Anda di halaman 1dari 16

HUKUM ARBITRASE

LEMBAGA ARBITRASE DI INDONESIA

Nisa Istiani, SH., MLI.


ARBITRASE YANG DIBENTUK OLEH
LEMBAGA NON PEMERINTAH
BADAN ARBITRASE NASIONAL
INDONESIA (BANI)
• BANI didirikan tahun 1977 oleh Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) melalui SK No.
SKEP/152/DPH/1977 tanggal 30 November 1977 dan dikelola serta diawasi oleh Dewan Pengurus dan
Dewan Penasehat yang terdiri dari tokoh-tokoh masyarakat dan sektor bisnis.
• Berkedudukan di Jakarta dengan perwakilan di Surabaya, Bandung, Pontianak, Denpasar, Palembang,
Medan dan Batam.
• Memiliki lebih dari 100 arbiter, 30% diantaranya arbiter asing
• BANI merupakan forum yang melakukan proses arbitrase terhadap semua sengketa perdata dengan syarat
proses arbitrase tersebut sudah dicantumkan dalam kontrak atau setidaknya para pihak bersepakat melalui
surat tertulis kepada BANI yang isinya menyebutkan kesepakatan para pihak untuk melakukan proses
arbitrase
• Hampir 50% perkara di BANI terkait sengketa atas kontrak yang dihasilkan dari pengadaan pemerintah
• Sumber pendanaan: imbalan/komisi atas proses arbitrase atau mediasi yang dilakukan BANI
BADAN ARBITRASE NASIONAL
INDONESIA (BANI)
◦ BANI berkedudukan di Jakarta dan memiliki perwakilan di beberapa kota besar di Indonesia, yaitu Surabaya, Bandung, Medan, Denpasar, Palembang, Pontianak
dan Jambi.
◦ Dalam rangka mengembangkan Arbitrase Internasional dan berbagai bentuk Alternatif Penyelesaian Sengketa (ADR) di bidang komersial antara para pengusaha
di negara-negara yang bersangkutan, BANI telah mengadakan kesepakatan kerjasama dengan berbagai lembaga di beberapa negara. Lembaga-lembaga tersebut
antara lain:
◦ The Japan Commercial Arbitration Association (JCAA);
◦ The Netherlands Arbitration Institute (NAI);
◦ The Korean Commercial Arbitration Board (KCAB);
◦ Australian Centre for International Commercial Arbitration (ACICA);
◦ The Philippines Dispute Resolution Centre(PDRCI);
◦ Hong Kong International Arbitration Centre(HKIAC);
◦ The Foundation for International Commercial Arbitration dan Alternative Dispute Resolution (SICA-FICA);
◦ The Singapore Institute of Arbitrators (SIArb);
◦ Arbitration of Association of Brunei Darussalam (AABD);
◦ Kuala Lumpur Regional Centre for Arbitration (KLRCA);
◦ The Belgian Centre for Arbitration and Mediation (CEPANI).
◦ Layanan yang disediakan adalah penyelenggaraan penyelesaian sengketa melalui arbitrase atau bentuk-bentuk alternatif penyelesaian sengketa lainnya, seperti
negiosiasi, mediasi, konsiliasi dan pemberian pendapat yang mengikat sesuai dengan Peraturan Prosedur BANI atau peraturan prosedur lainnya yang disepakati
oleh para pihak yang berkepentingan. 
BANI SOVEREIGN
(PEMBAHARUAN)
◦ Merupakan transformasi dari BANI sebelumnya yang didirikan oleh pihak pihak yang merasa kecewa dengan kinerja
BANI
◦ Transformasi tersebut dilakukan oleh 5 (lima) orang Arbiter BANI yang mengambil inisiatif untuk melakukan
pembaharuan BANI dengan akta No. 23 tanggal 14 Juni 2016 yang dibuat dihadapan Ny. Hj. Devi Kantini Rolaswati,
S.H., M.Kn., Notaris di Jakarta, dan akta tersebut telah memperoleh persetujuan dari Menteri Kehakiman Dan Hak Asasi
Manusia Republik Indonesia dengan surat keputusan No. AHU-0064837.AH.01.07.TAHUN 2016, tanggal 20 Juni 2016.
◦ Berbentuk Badan Hukum
◦ BANI SOVEREIGN memberikan layanan Alternatif Penyelesaian Sengketa di luar pengadilan yang terdiri dari Arbitrase,
Mediasi, dan pemberian Pendapat Yang Mengikat di bidang perdagangan atau bisnis, baik sengketa antara:
1. Para Pihak sesama Warga Negara Indonesia/ badan hukum Indonesia; atau
2. Pihak Indonesia dengan Pihak asing; atau
3. Para Pihak sesama Warga Negara Asing/ badan hukum asing.
◦ BANI hanya berwenang memeriksa dan memutus suatu perkara sepanjang di antara Para Pihak yang bersengketa telah
memiliki kesepakatan/ perjanjian untuk menyelesaikan sengketa ke BANI.
BADAN ARBITRASE SYARIAH
NASIONAL (BASYARNAS)
◦ Pada tanggal 22 April 1992, Dewan Pimpinan MUI mengundang rapat para pakar atau praktisi hukum atau
cendekiawan muslim termasuk dari kalangan Perguruan Tinggi guna bertukar pikiran perlu tidaknya dibentuk
Arbitrase Islam. Setelah beberapa kali melekukan rapat, didirikanlah Badan Arbitrase Muamalat ndonesia (BAMUI)
yang didirikan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) tanggal 05 Jumadil Awal 1414 H bertepatan dengan tanggal 21
Oktober tahun 1993 M. Didirikan dalam bentuk badan hukum yayasan, sebagaimana dikukuhkan dalam akte notaris
Yudo Paripurno,SH. Nomor 175 tanggal 21 Oktober 1993.
◦ Dalam rekomendasi RAKERNAS MUI, tanggal 23-26 Desember 2002, menegaskan bahwa BAMUI adalah lembaga
hakam (arbitase syari’ah) satu-satunya di Indonesia dan merupakan perangkat organisasi MUI. Kemudian sesuai
dengan hasil pertemuan antara Dewan Pimpinan MUI dengan Pengurus BAMUI tanggal 26 Agustus 2003 serta
memperhatikan isi surat Pengurus BAMUI No.82/BAMUI/07/X/2003, tanggal 07 Oktobe2003, maka MUI dengan
SK nya No.Kep -09/MUI/XII/2003, tanggal 24 Desember 2003, menetapkan antara lain:a) Mengubah nama Badan
Arbitras Mu’amalat Indonesia (BAMUI) menjadi Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS), b) Mengubah
bentuk badan BAMUI dari yayasan menjadi badan yang berada dibawah MUI dan merupakan perangkat organisasi,
c) Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai lembaga, BASYARNAS bersifat otonom dan independen.
BADAN ARBITRASE SYARIAH
NASIONAL (BASYARNAS)
◦ Basyarnas merupakan lembaga arbitrase yang berperan menyelesaikan sengketa antara pihak-pihak yang
melakukan akad dalam ekonomi syariah, di luar jalur pengadilan, untuk mencapai penyelesaian terbaik
ketika upaya musyawarah tidak menghasilkan mufakat.
◦ Putusan Basyarnas bersifat final dan mengikat (binding).
◦ Untuk melakukan eksekusi atas putusan tersebut, penetapan eksekusinya diberikan oleh pengadilan negeri
setempat.
◦ Beberapa kantor Basyarnas diantaranya adalah Jakarta, Surabaya, Riau, Lampung, dan Yogyakarta
LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN
SENGKETA DI SEKTOR JASA KEUANGAN
◦ Dasar hukum pembentukan adalah Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2014 tentang
Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa di Sektor Jasa Keuangan
◦ Layanan Penyelesaian Sengketa di LAPS:
1. Mediasi
Cara penyelesaian sengketa melalui pihak ketiga (mediator) untuk membantu pihak yang bersengketa mencapai
kesepakatan.
2. Ajudikasi
Cara penyelesaian sengketa melalui pihak ketiga (ajudikator) untuk menjatuhkan putusan atas sengketa yang
timbul di antara pihak yang dimaksud. Putusan ajudikasi mengikat para pihak jika konsumen menerima. Dalam
hal konsumen menolak, konsumen dapat mencari upaya penyelesaian lainnya.
3. Arbitrase
Cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar pengadilan yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang
dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Putusan arbitrase bersifat final dan mengikat para pihak.
LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN
SENGKETA DI SEKTOR JASA KEUANGAN
◦ Berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2014 tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa di Sektor
Jasa Keuangan, LAPS memiliki prinsip sebagai berikut:
1. Prinsip aksesibilitas
Layanan penyelesaian sengketa mudah diakses oleh konsumen dan mencakup seluruh Indonesia.
2. Prinsip independensi
LAPS memiliki organ pengawas untuk menjaga dan memastikan independensi SDM LAPS. Selain itu, LAPS juga memiliki
sumber daya yang memadai sehingga tidak tergantung kepada Lembaga Jasa Keuangan tertentu.
3. Prinsip keadilan
Mediator di LAPS bertindak sebagai fasilitator dalam rangka mempertemukan kepentingan para pihak dalam memperoleh
kesepakatan penyelesaian sengketa, sedangkan ajudikator dan arbiter wajib memberikan alasan tertulis dalam tiap putusannya. Jika
ada penolakan permohonan penyelesaian sengketa dari konsumen dan Lembaga Jasa Keuangan, LAPS wajib memberikan alasan
tertulis.
4. Prinsip efisiensi dan efektivitAS
LAPS mengenakan biaya murah kepada konsumen dalam penyelesaian sengketa. Penyelesaian sengketa di LAPS dilakukan
dengan cepat. Pelaksanaan putusan diawasi oleh 
LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN
SENGKETA DI SEKTOR JASA KEUANGAN
◦ Beberapa LAPS yang sudah berdiri:
1. Badan Mediasi dan Arbitrase Asuransi Indonesia (BMAI), http://bmai.or.id/
2. Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia (BAPMI), http://www.bapmi.org/
3. Badan Mediasi Dana Pensiun (BMDP)
4. Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia (LAPSPI), http://lapspi.org/
5. Badan Arbitrase dan Mediasi Perusahaan Penjaminan Indonesia (BAMPPI), http://bamppi.org/
6. Badan Mediasi Pembiayaan dan Pergadaian Indonesia (BMPPI), http://bmppi.com/
ARBITRASE YANG DIBENTUK OLEH
LEMBAGA PEMERINTAH
LEMBAGA PENYELESAIAN SENGKETA
KONTRAK PENGADAAN (LPSKP)
◦ Layanan Penyelesaian Sengketa Kontrak Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
yang selanjutnya disebut dengan Layanan Penyelesaian Sengketa Kontrak
Pengadaan (LPSKP) adalah layanan yang dibentuk sebagai alternatif
penyelesaian Sengketa Kontrak Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
◦ Dasar hukumnya adalah Peraturan LKPP(Per LKPP) No. 18 Tahun 2018
◦ Layanan yang disediakan: Mediasi, Konsiliasi; dan/atau Arbitrase yang
dilakukan secara bertahap
◦ Biaya pelayanan dibebankan pada Anggaran LKPP.
LEMBAGA PENYELESAIAN SENGKETA
KONTRAK PENGADAAN (LPSKP)
◦ Layanan Penyelesaian Sengketa Kontrak Pengadaan berasaskan pada:
1. Layanan dilaksanakan secara objektif, tidak memihak (imparsial), dan independen;
2. Layanan dilaksanakan secara sederhana dan cepat;
3. keseluruhan proses layanan dilakukan secara tertulis;
4. Perjanjian Arbitrase antara Para Pihak meniadakan hak Para Pihak untuk mengajukan penyelesaian sengketa atau
beda pendapat yang termuat dalam perjanjiannya ke Pengadilan Negeri;
5. memberi kesempatan dan mendengar Para Pihak secara seimbang (audi et alteram partem);
6. Layanan diselenggarakan dengan cara yang patut, yakni Para Pihak diperlakukan dengan persamaan hak dan
diberi kesempatan yang patut dan sama pada setiap tahapan proses;
7. Akta perdamaian dan Putusan Arbitrase memuat pertimbangan atas semua hal yang dimohonkan/dituntut; dan
8. Putusan Arbitrase tidak boleh memuat hal yang melebihi tuntutan atau mengabulkan yang tidak dituntut (ultra
petita).
LEMBAGA PENYELESAIAN SENGKETA
KONTRAK PENGADAAN (LPSKP)
◦ Susunan penyelenggara LPSKP:
1. Penanggung Jawab Layanan, yang dijabat oleh Eselon 1 LKPP (Deputi Bidang Hukum dan Penyelesaian
Sanggah)
2. Sekretariat, yang dijabat oleh Eselon 2 LKPP (Direktur Penanganan Permasalahan Hukum)
3. Mediator, dapat berasal dari pegawai LKPP ataupun non LKPP
4. Konsiliator, dapat berasal dari pegawai LKPP ataupun non LKPP
5. Arbiter, dapat berasal dari pegawai LKPP ataupun non LKPP
◦ Sengketa Kontrak Pengadaan yang dikecualikan:
1. Sengketa yang berasal dari kontrak pengadaan yang sedang dilakukan penyidikan oleh pihak yang berwajib;
dan/atau
2. Sengketa yang pernah atau sedang disidangkan di Pengadilan dan/atau Lembaga Arbitrase lainnya.
LEMBAGA PENYELESAIAN SENGKETA
KONTRAK PENGADAAN (LPSKP)
◦ Tata Cara:
1. Permohonan, yang memuat:
a. Identitas lengkap dan kedudukan Pemohon dan Termohon;
b. uraian atau keterangan mengenai fakta-fakta permasalahan yang dimohonkan;
c. butir permasalahan yang dimohonkan;
d. tuntutan yang dimohonkan;
e. Lampiran berupa bukti yang terkait;
f. surat usulan Mediator, Konsiliator, atau Arbiter; dan
g. bukti kesepakatan para pihak untuk menyelesaikan melalui LPSP
2. Evaluasi Pendahuluan, dilakukan pemeriksaaan kelengkapan dan isi berkas permohonan oleh Sekretaris Layanan.
Hasil evaluasi pendahuluan dapat berupa menerima permohonan atau menolak permohonan atas dasar
penyelesaian sengketa yang dikecualikan dan/atau pihak yang mengajukan permohonan adalah pihak yang
dikenakan sanksi karena tidak beritikad baik dalam menjalankan ketentuan LPSKP
LEMBAGA PENYELESAIAN SENGKETA
KONTRAK PENGADAAN (LPSKP)
◦ Mediasi, Konsiliasi, dan Arbitrase dilaksanakan secara tertutup kecuali para pihak sepakat untuk
melaksanakannya secara terbuka.
◦ Permohonan Mediasi, Konsiliasi, atau Arbitrase akan menghalangi Para Pihak untuk memulai suatu
gugatan di pengadilan atau arbitrase di tempat lain, kecuali permohonan tersebut telah dicabut oleh para
pihak.
◦ Pemohon dapat mencabut permohonan untuk menyelesaikan sengketa pada Layanan Penyelesaian
Sengketa Kontrak Pengadaan sebelum pertemuan pertama.

Anda mungkin juga menyukai