Anda di halaman 1dari 21

TUGAS MAKALAH

“ MODEL-MODEL EVALUASI”

DISUSUN UNTUK MEMENUHI MATA KULIAH EVALUASI PEMBELAJARAN


MATEMATIKA

DOSEN PENGAMPU :NUR RAHMAH,S.Pd.I., M.Pd.

DISUSUN KELOMPOK V

NURUL HIKMAH DJANO [17 0204 0042]


SRI EVAYANTI [17 0204 0043]
AMIRAH [17 0204 0066]
DIAN SRIWAHYUNI [17 0204 0072]

PROGRAM STUDI TADRIS MATEMATIKA

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PALOPO

TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat limpahan karunia-Nya yang telah

memberikan kekuatan, kesehatan, dan pengetahuan, sehingga penyusunan Makalah ini dapat

terselesaikan sesuai dengan waktu yang direncanakan. Dengan selesainya Makalah ini tidaklah

berarti bahwa Makalah yang tersusun ini sudah dalam bentuk yang sempurna, namun penulis

berusaha semaksimal mungkin untuk melakukan yang terbaik sehingga penyusunan Makalah ini

dapat terselesaikan walaupun dengan sangat sederhana dan terbatas.

Makalah model-model evaluasi

Akhirnya hanya kepada Allah SWT semata penulis meminta pertolongan, berserah diri,

dan hanya kepada baginda Rasulullah Muhammad SAW penulis senantiasa bershalawat.

Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu

Penyusun mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna sempurna makalah ini.

Penulis berharap agar apa yang penulis persembahkan ini dapat memberikan manfaat bagi

perkembangan dunia pendidikan. Semoga Allah SWT meridhai apa yang penulis lakukan.

Palopo, 20Maret 2020

Kelompok V

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................................iii

BAB 1 PENDAHULUAN.....................................................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................................1
B. Rumasan Masalah......................................................................................................1
C. Tujuan........................................................................................................................1

BAB 2 PEMBAHASAN........................................................................................................2
A. Macam-macam model evaluasi...................................................................................2
B. PAN dan PAP dalam evaluasi pembelajaran..............................................................8
C. Manfaat model evaluasi..............................................................................................14

BAB 3 PENUTUP.................................................................................................................16
A. Kesimpulan................................................................................................................16
B. Saran...........................................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................... 17

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Evaluasi merupakan komponen yang sangat penting dalam menjalankan atau
melaksanakan suatu program terkhususnya dalam ruang lingkup pembelajaran. Dengan
adanya evaluasi kita akan dapat lebih mudah untuk mengetahui apakah program yang telah
dilakukan atau dilaksanakan tersebut sudah berjalan dengan baik atau sebaliknya.Setiap
model-model evaluasi tentunya memiliki pengertian dan tujuan yang berbeda-beda dalam
setiap penerapannya1. Dalam mengevaluasi suatu program ada banyak model yang di
kemukakan oleh para ahli. Meskipun antara satu dan yang lainnya berbeda, namun maksud
dan tujuannya  sama.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah
yang dapat diambil adalah sebagai berikut,
1. Apa saja macam-macam model evaluasi?
2. Bagaimana PAN dan PAP dalam evaluasi pembelajaran ?
3. Apa saja manfaat model evaluasi ?

C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka tujuan dari makalah
ini adalah sebagai berikut,
1. Macam-macam model evaluasi
2. PAN dan PAP dalam evaluasi pembelajaran
3. Manfaat model evaluasi

1
Hiskia Gumer A. Nanyan, “PENGEMBANGAN SUMBER DAYA PEMBELAJARAN: Makalah Model-Model Evaluasi
Program,” PENGEMBANGAN SUMBER DAYA PEMBELAJARAN (blog), April 17, 2017,
http://mynewhiskiagumer23.blogspot.com/2017/04/makalah-model-model-evaluasi-program.html.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Macam-Macam Model Evaluasi


1. Goal Oriented Evaluation / Model Tyler
Dalam model ini, yang menjadi objek pengamatan adalah tujuan dari program yang
sudah di tetapkan jauh sebelum program di mulai. Evaluasi ini di lakukan secara
berkesinambungan untuk mengetahui sejauh mana tujuan tersebut sudah terlaksana di
dalam proses pelaksanaannya. Model ini menggunakan tujuan program sebagai kriteria
untuk menentukan keberhasilan dari program. Evaluator mencoba mengukur sampai di
mana tujuan dari program telah di capai.
Tujuan sebagai pedoman untuk dievaluasi secara konseo diajukan oleh tyler dalam
monograf, basic principles of curriculum and instruction (1950), ia menyatakan bahwa
proses evaluasi esensinya adalah suatu proses dan kegiatan dilakukan oleh seorang
evaluator untuk menentukan pada kondisi apa tujuan bisa dicapai.
Usaha memahami tujuan hidup seorang siswa dalam proses belajar tidaklah mudah.
Hal ini karena pada diri seorang siswa pada perinsipnya akan selalu terjadi perubahan,
seiring dengan umur, hasil belajar dan tingkat pengalaman hidup seorang anak manusia.
Dalam proses pembelajaran, tujuan perlu direncanakan oleh seorang guru , dengan
perinsip bahwa untuk menentukan hasil perubahan yang diinginkan dalam bentuk
perilaku siswa, seorang guru perlu melakukan evaluasi. Dengan evaluasi ini diharapkan
seorang guru diharapkan seorang guru dapat menentukan derajat atau tingkat perubahan
perilaku siswa yang terjadi sebagai akibat perencanaan proses pembelajaran yang
dilakukan oleh seorang guru kepada para siswa.
Jika dibandingkan dengan beberapa macam model pendekatan siswa sebagai pusat
pembelajaran (pupil-centered), pendekatan pengukuran secara langsung (measurement
directed approach). Pendekatan tyler memiliki model yang berbeda. Pendekatan tyler
pada perinsipnya menekankan perlunya suatu tujuan dalam proses belajar mengajar.
Pendekatan ini merupakan pendekatan sistematis, elegan, akurat, dan secara internal

2
3

memiliki rasional yang logis. Dibanding dengan model evalusi lainnya kesederhanaan
model tyler juga merupakan kelebihan tersendiri dan merupakan kekuatan konstruk yang
elegan serta mencakup evaluasi kontingensi. Dalam implementasinya, model tyler juga
menggunakan unsur pengukuran dengan usaha secara konstan, paralel, dengan inquiri
ilmiah dan melengkapi legitimasi untuk mengangkat pemahaman tentang evaluasi. Pada
model tyler sangat membedakan antara konsep pengukuran dan evaluasi. Menurut tyler
pengetahuan pengukuran dan pengetahuan evaluasi terpisah dan merupakan proses
dimana pengukuran hanya satu dari beberapa kemungkinan salah satu cara dalam
tercapainya evaluasi.
Adapun prosedur yang perlu diikuti untuk membentuk ujian pencapaian, yaitu:
1. Mengenal pasti sasaran program yang hendak dijalankan.
2. Menguraikan setiap tujuan dalam bentuk tingkah laku dan isi kandungan.
3. Mengenal pasti situasi dimana tujuan yang hendak digunakan.
4. Menentukan arah untuk mewakili situasi.
5. Menentukan arah untuk mendapatkan hasil.
Kelebihan utama dari pendekatan evaluasi berorientasi tujuan adalah kelugasannya.
Menurut Catatannana (2010) kelebihan dari model ini adalah:
1. Model ini mudah dimengerti,
2. Mudah diikuti,
3. Mudah diterapkan dan juga
4. Mudah disetujui untuk diteliti oleh direktur program.
Model ini telah menstimulasi pengembangan teknik, prosedur pengukuran dan
instrumen untuk berkembang. Literatur mengenai pendekatan ini pun berlimpah, ide
kreatif dan model-model baru yang lahir dari pendekatan inipun banyak bermunculan.
Dengan pendekatan ini pemilik program bisa melihat lebih jelas hasil pencapaian dari
suatu program sehingga bisa menilai dan menimbang suatu program.
Meski memiliki banyak kelebihan model ini juga mempunyai banyak kekurangan
dalam pelaksanaannya , ada beberapa kritik yang muncul mengenai pendekaan
berorientasi tujuan ini, seperti yang diungkapkan oleh fitzpatrick, sanders dan worthen
dalam catatannana (2010) sebagai berikut
4

1. kurangnya komponen evaluasi yang riil, lebih menekankan mengukur tujuan


pencapaian daripada keberhargaan tujuan itu sendiri.
2. kekurangan standar untuk mempertimbangkan kesenjangan yang penting antara
hasil observasi dengan level kinerja
3. mengabaikan nilai dari tujuan itu sendiri
4. mengabaikan alternatif penting dalam mempertimbangkan perencanaan program
5. melupakan konteks mengenai objek evaluasi dilaksanakan
6. mengabaikan hasil penting yang diperoleh yang tidak diungkapakan dalam
tujuan
7. meninggalkan bukti informasi program yang tidak menggambarkan tujuan
program
8. menghasilkan pendekatan yang linier dan kurang fleksibel

2. Goal Free Evaluation Model ( Michael Schriven )


Menurut Schriven, dalam pelaksanaan evaluasi program, Evaluator tidak perlu
memperhatikan apa yang menjadi tujuan program, akan tetapi bagaimana bekerjanya
suatu program, dengan cara mengidentifikasi penampilan – penampilan yang terjadi, baik
hal – hal positif maupun yang negatif. Alasannya karena ada kemungkinan evaluator
terlalu rinci mengamati tiap –tiap tujuan khusus. Jika tujuan – tujuan khusus tercapai
artinya terpenuhi dalam penampilan.
Dalam model ini, evaluator sengaja menghindar untuk mengetahui tujuan program,
berfokus pada hasil yang sebenarnya bukan hasil yang di rencanakan, hubungan evaluator
dan peserta di buat seminimal mungkin, dan tujuan yang telah di rumuskan terlebih
dahulu tidak dibenarkan untuk menyempitkan fokus evaluasi.
Ciri – Ciri Evaluasi Bebas Tujuan yaitu :
1. Evaluator sengaja menghindar untuk mengetahui tujuan program
2. Tujuan yang telah dirumuskan terlebih dahulu tidak dibenarkan
menyempitkan fokus evaluasi
3. Evaluasi bebas tujuan berfokus pada hasil yang sebenarnya, bukan pada hasil
yang direncanakan
5

4. Hubungan evaluator dan manajer atau dengan karyawan proyek dibuat


seminimal mungkin
5. Evaluasi menambah kemungkinan ditemukannya dampak yang tidak
diramalkan.
Kekurangan dan Kelebihan Goal Free Evaluation dapat diungkap sebagai berikut,
Kelebihan dari model bebas tujuan di antaranya adalah:
1. Evaluator tidak perlu memperhatikan secara rinci setiap komponen, tetapi hanya
menekankan pada bagaimana mengurangi prasangka (bias).
2. Model ini menganggap pengguna sebagai audiens utama. Melalui model ini,
Scriven ingin evaluator mengukur kesan yang didapat dari sesuatu program
dibandingkan dengan kebutuhan pengguna dan tidak membandingkannya
dengan pihak penganjur.
3. Pengaruh konsep pada masyarakat, bahwa tanpa mengetahui tujuan dari kegiatan
yang telah dilakukan, seorang penilai bisa melakukan evaluasi.
4. Kelebihan lain, dengan munculnya model bebas tujuan yang diajukan oleh
scrieven, adalah mendorong pertimbangan setiap kemungkinan pengaruh tidak
saja yang direncanakan, tetapi juga dapat diperhatikan sampingan lain yang
muncul dari produk.
Walaupun demikian, yang diajukan scrieven ternyata juga memiliki kelemahan
seperti berikut :
1. Model bebas tujuan ini pada umumnya bebas menjawab pertanyaan penting,
seperti apa pengaruh yang telah diperhitungkan dalam suatu peristiwa dan
bagimana mengidentifikasi  pengaruh tersebut.
2. Walaupun ide scrieven bebas tujuan bagus untuk membantu kegiatan yang
paralel dengan evaluasi atas dasar kejujuran, pada tingkatan praktis scrieven
tidak terlalu berhasil dalam menggambarkan bagaimana evaluasi sebaiknya
benar-benar dilaksanakan.
3. Tidak merekomendasikan bagaimana menghasilkan penilaian kebutuhan walau
pada akhirnya mengarah pada penilaian kebutuhan.
4. Diperlukan evaluator yang benar-benar kompeten untuk dapat melaksanakan
evaluasi model ini.
6

5. Langkah-langkah sistematis yang harus dilakukan dalam evaluasi hanya


menekankan pada objek sasaran saja.
6. Model bebas tujuan merupakan titik evaluasi program, dimana objek yang
dievaluasi tidak perlu terkait dengan tujuan dari objek atau subjek tersebut, tetapi
langsung kepada implikasi keberadaan program apakah bermanfaat atau tidak
objek tersebut atas dasar penilaian kebutuhan yang ada.

3. CIPP Model ( Context, Input, Process, Product )


Konsep evaluasi model CIPP pertama kali di tawarkan oleh stufflebeam pada tahun
1965 sebagai hasil dari usahanya dalam mengevaluasi ESEA ( The Elementary and
Secondary education Act ).
Sufflebeam menawarkan konsep tersebut dengan pandangan bahwa tujuan penting
dari sebuah evaluasi adalah bukan untuk membuktikan sesuatu, akan tetapi adalah untuk
memperbaikinya. Evaluasi model CIPP dapat di terapkan dalam bidang pendidikan,
manajemen, perusahaan dan sebagainya, serta dalam berbagai jenjang, baik proyek,
program maupun institusi.

4. Model Empat Level Donald L. Kirkpatrick


Merupakan model evaluasi pelatihan yang di kembangkan pertama kali oleh Kirkpatrick
( 1959 ) dengan menggunakan empat level dalam mengkategorikan hasil – hasil
pelatihan.
Empat level tersebut dapat di rinci sebagai berikut :

1) Evaluasi Reaksi ( Evaluating Reaction )

Reaksi dilakukan untuk mengukur tingkat reaksi yang di desain agar mengetahui
opini para peserta pelatihan mengenai program pelatihan

2) Evaluasi Pembelajaran ( Evaluating Learning )

Ada tiga hal yang dapat Instruktur ajarkan dalam program training, yaitu
pengetahuan, sikap dan keterampilan.
7

3) Evaluasi Tingkah Laku ( Evaluating Behavior )

Penilaian tingkah laku di fokuskan pada perubahan tingkah laku setelah peserta
kembali ke tempat kerja.

4) Evaluasi Hasil / Dampak Program Pelatihan ( Evaluating Result )

Evaluasi hasil di fokuskan pada hasil akhir ( final Result ) yang terjadi karena
peserta telah mengikuti suatu program.

5. Model UCLA
Evaluasi model ini dikembangkan oleh Alkin pada tahun 1969. Alkin mendefinisikan
evaluasi sebagai suatu proses meyakinkan keputusan, memilih informasi yang tepat,
mengumpulkan dan menganalisis informasi.
Lima macam evaluasi yang dikemukakan Alvin :

1) System assessment, yang memberikan informasi tentang keadaan atau posisi sistem.
2) Program Planning, membantu pemilihan program tertentu yang mungkin akan
berhasil memenuhi kebutuhan program.
3) Program implementation, yang menyiapkan informasi apakah program sudah di
perkenalkan kepada kelompok tertentu.
4) Program Improvement, yang memberikan informasi tentang bagaimana program
berfungsi dan bagaimana program berjalan.
5) Program certification, yang memberikan informasi tentang informasi atau guna
program.

6. Model Formatif dan Sumatif

Model ini di kembangkan oleh Scriven pada tahun1967. Menurut Scriven evaluasi
terhadap program dapat di bedakan menjadi dua :

1) Evaluasi Formatif
8

Adalah proses menyediakan dan menggunakan informasi untuk di jadikan dasar


pengambilan keputusan dalam rangka meningkatkan kualitas produk atau program
instruksional.

2) Evaluasi Sumatif

Evaluasi yang dilaksanakan saat program telah selesai dan bagi kepentingan pihak
luar atau para pengambilan keputusan.

7. Model Kesesuaian
Menurut model ini, evaluasi adalah suatu kegiatan untuk melihat ( congruence ) antara
tujuan dengan hasil belajar yang telah di capai.

8. Model Pengukuran
Pengukuran di gunakan untuk menentukan kuantitas suatu  sifat ( attribute ) tertentu
yang dimiliki oleh objek, orang maupun peristiwa dalam bentuk unit ukuran tertentu.

9. Model Yang berorientasi pada tujuan


Model evaluasi ini menggunakantujuan pembelajaran umum ( TPU ) dan tujuan
pembelajaran khusus ( TPK ) sebagai criteria untuk menentukan keberhasilan. Tujuan
model ini membantu guru merumuskan tujuan dan menjelaskan hubungan antar tujuan
dengan kegiatan.2

10. Model Countenance
Walaupun sudah banyak kritik terhadap evaluasi yang berorientasi pada tujuan, ternyata
beberapa pendidik secara konsisten masih tetap menggunakannya sebagai acuan model
yang muncul pada waktu berikutnya. Sebagai contoh, acuan evaluasi yang masih
menggunakan tujuan sebagai acuan diantaranya, yaitu model stake atau jugadisebut
model countenance.

2
Unknown, “DESMAN: MODEL-MODEL EVALUASI,” DESMAN (blog), March 11, 2015, http://desman-
spdi.blogspot.com/2015/03/model-model-evaluasi.html.
9

Model ini secara garis besar memiliki dua kelengkapan utama yang tercakup dalam
“data matrik” yaitu matrik deskripsi dan matrik keputusan. Setiap matrik dibagi menjadi
dua kolom, yaitu kolom tujuan dan kolom pengamatan.
Tugas evaluator dalam kaitannya dengan data matrik countenance adalah menentukan
masukan untuk tujuan kolom pada tiga tingkatan baris anteceden merupakan informasi
tentang kondisi yang hidup sebelum proses belajar mengajar yang mungkin menentukan
atau berkaitan dengan outcomes; baris transacition di isi dengan suatu fenomena yang
ditemui yang turut menetukan hasil proses belajar mengajar: resultan pengajaran atau
juga disebut terminologi faktor-faktor out put merupakan tujuan kondisi konstektual
untuk perilaku guru. Ketika ketiga tingkatan tujuan diatas telah dijabarkan dan
dijastifikasi dalam rasionalisasi yang jelas, maka tugas seorang evaluator untuk
menspesifikasi tujuan dapat dikatakan selesai.
Pada model countenance ini yang dimaksud standart adalah patokan duga penampilan
yang menjadi nilai dasar acuan. Ada dua macam standar dapat digunakan pada model
countenance yaitu standar absolut dan standar relatif. Standar absolut merupakan standar
yang menggambarkan satu kesatuan ide spesifik yang diatur oleh kelompok berwenagn
tertentu, sebagai contoh adalah para stakeholder yang terdiri atas para pelanggan dan para
pemimpin dan para pimpinan lembaga yang menggunakan hasil evaluasi. Standar relatif
merupakan standar perbandingan yang melibatkan para pesaing misalnya kurikulum lain
yang diarahkan denagn objektif yang sama.

11. Model Bebas Tujuan
Evaluasi model bebas tujuan ini, diajukan oleh Scrieven (1972). Menurutnya dan
pendukungnya, seorang evaluator harus menghindari tujuan dan mengambil setiap tindak
pencegahan. Menurut Screven evaluasi program dapat dilakukan tanpa mengetahui tujuan
itu sendiri. Oleh karena itu, evaluasi perlu menilai pengaruh nyata tentang profil
kebutuhan yang dilanjutkan denagn tindakan dalam pendidikan. Pendapat ini searah
dengan ahli lain, yaitu Isaac (1982), yang menyatakan bahwa evaluator sebaiknya
menemukan pengaruh program atas dasar kriteria yang terpisah dari kisi-kisi konsep kerja
program tersebut. 
10

Untuk melakukan evaluasi dengan model bebas tujuan, evaluator perlu menghasilakan
dua item inforamasi, yaitu a) penilaian tentang pengaruh nyata, dan b) penilaian tentang
profil kebutuhan yang hendak dinilai. Jika suatu produk mempunyai pengaruh yang dapat
ditunjukkan secara nyata dan responsif terhadap suatu kebutuhan, inin berarti bahwa
suatu produk yang direncanakan berguna dan secara positif perlu dikembangkan; dan
interpretasi sebaliknya terjadi, jika suatu produk, termasuk kegiatan belajar mengajar,
tidak mempunyai pengaruh nyata pada siswannya.
Kelebihan dari model bebas tujuan di antaranya adalah pengaruh konsep pada
masyarakat , bahwa tanpa mengetahui tujuan dari kegiatan yang telah dilakukan, seorang
penilai bisa melakukan evaluasi. Kelebihan lain dengan munculnya model bebas tujuan
yang diajukan oleh secrieven, adalah mendorong pertimbangan setiap kemungkinan
pengaruh tidak saja yang direncanakan, tetapi juga dapat diperhatikan sampingan lain
yang muncul dari produk.
Walaupun demikian yang diajukan secrieven ternyata juga memiliki kelemahan seperti
berikut: 1) model bebas tujuan ini pada umumnya bebas menjawab pertanyaan penting,
seperti apa pengaruh yang telah diperhitungkan dalam suatu peristiwa dan bagimana
mengidentifikasi  pengaruh tersebut?, 2) walaupun ide secrieven bebas tujuan bagus
untuk membantu kegiatan yang paralel dengan evaluasi atas dasar kejujuran, pada
tingkatan praktis secrieven tidak terlalu berhasil dalam menggambarkan bagaimana
evaluasi sebaiknya benar-benar dilaksanakan, dan 3) tidak merekomendasikan bagaimana
menghasilkan penilaian kebutuhan walau pada akhirnya mengarah pada penilaian
kebutuhan
Model bebas tujuan merupakan titik evaluasi program, dimana objek yangevaluasi tidak
perlu terkait dengan tujuan dari objek atau subjek tersebut, tetapi langsung kepada
implikasi keberadaan program apakah bermanfaat atau tidak objek tersebut atas dasar
penilaian kebutuhan yang ada.3

B. PAN dan PAP dalam evaluasi pembelajaran


1. Penilaian Acuan Norma (PAN)

3
Ahmad Nursobah, “Pemanfaatan Model-Model Evaluasi,” Pemanfaatan Model-Model Evaluasi (blog), October 10,
2012, http://cobah-ajah.blogspot.com/2012/10/pemanfaatan-model-model-evaluasi.html.
11

PAN adalah membandingkan skor yang diperoleh peserta didik dengan standar atau
norma relatif. Karena apabila seorang siswa yang terjun ke kelompok A termasuk
“Hebat”, mungkin jika pindah ke kelompok lainnya hanya menduduki kualitas “Sedang
saja”. PAN digunakan untuk menafsirkan hasil tes sumatif. Dalam PAN, makna angka
(skor) seorang peserta didik ditemukan dengan cara membandingkan hasil belajarnya
dengan hasil belajar peserta didik lainnya dalam satu kelompok/kelas. Peserta didik
dikelompokkan berdasarkan jenjang hasil belajar sehingga dapat diketahui kedudukan
relatif seorang peserta didik dibandingkan dengan teman sekelasnya. Tujuan PAN adalah
untuk membedakan peserta didik atas kelompok-kelompok tingkat kemampuan, mulai
dari yang terendah sampai yang tertinggi. Secara ideal, pendistribusian tingkat
kemampuan dalam satu kelompok menggambarkan suatu kurva normal.
Pada umumnya, PAN dipergunakan untuk seleksi. Soal tes dalam pendekatan ini
dikembangkan dari bagian bahan yang dianggap oleh guru urgen sebagai sampel dari
bahan yang telah disampaikan. Guru berwenang untuk menentukan bagian mana yang
lebih urgen. Untuk itu, guru harus dapat membatasi jumlah soal yang diperlukan, karena
tidak semua materi yang disampaikan kepada peserta didik dapat dimunculkan soal-
soalnya secara lengkap. Soal-soal harus dibuat dengan tingkat kesukaran yang bervariasi,
mulai dari yang mudah sampai dengan yang sukar sehingga memberikan kemungkinan
jawaban peserta didik bervariasi, soal dapat menyebar, dan dapat membandingkan peserta
didik yang satu dengan lainnya.
Peringkat dan klasifikasi anak yang didasarkan PAN lebih banyak mendorong kompetisi
daripada membangun semangat kerja sama. Lagi pula tidak menolong sebagian besar
peserta didik yang mengalami kegagalan. Dengan kata lain, keberhasilan peserta didik
hanya ditentukan oleh kelompoknya. PAN biasanya digunakan pada akhir unit
pembelajaran untuk menentukan tingkat hasil belajar peserta didik. Pedoman konversi
yang digunakan dalam pendekatan PAN sama dengan pendekatan PAP. Perbedaannya
hanya terletak dalam menghitung rata-rata dan simpangan baku. Dalam pendekatan PAN,
rata-rata dan simpangan baku dihitung dengan rumus statistik sesuai dengan skor mentah
yang diperoleh peserta didik.
Contoh :
Dari HASIL TES 20 SISWA
12

 Skor 45 = 2 orang
 Skor 40 = 3 orang
 Skor 35 = 7 orang
 Skor 30 = 6 orang
 Skor 20 = 2 orang

Nilai (x ) Frekuensi( f ) x.f µ µ² f. µ²

45 2 90 11,25 126,562 253,124


40 3 120 6,25 39,062 117,186

35 7 245 1,25 1,562 10,934

30 6 180 -3,75 14,062 84,372

20 2 40 -13,75 189,062 378,124

Jumlah N= 20 675 843,74


Mean = 33,75

SD= 6,495

Nilai Skor Minimal

10 M + ( 2,25 x SD )        = 33,75 + ( 2,25 x 1,086 )       = 36,195

9 M + ( 1,75 x SD          = 33,75 + ( 1,75 x 1,086 )      = 35,650

8 M + ( 1,25 x SD )        = 33,75 + ( 1,25 x 1,086 )      = 35,107

7 M + (0,75 x SD )         = 33,75 + ( 0,75 x 1,086 )      = 34,564

6 M + ( 0,25 x SD )        = 33,75 + ( 0,25 x 1,086 )      = 34,021

5 M – ( 0,25 x SD )         = 33,75 –   (0,25 x 1,086)        = 33,478

4 M – ( 0,75 x SD )         = 33,75 –   (0,75 x 1,086 )       = 32,935

3 M – ( 1,25 x SD )        = 33,75 – (1,25 x 1,086 )       = 32,392

2 M – ( 1,75 x SD )         = 33,75 –   (1,75 x 1,086 )       = 31,849


13

1 M – ( 2,25 x SD )         = 33,75 –   (2,25 x 1,086 )       = 31,306


2. Penilaian Acuan Patokan (PAP)
PAP adalah membandingkan skor yang diperoleh peserta didik dengan suatu standar
atau norma absolut. PAP pada umumnya digunakan untuk menafsirkan hasil tes formatif.
Pendekatan ini lebih menitikberatkan pada apa yang dapat dilakukan oleh peserta didik.
Dengan kata lain, kemampuan-kemampuan apa yang telah dicapai oleh peserta didik
sesudah menyelesaikan satu bagian kecil dari suatu keseluruhan program. Jadi, PAP
meneliti apa yang dapat dikerjakan oleh peserta didik dan bukan membandingkan seorang
peserta didik dengan teman sekelasnya, melainkan dengan suatu kriteria atau patokan
yang spesifik. Kriteria yang dimaksud adalah suatu tingkat pengalaman belajar atau
sejumlah kompetensi dasar yang telah ditetapkan terlebih dahulu sebelum kegiatan
belajar berlangsung. Misalnya, kriteria yang digunakan 75% atau 80%. Bagi peserta didik
yang kemampuannya dibawah kriteria yang telah ditetapkan dinyatakan tidak berhasil
dan harus mendapatkan remedial.
Tujuan PAP adalah untuk mengukur secara pasti tujuan atau kompetensi yang
ditetapkan sebagai kriteria keberhasilannya. PAP sangat bermanfaat dalam upaya
meningkatkan kualitas hasil belajar sebab peserta didik diusahakan untuk mencapai
standar yang telah ditentukan, dan hasil belajar peserta didik dapat diketahui derajat
pencapaiannya. Untuk menentukan batas lulus (passing grade) dengan pendekatan ini,
setiap skor peserta didik dibandingkan dengan skor ideal yang mungkin dicapai oleh
peserta didik.
Contoh :
Seorang guru merencanakan tes hasil belajar dalam bidang studi Fiqh. Soal-soal yang
dikeluarkan dalam tes tersebut terdiri atas 75 butir soal tes obyektif dan 1 butir soal tes
uraian dengan rincian sbb :

Nomor Butir BentukTes/Model Jumlah Butir Bobot Jawaban


Soal Soal Soal Betul Skor

Tes Obyektif bentuk


01-10 True-False 10 1 10
14

Tes Obyektif bentuk


11-20 Matching 10 1 10

Tes Obyektif bentuk


21-30 Completion 10 1 10

Tes Obyektif bentuk


MCI model
melengkapi lima
31-40 pilihan 10 1 10

Tes Obyektif bentuk


MCI model
41-50 melengkapi berganda 10 1½ 15

Tes Obyektif bentuk


MCI model asosiasi
51-60 dengan lima pilihan 10 1½ 15

Tes Obyektif bentuk


MCI model analisis
61-70 hubungan antarhal 10 2 20

Tes Obyektif bentuk


MCI model analisis
71-75 kasus 5 4 20

76 Tes Uraian 1 10 10

Skor Maksimum
Ideal 120
Berdasarkan rincian butir-butir soal diatas tersebut dapat diketahui bahwa Skor
Maksimum Ideal (SMI) dari tes hasil belajar tersebut adalah = 120. Kemudian Skor-skor
mentah hasil THB bidang studi Fiqh yang dicapai oleh 20 orang siswa setelah diubah
(dikonversi) menjadi nilai standar dengan menggunakan standar mutlak (penilaian
beracuan kriterium).

Dengan menggunakan Rumus : Nilai = Skor Mentah/Skor Maksimum Ideal X 100


15

No. Skor Mentah Nilai

1. 60 60/120 X 100 = 50

2. 40 40/120 X 100 = 33

3. 80 80/120 X 100 = 67

4. 30 30/120 X 100 = 25

5. 75 75/120 X = 62

6. 52 52/120 X 100 = 43

7. 59 59/120 X 100 = 49

8. 71 71/120 X 100 = 59

9. 41 41/120 X 100 = 34

10. 58 58/120 X 100 = 48

11. 61 61/120 X 100 = 51

12. 56 56/120 X 100 = 47

13. 53 53/120 X 100 = 44

14. 63 63/120 X 100 = 52

15. 85 785/120 X 100 = 71

16. 54 54/120 X 100 = 45

17. 60 60/120 X 100 = 50

18. 49 49/120 X 100 = 41

19. 55 55/120 X 100 = 46

20. 43 43/120 X 100 = 36


Dari nilai-nilai yang telah diperoleh, maka jika diterjemahkan menjadi nilai huruf dengan
patokan adalah :

Rentang Skor Nilai

Nilai 80% s.d. 100% = A


16

Nilai 70% s.d. 79% = B

Nilai 60% s.d. 69% = C

Nilai 45% s.d. 59% = D

Nilai < 44% E / Tidak lulus

Maka dari 20 orang siswa yang mengikuti tes hasil belajar tersebut tidak ada seorang pun
yang mendapat nilai A, yang mendapat nilai B hanya 1 orang (%), Nilai C dicapai oleh 2
orang siswa (2,5 %), Nilai D ada 5 orang siswa (%) dan siswa yang tidak lulus pada tes
bidang studi Fiqh ini ada 7 orang siswa (%).4

C. Manfaat model evaluasi


Munculnya benerapa model menunjukkan bahwa pada bidang evaluasi terjadi
pertumbuhan yang dinamis sesuai dengan perkembangan ilmu da teknologi. Semula
pendekatan evaluasi hanya terbatas pada pendekatan ilmiah dan selebihnya menyatakan
diluar model pendekatan itu tidak diakui, karena kurang bisa diterima secara logika.
Sementara itu acuan yang semula hanya bertujuan sebagai tujuan yang di acu, pada
perkembangan berikutnya ternyata lain, yaitu menjadi kebutuhan msyarakat yang juga
merupakan embrio perkembangan need assesement dalam pendidikan, yang selanjutnya
digunakan sebagaiacuan evaluasi. Dibidang seni yang lebih berorientasi pada unsur
interpretasi, juga mengalami perkembangan. Eksplanasi yang semula susah dipahami,
memunculkan model evaluasi responsif atau eavaluasi alamiah dan populer juga disebut
sebagai evaluasi naturalistik dengan manusia atau evaluator sebagai instrumen.
Seorang evaluator hendaknya memiliki kemampuan menahami macam-macam modal
seperti tersebut diatas, kemudian memilih yang paling tepat dengna keperluan evaluasi
peserta didik dan kemudian menerapkan seacra efektif, sehingga diperoleh informasi yang
mendekati kebenaran dengan kondisi yang di pelukan oleh peserta didik.5
4
“PAN & PAP Dalam Evaluasi Pembelajaran – Serba-Serbi Pendidikan,” accessed March 20, 2020,
http://blog.unnes.ac.id/seputarpendidikan/2015/10/19/pan-pap-dalam-evaluasi-pembelajaran/.
5
Nursobah, “Pemanfaatan Model-Model Evaluasi.”
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dikemukakan sebelumnya, maka dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Macam-macam model evaluasi ialah goal oriented evaluation / model tyler, goal free
Evaluation model (Michael Schriven), CIPP model ( Context, Input, Process, Product ),
model empat level Donald L. Kirkpatrick, model UCLA, model formatif dansumatif,
model kesesuaian, model pengukuran, model Yang berorientasi pada tujuan,
model Countenance, model bebas tujuan
2. PAN dan PAP dalam evaluasi pembelajaran. PAN digunakan untuk menafsirkan hasil tes
sumatif dan PAP pada umumnya digunakan untuk menafsirkan hasil tes formatif.
3. Manfaat model evaluasi yaitu untuk memenuhi keperluan evaluasi peserta didik dan
kemudian menerapkan seacra efektif, sehingga diperoleh informasi yang mendekati
kebenaran dengan kondisi yang di pelukan oleh peserta didik.

B. Saran
Seorang evaluator hendaknya memiliki kemampuan menahami macam-macam modal
seperti tersebut diatas, kemudian memilih yang paling tepatsesuai dengan perkembangan
ilmu da teknologi.

17
DAFTAR PUSTAKA

Nanyan, Hiskia Gumer A. “PENGEMBANGAN SUMBER DAYA PEMBELAJARAN:


Makalah Model-Model Evaluasi Program.” PENGEMBANGAN SUMBER DAYA
PEMBELAJARAN (blog), April 17, 2017.
http://mynewhiskiagumer23.blogspot.com/2017/04/makalah-model-model-evaluasi-
program.html.
Nursobah, Ahmad. “Pemanfaatan Model-Model Evaluasi.” Pemanfaatan Model-Model Evaluasi
(blog), October 10, 2012. http://cobah-ajah.blogspot.com/2012/10/pemanfaatan-model-
model-evaluasi.html.
“PAN & PAP Dalam Evaluasi Pembelajaran – Serba-Serbi Pendidikan.” Accessed March 20,
2020. http://blog.unnes.ac.id/seputarpendidikan/2015/10/19/pan-pap-dalam-evaluasi-
pembelajaran/.
Unknown. “DESMAN: MODEL-MODEL EVALUASI.” DESMAN (blog), March 11, 2015.
http://desman-spdi.blogspot.com/2015/03/model-model-evaluasi.html.

18

Anda mungkin juga menyukai