Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

EVALUASI PENDIDIKAN
“Teknik Penyusunan dan Pelaksanaan TeS Hasil Belajar”

DISUSUN OLEH KELOMPOK 1 :


1. AGUS BUDI SANTOSO
NO BP : 161011561100
2. DEBI SANITA
NO BP : 16101156110015
3. JULITA RAHMI
NO BP : 161011561100
4. RIA WULANDARI
NO BP : 16101156110022

JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK INFORMATIKA


FAKULTAS KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PUTRA INDONESIA “YPTK”
PADANG
2017
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-
Nya,penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Teknik Penyusunan dan
Pelaksanaan TeS Hasil Belajar”.

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Evaluasi Pendidikan dan penulis
mengucapkan terima kasih kepada ibu Dosen pembimbing serta kepada semua pihak yang
secara langsung dan tidak langsung karena telah membantu menyelesaikan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini masih banyak kekurangan dan kesalahan.
Hal ini karena keterbatasan kemampuan penulis sendiri. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun demi kebaikan untuk kedepannya
dari semua pihak khususnya pembaca.Harapan penulis, semoga makalah ini bisa bermanfaat
bagi para pembaca.

Padang,16 Oktober 2016

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................

DAFTAR ISI.......................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang...............................................................................................


1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................
1.3 Tujuan Masalah..............................................................................................

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Teknik Penyusuna Tes Hasil Beljar...............................................................
2.2 Teknik Pelaksanaa Tes Hasil Belajar.............................................................

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan....................................................................................................

3.2 Daftar Pustaka................................................................................................


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam arti luas, menurut Mehrens & Lehmann yang dikutip oleh Ngalim Purwanto
bahwa evaluasi adalah suatu proses merencanakan, memperoleh, dan rnenyediakan informasi
yang sangat diperlukan untuk membuat alternatif-alternatif keputusan.Berdasarkan pengertian
tersebut maka setiap kegiatan evaluasi atau penilaian merupakan suatu proses yang sengaja
direncanakan untuk memperoleh informasi atau data.Sudah barang tentu informasi atau data
yang dikumpulkan itu haruslah data yang sesuai dan mendukung tujuan evaluasi yang
direncanakan. .
Dalam proses pembelajaran peran sekolah dan guru yang pokok adalah menyediakan dan
memberikan fasilitas untuk memudahkan dan melancarkan cara belajar siswa. Guru harus
dapat membangkit kegiatan-kegiatan yang membantu siswa meningkatkan hasil belajarnya.

Namun, di samping itu kadang-kadang guru merasa bahwa evaluasi itu merupakan
sesuatu yang bertentangan dengan pengajaran.Hal ini timbul karena sering kali terlihat bahwa
adanya kegiatan evluasi justru merisaukan dan menurunkan gairah belajar pada siswa.Hingga
anggapan dengan adanya kegiatan evaluasi itu bertentangan dengan kegiatan
pengajaran.Pendapat yang demikian pada hakikatnya tidaklah benar.Evaluasi yang dilakukan
dengan tidak benar dapat mematikan semangat belajar siswa.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah dari makalah ini yaitu:
1. Bagaimana teknik penyusunan tes hasil belajar?
2. Bagaimana melaksanakan tes hasil belajar?

1.3 Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini yaitu:
1. Untuk memahami teknik penyuunan tes hasil belajar
2. Untuk memahami pelaksanaan tes hasil belajar.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Teknik Penyusuna Tes Hasil Belajar
Tes hasil belajar merupakan salah satu jenis tes yang digunakan untuk mengukur
perkembangan atau kemajuan belajar peserta didik,setelah mereka mengikuti proses
pembelajaran.
Di dalam teknik penyusunan tes hasil belajar setidak tidaknya ada empat ciri atau
karakteristik yang harus dimiliki oleh tes hasil belajar,sehingga tes tersebut dapat dinyatakan
sebagai tes yang baik sebagaimana yang dikemukakan oleh Anas Sudijono yaitu: “(1) valid
(shahih = ‫( ;)صحيح‬2) reliabel (tsabit = ‫( ;)ثابت‬3) obyektif (maudu’iy = ‫( ;)موضوعى‬4) praktis
(‘amaliy = ‫”)عملى‬.
Ciri Pertama: valid atau validitas yang sering diartikan dengan ketetapan,kebenaran,
keshahihan atau keabsahan. Maka sebuah tes dikatakan valid apabila tes tersebut dengan
secara tepat,secara benar,secara shahih atau secara absah dapat mengukur apa yang
seharusnyadiukur.
Ciri kedua: reliabel yang sering diterjemahkan dengan keajegan (=stability) atau
kemantapan (=consystence).Maka sebuah tes dapat dikatakan reliabel apabila hasil-hasil
pengukuran yang digunakan dengan menggunakan tes tersebut secara berulangkali terhadap
obyek yang sama,senantiasa menunjukkan hasil yang tetap sama atau sifatnya ajeg dan stabil.
Ciri ketiga: obyektif yang dapat diartikan dengan “menurut apa adanya”.Ditinjau dari isi
atau materi tesnya,tes diambilkan atau bersumber dari materi atau bahan pelajaran yang telah
diberikan sesuai atau sejalan dengan kompetensinya.Dan ditinjau dari segi pemberian skor
dan penentuan nilai hasil tesnya,maka pemberian skor dan penentuan nilainya terhidar dari
unsur-unsursubyektivits
Ciri keempat: praktis yang mengandung pengertian bahwa tes hasil belajar tersebut dapat
dilakukan dengan mudah,karena ada dua alasan. :
1. Bersifat sederhana,tidak memerlukan peralatan yang banyak atau peralajan yang sulit
pengadaannya,
2. Lengkap,tes tersebut telah dilengkapi dengan petunjuk mengenai bagaimana cara
mengerjakannya,kunci jawabannya dan pedoman scoring serta penentuan nilainya.
Selain dari empat ciri atau karakteristik yang harus dimiliki oleh tes hasil belajar yang baik,
ada beberapa prinsip dasar yang perlu dicermati di dalam menyusun tes hasil belajar agar tes
tersebut dapat mengukur tujuan pembelajaran yang telah diajarkan,sebagaimana yang
dikemukakan oleh Anas Sudijono yang dapat dipaparkan singkat,yaitu:
Pertama,tes hasil belajar harus dapat mengukur secara jelas hasil belajar (learning outcomes)
yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan pembelajaran.
Kedua,butir-butir soal tes hasil belajar harus merupakan sampel yang representatif dari
populasi bahan pelajaran yang telah diajarkan,sehingga dapat dianggap mewakili seluruh
performance yang telah diperoleh .
Ketiga, bentuk soal yang dikeluarkan dalam tes hasil belajar harus dibuat bervariasi, sehingga
betul-betul cocok untuk mengukur hasil belajar yang diinginkan sesuai dengan tujuan tes itu
sendiri.
Kempat, tes hasil belajar harus didesain sesuai dengan kegunaannya untuk memperoleh hasil
yang diinginkan. Pernyataan tersebut mengandung makna, bahwa desain tes hasil belajar
harus disusun relevan dengan kegunaan yang dimiliki oleh masing-masing jenis tes. Desain
dari placement test - (yaitu tes yang digunakan untuk penentuan penempatan siswa dalam
suatu jenjang atau jenis program pendidikan tertentu). Sudah barang tentu akan berbeda
dengan desain dari formative test - (yaitu tes yang digunakan untuk mencari umpan balik
guna memperbaiki proses pembelajaran, baik bagi guru maupun bagi siswa) - dan summative
test - (yaitu tes yang digunakan untuk mengukur atau menilai sampai dimana pencapaian
siswa terhadap bahan pelajaran yang telah diajarkan dan selanjutnya untuk menentukan
kenaikan tingkat atau kelulusan siswa yang bersangkutan). Demikian pula desain dari
diagnostic test - (yaitu tes yang digunakan dengan tujuan untuk mencari sebab-sebab
kesulitan belajar siswa.
Kelima,tes hasil belajar harus memiliki reliabelitas yang dapat diandalkan.
Keenam, tes hasil belajar di samping harus dapat dijadikan alat pengukur keberhasilan belajar
siswa, juga harus dapat dijadikan alat untuk mencari informasi yang berguna untuk perbaikan
cara belajar siswa dan cara mengajar guru itu sendiri

Untuk mengukur perkembangan dan kemajuan belajar peserta didik, apabila ditinjau dari
segi bentuk soalnya dapat dibedakan menjadi dua macam,yaitu:

1.Tes hasil belajar bentuk uraian

a. Pengertian tes uraian


Tes uraian (essay test) juga sering dikenal dengan istilah tes subyektif (subjective test)
adalah salah satu jenis tes hasil belajar yang memiliki karakteristik sebagaimana
dikemukakan berikut ini:

1) Tes tersebut dalam bentuk pertanyaan dan perintah yang menghendaki jawaban berupa
uraian atau paparan kalimat yang pada umunnya cukup panjang,
2) Bentuk-bentuk pertanyaan atau perintah itu menuntut kepada testee untuk memberikan
penjelasan, komentar, penafsiran, membandingkan, membedakan dan sebagainya,
3) Jumlah butir soalnya umumnya terbatas, yaitu berkisar antara lima sampai dengan sepuluh
butir,
4) Pada umumnya butir-butir soal tes uraian itu diawali dengan kata-kata: "jelaskan...",
"Terangkan..." , "Uraikan...", "Mengapa...", "Bagaimana..." atau kata-kata lain yang serupa
dengan itu.

b.Penggolongan tes uraian

Tes uraian dapat dibedakan dua golongan, yaitu tes uraian bentuk bebas atau terbuka, dan tes
uraian berbentuk terbatas.

c.Ketepatan penggunaan tes uraian

Tes hasil belajar bentuk uraian sebagai salah satu alat pengukur hasil belajar, tepat
dipergunakan apabila pembuat soal (guru, dosen, panitia ujian dan lain-lain) di samping ingin
mengungkap daya ingat dan pemahaman testee terhadap materi pelajaran yang ditanyakan
dalam tes, juga dikehendaki untuk mengungkap kemampuan testee dalam memahami
berbagai macam konsep berikut aplikasinya.

d.Keunggulan dan kelemahan tes uraian

Keunggulan yang dimiliki oleh tes uraian diantaranya adalah:


1)Tes uraian adalah merupakan jenis tes hasil belajar yang pembuatannya dapat dilakukan
dengan mudah dan cepat.
2)Dengan menggunakan tes uraian, dapat dicegah kemungkinan timbulnya permainan
spekulasi dikalangan testee.
3)Melalui butir-butir soal tes uraian, penyusun soal akan dapat mengetahui seberapa jauh
tingkat kedalaman dan tingkat penguasaan testee dalam memahami materi yang ditanyakan
dalam tes tersebut.
4)Dengan menggunakan tes uraian, testee akan terdorong dan terbiasa untuk berani
mengemukakan pendapat dengan menggunakan susunan kalimat dan gaya bahasa yang
merupakan hasil olahannya sendiri.

Kelemahan yang disandang oleh tes subyektif antara lain adalah:


1)Tes uraian pada umumnya kurang dapat menampung atau mencakup dan mewakili isi dan
luasnya materi atau bahan pelajaran yang telah diberikan kepada testee, yang seharusnya
diujikan dalam tes hasil belajar.
2)Cara mengoreksi jawaban soal tes uraian cukup sulit.
3)Dalam pemberian skor hasil tes uraian, terdapat kecenderungan bahwa tester lebih banyak
bersifat subyektif'.
4)Pekerjaan koreksi terhadap lembar-lembar jawaban hasil tes uraian sulit untuk diserahkan
kepada orang lain.
5)Daya ketepatan mengukur (validitas) dan daya keajegan mengukur (reliabilitas) yang
dimiliki oleh tes uraian pada umumnya rendah sehingga kurang dapat diandalkan sebagai alat
pengukur hasil belajar yang baik.

e.Petunjuk operasioanl dalam penyusunan tes uraian


Beberapa petunjuk operasional yang dapat dijadikan pedoman dalam menyusun butir-butir
soal tes uraian,antara lain
:
1)Dalam menyusun butir-butir soal tes uraian, sejauh mungkin harus dapat diusahakan agar
butir-butir soal tersebut dapat mencakup ide-ide pokok dari materi pelajaran yang telah
diajarkan, atau telah diperintahkan kepada testee untuk mempelajarinya.
2)Untuk menghindari timbulnya perbuatan curang oleh testee (misalnya: menyontek atau
bertanya kepada testee lainnya), hendaknya diusahakan agar susunan kalimat soal dibuat
berlainan dengan susunan kalimat yang terdapat dalam buku pelajaran atau bahan lain yang
dirninta untuk mempelajarinya.
3)Sesaat setelah butir-butir soal tes uraian dibuat, hendaknya segera disusun dan dirumuskan
secara tegas, bagaimana atau seperti apakah seharusnya jawaban yang dikehendaki oleh tester
sebagai jawaban yang betul.
4)Dalam menyusun butir-butir soal tes uraian hendaknya diusahakan agar pertanyaan-
pertanyaan atau perintah-perintahnya jangan dibuat seragam, melainkan dibuat secara
bervariasi.
5)Kalimat soal hendaknya disusun secara ringkas, padat dan jelas, sehingga cepat dipahami
oleh testee dan tidak menimbulkan keraguan atau kebingungan bagi testee dalam
memberikan jawabannya.
6)Suatu hal penting yang tidak boleh dilupakan oleh tester ialah, agar dalam menyusun butir-
butir soal tes uraian, sebelum sampai pada butir-butir soal yang harus dijawab atau dikerjakan
oleh testee, hendaknya dikemukakan pedoman tentang cara mengerjakan atau menjawab
butir-butir soal tersebut.

2.Tes hasil belajar bentuk obyektif (objective test)

a.Pengertian tes obyektif

Tes obyektif (objective test) yang juga dikenal dengan istilah tes jawaban pendek (short
answer test), tes "ya-tidak" (yes-no test) dan tes model baru (new type test),adalah salah satu
jenis tes hasil belajar yang terdiri dari butir-butir soal (items) yang dapat dijawab oleh testee
dengan jalan memilih salah satu (atau lebih) di antara beberapa kemungkinan jawaban yang
telah dipasangkan pada masing-masing items; atau dengan jalan menuliskan (mengisikan)
jawabannya berupa kata-kata atau simbol-simbol tertentu pada tempat atau ruang yang telah
disediakan untuk masing-rnasing butir item yang bersangkutan.

b.Penggolongan tes obyektif

Tes obyektif dapat dibedakan menjadi lima golongan,yaitu:


1.Tes obyektif bentuk benar-salah (True-False Test).
2.Tes obyektif bentuk menjodohkan (Matching Test).
3.Tes obyektif bentuk melengkapi (Completion Test).
4.Tes obyektif bentuk isian (Fill in Test)
5.Tes obyektif bentuk pilihan ganda (Multiple Choice Item Test)
c.Ketepatan penggunaan tes obyektif
Tes hasil belajar bentuk obyektif tepat digunakan apabila tester berhadapan dengan
kenyataan-kenyataan seperti tersebut di bawah ini:
1)Peserta tes jumlahnya cukup banyak. Dengan jumlah testee yang cukup banyak itu, maka
penggunaan tes uraian menjadi kurang efektif dan efisien, terutama ditinjau dari segi waktu
yang dibutuhkan untuk mengoreksi hasilnya.
2)Penyusun tes (tester) telah memiliki kemampuan dan bekal pengalaman yang luas dalam
menyusun butir-butir soal tes obyektif.
3)Penyusun tes memiliki waktu yang cukup longgar dalam mempersiapkan penyusunan butir-
butir soal tes obyektif.
4)Penyusun tes merencanakan, bahwa butir-butir soal tes obyektif itu tidak hanya akan
dipergunakan dalam satu kail tes saja, melainkan akan dipergunakan lagi pada kesempatan
tes-tes hasil belajar yang akan datang.
5)Penyusun tes mempunyai keyakinan penuh bahwa dengan menggunakan butir-butir soal tes
obyektif yang disusunnya itu, akan dapat dilakukan penganalisisan dalam rangka mengetahui
kualitas butir-butir itemnya.
6)Penyusun tes berkeyakinan bahwa dengan mengeluarkan butir-butir soal tes obyektif, maka
prinsip obyektivitas akan lebih mungkin untuk diwujudkan ketimbang menggunakan butir-
butir soal tes subyektif.

d.Keunggulan dan kelemahan tes obyektif


Keunggulan yang dimiliki oleh tes obyektif,antara lain:

1)Tes obyektif sifatnya lebih representatif dalam hal mencakup dan mewakili materi yang
telah diajarkan kepada peserta didik atau telah diperintahkan kepada peserta didik untuk
mempelajarinya.
2)Tes obyektif lebih memungkinkan bagi tester untuk bertindak lebih obyektif, baik dalam
mengoreksi lembar-lembar jawaban soal,menentukan bobot skor maupun dalam menentukan
nilai hasil tesnya.
3)Mengoreksi hasil tes obyektif adalah jauh lebih mudah dan lebih cepat ketimbang
mengoreksi hasil tes uraian.
4)Berbeda dengan tes uraian,maka tes obyektif memberikan kemungkinan kepada orang lain
untuk ditugasi atau dimintai bantuan guna mengoreksi hasil tes tersebut.
5)Butir-butir soal pada tes obyektif, jauh lebih mudah dianalisis,baik analisis dari segi derajat
kesukarannya,daya pembedanya,validitas maupun reliabilitasnya.
Kelemahan tes obyektif antara lain:
1)Menyusun butir-butir soal tes obyektif adalah tidak semudah seperti halnya menyusun tes
uraian. Bukan hanya karena jumlah butir-butir soalnya cukup banyak, menyiapkan
kemungkinan jawab yang harus dipasangkan pada setiap butir item pada tes obyektif itu juga
bukan merupakan pekerjaan yang ringan.
2)Tes obyektif pada umumnya kurang dapat mengukur atau mengungkap proses berpikir
yang tinggi atau mendalam.
3)Dengan tes obyektif,terbuka kemungkinan bagi testee untuk bermain spekulasi, tebak terka,
adu untung dalam memberikan jawaban soal.
4)Cara memberikan jawaban soal pada tes obyektif,di mana dipergunakan simbol-simbol
huruf yang sifatnya seragam.

b.Petunjuk operasional penyusunan tes obyektif


1)Untuk dapat menyusun butir-butir soal tes obyektif yang bermutu tinggi, pembuat soal tes
(dalam hal ini guru, dosen dan lain-lain) harus membiasakan diri dan sering berlatih,
sehingga dari waktu ke waktu ia akan dapat merancang dan menyusun butir-butir soal tes
obyektif dengan lebih baik dan lebih sempurna.
2)Setiap kali alat pengukur hasil belajar berupa tes obyektif itu selesai dipergunakan,
hendaknya dilakukan penganalisisan item, dengan tujuan dapat mengidentifikasi butir-butir
item mana yang sudah termasuk dalam kategori "baik" dan butir-butir item mana yang masih
termasuk dalam kategori "kurang baik" dan "tidak baik".
3)Dalam rangka mencegah timbulnya permainan spekulasi dan kerja sama yang tidak sehat di
kalangan testee, perlu disiapkan terlebih dahulu suatu norma yang memperhitungkan faktor
tebakan.
4)Agar tes obyektif disamping mengungkap aspek ingatan atau hafalan juga dapat
mengungkap aspek-aspek berpikir yang lebih dalam.
5)Dalam menyusun kalimat soal-soal tes obyektif,bahasa atau istilah-istilah yang
dipergunakan hendaknya cukup sederhana,ringkas,jelas dan mudah dipahami oleh testee.
6)Untuk mencegah terjadinya silang pendapat atau perdebatan antara testee dengan tester,
dalam menyusun butir-butir soal tes obyektif hendaknya diusahakan sungguh-sungguh agar
tidak ada butir-butir yang dapat menghasilkan penafsiran ganda atau kerancuan dalam
pemberian jawabannya.
7)Cara memenggal atau memutus kalimat, membubuhkan tanda-tanda baca seperti titik,
koma dan sebagainya, penulisan tanda-tanda aljabar seperti kuadrat, akar dan sebagainya,
hendaknya ditulis secara benar, usahakan agar tidak terjadi kesalahan ketik atau kesalahan
cetak, sehingga tidak mengganggu konsentrasi testee dalam memberikan jawaban soal.
8)Dengan cara bagaimanakah testee seharusnya memberikan jawaban terhadap butir-butir
soal yang diajukan dalam tes, hendaknya diberikan pedoman atau petunjuknya secara jelas
dan tegas,

2.2 Teknik Pelaksanaan Tes Hasil Belajar


Dalam praktek,pelaksanaan tes hasil belajar dapat diselenggarakan secara tertulis (tes
tertulis),dengan secara lisan (tes lisan) dan dengan tes perbuatan.
Pada tes tertulis,soal-soal tes dituangkan dalam bentuk tertulis dan jawaban tes juga tertulis.
Pada tes lisan,soal-soal tes diajukan secara lisan dan dijawab secara lisan pula.Namun
demikian dapat juga soal-soal tes diajukan secara lisan dan dalam waktu yang ditentukan,
jawaban harus dibuat secara tertulis.Adapun pada tes perbuatan,wujud soal tesnya adalah
pemberian perintah atau tugas yang harus dilaksanakan oleh testee,dan cara penilaiannya
dilakukan terhadap proses penyelesaian tugas dan hasil akhir yang dicapai setelah testee
melaksanakan tugas tersebut.

1.Teknik Pelaksanaan Tes Tertulis


Dalam melaksanakan tes tertulis ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian yaitu
sebagaimana dikemukakan berikut ini:
a.Agar dalam mengerjakan soal tes para peserta tes mendapat ketenangan,seyogyanya ruang
tempat berlangsungnya tes dipilihkan yang jauh dari keramaian,kebisingan,suara hiruk-pikuk
dan lalu lalangnya orang.Adalah sangatbijaksana apabila di luar ruangan tes dipasang
papanpernberitahuan.
b.Ruangan tes harus cukup longgar,tidak berdesak-desakan,tempat duduk diatur dengan jarak
tertentu yang memungkinkan tercegahnya kerja sama yang tidak sehat di antara testee.
c.Ruangan tes sebaiknya memiliki sistem pencahayaan dan pertukaran udara yang baik.
d.Jika dalam ruangan tes tidak tersedia meja tulis atau kursi yang memiliki alas tempat
penulis,maka sebelum tes dilaksanakan hendaknya sudah disiapkan alat berupa alas tulis yang
terbuat dari triplex,hardboard atau buhur,lainnya.
e.Agar testee dapat memulai mengerjakan soal tes secara bersamaan,hendaknya lembar soal-
soal tes diletakkan secara terbalik,sehingga tidak memungkinkan bagi testee untuk membaca
dan mengerjakan soal lebih awal daripada teman-temannya.
f.Dalam mengawasi jalannya tes, pengawas hendaknya berlaku wajar. Artinya jangan terlalu
banyak bergerak, terlalu sering berjalan-jalan dalam ruangan tes sehingga mengganggu
kottsentrasi testee. Sebaliknya, pengawas tes juga jangan selalu duduk di kursi sehingga dapat
membuka peluang bagi testee yang tidak jujur untuk bertindak curang.
g.Sebelum berlangsungnya tes, hendaknya sudah ditentukan lebih dahulu sanksi yang dapat
dikenakan kepada testee yang berbuat curang.
h.Sebagai bukti mengikuti tes, harus disiapkan daftar hadir yang harus ditandatangani oleh
seluruh peserta tes.
i.Jika waktu yang ditentukan telah habis, hendaknya testee diminta untuk menghentikan
pekerjaannya dan secepatnya meninggalkan ruangan tes.
j.Untuk mencegah timbulnya berbagai kesulitan dikemudian hari, pada Berita Acara
Pelaksanaan Tes harus dituliskan secara lengkap, berapa orang testee yang hadir dan siapa
yang tidak hadir, dengan menuliskan identitasnya (nomor urut, nomor induk, nomor ujian,
nama dan sebagainya), dan apabila terjadi penyimpangan-penyimpangan atau kelainan-
kelainan harus dicatat dalam berita acara pelaksanaan tes tersebut.

2.Teknik Pelaksanaan Tes Lisan


Beberapa petunjuk praktis berikut ini kiranya akan dapat dipergunakan sebagai Pegangan
dalam pelaksanaan tes lisan, yaitu:
a.Sebelum tes lisan dilaksanakan, seyogyanya tester sudah melakukan inventarisasi berbagai
jenis soal yang akan diajukan kepada testee dalam tes lisan tersebut, sehingga tes lisan dapat
diharapkan memiliki validitas yang tinggi, baik dari segi isi maupun konstruksinya.
b.Setiap butir soal yang telah ditetapkan untuk diajukan dalam tes lisan itu, juga harus
disiapkan sekaligus pedoman atau ancar-ancar jawaban betulnya.
c.Jangan sekali-kali menentukan skor atau nilai hasil tes lisan setelah seluruh testee menjalani
tes lisan. Skor atau nilai hasil tes lisan harus sudah dapat ditentukan di saat masing-masing
testee selesai dites.
d.Tes hasil belajar yang dilaksanakan secara lisan hendaknya jangan sampai menyimpang
atau berubah arah dari evaluasi menjadi diskusi.
e.Dalam rangka menegakkan prinsip obyektivitas dan prinsip keadilan, dalam tes yang
dilaksanakan secara lisan itu, tester hendaknya jangan sekali-kali "memberikan angin segar"
atau "memancing-mancing" dengan kata-kata, kalimat-kalimat atau kode-kode tertentu yang
sifatnya menolong testee tertentu alasan "kasihan" atau karena tester menaruh "rasa simpati"
kepada testee yang ada dihadapinya itu. Menguji, pada hakikatnya adalah "mengukur" dan
bukan "membimbing" testee.
f.Tes lisan harus berlangsung secara wajar. Pernyataan tersebut mengandung makna bahwa
tes lisan itu jangan sampai menimbulkan rasa takut, gugup atau panik di kalangan testee.
g.Sekalipun acapkali sulit untuk dapat diwujudkan, namun sebaiknya tester mempunyai
pedoman atau ancar-ancar yang pasti, berapa lama atau berapa waktu yang disediakan bagi
tiap peserta tes dalam menjawab soal-soal atau pertanyaan-pertanyaan pada tes lisan tersebut.
h.Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam tes lisan hendaknya dibuat bervariasi, dalam
arti bahwa sekalipun inti persoalan yang ditanyakan itu sama, namun cara pengajuan
pertanyaannya dibuat berlainan atau beragam.
i.Sejauh mungkin dapat diusahakan agar tes lisan itu berlangsung secara individual (satu
demi satu).

3.Teknik Pelaksanaan Tes Perbuatan


Tes perbuatan pada umumnya digunakan untuk mengukur taraf kompetensi yang bersifat
keterampilan (psikomotorik), dimana penilaiannya dilakukan terhadap proses penyelesaian
tugas dan hasil akhir yang dicapai oleh testee setelah melaksanakan tugas tersebut.
Karena tes inibertujuan ingin mengukur keterampilan, maka sebaiknya tes perbuatan ini
dilaksanakan secara individual. Hal ini dimaksudkan agar masing-masing individu yang dites
akan dapat diamati dan dinilai secara pasti, sejauh mana kemampuan atau keterampilannya
dalam melaksanakan tugas yang diperintahkan kepada masing-masing individu tersebut.
Dalam melaksanakan tes perbuatan itu, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh tester,
yaitu:
a.Tester harus mengamati dengan secara teliti, cara yang ditempuh oleh testee dalam
menyelesaikan tugas yang telah ditentukan.
b.Agar dapat dicapai kadar obyektivitas setinggi mungkin, hendaknya tester jangan berbicara
atau berbuat sesuatu yang dapat mempengaruhi testee yang sedang mengerjakan tugas
tersebut.
c.Dalam mengamati testee yang sedang melaksanakan tugas itu, hendaknya tester telah
menyiapkan instrumen berupa lembar penilaian yang di dalamnya telah ditentukan  hal-hal
apa sajakah yang harus diamati dan diberikan penilaian.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN

Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa:


1. Teknik penyusunan tes hasil belajar ditinjau dari bentuk soal dapat dibeadakan dua macam,
yaitu: tes hasil belajar bentuk uraian dan bentuk obyektif
2. Teknik pelaksanaan tes hasil belajar dapat diselenggarakan secara tertulis (tes tertulis),
secara lisan (tes lisan), dan secara perbuatan (tes perbuatan).

3.2 SARAN
Penulis menyadari tulisan ini jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis menyarankan kepada
pembaca untuk pemahaman yang lebih dalam dapat membaca tentang hal tersebut lebih
banyak lagi dari sumber-sumber yang lain. Dan penulis mengharapkan masukkan yang
konstruktif kepada kita semua, demi penyempurnaan tulisan ini.

BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

Purwanto M. Ngalim (2009), Prinsip-prinsip dan Tekhnik Evaluasi Pengajaran. PT Remaja


Rosdakerya: Bandung
Sudijono Anas (1998), Pengantar Evaluasi Pendidikan. PT Raja Grafindo Persada: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai