Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kegiatan Bimbingan dan Konseling tidak serta merta berjalan tanpa

arah dan tujuan, dalam melaksanakan kegiatan bimbingan dan konseling ada

cara dan teknik dalam memahami individu yang akan melakukan bimbingan

dan konseling agar mengetahui arah dan tujuan dilakukannya bimbingan dan

konseling. Setiap individu yang melakukan bimbingan dan konseling memiiki

masalah yang berbeda, maka konselor harus bisa memahami setiap individu

dengan berbagai teknik yang ada. Pemahaman yang dilakukan oleh konselor

melalui beberapa cara yang harus diperhatikan seperti Pendekatan dengan

alat-alat yang digunakan Aspek-aspek pribadi yang akan dikembangkan.

Mengolah dan menginterprestasi data agar dapat digunakan untuk

mendapatkan pemahaman terhadap individu. Melakukan pelayanan

Konselor harus memahami dan memperhatikan setiap individu dalam

kegiatan bimbingan dan konseling yang meliputi keseluruhan kepribadian

siswa beserta latar belakang yang berkaitan.

Bimbingan dan konseling ada untuk menolong pelajar memahami berbagai

pengalaman diri, peluang yang ada serta pilihan yang terbuka untuk mereka

dengan menolong mereka mengenal, membuat interpretasi dan bertindak

terhadap kekuatan sendiri, dan bersumber dari diri mereka dan bertujuan

untuk mempercepat perkembangan diri pelajar. Seorang konselor dalam

1
pelayanan bimbingan dan konseling merupakan pekerjaan profesional, oleh

sebab itu praktiknya harus mengikuti teknik-teknik pemahaman individu yang

baik, agar kedepannya Bimbingan dan Konseling dapat memberikan

kontribusi yang besar dalam pelaksanaanya.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas, penyusun dapat merumuskan maslah sebagai

berikut:

1. Apa yang dimaksud teknik dasar pemahaman individu (tes dan non tes)?

2. Apa fungsi pemahaman individu dalam bimbingan dan konseling

pembelajaran pada umumnya?

3. Apa saja teknik pengumpulan data ?

4. Apa aspek-aspek individual (atribut psikologis) yang perlu dimakami

dalam kegiatan bimbingan dan konseling ?

5. Apa saja aspek-aspek yang perlu dipahami oleh guru dalam kegiatan

bimbingan dan konseling ?

C. Tujuan

Adapun tujuan dari makalah ini adalah antara lain:

1. Agar masyarakat mengetahui teknik dasar pemahaman individu;

2. Agar masyarakat mengetahui fungsi pemahaman individu dalam

bimbingan dan konseling;

3. Agar masyarakat mengetahui teknik pengumpulan data;

2
4. Agar masyarakat mengetahui aspek-aspek individual (atribut

psikologis) yang perlu dimakami dalam kegiatan bimbingan dan

konseling; dan

5. Agar masyarakat mengetahui aspek-aspek yang perlu dipahami oleh

guru dalam kegiatan bimbingan dan konseling.

D. Manfaat Penulisan

Adapun manfaat dari penyusunan makalah ini antara lain:

1. Menambah wawasan pengetahuan dan kajian kepada pembaca, terutama

menegenai ‘Teknik-Teknik Dasar Pemahaman Individu”;

2. Menjadi bahan bacaan dan salah satu referensi dalam mempelajari

Bimbingan dan Konseling;

3. Menjadi dasar teoritis tentang Bimbingan dan Konseling yang akan

diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari;

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Teknik Dasar Pemahaman Individu

Pemahaman individu merupakan awal dari kegiatan bimbingan konseling.

Tanpa adanya pemahaman terhadap individu, sangat sulit bagi Guru

Pembimbing untuk memberikan bantuan karena pada dasarnya bimbingan

adalah bantuan dalam rangka pengembangan pribadi.

Pemahaman individu oleh Aiken (1997:454) diartikan sebagai “Appraising

the presence or magnitude of one or more personal characteristic. Assessing

human behavior and mental processes includes such procedures as

observations, interviews, rating scale, check list, inventories, projective

techniques, and tests”.

Pengertian tersebut diartikan bahwa pemahaman individu adalah suatu

cara untuk memahami, menilai atau menaksir karakteristik, potensi, dan atau

masalah-masalah (gangguan) yang ada pada individu atau sekelompok

individu. Cara yang digunakan meliputi observasi, interview, skala

penilaian, daftar cek, inventori, teknik projektif, dan beberapa jenis tes.

Adapun hal-hal yang perlu dipahami dari seorang individu dalam rangka

pelaksanaan bimbingan dan konseling adalah sebagai berikut:

Identitas diri, yaitu berbagai aspek yang secara langsung menjadi

keunikan pribadi.

Kondisi jasmaniah dan kesehatan.

Kapasitas (intelegensi) dan kecakapan.

4
Sikap dan minat.

Watak dan temperamen.

Cita-cita sekolah dan pekerjaan

Aktivitas sosial.

Hobi dan pengisian waktu luang.

Kelebihan atau keluarbiasaan dan kelainan-kelainan yang dimiliki.

Latar belakang keluarga siswa.

Adapun teknik-teknik pemahaman individu dapat dikelompokkan menjadi

teknik tes dan non tes.

1. Teknik Tes

Teknik tes bisa membuat sendiri dan bisa pula mohon bantuan dari

ahli lain yang kompeten untuk itu. Teknik tes dalam pelayanan

bimbingan dan konseling dapat dikelompokkan menjadi :

tes intligensi,

tes minat,

tes bakat dan

tes prestasi belajar

2. Teknik Non Tes

Sedangkan teknik non tes terdiri dari :

Observasi

Catatan anekdot

Daftar Cek( Check List).

Skala Penilaian( rating Scale)

5
Angket

Biografi atau auto biografi

Sosiometri

Studi dokumentasi

Studi kasus( case study)

B. Fungsi Pemahaman Individu Dalam Bimbingan Dan Konseling

Pembelajaran Pada Umumnya

Sebagai dasar untuk menentukan jenis bantuan yang diberikan. Pemberian

bantuan layanan bk memerlukan dasar penentuan jenis layanan. Individu akan

memperoleh bantuan yang terarah sehingga apa yang diharapkannya tercapai.

Adapun fungsi dari pemahaman individu dalam bimibingan dan konseling,

yaitu:

1. Memberikan warna profesional pada layanan BK. Dalam hal ini setiap

jenis dan strategi layanan memiliki dasar yang kuat sehingga dapat

dilakukan secara sistematis. (Apabila terjadi kegagalan maka dapat

ditelusuri kebelakang, ada dasarnya, jika ada kesalahan ada letaknya.

Setiap langkah dalam memberikan layanan harus punya dasar. (misal:

diagnosis butuh data)

2. Mendasari pelaksanaan setiap layanan BK. Hal ini dikarenakan

pemahaman individu dapat diketahui karakteristik masalah dan

kebutuhan bimbingan dari individu yang bersangkutan.

6
3. Hasil dari pemahaman individu menjadi tumpuan dari setiap layanan

BK, dalam hubungan dengan prediksi, diagnosis, evaluasi program

layanan bagi individu yang bersangkutan.

C. Teknik Pengumpulan Data

1) Wawancara (interview)

Wawancara merupakan teknik untuk mengumpulkan informasi melalui

komunikasi langsung dengan responden (orang yang minta informasi).

Kelebihan wawancara:

1. Merupakan teknik yang paling tepat untuk mengungkapkan

keadaan pribadi murid secara mendalam:

2. Dapat dilakukan terhadap setiap tingkatan umur:

3. Dapat diselenggarakan serempak dengan observasi: dan

4. Digunakan untuk pelengkap data yang dikumpulkan

dengan teknik lain.

Kelemahan wawancara:

1. Tidak efisien, yaitu tidak bisa menghemat waktu secara singkat;

2. Sangat tergantung pada kesediaan kedua belah pihak; dan

3. Menuntut penguasaan bahasa dari pihak pewawancara.

2) Angket

Angket (kuesioner) merupakan alat pengumpul data melalui komunikasi

tidak langsung, yaitu melalui tulisan. Beberapa petunjuk untuk menyusun

angket : 1. Gunakan kata-kata yang tidak mempunyai arti rangkap;

7
2. Susunan kalimat sederhana tapi jelas;

3. Hindarkan kata-kata yang bersifat negatif dan

menyinggung perasaan responder.

3) Catatan Anekdot

Catatan anekdot, yaitu catatan otentik hasil observasi. Dengan

mempergunakan catatan anekdot, guru dapat:

1. Memperoleh pemahaman yang lebih tepat tentang perkembangan

murid;

2. Memperoleh pemahaman tentang penyebab dari gejala tingkah laku

murid; dan

3. Memudahkan dalam menyesuaikan diri dengan kbutuhan murid.

Catatan anekdot yang baik memiliki syarat sebagai berikut :

i. Objektif, yaitu cacatan yang dibuat secara rinci tentang perilaku

murid

ii. Deskriftif, yaitu catatan yang menggambarkan diri murid secara

lengkap tentang suatu peristiwa mengenai murid

iii. Selektif, yaitu dipilih suatu situasi yang dicatat.

4) Otobiografi (Riwayat atau Karangan) dan Catatan Harian

Karangan pribadi ini merupakan ungkapan pribadi murid tentang

pengalaman hidupnya, cita-citanya, keadaan keluarga, dsb. Penggunaan

otobiografi mempunyai beberapa kelemahan. Pertama, seringkali murid

hanya menuliskan peristiwa-peristiwa yang berarti bagi murid tapi belum

tentu berarti untuk guru dalam kepentingan layanan bimbingan dan

8
konseling. Kedua, peristiwa-peristiwa lama seringkali banyak yang

terlupakan. Ketiga, ada kecenderungan murid membuang hal-hal yang

kurang sesuai dengan harapan murid dan menggantinya dengan halyang

sesuai. Keempat, seringkali murid tidak mau memberikan otobiografinya

untuk dibaca oleh orang lain. Karangan pribadi ni dalam pembuatannya

dibagi ke dalam dua jenis, yaitu terstruktur dan tidak terstruktur.

a) Terstruktur yaitu karangan pribadi disusun berdasarkan tema

(judul) yang telah ditentukan sebelumnya.

b) Tidak terstruktur yaitu murid diminta untuk membuat karangan

pribadi secara bebas.

5) Sosiometri

Teknik ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang hubungan atau

interaksi sosial (saling penerimaan atau penolakan) di antara murid dalam

suatu kelas, kelompok, kegiatan ekstrakurikuler, organisasi kesiswaan,

dll. Melalui teknik ini guru dapat mengetahui tentang:

a. Murid yang populer

b. Yang terisolir

c. Klik(kelompok kecil dengan anggota 2-3 orang murid).

Sosiometri dapat digunakan untuk :

a) Memperbaiki hubungan insani

b) Menentukan kelomppok belajar/kerja

c) Meneliti kemampuan memimpin seorang individu (murid) dalam

berkelompok.

9
6) Studi Kasus

Studi kasus merupakan teknik mempelajari perkembangan seorang murid

secara menyeluruh dan mendalam serta menggungkap seluruh aspek

pribadi murid yang datanya diperoleh dari berbagai pihak.

Dalam melaksanakan studi kasus ini dapat ditempuh langkah-langkah :

i. Menentukan murid yang bermasalah

ii. Memperoleh data

iii. Menganalisis data

iv. Memberikan layanan bantuan.

7) Konferensi Kasus

Konferensi kasus merupakan suatu pertemuan di antara beberapa unsur di

sekolah untuk membicarakan seorang atau beberapa murid yang

mempunyai masalah. Unsur-unsur yang dapat turut berpartisipasi dalam

konferensi kasus dapat terdiri atas, konselor, guru-guru yang mengenal

benar murid yang menjadi kasus, kepala sekolah, psikolog, dokter,

petugas perpustakaan, orang tua siswa atau personel lain yang mengenal

dekat dengan murid.

D. Aspek-Aspek Individual (Atribut Psikologis) yang Perlu Dipahami

Dalam Kegiatan Bimbingan Dan Konseling

Atribut psikologis merupakan objek pengukuran dalam tes psikologi.

Anastasi (1997 : 4) mengatakan bahwa pada dasarnya tes psikologi adalah

alat ukur yang objektif dan dibakukan atas sampel-sampel tertentu. Tes

10
psikologi merupakan pengetesan yang bersangkutan dengan pengukuran dan

evaluasi. Dalam hal ini objek pengukuran adalah atribut psikologis namun

sample perilaku adalah sesuatu yang dapat diukur secara langsung.

a) Intelegensi Quotient (IQ)

Pada dasarnya intelegensi merupakan kemampuan seseorang dalam

menghadapi masalah. Banyak definisi yang mengartikan intelektual

diantaranya Thornbike (Sobur, 2003) mengatakan bahwa intelgensi

adalah kemampuan individu untuk memberikan respon yang tepat

terhadap stimulasi yang diterimanya. Selain itu, kita lebih mengenal

intelgensi merupakan kecerdasan yang dimiliki individu dalam

menyelesaikan persoalan atau masalah. Colman (Sobur, 2003 : 156)

menegaskan bahwa intelegensi merupakan kemempuan seseorang

dlam menyesuaikan dengan lingkungannya. Individu yang memiliki

inelegensi yang tinggi akan mampu menyelesaikan persoalan dengan

baik. Selain itu, mampu untuk menyesuaikan dengan lingkungan.

Kemampuan individu yang bertautan dengan aspek kognitif atau biasa

disebut Kecerdasan Intelektual yang bersifat tunggal, sebagaimana

yang dikembangkan oleh Charles Spearman (1904) dengan teori “Two

Factor”-nya, atau Thurstone (1938) dengan teori “Primary Mental

Abilities”-nya. Istilah IQ mula-mula diperkenalkan oleh Alfred Binet,

ahli psikologi dari Perancis pada awal abad ke-20. Kemudian, Lewis

Terman dari Universitas Stanford berusaha membakukan tes IQ yang

dikembangkan oleh Binet dengan mempertimbangkan norma-norma

11
populasi sehingga selanjutnya dikenal sebagai tes Stanford-Binet.

Untuk dapat mengetahui taraf intelegensi seseorang,orang dapat

menggunakan tes intelegensi. Dengan tes intelegensi diharapkan

orang akan dapat mengungkap intelegensi seseorang, dan akan

diketahiu keadaan tarafnya. Orang yang pertama kali menciptakan tes

intelegensi adalah Binet. Tes intelegensi Binet pertama kali disusun

pada tahun 1905, yang kemudian mendapatkan bermacam-macam

revisi baik dari Binet sendiri maupu dari para ahli yang lain. Dalam

tahun 1916 tes Binet direvisi dan diadaptasi disesuaikan

penggunaanya di Amerika yang dikenal denagn revisi Terman dari

Stanford University dan dikenal dengan Stanford Revision. Juga

dikenal dengan Intelegensi Stanford-Binet. Untuk memperoleh IQ

digunakan rumus IQ=MA/CA. untuk menghindarkan adanya pecahan

maka rumus tersebut kemudian dikalikan dengan 100, sehingga

rumusnya berbentuk: IQ=MA/CA X 100. MA merupakan mental age

atau umur mental, CA dalah chronological age atau umur kronologis

atau umur sebenarnya. Ternyata tes intelegensi mengalami

perkembangan terus. Dalam tahun 1939 David Weschsler

menciptakan individual intellegensi test, yang dikenal dengan

Wechsler Bellevue Intellegence Scale atau sering dikenal denagn tes

intelegensi WB. Selain itu intelegensi juga dapat diketahui dengan test

tentara. Dalam tes tersebut dipergunakan psikotenik, ialah ilmu jiwa

12
yang mempelajari kesanggupan seseorang untuk memegang suatu

jabatan yangb sesuai dengan kecerdasan masing-masing.

b) Emotional Quotient (EQ)

Daniel Goleman (1999), salah seorang yang mempopulerkan jenis

kecerdasan manusia lainnya yang dianggap sebagai faktor penting

yang dapat mempengaruhi terhadap prestasi seseorang, yakni

Kecerdasan Emosional, yang kemudian kita mengenalnya dengan

sebutan Emotional Quotient (EQ). Kecerdasan emosi merupakan

salah satu jalan agar kita mampu membina hubungan yang baik

dengan orang lain. Tidak dapat dipungkiri, banyak individu yang

gagal dalam membina hubungan sosialnya dikarenakan memiliki

kecerdasan emosinya yang rendah. Segal (2000 : 24) menegaskan

bahwa tanpa kesadaran emosi, tanpa kemampuan untuk mengenali

dan menghargai perasaan kita serta bertindak jujur sesuai dengan

perasaan tersebut, kita tidak pernah dapat berhubungan baik dengan

orang lain, kita tidak pernah berhasil dalam hidup ini, kita tidak dapat

mengambil keputusan dengan mudah, dan kita sering terombang-

ambing tanpa pernah bersenutuhan dengan perasaan kita sendiri.

Goleman mengemukakan bahwa kecerdasan emosi

merupakan kemampuan mengenali perasaan kita sendiri dan

perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri dan

kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan

dalam hubungan dengan orang lain.

13
Berbeda dengan kecerdasan intelektual (IQ) yang cenderung

bersifat permanen, kecakapan emosional (EQ) justru lebih mungkin

untuk dipelajari dan dimodifikasi kapan saja dan oleh siapa saja yang

berkeinginan untuk meraih sukses atau prestasi hidup. Dalam

pengukurannya, EQ sulit untuk diukur akan tetapi dalam kecerdasaan

emosi yang menjadi indikatornya adalah kemampuan atau

keterampilan individu dalam mengelola emosi agar menjadi lebih

baik.

c) Spiritual Quotient (SQ)

Temuan ilmiah yang digagas oleh Danah Zohar dan Ian Marshall,

dan riset yang dilakukan oleh Michael Persinger pada tahun 1990-an,

serta riset yang dikembangkan oleh V.S. Ramachandran pada tahun

1997 menemukan adanya God Spot dalam otak manusia, yang sudah

secara built-in merupakan pusat spiritual (spiritual centre), yang

terletak diantara jaringan syaraf dan otak. Begitu juga hasil riset yang

dilakukan oleh Wolf Singer menunjukkan adanya proses syaraf dalam

otak manusia yang terkonsentrasi pada usaha yang mempersatukan

dan memberi makna dalam pengalaman hidup kita. Suatu jaringan

yang secara literal mengikat pengalaman kita secara bersama untuk

hidup lebih bermakna. Pada God Spot inilah sebenarnya terdapat

fitrah manusia yang terdalam (Ari Ginanjar, 2001). Kajian tentang

God Spot inilah pada gilirannya melahirkan konsep Kecerdasan

Spiritual, yakni suatu kemampuan manusia yang berkenaan

14
dengan usaha memberikan penghayatan bagaimana agar hidup ini

lebih bermakna. Dengan istilah yang salah kaprahnya

disebut Spiritual Quotient (SQ).

Danah Zohar dan Ian Marshall mendefinisikan kecerdasan spiritual

adalah kecerdasan makna atau value yaitu kecerdasan untuk

menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang

lebih luas dan kaya, kecerdasan yang menilai bahwa tindakan atau

jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain.

SQ adalah landasan yang diperlukan untuk memfungsikan IQ dan EQ

secara efektif. Bahkan SQ merupakan kecerdasan tertinggi kita.

d) Creativity Quotient (CQ)

Kreativitas merupakan sesuatu yang baru atau hal yang baru.

Individu yang memiliki kreativitas yang tinggi biasanya memiliki

kemampuan daya imajinasi yang kuat. Semiawan dkk (Sobur : 161)

menjelaskan bahwa kreativitas merupakan kemampuan untuk

menghasilkan suatu produk yang baru. Banyak penelitian yang

membuktikan bahwa kreativitas memiliki hubungan dengan

intelgensi. Penelitian Torrance (Sobur : 162) menggambarkan bahwa

adanya hubungan keterkaitan antara kreativitas dan intelgensi. Anak-

anak yang memiliki kreativitas tinggi mempunyai taraf intelgensi (IQ)

di bawah rata-rata IQ teman sebayanya. Namun hal tersebut tidak bisa

dijadikan sebagai fakta yang jelas karena banyak ditemukan individu

yang IQ tinggi dan memiliki daya kreativitas yang tinggi. Untuk itu,

15
dapat disimpulkan diantara keduanya memiliki hubungan anatara

kreativitas dan intelgensi.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Creativity Quotient

(CQ) adalah kecerdasan yang berkekuatan untuk menciptakan sesuatu

yang baru. Individu yang memiliki daya kreativitas (CQ) yang tinggi

biasanya selalu ingin menciptakan sesuatu yang berbeda dan memiliki

nilai tersendiri.

Pengukuran terhadap daya kreativitas memiliki hubungan dengan

IQ akan tetapi ada perbedaaan. Supriadi (Sobur, 2003 : 162)

menegaskan bahwa cara berpikir intelgensi (IQ) bersipat memusat

(konvergen) sedangkan daya kreativitas bersipat menyebar (divergen).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Getzels & Jackson

(Sobur, 2003) memberikan penjelasan bahwa orang yang

kreativiasnya tinggi dimungkinkan memiliki IQ yang rendah. Untuk

itu, kedua peneliti membuat empat kelompok orang yaitu :

Kreativitas rendah, intelgensi rendah Kreativitas tinggi, intelegensi

tinggi Kreativitas rendah, intelegensi tinggi Kreativitas tinggi,

intelegensi tinggi Dengan demikian kecerdasan kreativitas (CQ)

memiliki hubungan dengan kecerdasan intelektual (IQ) akan tetapi

hubungan ini akan dijadikan kriteria untuk menentukan bakat

seseorang.

16
E. Aspek-Aspek yang Perlu Dipahami Oleh Guru

1. Aspek Kultural

Perkembangan zaman terutama zaman yang serba canggih banyak

menimbulkan modernisasi di segala bidang kehidupan manusia dan

tentunya lembaga pendidikan tidak terlepas dari fungsi sebagai

kehidupan masyarakat, dalam menifestasinya mampu membantu manusia

(siswa) agar bisa mencarikan pemecahannya dari berbagai problem yang

ada akibat dari modernisasi yang mengglobal akan tetapi lembaga

pendidikan hendaknya membantu secara individu maupun secara

kelompok di sekolah.

2. Aspek pendidikan

Secara makro pendidikan di artikan sebagai suatu proses bantuan

yang diberikan bantuan oleh orang dewasa kepada anak didik yang

belum dewasa. Dimana suatu kegiatan yang baik dan ideal hendaknya

mencakup tiga aspek yaitu pengajaran kurikuler, kepemimpinan dan

pembinaan peserta didik untuk menghindari kesulitan belajar sekecil

mungkin karena layanan bimbingan sangat menentukan keberhasilan

siswa dalam proses belajar mengajar. Sehingga pada proses selanjutnya

siswa dapat belajar semaksimal mungkin dan menuju keberhasilan yang

telah di cita-citakan.

3. Aspek psikologis

Aspek psikologis ini sangat berkaitan sekali dengan persoalan

siswa dimana siswa tersebut di tuntut untuk menyesuaikan diri dengan

17
lingkungannya, artinya tidak ada kecenderungan untuk mengabaikan

kegiatan sekolah, tidak membuat gaduh dikelas, tidak selalu menyendiri

dan merespon terhadap persoalan-persoalan yang berkembang di sekolah.

Kita ketahui bahwa tidak semua siswa mampu menjadi seorang

siswa, artinya banyak siswa yang membutuhkan penanganan secara

serius terkait dengan kenakalan. maka untuk mengatasi hal itu di

butuhkan penaganan khusus yakni berupa bimbingan dan penyuluhan.

4. Aspek lingkungan

Karena siswa tidak dapat terpantau secara langsung maka

kemungkinan –kemungkinan terjadi kenakalan, ada penyelewengan di

luar sekolah sangat mungkin sekali. Untuk itulah dibutuhkan semacam

bimbingan secara khusus untuk membekali siswa setelah pulang

kerumahnya masing-masing.

18
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pemahaman individu merupakan awal dari kegiatan bimbingan

konseling. Tanpa adanya pemahaman terhadap individu, sangat sulit bagi

Guru Pembimbing untuk memberikan bantuan karena pada dasarnya

bimbingan adalah bantuan dalam rangka pengembangan pribadi. Dalam

penerapan teknik pemhaman individu ini dilaksanakan dua hal, yaitu tes

dan non tes.

Teknik pemahaman individu dilakukan untuk mengevaluasi dan

mencari permasalahan mengenai bimbingan dan konseling yang dilakukan

oleh siswa pada umumnya, teknik ini juga mempermudah guru Bimbingan

dan Konseling, juga pihak terkait dalam menyelesaikan permasalahan.

Teknik pemahaman individu ini juga teknik yang digunakan untuk

mengetahui minat dan bakat peserta didik, sehingga memaksimalkan minat

dan bakat tersebut menjadi sebuah prestasi yang baik bagi sekolah,

lingkungan, maupun keluarga

B. Saran

Agar seluruh guru dan murid bisa saling mengerti dan menghargai dalam

kegiatan pembelajaran, penyusun mengharapkan agar setiap lembaga

pendidikan ataupun sekolah melakukan teknik dasar pemahaman individu

19
ini. Apabila diadakan teknik yang telah dipaparkan di atas, maka akan

memaksimalkan minat dan bakat tersebut menjadi sebuah prestasi yang

baik bagi sekolah, lingkungan, maupun keluarga.

20
DAFTAR PUSTAKA

Aiken, L. R. 1997. Psychological testing and assessment. (edition). Tokyo: Allin


and Bacon.
Direktorat Pendidikan Menengah Umum. 1998. Layanan Konseling Perorangan.
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Direktorat Pendidikan Menengah Umum. 1998. Layanan Bimbingan Kelompok
dan Layanan Konseling Kelompok. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. 2004. Pedoman
Pelaksanaan Pelayanan Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional.
Saep. 2018. “Makalah Teknik-teknik Dasar Pemahaman Individu”. Tersedia di:
https://satriasaep.blogspot.com/2018/08/bk-makalah-teknik-teknik-
dasar.html
Sukardi, D. Ketut. 1983. Dasar-Dasar Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah.
Surabaya: Usaha Nasional.
Surya, H. M. 1998. Buku Materi Pokok Bimbingan dan Konseling. Jakarta:
Universitas Terbuka.

21

Anda mungkin juga menyukai