasar
wajar dapat dilakukan dengan pendekaran penghasilan atau biaya
pengganti yang telah disusutkan (depreciated replacement cost
approach). Frekuensi pelaksanaan revaluasi sendiri tergantung pada
perubahan nilai wajar suatu aset.

Apabila revaluasi dilakukan untuk yang kedua kali dan seterusnya, terdapat
perlakuan yang berbeda. Perbedaan tersebut adalah:
 Jika jumlah tercatat aset meningkat akibat revaluasi, kenaikan
tersebut langsung dikredit ke ekuitas pada bagian surplus revaluasi.
Namun kenaikan tersebut harus diakui di dalam laporan laba rugi
hingga sebesar jumlah penurunan nilai aset akibat revaluasi yang
pernah dilakukan sebelumnya dalam laporan laba rugi.

21
 Jika jumlah tercatat aset turun akibat revaluasi, penurunan tersebut
diakui dalam laporan laba rugi. Namun penurunan nilai akibat
revaluasi tersebut langsung didebit ke dalam ekuitas pada bagian
surplus revaluasi selama penurunan tersebut tidak melebihi saldo
kredit surplus revaluasi untuk aset tersebut.

Penentuan nilai aset dengan menggunakan nilai wajar pada umumnya


dilakukan melalui penilai yang memiliki kualifikasi profesional. untuk
melakukan penilaian terhadap tanah dan bangunan biasanya penilai
menggunakan bukti pasar. Sedangkan untuk penilaian aset tetap lain seperti
pabrik dan peralatan penilai akan menentukan sendiri nilai pasar wajarnya.
Dalam hal tidak ada pasar yang memperjualbelikan aset tetap yang serupa,
penentuan nilai pasar wajar dapat dilakukan dengan pendekatan penghasilan
atau biaya pengganti yang telah disusutkan (depreciated replacement cost
approach). Frekuensi pelaksanaan revaluasi sendiri tergantung pada
perubahan nilai wajar suatu aset. Jika nilai wajar yang tercatat berbeda
secara material dengan nilai revaluasi, maka revaluasi lanjutan perlu
dilaksanakan. Untuk aset tetap yang mempunyai perubahan nilai wajar
secara fluktuatif dan sifatnya signifikan, revaluasi dapat dilaksanakan tiap
tahun. Sedangkan untuk beberapa aset lain yang tidak mengalami perubahan
secara fluktuatif dan signifikan, revaluasi tidak perlu dilaksanakan setiap
tahun. Untuk aset seperti itu revaluasi dapat dilakukan setiap tiga tahun atau
lima tahun.
Adanya perbedaan-perbedaan pada laporan keuangan PT. Bank Lippo
tersebut berdasarkan metode historis yang dijelaskan dalam PSAK 16 tahun
1994 dan PSAK 16 Revisi 2007 merupakan hasil dari akumulasi penyusutan
dan akumulasi kerugian Aset Yang Diambil Alih (AYDA). Sedangkan
menurut metode revolusian yang dijelaskan dalam PSAK 16 Revisi 2007,
adanya penurunan nilai aset tetap akibat adanya akumulasi rugi penurunan
nilai aset tersebut.

22
E. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Berdasarkan analisis yang telah kami lakukan, maka langkah hukum yang kami
rekomendasikan kepada PT Bank Lippo Tbk adalah sebagai berikut:
1. Memperkuat sistem checks and balances antara direksi dan komisaris
dengan manajemen PT Bank Lippo Tbk agar penerapan prinsip
akuntabilitas di dalam PT Lippo Tbk dapat terwujud guna meningkatkan
kepercayaan investor dan kreditur terhadap PT Bank Lippo Tbk.
2. Membuat laporan keuangan dengan mengacu pada pedoman yang layak
dan terpercaya, seperti peraturan PSAK. Terhadap pengakuan,
pengukuran, serta pengungkapan transaksi dan peristiwa tertentu diatur
dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 1 Revisi 1998.
Adapun komponen laporan keuangan berisikan neraca, laporan laba rugi,
laporan perubahan ekuitas, laporan arus kas, dan catatan atas laporan
keuangan yang mana laporan keuangan tersebut harus mencantumkan
nama perusahaan, cakupan laporan keuangan, tanggal atau periode yang
dicakup oleh laporan keuangan, mata uang pelaporan, satuan angka yang
digunakan dalam penyajian laporan keuangan dengan mempersyaratkan
pertimbangan dan estimasi pada setiap transaksi untuk menghindari proses
kecurangan dan proses ketidakhati-hatian.
3. Laporan keuangan harus dibuat dengan cukup detail, tidak dilakukannya
laporan berganda, dan memaparkan laporan keuangan berdasarkan Standar
Akuntansi Keuangan (SAK) dan tidak menyalahgunakan jual beli saham
dengan mengikuti aturan dalam BEI mengenai transaksi jual beli saham.
4. Menunjuk auditor yang independen, layak, dan kompeten guna
mewujudkan prinsip transparansi dalam PT Lippo Bank Tbk agar
masyarakat mengetahui bahwa transaksi jual beli saham PT Bank Lippo
mengikuti ketetapan dan peraturan yang berlaku yang berada di bursa efek
pasar modal.

23

Anda mungkin juga menyukai