“ MODEL-MODEL EVALUASI”
DISUSUN KELOMPOK V
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat limpahan karunia-Nya yang telah
memberikan kekuatan, kesehatan, dan pengetahuan, sehingga penyusunan Makalah ini dapat
terselesaikan sesuai dengan waktu yang direncanakan. Dengan selesainya Makalah ini tidaklah
berarti bahwa Makalah yang tersusun ini sudah dalam bentuk yang sempurna, namun penulis
berusaha semaksimal mungkin untuk melakukan yang terbaik sehingga penyusunan Makalah ini
Akhirnya hanya kepada Allah SWT semata penulis meminta pertolongan, berserah diri,
dan hanya kepada baginda Rasulullah Muhammad SAW penulis senantiasa bershalawat.
Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu
Penyusun mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna sempurna makalah ini.
Penulis berharap agar apa yang penulis persembahkan ini dapat memberikan manfaat bagi
perkembangan dunia pendidikan. Semoga Allah SWT meridhai apa yang penulis lakukan.
Kelompok V
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN.....................................................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................................1
B. Rumasan Masalah......................................................................................................1
C. Tujuan........................................................................................................................1
BAB 2 PEMBAHASAN........................................................................................................2
A. Macam-macam model evaluasi...................................................................................2
B. PAN dan PAP dalam evaluasi pembelajaran..............................................................8
C. Manfaat model evaluasi..............................................................................................14
BAB 3 PENUTUP.................................................................................................................16
A. Kesimpulan................................................................................................................16
B. Saran...........................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................... 17
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Evaluasi merupakan komponen yang sangat penting dalam menjalankan atau
melaksanakan suatu program terkhususnya dalam ruang lingkup pembelajaran. Dengan
adanya evaluasi kita akan dapat lebih mudah untuk mengetahui apakah program yang telah
dilakukan atau dilaksanakan tersebut sudah berjalan dengan baik atau sebaliknya.Setiap
model-model evaluasi tentunya memiliki pengertian dan tujuan yang berbeda-beda dalam
setiap penerapannya1. Dalam mengevaluasi suatu program ada banyak model yang di
kemukakan oleh para ahli. Meskipun antara satu dan yang lainnya berbeda, namun maksud
dan tujuannya sama.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah
yang dapat diambil adalah sebagai berikut,
1. Apa saja macam-macam model evaluasi?
2. Bagaimana PAN dan PAP dalam evaluasi pembelajaran ?
3. Apa saja manfaat model evaluasi ?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka tujuan dari makalah
ini adalah sebagai berikut,
1. Macam-macam model evaluasi
2. PAN dan PAP dalam evaluasi pembelajaran
3. Manfaat model evaluasi
1
Hiskia Gumer A. Nanyan, “PENGEMBANGAN SUMBER DAYA PEMBELAJARAN: Makalah Model-Model Evaluasi
Program,” PENGEMBANGAN SUMBER DAYA PEMBELAJARAN (blog), April 17, 2017,
http://mynewhiskiagumer23.blogspot.com/2017/04/makalah-model-model-evaluasi-program.html.
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
3
memiliki rasional yang logis. Dibanding dengan model evalusi lainnya kesederhanaan
model tyler juga merupakan kelebihan tersendiri dan merupakan kekuatan konstruk yang
elegan serta mencakup evaluasi kontingensi. Dalam implementasinya, model tyler juga
menggunakan unsur pengukuran dengan usaha secara konstan, paralel, dengan inquiri
ilmiah dan melengkapi legitimasi untuk mengangkat pemahaman tentang evaluasi. Pada
model tyler sangat membedakan antara konsep pengukuran dan evaluasi. Menurut tyler
pengetahuan pengukuran dan pengetahuan evaluasi terpisah dan merupakan proses
dimana pengukuran hanya satu dari beberapa kemungkinan salah satu cara dalam
tercapainya evaluasi.
Adapun prosedur yang perlu diikuti untuk membentuk ujian pencapaian, yaitu:
1. Mengenal pasti sasaran program yang hendak dijalankan.
2. Menguraikan setiap tujuan dalam bentuk tingkah laku dan isi kandungan.
3. Mengenal pasti situasi dimana tujuan yang hendak digunakan.
4. Menentukan arah untuk mewakili situasi.
5. Menentukan arah untuk mendapatkan hasil.
Kelebihan utama dari pendekatan evaluasi berorientasi tujuan adalah kelugasannya.
Menurut Catatannana (2010) kelebihan dari model ini adalah:
1. Model ini mudah dimengerti,
2. Mudah diikuti,
3. Mudah diterapkan dan juga
4. Mudah disetujui untuk diteliti oleh direktur program.
Model ini telah menstimulasi pengembangan teknik, prosedur pengukuran dan
instrumen untuk berkembang. Literatur mengenai pendekatan ini pun berlimpah, ide
kreatif dan model-model baru yang lahir dari pendekatan inipun banyak bermunculan.
Dengan pendekatan ini pemilik program bisa melihat lebih jelas hasil pencapaian dari
suatu program sehingga bisa menilai dan menimbang suatu program.
Meski memiliki banyak kelebihan model ini juga mempunyai banyak kekurangan
dalam pelaksanaannya , ada beberapa kritik yang muncul mengenai pendekaan
berorientasi tujuan ini, seperti yang diungkapkan oleh fitzpatrick, sanders dan worthen
dalam catatannana (2010) sebagai berikut
4
Reaksi dilakukan untuk mengukur tingkat reaksi yang di desain agar mengetahui
opini para peserta pelatihan mengenai program pelatihan
Ada tiga hal yang dapat Instruktur ajarkan dalam program training, yaitu
pengetahuan, sikap dan keterampilan.
7
Penilaian tingkah laku di fokuskan pada perubahan tingkah laku setelah peserta
kembali ke tempat kerja.
Evaluasi hasil di fokuskan pada hasil akhir ( final Result ) yang terjadi karena
peserta telah mengikuti suatu program.
5. Model UCLA
Evaluasi model ini dikembangkan oleh Alkin pada tahun 1969. Alkin mendefinisikan
evaluasi sebagai suatu proses meyakinkan keputusan, memilih informasi yang tepat,
mengumpulkan dan menganalisis informasi.
Lima macam evaluasi yang dikemukakan Alvin :
1) System assessment, yang memberikan informasi tentang keadaan atau posisi sistem.
2) Program Planning, membantu pemilihan program tertentu yang mungkin akan
berhasil memenuhi kebutuhan program.
3) Program implementation, yang menyiapkan informasi apakah program sudah di
perkenalkan kepada kelompok tertentu.
4) Program Improvement, yang memberikan informasi tentang bagaimana program
berfungsi dan bagaimana program berjalan.
5) Program certification, yang memberikan informasi tentang informasi atau guna
program.
Model ini di kembangkan oleh Scriven pada tahun1967. Menurut Scriven evaluasi
terhadap program dapat di bedakan menjadi dua :
1) Evaluasi Formatif
8
2) Evaluasi Sumatif
Evaluasi yang dilaksanakan saat program telah selesai dan bagi kepentingan pihak
luar atau para pengambilan keputusan.
7. Model Kesesuaian
Menurut model ini, evaluasi adalah suatu kegiatan untuk melihat ( congruence ) antara
tujuan dengan hasil belajar yang telah di capai.
8. Model Pengukuran
Pengukuran di gunakan untuk menentukan kuantitas suatu sifat ( attribute ) tertentu
yang dimiliki oleh objek, orang maupun peristiwa dalam bentuk unit ukuran tertentu.
10. Model Countenance
Walaupun sudah banyak kritik terhadap evaluasi yang berorientasi pada tujuan, ternyata
beberapa pendidik secara konsisten masih tetap menggunakannya sebagai acuan model
yang muncul pada waktu berikutnya. Sebagai contoh, acuan evaluasi yang masih
menggunakan tujuan sebagai acuan diantaranya, yaitu model stake atau jugadisebut
model countenance.
2
Unknown, “DESMAN: MODEL-MODEL EVALUASI,” DESMAN (blog), March 11, 2015, http://desman-
spdi.blogspot.com/2015/03/model-model-evaluasi.html.
9
Model ini secara garis besar memiliki dua kelengkapan utama yang tercakup dalam
“data matrik” yaitu matrik deskripsi dan matrik keputusan. Setiap matrik dibagi menjadi
dua kolom, yaitu kolom tujuan dan kolom pengamatan.
Tugas evaluator dalam kaitannya dengan data matrik countenance adalah menentukan
masukan untuk tujuan kolom pada tiga tingkatan baris anteceden merupakan informasi
tentang kondisi yang hidup sebelum proses belajar mengajar yang mungkin menentukan
atau berkaitan dengan outcomes; baris transacition di isi dengan suatu fenomena yang
ditemui yang turut menetukan hasil proses belajar mengajar: resultan pengajaran atau
juga disebut terminologi faktor-faktor out put merupakan tujuan kondisi konstektual
untuk perilaku guru. Ketika ketiga tingkatan tujuan diatas telah dijabarkan dan
dijastifikasi dalam rasionalisasi yang jelas, maka tugas seorang evaluator untuk
menspesifikasi tujuan dapat dikatakan selesai.
Pada model countenance ini yang dimaksud standart adalah patokan duga penampilan
yang menjadi nilai dasar acuan. Ada dua macam standar dapat digunakan pada model
countenance yaitu standar absolut dan standar relatif. Standar absolut merupakan standar
yang menggambarkan satu kesatuan ide spesifik yang diatur oleh kelompok berwenagn
tertentu, sebagai contoh adalah para stakeholder yang terdiri atas para pelanggan dan para
pemimpin dan para pimpinan lembaga yang menggunakan hasil evaluasi. Standar relatif
merupakan standar perbandingan yang melibatkan para pesaing misalnya kurikulum lain
yang diarahkan denagn objektif yang sama.
11. Model Bebas Tujuan
Evaluasi model bebas tujuan ini, diajukan oleh Scrieven (1972). Menurutnya dan
pendukungnya, seorang evaluator harus menghindari tujuan dan mengambil setiap tindak
pencegahan. Menurut Screven evaluasi program dapat dilakukan tanpa mengetahui tujuan
itu sendiri. Oleh karena itu, evaluasi perlu menilai pengaruh nyata tentang profil
kebutuhan yang dilanjutkan denagn tindakan dalam pendidikan. Pendapat ini searah
dengan ahli lain, yaitu Isaac (1982), yang menyatakan bahwa evaluator sebaiknya
menemukan pengaruh program atas dasar kriteria yang terpisah dari kisi-kisi konsep kerja
program tersebut.
10
Untuk melakukan evaluasi dengan model bebas tujuan, evaluator perlu menghasilakan
dua item inforamasi, yaitu a) penilaian tentang pengaruh nyata, dan b) penilaian tentang
profil kebutuhan yang hendak dinilai. Jika suatu produk mempunyai pengaruh yang dapat
ditunjukkan secara nyata dan responsif terhadap suatu kebutuhan, inin berarti bahwa
suatu produk yang direncanakan berguna dan secara positif perlu dikembangkan; dan
interpretasi sebaliknya terjadi, jika suatu produk, termasuk kegiatan belajar mengajar,
tidak mempunyai pengaruh nyata pada siswannya.
Kelebihan dari model bebas tujuan di antaranya adalah pengaruh konsep pada
masyarakat , bahwa tanpa mengetahui tujuan dari kegiatan yang telah dilakukan, seorang
penilai bisa melakukan evaluasi. Kelebihan lain dengan munculnya model bebas tujuan
yang diajukan oleh secrieven, adalah mendorong pertimbangan setiap kemungkinan
pengaruh tidak saja yang direncanakan, tetapi juga dapat diperhatikan sampingan lain
yang muncul dari produk.
Walaupun demikian yang diajukan secrieven ternyata juga memiliki kelemahan seperti
berikut: 1) model bebas tujuan ini pada umumnya bebas menjawab pertanyaan penting,
seperti apa pengaruh yang telah diperhitungkan dalam suatu peristiwa dan bagimana
mengidentifikasi pengaruh tersebut?, 2) walaupun ide secrieven bebas tujuan bagus
untuk membantu kegiatan yang paralel dengan evaluasi atas dasar kejujuran, pada
tingkatan praktis secrieven tidak terlalu berhasil dalam menggambarkan bagaimana
evaluasi sebaiknya benar-benar dilaksanakan, dan 3) tidak merekomendasikan bagaimana
menghasilkan penilaian kebutuhan walau pada akhirnya mengarah pada penilaian
kebutuhan
Model bebas tujuan merupakan titik evaluasi program, dimana objek yangevaluasi tidak
perlu terkait dengan tujuan dari objek atau subjek tersebut, tetapi langsung kepada
implikasi keberadaan program apakah bermanfaat atau tidak objek tersebut atas dasar
penilaian kebutuhan yang ada.3
3
Ahmad Nursobah, “Pemanfaatan Model-Model Evaluasi,” Pemanfaatan Model-Model Evaluasi (blog), October 10,
2012, http://cobah-ajah.blogspot.com/2012/10/pemanfaatan-model-model-evaluasi.html.
11
PAN adalah membandingkan skor yang diperoleh peserta didik dengan standar atau
norma relatif. Karena apabila seorang siswa yang terjun ke kelompok A termasuk
“Hebat”, mungkin jika pindah ke kelompok lainnya hanya menduduki kualitas “Sedang
saja”. PAN digunakan untuk menafsirkan hasil tes sumatif. Dalam PAN, makna angka
(skor) seorang peserta didik ditemukan dengan cara membandingkan hasil belajarnya
dengan hasil belajar peserta didik lainnya dalam satu kelompok/kelas. Peserta didik
dikelompokkan berdasarkan jenjang hasil belajar sehingga dapat diketahui kedudukan
relatif seorang peserta didik dibandingkan dengan teman sekelasnya. Tujuan PAN adalah
untuk membedakan peserta didik atas kelompok-kelompok tingkat kemampuan, mulai
dari yang terendah sampai yang tertinggi. Secara ideal, pendistribusian tingkat
kemampuan dalam satu kelompok menggambarkan suatu kurva normal.
Pada umumnya, PAN dipergunakan untuk seleksi. Soal tes dalam pendekatan ini
dikembangkan dari bagian bahan yang dianggap oleh guru urgen sebagai sampel dari
bahan yang telah disampaikan. Guru berwenang untuk menentukan bagian mana yang
lebih urgen. Untuk itu, guru harus dapat membatasi jumlah soal yang diperlukan, karena
tidak semua materi yang disampaikan kepada peserta didik dapat dimunculkan soal-
soalnya secara lengkap. Soal-soal harus dibuat dengan tingkat kesukaran yang bervariasi,
mulai dari yang mudah sampai dengan yang sukar sehingga memberikan kemungkinan
jawaban peserta didik bervariasi, soal dapat menyebar, dan dapat membandingkan peserta
didik yang satu dengan lainnya.
Peringkat dan klasifikasi anak yang didasarkan PAN lebih banyak mendorong kompetisi
daripada membangun semangat kerja sama. Lagi pula tidak menolong sebagian besar
peserta didik yang mengalami kegagalan. Dengan kata lain, keberhasilan peserta didik
hanya ditentukan oleh kelompoknya. PAN biasanya digunakan pada akhir unit
pembelajaran untuk menentukan tingkat hasil belajar peserta didik. Pedoman konversi
yang digunakan dalam pendekatan PAN sama dengan pendekatan PAP. Perbedaannya
hanya terletak dalam menghitung rata-rata dan simpangan baku. Dalam pendekatan PAN,
rata-rata dan simpangan baku dihitung dengan rumus statistik sesuai dengan skor mentah
yang diperoleh peserta didik.
Contoh :
Dari HASIL TES 20 SISWA
12
Skor 45 = 2 orang
Skor 40 = 3 orang
Skor 35 = 7 orang
Skor 30 = 6 orang
Skor 20 = 2 orang
SD= 6,495
76 Tes Uraian 1 10 10
Skor Maksimum
Ideal 120
Berdasarkan rincian butir-butir soal diatas tersebut dapat diketahui bahwa Skor
Maksimum Ideal (SMI) dari tes hasil belajar tersebut adalah = 120. Kemudian Skor-skor
mentah hasil THB bidang studi Fiqh yang dicapai oleh 20 orang siswa setelah diubah
(dikonversi) menjadi nilai standar dengan menggunakan standar mutlak (penilaian
beracuan kriterium).
1. 60 60/120 X 100 = 50
2. 40 40/120 X 100 = 33
3. 80 80/120 X 100 = 67
4. 30 30/120 X 100 = 25
5. 75 75/120 X = 62
6. 52 52/120 X 100 = 43
7. 59 59/120 X 100 = 49
8. 71 71/120 X 100 = 59
9. 41 41/120 X 100 = 34
Maka dari 20 orang siswa yang mengikuti tes hasil belajar tersebut tidak ada seorang pun
yang mendapat nilai A, yang mendapat nilai B hanya 1 orang (%), Nilai C dicapai oleh 2
orang siswa (2,5 %), Nilai D ada 5 orang siswa (%) dan siswa yang tidak lulus pada tes
bidang studi Fiqh ini ada 7 orang siswa (%).4
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dikemukakan sebelumnya, maka dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Macam-macam model evaluasi ialah goal oriented evaluation / model tyler, goal free
Evaluation model (Michael Schriven), CIPP model ( Context, Input, Process, Product ),
model empat level Donald L. Kirkpatrick, model UCLA, model formatif dansumatif,
model kesesuaian, model pengukuran, model Yang berorientasi pada tujuan,
model Countenance, model bebas tujuan
2. PAN dan PAP dalam evaluasi pembelajaran. PAN digunakan untuk menafsirkan hasil tes
sumatif dan PAP pada umumnya digunakan untuk menafsirkan hasil tes formatif.
3. Manfaat model evaluasi yaitu untuk memenuhi keperluan evaluasi peserta didik dan
kemudian menerapkan seacra efektif, sehingga diperoleh informasi yang mendekati
kebenaran dengan kondisi yang di pelukan oleh peserta didik.
B. Saran
Seorang evaluator hendaknya memiliki kemampuan menahami macam-macam modal
seperti tersebut diatas, kemudian memilih yang paling tepatsesuai dengan perkembangan
ilmu da teknologi.
17
DAFTAR PUSTAKA
18