Anda di halaman 1dari 6

Untuk keperluan internal

Bahasa Arab dan Apresiasi Al Qur’an dari Sisi Literatur


Sunu Wibirama

ِ َ ‫ُ في أ ُ ِّم ا ْل ِكت‬
َ ‫اب َل َد ْينَا َل َعلِي‬
(٤﴿ ‫ٌّ ح ِكي ٌم‬ ِ ‫﴾ َو إِنَّه‬٣﴿ َ‫ا ج َع ْلنَاهُ ُقرآنًا َعر ِب ًيّا َّل َع َّل ُك ْم تَ ْع ِق ُلون‬
َ ْ َ َّ‫﴾ إِن‬٢﴿ ِ‫ امل ُ ِبني‬
ْ ‫اب‬ِ َ ‫﴾ َوا ْل ِكت‬١﴿ ‫ حم‬

Haa Miim. Demi Kitab (Al Quran) yang menerangkan. Sesungguhnya Kami
menjadikan Al Quran dalam bahasa Arab supaya kamu memahami(nya). Dan
sesungguhnya Al Quran itu dalam induk Al Kitab (Lauh Mahfuzh) di sisi Kami, adalah
benar-benar Cnggi (nilainya) dan amat banyak mengandung hikmah. 

(QS. Az Zukhruf: 1-4)

Untuk memahami Al Qur’an kita perlu mempelajari bahasa yang digunakan Al Qur’an. Ada
beberapa alasan mengapa kita perlu mempelajari bahasa Al Qur’an:

1. Mukjizat nabi lain adalah mukjizat visual. Nabi Musa a.s. memiliki tongkat yang bisa
berubah menjadi ular, membelah lautan, dan seterusnya. Nabi Isa a.s. bisa
menyembuhkan lepra, menghidupkan orang maC, dan seterusnya. Hal-hal seperC ini
adalah visual experience, sementara Al Qur’an adalah audio experience. Visual
experience menghilang seiring dengan menghilangnya masa, hal itu akan menjadi
cerita. Namun demikian, audio experience bertahan sampai sekarang dan Cdak
lekang oleh waktu. Dari seluruh kitab suci di dunia, hanya Al Qur’an yang bertahan
dari perubahan (tashrif) melalui sistem hafalan. 


Sayangnya, umat Islam saat ini Cdak bisa merasakan audio experience sebagaimana
yang dirasakan para shahabat. Bahkan saat kita mendengarkan bacaan imam saat
shalat, kita sama sekali Cdak mengerC apa yang diucapkan oleh imam dan kita
mencoba berimajinasi untuk menghilangkan kantuk kita. Saat kita mencari dalam
Google dengan kata kunci “miracle of the quran”, kita akan menemukan “scienCfic
miracle”, sesuatu yang memang disiapkan untuk kita pada saat audio experience
sudah Cdak bisa dirasakan oleh seCap manusia: 


ِ ‫﴾ َو َلت َ ْع َل ُمنَّ نَبَأَهُ بَ ْع َد‬٨٧﴿ َ‫ ذ ْكر ِّل ْل َع َاملِني‬


(٨٨﴿ ٍ‫ حني‬ ِ
ٌ ‫ إِنْ ُه َو إِ َّال‬

Al Quran ini Cdak lain hanyalah peringatan bagi semesta alam. Dan sesungguhnya
kamu akan mengetahui (kebenaran) berita Al Quran setelah beberapa waktu lagi. 

(QS. Shad: 87-88).

Tantangan lainnya, audio experience ini Cdak gampang untuk bisa dijelaskan dengan
kata-kata atau gambar. Kita harus bisa merasakannya sendiri dan kemampuan untuk
bisa mengapresiasi Al Qur’an sebagaimana para shahabat mengapresiasinya adalah
anugerah Allah SWT yang paling besar.

Kita bisa mengetahui makna dari seCap ayat hanya dengan membaca terjemahan Al
Qur’an, tapi kita Cdak bisa menangkap mukjizat audio dari ayat tersebut. Sebagai
contoh, QS. Al Mudatsir: 3
(٣﴿ ‫ َو َر َّب َك فَ َكبِّ ْر‬
dan Tuhanmu agungkanlah!

1/6
Untuk keperluan internal

Lihatlah dalam ayat ini, susunan huruf-hurufnya. Kita akan menemukan susunan
huruf ini ibarat cermin (dengan mengecualikan huruf ‘wa’ di awal ayat).
ra, ba, ba, kaf , fa, kaf, ba, ba, ra

2. Bahasa Arab adalah bahasa yang kompleks dan indah. Sebelum Allah SWT mengutus
Nabi Muhammad SAW., ada dua buah peradaban besar yang bersaing, yakni
peradaban Romawi dan Persia. Mereka membanggakan hasil-hasil karyanya,
bangunannya, dan sebagainya. Bangsa Arab saat itu adalah bangsa yang nomaden.
Mereka berdagang, berinteraksi dengan bangsa lain, tapi secara umum mereka
adalah bangsa yang tertutup dan mengembangkan bahasa yang sangat “canggih”.
Bahasa Arab adalah bahasa yang mengandung kosakata (mufradat) sedemikian
banyaknya, bahkan untuk menyebut unta saja ada 300 macam cara1. Contoh paling
mudah bisa ditemui di QS. Al Ghasiyah: 17

(١٧﴿ ْ‫خلِ َقت‬ ِ ْ ‫ أَفَ َال َينظُ ُرونَ إِ َل‬


َ ‫ى اإل ِب ِل َك ْي‬
ُ ‫ف‬
Maka apakah mereka Cdak memperhaCkan unta bagaimana dia diciptakan


Juga di dalam QS. At Takwir: 4


(٤﴿ ْ‫ار ُعطِّ َلت‬
ُ ‫ش‬َ ‫ َو إِذَا ا ْل ِع‬
dan apabila unta-unta yang bunCng diCnggalkan (Cdak diperdulikan)

Di dalam QS. Al A’raf: 40:

َ ‫ ف‬
‫ي س ِّم‬ ِ ‫ حتَّىٰ َيلِجَ ا ْل َج َم ُل‬
َ ‫خ ُلونَ ا ْل َجن َّ َة‬ ِ ‫ الس َم‬
ُ ‫اء َو َال َي ْد‬ َّ ‫اب‬ُ ‫ا ال تُفَتَّحُ َل ُه ْم أ َ ْب َو‬
َ ‫است َ ْكبَ ُروا َعن ْ َه‬ ِ ‫ إِنَّ ا َّل ِذينَ َكذَّ ُبوا ِبآ َي‬
ْ ‫اتنَا َو‬
٤٠﴿ َ‫ي امل ُ ْج ِر ِمني‬ْ ‫ۚ َو َكذَٰلِ َك نَ ْج ِز‬ ‫اط‬ ِ َ‫خي‬
ِ ‫ ا ْل‬

Sesungguhnya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan


diri terhadapnya, sekali-kali Cdak akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit dan
Cdak (pula) mereka masuk surga, hingga unta masuk ke lubang jarum. Demikianlah
Kami memberi pembalasan kepada orang-orang yang berbuat kejahatan.

Al Ibilu merujuk kepada kosakata unta secara umum. Al Jamalu merujuk kepada unta
jantan. Al Isyaru merujuk kepada unta beCna yang hamil tua dan dalam kondisi akan
melahirkan.

Contoh lain, perbedaan penggunaan “nafs” dan “ruh”. Lihatlah dalam QS. Ali Imran:
185 berikut:
ِ ‫ امل َ ْو‬
‫ت‬ ِ ‫س ذ‬
ْ ‫َائ َق ُة‬ ٍ ْ‫ ُك ُّل نَف‬

Tiap-Cap yang berjiwa akan merasakan maC.

Dan bandingkan dengan QS. Al Isra’: 85


ُّ ‫سأ َ ُلونَ َك َع ِن‬
ِ ‫ الروح‬ ْ َ‫ َوي‬

Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh.

1C. Neil, “Just how many words does Arabic have for camel?” Medium, 2014. Pranala luar: https://
medium.com/@chrisneil/just-how-many-words-does-arabic-have-for-camel-da5b58022564

2/6
Untuk keperluan internal

Mayoritas pembaca terjemah akan membayangkan makna yang sama antara nafs
dengan ruh.

Contoh lain: manusia bisa disebut sebagai “ins”, “insaan”, “alasi“, “basar”, dan
sebagainya. Masing-masing penyebutan memiliki makna yang keCka diterjemahkan
dalam bahasa lain memerlukan penjelasan yang lebih panjang dari kata aslinya.

3. Di dalam studi perbandingan agama, masing-masing pihak yang berseberangan akan


mencoba mempelajari kitab suci pihak lain dan akan mencoba menemukan
kelemahan, mengkriCk, dan mempublikasikannya secara luas (orientalisme). Hal-hal
ini tentu sangat disayangkan, mengingat peluang dakwah dengan keindahan Al
Qur’an terkotori dengan hal-hal yang sebenarnya Cdak benar. Untuk menggeser
wacana perang pemikiran ini, umat Islam perlu mengangkat keindahan Al Qur’an dari
sisi linguisCk (bahasa), sehingga umat Islam bisa memperkenalkan Al Qur’an dengan
cara lain. Seseorang yang belajar literatur akan membaca Al Qur’an untuk diapresiasi,
sebagaimana mereka membaca puisi atau novel untuk diapresiasi.

4. Mengapresiasi detail yang digunakan Al Qur’an untuk menceritakan sebuah perisCwa


dan konsistensi Al Qur’an dengan fakta sejarah yang ada. Contoh paling sederhana
adalah cara Nabi Musa a.s.dan Nabi Isa a.s. memanggil kaum Bani Israil yang menjadi
objek dakwah mereka:

‫ُ ال‬َ ‫ۚ َوال َّلـه‬ ‫ۖ فَ َل َّما زَا ُغوا أَزَاغَ ال َّلـهُ ُق ُلوبَ ُه ْم‬ ‫ول ال َّل ِـه إِ َليْ ُك ْم‬ ُ ‫س‬ ِ ِ ِ ِ ِ َ ‫ال ُم‬
َ ِّ‫وسىٰ ل َق ْومه يَا َق ْوم ِ ل َم تُ ْؤذُونَني َو َقد تَّ ْع َل ُمونَ أَن‬
ُ ‫ي ر‬ َ ‫ َو إِذْ َق‬
٥﴿ َ‫اس ِقني‬ ِ َ‫ يَ ْه ِدي ا ْل َق ْو َم ا ْلف‬
‫ول َيأ ْ ِتي‬
ٍ ‫س‬ ُ ‫ش ًرا ِب َر‬
ِّ َ‫اة َو ُمب‬ َ
ِ ‫ا ملَا َب ْنيَ َي َد َّي‬
ِ ‫ منَ الت َّ ْور‬ ِّ ‫ص ِّد ًق‬ َ ‫ول ال َّل ِـه إِ َل ْي ُكم ُّم‬
ُ ‫س‬
ُ ‫ي ر‬َ ِّ‫يل إِن‬ َ ‫ائ‬ ِ ‫سر‬ ِ
َ ْ ِ‫يسى ا ْبنُ َم ْر َي َم َيا َبني إ‬
ِ ‫ال‬
َ ‫ ع‬ َ ‫ َو إِذْ َق‬
ِ ‫ات َقا ُلوا َهـٰذ‬
٦﴿ ٌ‫َا س ْح ٌر ُّم ِبني‬ ِ َ ‫ا جا َءهُم ِبا ْلبَيِّن‬ َ ‫ۖ فَ َل َّم‬ ‫ي اس ُمهُ أ َ ْح َم ُد‬
ْ ‫ من بَ ْع ِد‬ِ

Dan (ingatlah) keCka Musa berkata kepada kaumnya: "Hai kaumku, mengapa kamu
menyakiCku, sedangkan kamu mengetahui bahwa sesungguhnya aku adalah utusan
Allah kepadamu?" Maka tatkala mereka berpaling (dari kebenaran), Allah
memalingkan haC mereka; dan Allah Cdak memberi petunjuk kepada kaum yang
fasik. Dan (ingatlah) keCka Isa ibnu Maryam berkata: "Hai Bani Israil, sesungguhnya
aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab sebelumku, yaitu Taurat,
dan memberi khabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang
sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad)". Maka tatkala rasul itu datang
kepada mereka dengan membawa bukC-bukC yang nyata, mereka berkata: "Ini
adalah sihir yang nyata”. (QS. Ash Shaf: 5-6)

Dari dua ayat ini kita bisa memahami bahwa Al Qur’an sangat relevan dengan realitas
yang sudah diketahui oleh ahli kitab di zaman Rasulullah SAW. Nabi Musa a.s.
(moses) memiliki ayah, sementara Nabi Isa a.s. (Jesus) Cdak memiliki ayah. Garis
keturunan ditentukan oleh sistem paternalisCk, garis keturunan ayah. Dengan
demikian, saat Musa memanggil Bani Israil, ia menggunakan kata “Yaa Qaumi”, wahai
kaumku—karena Nabi Musa a.s. memiliki silsilah dari garis ayah. Sementara Nabi Isa
a.s. melakukannya dengan menyebut “Yaa Banii Israail”, wahai Bani Israil, karena
Nabi Isa Cdak memiliki silsilah dari garis ayah.

3/6
Untuk keperluan internal

5. Menghindari tergelincirnya lisan dan ketergelinciran aqidah. Jangan pernah


membayangkan bahwa tulisan awal Al Qur’an saat dibukukan itu sebagaimana yang
kita baca saat ini. Anda bisa mencoba melihatnya di Google Images. Anda akan
menemukannya dengan kata kunci “early quran manuscript”. Anda akan melihat
bahwa bahasa Arab yang digunakan (arab klasik, bukan arab modern seperC yang
digunakan dalam bahasa formal sekarang) ditulis Cdak dengan harakat (tanda tasykil
fathah, dhammah, kasrah). 


Gambar manuskrip Al Qur’an awal tanpa tanda baca




Lalu bagaimana para ulama’ bisa membaca teks tersebut? Ya mereka belajar bahasa
Arab dulu sebelum bisa membaca manuskrip, ditambah dengan hafalan Al Qur’an
yang didapatkan secara bersanad, turun temurun diajarkan secara lisan. Soal harakat
ini menarik. 


Jika Anda pernah terekspose dengan pelajaran bahasa Arab, Anda pasC ingat bahwa
harakat akhir sebuah kata benda (isim) itu sangat tergantung dari posisi (kedudukan)
kata tersebut dan kata-kata lain yang ada di depan (sebelum) dan di belakang
(sesudah) kata tersebut. Saat sebuah kata didahului huruf jer (misalnya : ‫)م • • • • • ••ن‬, maka
kata tersebut akan berubah menjadi bentuk majrurnya. Saat sebuah kata menjadi
subjek (mubtada’) maka ia dalam bentuk marfu’, dan seterusnya. 


Nah, pada zaman kekhalifahan dinasC Abbasiyyah berkembang sebuah paham
teologi yang sangat mengandalkan rasio; yang disebut Mu’tazilah. Secara umum,
para penganut paham ini menolak sifat-sifat Allah dengan niat mensucikan Allah dari
sifat-sifat makhluq (ciptaan Allah). Implikasi dari pola pikir ini sangat besar, sampai
mereka “tega” mengubah cara membaca Al Qur’an dengan alasan “mensucikan dari
sifat makhluq” (QS. An Nisa: 164)


‫وسىٰ تَ ْكلِي‬
َ ‫
 َو َك َّل َم ال َّلـهُ ُم‬
Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung.


Kaum Mu’tazilah akan melafadzkan “wa kallamallaha muusaa takliiman”, bukan “wa
kallamallahu muusaa takliiman”, sebab jika dilafadzkan “wa kallamallahu”, itu berarC
Allah berbicara (berfirman) kepada Nabi Musa dan menurut pemahaman mereka itu
Cdak mungkin terjadi karena berbicara adalah sifat makhluq. Sementara terjemahan

4/6
Untuk keperluan internal

“wa kallamallaha muusaa takliiman” bisa diarCkan “Nabi Musa berbicara kepada
Allah dalam suatu pembicaraan”. ArCnya sangat berbeda, hanya karena perbedaan
satu harakat fathah dan dhammah pada satu huruf “ha”.


6. Bahasa Arab digunakan untuk memahami bahwa “surah” dalam Al Qur’an bukanlah
sebuah chapter (bab). Membaca terjemahan saja Cdak cukup.
a. Chapter dalam sebuah buku Cdak akan pernah mengulangi apa yang sudah
dibahas dalam chapter sebelumnya. Apabila mereka ingin mengulangi apa
yang sudah pernah dibahas, mereka akan melakukan dengan sistem referensi
(sitasi ke chapter sebelumnya). Bisa juga dengan menggunakan footnote: lihat
kembali ke halaman sekian-sekian dan seterusnya. Sehingga ide dari chapter
adalah: mereka membangun cerita secara kronologis. Chapter juga Cdak bisa
digeser, Cdak bisa ditukar. Sementara surah Cdak sepert chapter, bisa juga
seseorang mempelajari surah secara terpisah, Cdak harus dipelajari secara
berurutan sebagaimana seseorang membaca buku..
b. Chapter memiliki kronologi, urutan, dan seterusnya. Sementara Al Qur’an
diturunkan Cdak seperC itu. Ayat-ayat Al Qur’an diturunkan sesuai dengan
keadaan yang terjadi saat itu (by demand). Al Qur’an juga Cdak diurutkan
berdasarkan subjek atau tema. Surah Al Baqarah temanya Cdak hanya satu.
Hampir semua tema dalam Al Qur’an ada dalam Al Baqarah. Al Baqarah
memiliki 286 ayat, dan surah ini Cdak hanya tentang sapi, tapi tentang banyak
hal. Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa surah adalah standar tersendiri
dari Allah SWT, Cdak bisa disamakan dengan bab atau chapter.


7. Di dalam surah ada ayat-ayat. Bahasa Arab digunakan untuk memahami makna kata
“ayat” yang ada dalam Al Qur’an. Meski demikian, ayat Al Qur’an bukanlah verse
(baris dalam bait) sebagaimana kita temukan dalam puisi dan syair, sehingga kita
Cdak bisa membandingkan ayat dan verse. Definisi dari ayah adalah unik. Contoh:
a. Ayat dari Al Baqarah yang pertama adalah alif-lam-miim. Ayat pertama dalam
surah Ar Rahman: Ar Rahman. Tentu hal-hal ini menunjukkan bahwa ayat
bukanlah verse atau baris kalimat karena hanya terdiri dari satu atau
beberapa huruf, atau satu dua kata, sehingga kurang dari satu kalimat. Ada
juga ayat yang keCka digabung menjadi satu kalimat : Alhamdulillahi rabbil
‘alamiin, arrahmaanirrahiim, maaliki yaumiddin. Ada juga beberapa kalimat
yang tergabung dalam satu ayat, yakni ayat kursi.
b. Akar dari ayat : hamzah-ya-ya. Al Qur’an sendiri menyampaikan bahwa unit
terkecilnya dalah ayat. Meski demikian, disampaikan juga dalam Al Qur’an
bahwa langit dan bumi adalah ayat, Isa a.s. adalah ayat, cerita dari yusuf
adalah ayat juga. Demikian, makna ayat bukan hanya bagian dari buku, tapi
orang adalah ayat, cerita adalah ayat, sejarah adalah ayat, gunung adalah
ayat, apa yang ada di dalam tubuh manusia juga ayat. Segala sesuatu yang
ada di dalam alam semesta adalah ayat. 


Ayat digunakan untuk mendeskripsikan seluruh kebenaran, realitas, dan
pengalaman yang dirasakan manusia. KeCka kita membaca Al Qur’an dan
menemukan bahwa hal-hal tertentu adalah ayat, maka perhaCkanlah
kalimatnya. Kita akan menemukan bahwa Allah SWT mendeskripsikan realitas
sebagai ayat. 


5/6
Untuk keperluan internal

Tafsir terbaik dalam Al Qur’an adalah keCka kita mengalaminya sendiri, itulah
ayat. Inilah yang disebut sebagai ayat qauliyyah (dalam Al Qur’an) dan ayat
kauniyyah (dalam alam semesta).
c. Dengan demikian, secara umum pengerCan dari ayat adalah: 


i. Orang Arab mengatakan: kharajal qaumu bii ayaCihim. Orang-orang


itu pergi dengan barang-barang mereka yang berharga. ArC dari ayat:
sesuatu yang berharga. Apa yang kita rasakan adalah berharga, apa
yang dari Allah adalah berharga.
ii. Ayat: sesuatu yang membuat kita ingin tahu.
iii. Sesuatu yang menunjuk ke sebuah arah, dan itu adalah Allah sendiri.
iv. Sesuatu yang menakjubkan (something amazing). KeCka seseorang
yang beriman melihat ke sesuatu yang Allah ciptakan, mereka akan
takjub.
v. Sesuatu yang memanggil kita dan mencoba mendapatkan perhaCan
kita. Kita harus memperhaCkan lingkungan sekitar kita (Tanbih :
sesuatu yang membantu kita mendapatkan pelajaran).
vi. Certainty / kepasCan. Sumber keyakinan. Satu ayat membuat kita
yakin akan Allah SWT dan ayat adalah sesuatu dari Allah SWT.
vii.Ayat adalah makna, sesuatu yang bermakna. Bagi mereka yang atheis,
mereka Cdak melihat makna dalam seCap ciptaan Allah.
viii.Tujuan yang jelas, tujuan yang pasC.
ix. Tanda.

Referensi: 


1. Al Qur’anul Karim — terjemah dan ayat Al Qur’an didapatkan dari web Tanzil.Net.
2. N.A. Khan dan S. Randhawa, “Divine Speech”, Texas: Bayyinah PublicaCon, 2016.
3. R. Farrin, “Structure and Qur’anic InterpretaCon”, Oregon: White Cloud Publishing, 2014.
4. M. Al Qaththan, “Pengantar Studi Ilmu Al Qur’an”, Jakarta: Pustaka Al Kautsar, 2009.
5. M. A. Ranginwala, “EssenCals of Quranic Arabic”, New Jersey: Islamic Learning
FoundaCon dan Islamic Circle of North America, 2013.

6/6

Anda mungkin juga menyukai