Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH AL-QUR’AN

MUNASABAH
Dosen Pengampu: Milhan, Dr.MA

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 12
- LUKMAN HAKIM (0206223109)
- MUHAMMAD UMAR HARAHAP (0206223122)

PROGRAM STUDI S1 ILMU HUKUM


FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
MEDAN
2022/2023
KATA PENGANTAR

Pertama-tama kami panjatkan puja dan puji syukur kita atas rahmat dan ridho Allah
SWT, karena tanpa rahmat dan ridho-Nya kami tidak dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “MUNASABAH” ini dengan baik. Selanjutnya shalawat beriringkan salam kami
hadiahkan kepada junjungan Nabi Besar kita yaitu Muhammad SAW, semoga kita mendapat
syafa’atnya di hari akhir kelak nanti. Amiinn ya rabbal ‘alamiinn…
Kami ucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah Al-qur’an yang telah
memberikan materi makalah ini sehingga kami dapat mempelajari dan memahaminya isi dari
materi ini. Tak lupa pula kami ucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu
dalam penyusunan makalah ini.
Dengan penuh kesadaran, kami akui bahwa makalah yang kami buat ini masih jauh dari
kata sempurna. Oleh karena itu, kami masih membutuhkan kritik dan saran yang membangun,
sehingga makalah yang kami buat bisa lebih baik lagi.

Medan, 12 Desember 2022

Kelompok 12

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................................................... I
DAFTAR ISI..................................................................................................................................................... II
BAB I................................................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN.............................................................................................................................................. 1
A. LATAR BELAKANG MASALAH...............................................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH..............................................................................................................................1
C. TUJUAN PENUGASAN.............................................................................................................................1
BAB II............................................................................................................................................................... 2
PEMBAHASAN................................................................................................................................................ 2
A. PENGERTIAN MUNASABAH..................................................................................................................2
B. JENIS-JENIS MUNASABAH.....................................................................................................................5
BAB III.............................................................................................................................................................. 9
PENUTUP......................................................................................................................................................... 9
A. KESIMPULAN............................................................................................................................................9
B. SARAN......................................................................................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................................... 10

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH


Memahami keterkaitan (korelasi) antara yang satu dengan yang lain sebagai satu
kesatuan merupakan sebuah keniscayaan. Dalam konteks Al-Quran, pemahaman terhadap
ayat yang satu dengan yang lain, surah yang satu dengan yang lain sebagai sebuah kesatuan
yang terkoneksi antara yang satu dengan lainnya adalah merupakan studi yang mesti
dipelajari. Para Ahlinya mengisitilahkan studi ini dengan nama munasabah, hal inilah yang
akan dibahas dalam makalah ini.
Hal ini berbeda dengan Ilmu Asbab al- Nuzul yang mengaitkan sejumlah ayat dengan
konteks sejarahnya, maka fokus perhatian ilmu Munasabah bukan terletak pada kronologis-
historis dari bagian-bagian teks, tetapi aspek pepautan antara ayat dan surat menurut urutan
teks, yaitu yang disebut dengan urutan bacaan, sebagai bentuk lain dari urutan turunnya ayat.

B. RUMUSAN MASALAH
Dari ringkasan di atas dapat dirumuskan masalahnya, yaitu:
a. Apa yang dimaksud dengan Munasabah?
b. Sebutkan jenis-jenis dan contoh dari Munasabah!

C. TUJUAN PENUGASAN
a. Untuk memenuhi nilai tugas mata kuliah Al-Qur’an.
b. Untuk mengetahui tentang Munasabah.
c. Untuk mengetahui jenis-jenis dan contoh Munasabah.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN MUNASABAH
Secara bahasa Munasabah berasal dari kata nasaba-yunasibu-munasabatan yang
artinya dekat (qarib). al-Munasabatu artinya sama dengan al-qarabatu yang berarti
mendekatkan dan juga al-Musyakalah (menyesuaikan). Sementara kata al-nasibu menurut al-
Zarkasyi (w. 794 H) sama artinya dengan al-qaribu al-muttasil (dekat dan bersambungan).
Sebagai contoh, dua orang bersaudara dan anak paman, kedua-duanya saling berdekatan
dalam artian ada ikatan atau hubungan. Karenanya al-nasibu berarti juga al-rabith, yang
berarti ikatan pertalian dan hubungan.
Setiap sesuatu yang berdekatan dan mepunyai hubungan bisa dikatakan Munasabah.
Pengertian semacam ini misalnya kita katakan bahwa si Fulan Munasabahdengan si fulan,
yang artinya dia mendekati dan menyerupai si fulan dalam arti dia punya hubungan family
dengannya atau lainnya. Pengertian Munasabah ini juga sama artinya dengan 'illat hukum
dalam bab qiyas yakni sifat-sifat yang berdekatan dengan hukum. Maksud pengertian 'illat
hukum disini adalah kesamaan antara hukum asal dengan cabang (far'un).1

Sedangkan secara terminologi (istilah), munasabah dapat didefinisikan sebagai berikut:

1. Az-Zarkasyi2

ْ‫ض َعلَى ْال ُعقُوْ ِل تَلَقَّ ْتهُ بِ ْالقَبُو‬ ِ ‫ْال ُمنَا َسبَة َأ َم ٌر َم ْعقُو ُل ِإ َذا ع‬
َ ‫ُر‬

1
Mana Khalil al-Qathan, Mabahits fi 'Ulum al-Qur'an, (Al-'Ash al-Hadis,1973),7.

2
Az-Zarkasyi , op.cit., h. 61

2
Artinya: “Munasabah adalah suatu perkara yang dapat dipahami oleh akal.
Tatkala dihadapkan kepada akal, pasti akal itu akan menerimanya.”
2. Manna’ Al-Qathtan3

‫َوجْ هُ اِإْل رْ ْيبَا ِط بَ ْينَ ْال ُج ْملَ ِة َو ْال ُج ْملَ ِة فِي اآْل يَ ِة ْال َوا ِح َد ِة َأوْ بَ ْينَ اآليَ ِة واآلية في اآليات المعددة أو بين الستورة و‬
‫السورة‬

Artinya :“Munasabah adalah aspek yang punya keterikatan antara satu kalimat
dengan kalimat lain dalam satu ayat, antara ayat satu dengan ayat lain dalam banyak ayat,
atau antara surat dengan surah yang lain (di dalam Al-Quran).”
3. Ibn Al-’Arabi4

ِ ‫ ِع ْل ٌم ع‬،‫لتقاط أي القُرْ آ ِن بَ ْع ضها ببعض حتى تكون كالكلمة الواحدة شيقة المعاني المنظمة اليابي‬
‫َظي ٌم‬

Artinya: “Munasabah adalah keterkaitan ayat-ayat Al-Quran sehingga seolah-olah


merupakan satu ungkapan yang mempunyai kesatuan makna dan keteraturan redaksi.
Munasabah merupakan ilmu yang sangat agung.”

4. Menurut Al-Biqa’i5
“Munasabah adalah suatu ilmu yang mencoba mengetahui alasan-alasan di balik
susunan atau urutan bagian-bagian Al-Quran, baik dengan ayat, atau surat dengan surat.”

Jadi, dalam kontaks ‘Ulum Al-Quran, munasabah berarti menjelaskan korelasi makna
antarayat atau antarsurat, baik korelasi itu bersifat umum atau khusus; rasional (‘aqli),
persepsi (hassiy), atau imajinatif (khayali); atau korelasi berupa sebab-akibat, ‘illat dan
ma’lul, perbandingan, dan perlawanan. Para ulama bertanya tanya mengapa ayat ini jatuh se-

3
Manna al-Qaththan, Mabahits fi Ulum al-Quran, (Beirut: Mansyurat al-Asr al-Hadits, 1973), h.97.

4
Ibid.
5
Manna al-Qaththan, Mabahits fi Ulum al-Quran, (Beirut: Mansyurat al-Asr al-Hadits, 1973), h.97.

3
telah ayat itu, adakah hikmah di balik semua itu. Pertanyaan-pertanyaan ini yang
menyebabkan lahirnya pengetahuan tentang Munasabah Al-Quran.

As-Suyuthi menjelaskan secara global bahwa ada beberapa langkah yang perlu
dilakukan untuk menemukan munasabah, yaitu:
1. Memperhatikan tujuan pembahasan suatu surat yang menjadi objek bahasan.
2. Memerhatikan uraian ayat-ayat yang sesuai dengan tujuan yang dibahas dalam surat.
3. Mengkategorikan uraian tersebut dengan tingkat hubungannya (interkoneksi), jauh
dekatnya korelasi.
4. Dalam mengambil kesimpulannya, hendaknya memerhatikan ungkapan-ungkapan
bahasanya dengan benar dan tidak berlebihan.6
Adapun kegunaan mempelajari Ilmu Munasabah dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Dapat menepis anggapan sebagian orang bahwa tematema Al-Quran kehilangan relevasi
antara satu bagian dan bagian yang lainnya.
2. Mengetahui persambungan atau hubungan (korelasi) antara bagian Al-Quran, baik
antarakalimat atau antarayat maupun antarsurat, sehingga lebih memperdalam pengetahuan dan
pengenalan tentang kitab Al-Quran dan memperkuat keyakinan terhadap kewahyuan dan
kemukjizatannya.
3. Dapat diketahui mutu dan tingkat kebalaghahan bahasa Al-Quran dalam konteks kalimat-
kalimatnya yang satu dengan yang lainnya (berkorelasi), serta persesuaian ayat atau surat yang
satu dengan yang lainnya.
4. Dapat membantu dalam menafsirkan ayat-ayat AlQuran secara lebih tepat dan akurat setelah
diketahui hubungan suatu kalimat atau ayat dengan kalimat atau ayat yang lain.

6
Jalaluddin, As-Suyuti, Al-Itqan Fi ‘Ulumil Qur’an, (Beirut: Darul Fikri, 1979), h. 110

4
B. JENIS-JENIS MUNASABAH
Dalam Al-Quran terdapat keterkaitan (munasabah) atau interkoneksi antar ayat
atau surah dengan beragam variasinya, yaitu sebagai berikut: 7
1. Munasabah antar surat dengan surat sebelumnya
As-Suyuthi menyimpulkan bahwa munasabah antarsatu surat dengan surat
sebelumnya berfungsi menerangkan atau menyempurnakan ungkapan pada surat
sebelumnya. Sebagai contoh, dalam surat Al-Fatihah [1] ayat 1 ada ungkapan
alhamdulillah. Ungkapan ini berkorelasi dengan surat Al-Baqarah [2] ayat 152 dan 186:
Artinya: “Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (lupa) kepadamu, dan
bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku” (Q.S Al-
Baqarah [2]; 152)
Berkaitan dengan munasabah macam ini, ada uraian yang baik yang dikemukakan
Nasr Abu Zaid. Ia menjelaskan bahwa hubungan khusus surat Al-Fatihah dengan surat
Al-Baqarah merupakan hubungan stilistikakebahasaan. Sementara hubungan-hubungan
umum lebih berkaitan dengan isi dan kandungan. Hubungan stilistika kebahasaan ini
tercemin dalam kenyataan bahwa surat Al- Fatihah diakhiri dengan doa: Ihdina Ash-
shirath Almustaqim, shirath Al-ladzina an’amta alaihim ghair Almaghdhubi ‘alaihim wa
la adh-dhallin. Doa ini mendapatkan jawabannya dalam permulaan surat AlBaqarah Alif,
Lam, Mim. Dzalika Al-Kitabu la raiba fihi hudan li Al-muttaqin. Atas dasar ini, kita
menyimpulkan bahwa teks tersebut berkesinambungan: “Seolah-olah ketika mereka
memohon hidayah (petunjuk) ke jalan yang lurus, dikatakanlah kepada mereka: petunjuk
yang lurus yang Engkau minta itu adanya di Al-Kitab (Al-Quran)”.

2. Munasabah antara nama surat dan tujuan turunnya


Setiap surat mempunyai tema pembicaraan yangmenonjol, dan itu tercerminbpada
namanya masingmasing, seperti surat Al-Baqarah [2], surat Yusuf [12], surat An-Naml
[27] dan Al-Jin [72]. Lihatlah firman Allah surat Al-Baqarah [2]; 67-71: Cerita tentang
lembu betina dalam surah Al-Baqarah [2] di atas merupakan inti pembicaraannya, yaitu

7
Rangkaian macam munasabah ini disarikan dari, Rosihan Anwar, Ulum AlQuran, (Bandung: CV. Pustaka Setia,
2012), h. 84 – 95. Lihat juga Jalaluddin, AsSuyuti, Al-Itqan Fi ‘Ulumil Qur’an, (Beirut: Darul Fikri, 1979), h. 111 - 114.

5
kekuasaan Tuhan membangkitkan orang mati. Dengan perkataan lain, tujuan surat ini
adalah menyangkut kekuasaan Tuhan dan keimanan kepada hari kemudian.

a. Munasabah antar bagian suatu ayat


Munasabah antar bagian surah sering berbentuk pola munasabah Al-
tadhadat (perlawanan) seperti terlihat dalam surat Al-Hadid [57] ayat 4:

ِ ْ‫ش يَ ْعلَ ُم َما يَلِ ُج فِي اَأْلر‬


‫ض َو َما يَ ْخ ُر ُج ِم ْنهَا َو َما‬ ِ ْ‫ض فِي ِستَّ ِة َأي ٍَّام ثُ َّم ا ْستَ َوى َعلَى ْال َعر‬
َ ْ‫ت َواَأْلر‬ َ َ‫هُ َو الَّ ِذي خَ ل‬
ِ ‫ق ال َّس َما َوا‬
ِ َ‫نز ُل ِمن ال َّس َما ِء َو َما يَ ْع ُر ُج فِيهَا َوهُ َو َم َع ُك ْم أين َما ُكنتُ ْم َوهَّللا ُ بِ َما تَ ْع َملُونَ ب‬
‫صي ٌر‬ ِ َ‫ي‬

Antara kata “yaliju” (masuk) dengan kata “yakhruju” (keluar), serta kata
“yanzilu” (turun) dengan kata “ya’ruju” (naik) terdapat korelasi perlawanan.
Contoh lainnya adalah kata “Al-‘adzab” dan “Ar-rahmah” dan janji baik setelah
ancaman. Munasabah seperti ini dapat dijumpai dalam surat Al-Baqarah [2], An-
Nisa [4] dan surat Al-Mai’dah [5].
b. Munasabah antar ayat yang letaknya berdampingan
Munasabah antarayat yang letaknya berdampingan sering terlihat dengan
jelas, tetapi sering pula tidak jelas. Munasabah antarayat yang terlihat dengan
jelas umumnya menggunakan pola ta’kid (penguat), tafsir (penjelas), i’tiradh
(bantahan), dan tasydid (penegasan).
Munasabah antarayat yang menggunakan pola ta’kid yaitu apabila salah
satu ayat atau bagian ayat menperkuat makna ayat atau bagian ayat yang terletak
di sampingnya. Munasabah antarayat menggunakan pola tafsir, apabila satu ayat
atau bagian ayat tertentu ditafsirkan maknanya oleh ayat atau bagian ayat di
sampingnya. Munasabah antarayat menggunakan pola i’tiradh apabila terletak
satu kalimat atau lebih tidak ada kedudukannya dalam i’rab (stuktur kalimat), baik
di pertengahan kalimat atau di antara dua kalimat yang berhubungan maknanya.
Adapun munasabah antarayat menggunakan pola bentuk tasydid apabila satu ayat
atau bagian ayat yang mempertegas arti ayat yang terletak di sampingnya.
Munasabah antarayat yang tidak jelas dapat dilihat melalui qara’in
ma’nawiyyah (hubungan makna) yang terlihat dalam empat pola munasabah: At-
6
tanzir (perbandingan), Al-mudhadat (perlawanan), istithrad (penjelasan lebih
lanjut) dan At-takhallush (perpindahan).
Munasabah yang berpolakan At-tanzir terlihat pada adanya perbandingan
antara ayat-ayat yang berdampingan. Munasabah yang berpolakan Al-mudhadat
terlihat adanya perlawanan makna antar satu ayat makna yang lain yang
berdampingan. Munasabah yang berpolakan istithradh terlihat pada adanya
penjelasan lebih lanjut dari suatu ayat. Selanjutnya, pola munasabah takhallush
terlihat pada perpindahan dari awal pembicaraan pada maksud tertentu secara
halus. Misalnya, dalam surat Al-A’raf [7], mula-mula Allah berbicara tentang
para nabi dan umat terdahulu, kemudian tentang Nabi Musa dan para pengikutnya
yang selanjutnya berkisah tentang Nabi Muhammad dan umatnya.

c. Munasabah antar-suatu kelompok ayat dan kelompok ayat di


sampingnya
Dalam surat Al-Baqarah [2] ayat 1 sampai ayat 20, misalnya Allah
memulai Penjelasan-Nya tentang kebenaran dan fungsi Al-Quran bagi orang-
orang yang bertakwa. Dalam kelompok ayatayat berikutnya dibicarakan tiga
kelompok manusia dan sifat-sifat mereka yang berbeda-beda, yaitu: mukmin,
kafir, dan munafik.

d. Munasabah antarfashilah (pemisah) dan isi ayat


Macam munasabah ini menggandung tujuan-tujuan tertentu. Di antaranya
adalah untuk menguatkan (tamkin) makna yang terkandung dalam suatu ayat.
Misalnya dalam surat AnNaml [27] ayat 80:

َ‫ك اَل تُ ْس ِم ُع ْال َموْ تَى َواَل تُ ْس ِم ُع الصُّ َّم ال ُّدعَا َء ِإ َذا َولَّوْ ا ُم ْدبِ ِرين‬
َ َّ‫ِإن‬
Artinya: “Sesungguhnya kami tidak dapat menjadikan orang-orang yang
mati mendengar dan (tidak pula) menjadikan orang-orang yang tuli mendengar
panggilan, apabila mereka telah berpaling membelakang.”(Q.S. AnNaml: 80)

7
Kalimat “idza wallau mudbirin” (apabila mereka telah berpaling
membelakang) merupakan penjelasan tambahan terhadap makna “ Ash-Shum”
(orang tuli).
e. Munasabah antar awal surat dengan akhir surat yang sama
Tentang munasabah samacam ini, As-Suyuthi talah mengarang sebuah
buku yang berjudul Marasid Al-Mathali fi Tanasub Al-Maqati’ wa Al-Mathali.
Contoh munasabah ini dalam surat Al-Qashas [28] yang bermula dengan
menjelaskan perjuangan Nabi Musa dalam berhadapan dengan kekejaman
Fir’aun. Atas perintah dan pertolongan Allah, Nabi Musa berhasil keluar dari
Mesir dengan penuh tekanan. Di akhir surat Allah menyampaikan kabar gembira
kepada Nabi Muhammad yang menghadapi tekanan dari kaumnya dan janji Allah
atas kemenangannya. Kemudian, jika di awal surat dikemukakan bahwa Nabi
Musa tidak akan menolong orang kafir. Munasbah di sini terletak dari sisi
kesamaan kondisi yang dihadapi oleh kedua Nabi tersebut.

f. Munasabah antar-penutup suatu surah dengan awal surah berikutnya


Jika diperhatikan pada setiap pembukaan surah, akan dijumpai munasabah
dengan akhir surah sebelumnya, sekalipun tidak mudah untuk mencapainya.
Misalnya, pada pemulaan surat Al-Hadid [57] dimulai dengan tasbih:

‫ض َوه َُو ْال َع ِزي ُز ْال َح ِكي ُم‬


ِ ْ‫ت َواَأْلر‬
ِ ‫سبَّ َح هَّلِل ِ َما فِي ال َّس َما َوا‬

Artinya: “Semua yang berada di langit dan yang di bumi bertasbih kepada
Allah (menyatakan kebesaran Allah). Dan Dialah yang Mahakuasa atas segala
sesuatu.”(Q.S. AlHadid: 1)
Ayat ini bermunasabah dengan akhir surat sebelumnya, AlWaqiah [56]
yang memerintahkan bertasbih:
‫ك ْال َع ِظ ِيم‬
َ ِّ‫فَ َسبِّحْ بِاس ِْم َرب‬

Artinya: “Maka bertasbihlah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang


Mahabesar.”(Q.S. Al-Waqiah: 96)
8
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Munasabah al-Quran merupakan bagian dari Ilmu Ulumul Quran yang sangat
penting. Ilmu Munasabah adalah pengetahuan yang menggali hubungan dalam al-Quran.
Hubungan yang dicari adalah relevansi antara ayat dengan ayat dan surat dengan surat. Ke-
hadiran ilmu ini tidak dapat dipisahkan dengan misi ilmuwan yang ingin memahami
kandungan al-Quran secara kasat mata. Memahami makna subtansi al-quran tidak cukup
mengacu kepada kajian historis atau asbab al-nuzul semata tanpa menggali sisi-sisi hubungan
logis yang dipesankan oleh surat atau ayat-ayat al Quran.

B. SARAN
Kepada seluruh pembaca makalah, khususnya mahasiswa/i jurusan Ilmu Hukum
diharapkan nantinya dapat mengamalkan hasil dari perkuliahan khususnya mata kuliah
Al-Qur’an untuk penerapan dalam segi keilmuan dalam kehidupan sehari-hari dan studi
literatur ilmu lain.

9
DAFTAR PUSTAKA

As-Suyuti, Jalaluddin, Al-Itqan Fi ‘Ulumil Qur’an, Beirut, Darul Fikri, 1979.


Burhanuddin Al-Biqa’i, Nazhm Ad-Durar fi Tanasub Al-Ayat wa As-Suwar, India, Majlis
Da’irah Al-Ma’afif AnNu’maniyah bi Haiderab, 1969.
Iman, Fauzul, Munasabah Al-Qur’an, Al-Qalam, Vol.12 No. 63,1997
Qaththan, Manna al-. Mabahits fi Ulum al-Quran, Beirut, Mansyurat al-Asr al-Hadits, 1973.
Rosihan Anwar, Pengantar Ulumul Quran, Bandung, CV. Pustaka Setia, 2009.
Sholihin, Rahmat, Munasabah Al-Quran: Studi Menemukan Tema Yang Saling Berkorelasi
Dalam Konteks Pendidikan Islam, Journal of Law and Islamic Studies, Vol.2 No.1, 2018
Zarkasyi (al), Badruddin Muhammad bin Abdillah. (2006). Al-Burhan Fi 'Ulum al- Qur'an.
Kairo: Dar al-Hadith

10

Anda mungkin juga menyukai