HALAMAN JUDUL
Oleh:
Arga Rifqi Addinda
NIM 192311101204
Mahasiswa
NIM 192311101204
Pembimbing Akademik Stase Pembimbing Klinik
Mahasiswa
A. Anatomi Fisiologi
Darah merupakan bentuk jaringan ikat khusus, terdiri atas elemen berbentuk
sel-sel darah, trombosit dan suatu substansi interselular cair yaitu plasma darah.
Ada dua jenis utama sel-sel darah yang digambarkan menurut penampilannya
yaitu sel darah merah (eritrosit) dan sel darah putih (leukosit), (Leeson, 1997).
Proses pembentukan sel darah (hemopoesis) terdapat tiga tempat, yaitu sumsum
tulang yang aktif dalam proses hemopoesis adalah Tulang vertebrae, Sternum
(tulang dada), Costa (tulang iga).
1. Eritrosit
Eritrosit atau sel darah merah merupakan sel yang mempunyai fungsi khusus
untuk transpor oksigen. Sel-sel darah merah bersifat elastis dan mempunyai
kemampuan berubah bentuk, berdiameter 7,6 mikrometer dan tebalnya 1,9 mikro
meter. Eritrosit berwarna kuning kemerah-merahan karena didalamnya
mengandung suatu zat yang disebut hemoglobin. Warna ini akan bertambah
merah jika didalamnya banyak mengandung O2. fungsi dari eritrosit adalah
mengikat O2 dari paru-paru untuk diedarkan keseluruh tubuh dan mengkat CO2
dari jaringan tubuh untuk dikeluarkan melalui paru-paru.
2. Trombosit (sel pembeku).
Merupakan benda-benda kecil yang bentuk dan ukurannya ada yang bulat dan
ada yang lonjong. warnanya putih dengan jumlah normal 150.000 – 450.000/
mm3. Trombosit memegang peranan penting dalam pembekuan darah jika kurang
dari normal. Jika tubuh terluka darah akan keluar, trombosit pecah dan akan
mengeluarkan zat yang disebut trombokinase. Trombokinase akan bertemu
dengan protombin dengan bantuan Ca2+ akan menjadi trombin. Trombin akan
bertemu dengan fibrin yang merupakan beneng-benang halus, bentuk jaringan
yang tidak teratur letaknya yang akan menahan sel darah, dengan demikian akan
terjadi pembekuan.
Sel darah yang bentuknya dapat berubah-ubah dan dapat bergerak dengan
perantara kaki palsu (pseudopodia) mempunyai macam-macam inti sel sehingga
dapat dibedakan berdasarkan inti sel. Leukosit berwarna bening (tidak berwarna).
Banyaknya kira-kira 4000- 11000/mm3. Leukosit berfungsi sebagai serdadu tubuh
yaitu membunuh dan memakan bibit penyakit atau bakteri yang masuk kedalam
jaringan tubuh yaitu jaringan Retikulo Endotel System, fungsi yang yang lain
yaitu sebagai pengangkut, dimana leukosit mengangkut dan membawa zat lemak
dari dinding usus melalui limpa dan pembuluh darah. Ada golongan utama
leukosit yaitu agranular dan granular :
Adalah leukosit mononuclear lain dalam darah yang memiliki inti bulat
dan oval yang dikelilingi oleh pinggiran sitoplasma sempit berwarna biru
yang mengandung sedikit granula. Bentuk kromatin inti saraf dengan
jala-jala yang berhubungan didalam. Limfosit bervariasi dalam ukuran
dari kecil (7-10 mikrometer) sampai besar seukuran granulosit dan
tampaknya berasal dari sel induk pluripotensial didalam sumsum tulang
dan bermigrasi ke jaringan limfoid lain termasuk kelenjar getah bening,
lien, timus dan permukaan mukosa traktus gastrointestinal dan traktus
respiratorius.
2) Monosit
Monosit lebih besar dari pada neutrofil dan memiliki inti monomorfik
yang relative sederhana. Intinya terlipat atau berlekuk dan kelihatan
berlobus dengan lipatan seperti otak. Sitoplasma kelihatan lebih banyak
di bandingkan dengan intinya dan menyerap warna biru keabuan yang
tidak terlalu nyata, granulanya tersebar merata. Diferensiasi pematangan
dan pelepasan monosid terjadi lebih dari 24 hari, suatu periode yang
lebih lama dari granulosid. Monosid meninggalkan sirkulasi dan menjadi
makrofag jaringan serta merupakan bagian dari system monosid-
makrofag. Monosid mempunyai fungsi fagosit, membuang sel-sel cedera
dan mati, fragmen-fragmen sel dan mikroorganisme.
1) Neutrofil
2) Eosinofil
3) Basofil
4) Plasma Darah
Bagian darah yang encer tanpa sel-sel darah warna bening kekuningan
hampir 90% plasma darah terdiri dari :
B. Definisi
Terdapat salah satu jenis penyakit leukimia yaitu Akut Limfoblastik Leukimia
(ALL), yaitu jenis leukimia yang menginfiltrasi sumsum tulang oleh sel
limfoblastik yang menyebabkan anemia, memar (trombositopeni), dan infeksi
(neutropenia). Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) adalah suatu keganasan pada
sel-sel prekursor limfoid, yakni sel darah yang nantinya akan berdiferensiasi
menjadi limfosit T dan limfosit B. LLA ini banyak terjadi pada anak-anak yakni
75%, sedangkan sisanya terjadi pada orang dewasa. Lebih dari 80% dari kasus
LLA adalah terjadinya keganasan pada sel T, dan sisanya adalah keganasan pada
sel B. Insidennya 1:60.000 orang/tahun dan didominasi oleh anak-anak usia < 15
tahun, dengan insiden tertinggi pada usia 3-5 tahun (Landier dkk, 2004)
C. Etiologi
Penyebab yang pasti belum diketahui, akan tetapi terdapat faktor predisposisi
yang menyebabkan terjadinya leukemia yaitu :
1. Genetik
a. Adanya Penyimpangan Kromosom
Insidensi leukemia meningkat pada penderita kelainan kongenital,
diantaranya pada sindroma Down, sindroma Bloom, Fanconi’s Anemia,
sindroma Wiskott-Aldrich, sindroma Ellis van Creveld, sindroma
Kleinfelter, D-Trisomy sindrome, sindroma von Reckinghausen, dan
neurofibromatosis. Kelainan-kelainan kongenital ini dikaitkan erat dengan
adanya perubahan informasi gen, misal pada kromosom 21 atau C-group
Trisomy, atau pola kromosom yang tidak stabil, seperti pada aneuploidy.
b. Saudara kandung
Dilaporkan adanya resiko leukemia akut yang tinggi pada kembar identik
dimana kasus-kasus leukemia akut terjadi pada tahun pertama kelahiran. Hal
ini berlaku juga pada keluarga dengan insidensi leukemia yang sangat
tinggi.
c. Faktor Lingkungan
d. Virus
b. Obat-obatan
c. Radiasi
Hubungan yang erat antara radiasi dan leukemia ditemukan pada pasien-
pasien anxylosing spondilitis yang mendapat terapi radiasi, dan pada kasus
lain seperti peningkatan insidensi leukemia pada penduduk Jepang yang
selamat dari ledakan bom atom. Peningkatan resiko leukemia ditemui juga
pada pasien yang mendapat terapi radiasi misal : pembesaran thymic, para
pekerja yang terekspos radiasi dan para radiologis .
d. Leukemia Sekunder
Leukemia yang terjadi setelah perawatan atas penyakit malignansi lain
disebut Secondary Acute Leukemia (SAL) atau treatment related leukemia.
Termasuk diantaranya penyakit Hodgin, limphoma, myeloma, dan kanker
payudara. Hal ini disebabkan karena obat-obatan yang digunakan termasuk
golongan imunosupresif selain menyebabkan dapat menyebabkan kerusakan
DNA.
D. Manifestasi
Terdapat beberapa perubahan fisik yang terjadi pada penderita leukimia, yaitu:
F. Patofisologi
Komponen sel darah terdiri atas eritrosit atau sel darah merah (RBC) dan
leukosit atau sel darah putih (WBC) serta trombosit atau platelet. Seluruh sel
darah normal diperoleh dari sel batang tunggal yang terdapat pada sumsum tulang.
Sel batang dapat dibagi ke dalam lymphpoid dan sel batang darah (myeloid),
dimana pada kebalikannya menjadi cikal bakal sel yang terbagi sepanjang jalur
tunggal khusus. Proses ini dikenal sebagai hematopoiesis dan terjadi di dalam
sumsum tulang tengkorak, tulang belakang, panggul, tulang dada, dan pada
proximal epifisis pada tulang-tulang yang panjang.
ALL meningkat dari sel batang lymphoid tungal dengan kematangan lemah
dan pengumpulan sel-sel penyebab kerusakan di dalam sumsum tulang. Biasanya
dijumpai tingkat pengembangan lymphoid yang berbeda dalam sumsum tulang
mulai dari yang sangat mentah hingga hampir menjadi sel normal. Pada
pemeriksaan darah tepi ditemukan sel muda limfoblas dan biasanya ada
leukositosis, kadang-kadang leukopenia (25%). Jumlah leukosit neutrofil
seringkali rendah, demikian pula kadar hemoglobin dan trombosit. Peningkatan
prosuksi leukosit juga melibatkan tempat-tempat ekstramedular sehingga anak-
anak menderita pembesaran kelenjar limfe dan hepatosplenomegali. Sakit tulang
juga sering dijumpai. Juga timbul serangan pada susunan saraf pusat, yaitu sakit
kepala, muntah-muntah, “seizures” dan gangguan penglihatan.
Sel kanker menghasilkan leukosit yang imatur / abnormal dalam jumlah yang
berlebihan. Leukosit imatur ini menyusup ke berbagai organ, termasuk sumsum
tulang dan menggantikan unsur-unsur sel yang normal. Limfosit imatur
berpoliferasi dalam sumsum tulang dan jaringan perifer sehingga mengganggu
perkembangan sel normal. Hal ini menyebabkan haemopoesis normal terhambat,
akibatnya terjadi penurunan jumlah, sel darah merah dan trombosit. Infiltrasi sel
kanker ke berbagai organ menyebabkan pembersaran hati, limpa, limfodenopati,
sakit kepala, muntah, dan nyeri tulang serta persendian. Penurunan jumlah
eritrosit menimbulkan anemia, penurunan jumlah trombosit mempermudah
terjadinya perdarahan (echimosis, perdarahan gusi, epistaksis dll.). Adanya sel
kanker juga mempengaruhi sistem retikuloendotelial yang dapat menyebabkan
gangguan sistem pertahanan tubuh, sehingga mudah mengalami infeksi. Adanya
sel kaker juga mengganggu metabolisme sehingga sel kekurangan makanan.
(Ngastiyah, 1997; Smeltzer & Bare, 2002; Suriadi dan Rita Yuliani, 2001, Betz &
Sowden, 2002).
Genetik keturunan, kelainan Virus HTLV-1 (Human T- Bahan kimia dan obat (bahan
kongenital,sindroma Down, cell Leukosit Virus) arsen, benzema dosis tinggi,
sindroma Bloom, Fanconi’s kloramfenikol
Anemia
Justaxposisi onkogen ABL pada lengan panjang kromosom 9 dengan onkogen BCR pada kromosom 22
Resiko pendarahan
D.0012
Penatalaksanaan medis pada pasien Leukimia anatara lain (Lewis dkk., 2014)
H. Pemeriksaan Penunjang
Akut Limfoblastik Leukimia dapat ditegakkan apabila jumlah sel darah merah,
Hgb, Hct rendah. Jumlah limfosit tinggi lebih awal namun neutrofil meningkat,
jumlah normal trombosit, dan jumlah monosit normal atau rendah. Ditemukan
kromosom Philadelphia di 90% pasien. Pemeriksaan penunjang antara lain (Lewis
dkk., 2014):
1. Laboratorium
a) Darah rutin
Anemia mula-mula ringan menjadi progresif pada fase lanjut (fase
transformasi akut), bersifat normokromik normositer
Hemoglobin: dapat kurang dari 10 g/100 m.
b) Gambaran darah tepi
Leukositosis berat 20.000-50.000/mm3 pada permulaan kemudian biasanya
lebih dari 100.000/mm3
Menunjukkan spectrum lengkap seri granulosit mulai dari mieloblast sampai
netrofil, komponen paling menonjol adalah segmen netrofil (hipersegmen)
dan mielosit. Metamielosit, promielosit, dan mieloblast juga dijumpai. Sel
blast <5%. Sel darah merah bernukleus
Jumlah basofil dalam darah meningkat
Trombosit bisa meningkat, normal atau menurun. Pada fase awal lebih
sering meningkat
Fosfatase alkali netrofil (neutrophil alkaline phosphatase) selalu rendah.
c) Gambaran sumsum tulang
Hiperseluler dengan system granulosit dominan. Gambarannya mirip
dengan darah tepi. Menunjukkan spektrum lengkap seri myeloid, dengan
komponen paling banyak ialah netrofil dan mielosit. Sel blast kurang dari
30%. Megakariosit pada fase kronik normal atau meningkat
Sitogenik: di jumpai adanya Philadelphia (Ph1) kromosom pada 95% kasus
Vitamin B12 serum dan B12 binding capacity meningkat
Kadar asam urat serum meningkat
Pemeriksaan PCR (polymerase chain reaction) dapat mendeteksi adanya
chimeric protein bcr-abl pada 99% kasus
2. Pemeriksaan penunjang lain
a) Biopsi sumsum tulang: SDM abnormal biasanya lebih dari 50 % atau lebih
dari SDP pada sumsum tulang. Sering 60%-90% dari blast, dengan prekusor
eritroid, sel matur, dan megakariositis menurun
b) Foto dada dan biopsi nodus limfe: dapat mengindikasikan derajat keterlibatan
c) Tes untuk mendeteksi adanya kromosom Philadelphia.
I. Konsep Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
I. Identitas Klien
Beberapa komponen yang ada pada identitas meliputi nama, jenis kelamin,
umur, alamat, suku bangsa, agama, No. registrasi, pendidikan, pekerjaan,
tinggi badan, berat badan, tanggal dan jam masuk Rumah Sakit.
II. Riwayat Kesehatan
1. Diagnosa Medik
Akut Limfoblastik Leukimia (ALL)
2. Keluhan utama
Gejala bersifat umum dapat terjadi juga pada penyakit lain, kelelahan dan
lemas, demam, nyeri tekan pada tulang dada, penurunan berat badan,
nyeri sendi, nyeri tulang, splenomegali masif, peningkatan keringat
merupakan gejala penyerta pada pasien dengan ALL.
3. Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat kesehatan pasien ALL seperti paparan zat kimia (mis., Benzena,
arsenik), radiasi, atau virus (Epstein-Barr, HTLV-1); kelainan kromosom
(Down syndrome, Klinefelter syndrome, Fanconi syndrome), defisiensi
imunologis; transplantasi organ; infeksi yang sering; kecenderungan
mengalami perdarahan.
III. Pengkajian Keperawatan
1. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Riwayat keluarga leukemia; rasa kurang enak badan (disertai dengan
kelelahan, nyeri yang menyebar, atau kehilangan minat).
2. Pola nutrisi dan metabolisme
Sariawan, penurunan berat badan; menggigil, keringat banyak; mual,
muntah, anoreksia, disfagia, rasa kenyang dini; mudah memar.
3. Pola eliminasi
Hematuria, penurunan output urin; diare, tinja berwarna gelap atau
berdarah.
4. Pola aktivitas dan latihan
Kelelahan dengan kelemahan progresif; dispnea, epistaksis, batuk.
5. Pola kognitif dan konseptual
Sakit kepala; kram otot; sakit tenggorokan; nyeri tekan sternum umum,
tulang, sendi, nyeri perut; parestesia, mati rasa, kesemutan, gangguan
penglihatan.
6. Pola seksual dan reproduktivitas
Menstruasi lama, menoragia, impotensi.
IV. Pemeriksaan fisik
1) Tingkat kesadaran
kompos mentis atau penurunan kesadaran
2) Keadaan umum
demam, limfadenopati umum, lesu
3) Intergumen
Pucat atau penyakit kuning; petechiae, ecchymoses, purpura, infiltrat
kulit coklat kemerahan sampai ungu, makula, dan papula.
4) Kardiovaskular
Takikardi dan suara sistol murmur
5) Gastrointestinal
Perdarahan gingiva dan hiperplasia; ulserasi mulut, herpes dan infeksi
Candida; iritasi dan infeksi perirectal; hepatomegali, splenomegali.
6) Neurologi
Kejang, disorientasi, kebingungan, penurunan koordinasi, kranial
kelumpuhan saraf, papilledema.
7) Muskuloskeletal
Pengecilan otot, nyeri tulang, nyeri sendi.
8) Pemeriksaan penunjang
Jumlah sel darah merah, Hgb, Hct rendah. Jumlah trombosit tinggi lebih
awal. Neutrofil meningkat, jumlah normal limfosit, dan jumlah monosit
normal atau rendah. Alkali fosfatase leukosit rendah. Ditemukan
kromosom Philadelphia di 90% pasien
b. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan pada pasien Akut Limfoblastik Leukimia (ALL)
antara lain (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017):
1. Gangguan pertukaran gas D.0005 b.d ketidakefektifan ventilasi-perfusi
2. Perfusi perifer tidak efektif D.0009 b.d penurunan konsentrasi
hemoglobin
3. Nyeri Akut D.0077 b.d agen pencedera fisiologi
4. Intoleransi aktivitas D.0056 b.d anemia
5. Risiko perdarahan D.0012 b.d trombositopenia
c. Intervensi keperawatan
Diagnosa
NO Tujuan Intervensi
Keperawatan
1. Gangguan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam, Manajemen jalan napas 1.01011
pertukaran gas pertukaran gas membaik. Observasi
D.0005 b.d Kriteria Hasil: SLKI 1. Monitor pola napas (frekuensi, pola napas,
ketidakefektifan 1. Pertukaran gas L.01003 dengan kriteria hasil: kedalaman)
ventilasi-perfusi 2. Monitor bunyi napas
Cukup
membu Cukup Memb Terapeutik
Indikator membu Sedang
ruk
ruk
membaik aik 3. Posisikan semi-fowler atau fowler
Dispnea 1 2 3 4 5 Terapi oksigen 1.01026
sianosis 1 2 3 4 5 Observasi
takikardia 1 2 3 4 5 4. Monitor kecepatan aliran oksigen
5. Monitor efektifitas terapi oksigen
Terpeutik
6. Berikan oksigen tambahan
2. Perfusi perifer Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam, Perawatan sirkulasi 1.02079
tidak efektif perfusi perifer meningkat. Observasi
D.0009 b.d Kriteria Hasil: SLKI 1. Periksa sirkulasi perifer (pengisian
penurunan 1. Perfusi perifer L.02011 dengan kriteria hasil: kapiler, warna, suhu)
konsentrasi 2. Monitor bengkak pada ekstremitas
Cukup Cukup
hemoglobin Indikator
Menuru
menuru Sedang meningka
Mening Pengaturan posisi 1.1019
n kat Terapeutik
n t
Pengisian 3. Atur posisi untuk mengurangi sesak (semi
1 2 3 4 5
kapiler fowler)
4. Hitung kebutuhan cairan pasien
3. Nyeri Akut Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam, Manajemen nyeri 1.08238
D.0077 b.d agen tingkat nyeri menurun. Observasi
pencedera Kriteria Hasil: SLKI
fisiologi 1. Tingkat Nyeri L.08066 dengan kriteria hasil: 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas, dan intensitas nyeri.
Menuru
Cukup Cukup
Mening 2. Identfikasi skala nyeri pasien.
Indikator menuru Sedang meningka
n
n t
kat Terapeutik
Keluhan 3. Berikan terapi nonfarmakologis untuk
1 2 3 4 5
nyeri mengurangi rasa nyeri (tehnik relaksasi
Meringis 1 2 3 4 5 nafas dalam)
4. Modifikasi lingkungan yang memperberat
nyeri
5. Fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi
6. Edukasi pasien untuk mengenali rasa
nyeri dan memanajemen nyeri.
Kolaborasi
7. Kolaborasi pemberian analgetik dengan
tim medis, jika perlu
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Edisi 1. jakarta Selatan: DPP PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
Edisi 1. jakarta Selatan: DPP PPNI.