II. Etiologi
1. Keregangan Otot rahim mempunyai kemampuan meregang dalam batas tertentu.
Setelah melewati batas waktu tersebut terjadi kontraksi sehingga persalinan dapat
dimulai (Sumarah,2008). Otot hormon mempunyai kemampuan meregang dalam batas
tertentu. Apabila batas tersebut telah terlewati makan akan terjadi kontraksi, sehingga
persalinan dapat dimulai (Ujiningtyas, 2009).
2. Penurunan progesterone Villi koriales mengalami perubahan – perubahan dan
produksi progesterone mengalami penurunan, sehingga otot rahim lebih sensitive
terhadap oksitosin.Akibatnya otot rahim mulai berkontraksi setelah tercapai tingkat
penurunan progesterone (Sumarah,2008). Proses penuaan plasenta terjadi mulai umur
28 minggu, dimana terjadi penimbunan jaringan ikat, pembuluh darah mengalami
penyempitan dan buntu. Produksi progesterone mengalami penurunan, sehingga otot
rahim lebih sensitif terhadap oksitosin.Akibat otot rahim mulai berkontraksi setelah
tercapai tingkat penurunan progesterone tertentu (Manuaba, 2007).
3. Oksitosin internal Perubahan keseimbangan yang terjadi pada estrogen dan
progesteron. Apabila terjadi penurunan progesteron maka reaksi oksitosin dapat
meningkat sehingga persalinan dapat terjadi (Sumarah,2008).
4. Prostaglandin Akan terjadi peningkatan prostaglandin pada umur kehamilan 15
minggu, sehingga akan memicu terjadinya kontraksi dan persalinan (Sumarah,2008.
Prostaglandin dianggap sebagai pemicu terjadinya persalinan, pemberian
prostaglandin saat hamil dapat menimbulkan kontraksi otot rahim (Ujiningtyas, 2009).
5. Hipotalamus-hipofisis dan glandula suprarenalis Terjadinya keterlambatan persalinan
karena tidak terbentuk hipotalamus (Sumarah,2008).
III. Pathway
Kehamilan
(37-42 minggu)
Tanda – tanda
Inpartu
Proses Persalinan
Gangguan Respirasi
V. Penatalaksanaan
Mekanisme persalinan adalah gerakan posisi yang dilakukan janin untuk
menyesuaikan diri terhadap pelvis ibu. Terdapat delapan gerakan posisi dasar yang terjdai
ketika janin berada dalam presentasi vertex sefalik. Gerakan tersebut, sebagai berikut:
1. Engagement
Terjadi ketika diameter biparietal kepala janin telah melalui pintu atas panggul.
2. Penurunan Kepala
Penurunan kepala lengkap terjadi selama persalinan oleh karena itu keduanya
diperlukan untuk terjadi bersamaan dengan mekanisme lainya.
3. Fleksi Rotasi Internal
Hal yang sangat penting untuk penurunan lebih lanjut. Melalui penurunan ini diameter
Sub oksipitobregmantika yang lebih kecil digantikan dengan diameter kepala janin
tidak dalam keadaan fleksi sempurna, atau tidak berada dalam sikap militer atau tidak
dalam keadaan beberapa derajat ekstensi.
4. Rotasi Internal
Menyebabkan diameter anteroposterior kepala janin menjdai sejajar dengan diameter
anteroposterior pelvis ibu. Paling biasa terjadi adalah oksipot berotasi ke bagian
anterior pelvis ibu, dibawah simfisis pubis.
5. Pelahiran Kepala
Pelahiran kepala berlangsung melalui ekstensi kepala untuk mengeluarkan
oksiputanterior. Dengan demikian kepala dilahirkan dengan ekstensi seperti, oksiput,
sutura sagitalis, fontanel anterior, alis, orbit, hidung, mulut, dan dagu secara berurutan
muncul dari perineum.
6. Restitusi
Rotasi kepala 450 baik kearah kanan maupun kiri, berantung pada arah dari tempat
kepala berotasi ke posisi oksiput-anterior.
7. Rotasi Eksternal
Terjadi pada saat bahu berotasi 450, menyebabkan diameter bisakromial sejajar dengan
diameter anteroposterior pada pnitu bawah panggul. Hal ini menyebabkan kepala
melakukan rotasi eksteral lain sebesar 450 ke posisi LOT atau ROT, bergantung arah
restuisi.
8. Pelahiran Bahu dan Tubuh dengan Fleksi Laterral melalui Sumbu Arcus.
Sumbu carcus adalah ujung keluar paling bawah pada pelvis. Bahu anterior kemudian
terlihat pada orifisum vulvovaginal, yang menyentuh di bawah simfisis pubis, bahu
posterior kemudian menggembugkan perineum dan lahir dengan posisi ateral. Setelah
bahu lahir, bagian badan yang tersisa mengikuti sumbu Carus dan segera lahir
(Varney, 2007).
1) Fase Persalinan
KALA I
Kala I disebut juga dengan kala pembukaan, terjadi pematangan dan pembukaan
serviks sampai lengkap. Dimulai pada waktu serviks membuka karena his :
kontraksi uterus yang teratur, makin lama, makin kuat, makin sering, makin terasa
nyeri, disertai pengeluaran darah-lendir yang tidak lebih banyak daripada darah
haid.
Berakhir pada waktu pembukaan serviks telah lengkap (pada periksa dalam, bibir
porsio serviks tidak dapat diraba lagi). Selaput ketuban biasanya pecah spontan
pada saat akhir kala I.
Terdapat 2 fase pada Kala 1 ini, yaitu :
Fase laten: pembukaan sampai mencapai 3 cm, berlangsung sekitar 8 jam.
Fase aktif: pembukaan dari 3 cm sampai lengkap (+ 10 cm), berlangsung sekitar
6 jam. Fase aktif terbagi atas:
Fase akselerasi (sekitar 2 jam), pembukaan 3 cm sampai 4 cm.
Fase dilatasi maksimal (sekitar 2 jam), pembukaan 4 cm sampai 9 cm.
Fase deselerasi (sekitar 2 jam), pembukaan 9 cm sampai lengkap (+ 10 cm).
KALA 2
Dimulai pada saat pembukaan serviks telah lengkap dan berakhir pada saat bayi
telah lahir lengkap. Pada Kala II ini His menjadi lebih kuat, lebih sering, dan lebih
lama. Selaput ketuban mungkin juga sudah pecah/ baru pecah spontan pada awal
Kala II ini. Rata-rata waktu untuk keseluruhan proses Kala II pada primigravida ±
1,5 jam, dan multipara ± 0,5 jam.
Sifat His :
Amplitudo 60 mmHg, frekuensi 3-4 kali / 10 menit. Refleks mengejan terjadi juga
akibat stimulasi dari tekanan bagian terbawah janin (pada persalinan normal yaitu
kepala) yang menekan anus dan rektum. Tambahan tenaga meneran dari ibu,
dengan kontraksi otot-otot dinding abdomen dan diafragma, berusaha untuk
mengeluarkan bayi.
Peristiwa penting pada Kala II:
a. Bagian terbawah janin (pada persalinan normal : kepala) turun sampai dasar
panggul.
b. Ibu timbul perasaan/ refleks ingin mengedan yang semakin kuat.
c. Perineum meregang dan anus membuka (hemoroid fisiologis)
d. Kepala dilahirkan lebih dulu, dengan suboksiput di bawah simfisis (simfisis
pubis sebagai sumbu putar/ hipomoklion), selanjutnya dilahirkan badan dan
anggota badan.
e. Kemungkinan diperlukan pemotongan jaringan perineum untuk memperbesar
jalan lahir (episiotomi).
Proses pengeluaran janin pada Kala II (persalinan letak belakang kepala) :
a. Kepala masuk pintu atas panggul : sumbu kepala janin dapat tegak lurus dengan
pintu atas panggul (sinklitismus) atau miring / membentuk sudut dengan pintu
atas panggul (asinklitismus anterior / posterior).
b. Kepala turun ke dalam rongga panggul, akibat : 1) tekanan langsung dari his dari
daerah fundus ke arah daerah bokong, 2) tekanan dari cairan amnion, 3)
kontraksi otot dinding perut dan diafragma (mengejan), dan 4) badan janin
terjadi ekstensi dan menegang.
c. Fleksi : kepala janin fleksi, dagu menempel ke toraks, posisi kepala berubah dari
diameter oksipito-frontalis (puncak kepala) menjadi diameter suboksipito-
bregmatikus (belakang kepala).
d. Rotasi interna (putaran paksi dalam) : selalu disertai turunnya kepala, putaran
ubun-ubun kecil ke arah depan (ke bawah simfisis pubis), membawa kepala
melewati distansia interspinarum dengan diameter biparietalis.
e. Ekstensi : setelah kepala mencapai vulva, terjadi ekstensi setelah oksiput
melewati bawah simfisis pubis bagian posterior. Lahir berturut-turut : oksiput,
bregma, dahi, hidung, mulut, dagu.
f. Rotasi eksterna (putaran paksi luar) : kepala berputar kembali sesuai dengan
sumbu rotasi tubuh, bahu masuk pintu atas panggul dengan posisi
anteroposterior sampai di bawah simfisis, kemudian dilahirkan bahu depan dan
bahu belakang.
g. Ekspulsi : setelah bahu lahir, bagian tubuh lainnya akan dikeluarkan dengan
mudah. Selanjutnya lahir badan (toraks,abdomen) dan lengan, pinggul / trokanter
depan dan belakang, tungkai dan kaki.
KALA III
Dimulai pada saat bayi telah lahir lengkap, dan berakhir dengan lahirnya
plasenta.
Kelahiran plasenta : lepasnya plasenta dari insersi pada dinding uterus, serta
pengeluaran plasenta dari kavum uteri.
Lepasnya plasenta dari insersinya : mungkin dari sentral (Schultze) ditandai
dengan perdarahan baru, atau dari tepi / marginal (Matthews-Duncan) jika tidak
disertai perdarahan, atau mungkin juga serempak sentral dan marginal.
Pelepasan plasenta terjadi karena perlekatan plasenta di dinding uterus adalah
bersifat adhesi, sehingga pada saat kontraksi mudah lepas dan berdarah.
Pada keadaan normal, kontraksi uterus bertambah keras, fundus setinggi sekitar /
di atas pusat.
Sifat His :
Amplitudo 60-80 mmHg, frekuensi kontraksi berkurang, aktifitas uterus menurun.
Plasenta dapat lepas spontan dari aktifitas uterus ini, namun dapat juga tetap
menempel (retensio) dan memerlukan tindakan aktif (manual aid).
KALA IV
Dimulai pada saat plaenta telah lahir lengkap, sampai dengan 1 jam setelahnya.
Hal penting yang harus diperhatikan pada Kala IV persalinan :
Kontraksi uterus harus baik
Tidak ada perdarahan pervaginam atau dari alat genital lain
Plasenta dan selaput ketuban harus sudah lahir lengkap
Kandung kencing harus kosong
Luka-luka di perineum harus dirawat dan tidak ada hematoma
Resume keadaan umum ibu dan bayi.
VI. Komplikasi
1. Persalinan Tidak Maju (failure to progress)
Melahirkan merupakan sebuah proses alami di mana setiap ibu bisa melakukannya.
Sebuah proses kelahiran yang lancar mungkin akan memakan waktu selama beberapa
jam saja. Failure to progress atau yang dimaksud sebagai persalinan tidak maju
(distosia) adalah komplikasi melahirkan ketika total waktu yang dihabiskan mulai dari
awal pembukaan leher rahim, sampai bayi keluar terbilang cukup lama dari waktu
normalnya. Menurut American Pregnancy Association, persalinan dikatakan tidak
maju jika berlangsung lebih dari 20 jam untuk pengalaman melahirkan yang pertama.
Sementara jika sebelumnya Anda sudah pernah melahirkan, komplikasi persalinan
tidak maju yakni ketika memakan waktu lebih dari 14 jam. Fase melahirkan yang
dialami setiap wanita memang berbeda-beda. Jika persalinan tidak maju berlangsung
selama fase awal atau laten, biasanya tidak langsung mengarah pada komplikasi.
Namun, bila terjadi pada fase melahirkan atau persalinan aktif, kondisi ini dapat
menyebabkan komplikasi sehingga memerlukan penanganan medis segera. Berikut
berbagai penyebab proses persalinan ibu tidak mengalami kemajuan karena adanya
komplikasi:
Pelebaran leher rahim (serviks) lambat.
Penipisan leher rahim (serviks) lambat.
Ukuran tubuh bayi besar.
Ukuran jalan lahir seperti vagina dan panggul kecil.
Melahirkan kembar atau lebih dari satu bayi.
Kondisi emosional yang dialami ibu, seperti stres, cemas, khawatir, dan lainnya.
Konsumsi obat pereda nyeri, yang bisa membuat kontraksi rahim menjadi lambat
dan lemah.
Proses melahirkan yang terlalu lama ini tentu tidak baik jika dibiarkan terus. Pasalnya,
risiko ibu mengalami infeksi (jika air ketuban sudah pecah) akan semakin besar. Maka
itu itu, solusi pertama yang bisa Anda lakukan untuk mempercepat persalinan akibat
komplikasi persalinan ini yakni dengan berjalan-jalan santai, mandi air hangat, atau
beristirahat. Selanjutnya, dokter dan tim medis dapat memberikan obat untuk memicu
induksi persalinan, maupun menyarankan operasi caesar.
2. Bayi Sungsang
Saat usia kehamilan Anda sudah mendekati waktu kelahiran, biasanya Anda perlu
memeriksakan diri Anda ke dokter untuk melihat posisi bayi. Tujuannya untuk
mengecek posisi bayi sudah berada di jalur yang sesuai untuk melahirkan, atau malah
sungsang alias kurang tepat. Posisi bayi yang baik saat dilahirkan adalah kepala bayi
berada di bawah dengan wajah yang juga menghadap ke bawah. Sayangnya, tidak
semua bayi berada di posisi yang tepat untuk bisa langsung keluar dengan mudah saat
melahirkan. Posisi bayi sungsang merupakan salah satu komplikasi saat persalinan
atau melahirkan, contohnya ketika:
Posisi tubuh bayi menghadap ke atas.
Posisi bokong (frank breech) atau kaki (complete breech) yang akan keluar pertama
kali.
Berbaring dengan posisi miring secara horizontal atau memanjang pada rahim, dan
bukan secara vertikal.
Jika posisi bayi sungsang, dokter biasanya menyarankan Anda untuk melakukan
berbagai cara guna mengembalikan bayi ke posisi yang seharusnya. Namun, jika hal
ini tidak berhasil dan posisi bayi masih sungsang saat akan dilahirkan, komplikasi
persalinan ini akan membuat proses melahirkan lebih rumit. Melahirkan dengan
operasi caesar mungkin direkomendasikan saat Anda mengalami komplikasi
persalinan ini
3. Prolapsi Tali Pusat
Selama dalam kandungan, tali pusat (tali pusar) merupakan tumpuan hidup bayi. Tali
pusat bertugas untuk mengalirkan nutrisi dan oksigen dari ibu ke tubuh bayi. Dengan
begitu, bayi dapat tumbuh dan berkembang di dalam rahim ibu. Terkadang selama
proses melahirkan, tali pusat dapat masuk ke dalam leher rahim atau serviks (prolaps
tali pusat) terlebih dulu sebelum setelah air ketuban pecah. Tali pusat bahkan bisa
keluar lebih dulu melalui vagina dibandingkan bayi sehingga menyebabkan
komplikasi saat persalinan. Mengalami komplikasi persalinan atau melahirkan ini
tentu sangat berbahaya bagi bayi karena aliran darah pada tali pusar bisa terhambat
atau bahkan terhenti. Pastikan Anda segera mendapatkan penanganan medis sedini
mungkin saat komplikasi persalinan ini terjadi.
4. Tali Pusat Melilit Bayi
Posisi bayi di dalam kandungan tidak selalu diam dan tenang. Kadang kala, bayi bisa
bergerak dan berganti posisi, sehingga membuat tubuhnya terlilit tali pusatnya sendiri.
Tali pusat bisa melilit bayi dan terlepas dengan sendirinya berkali-kali selama
kehamilan. Namun, tali pusat yang melilit bayi selama proses persalinan dapat
menimbulkan komplikasi. Ini karena aliran darah untuk bayi bisa terganggu sehingga
membuat denyut jantung bayi menurun secara tiba-tiba (variable decelerations).
Jika detak jantung bayi terus memburuk selama persalinan dan bayi menunjukkan
tanda-tanda bahaya lainnya, melahirkan dengan operasi caesar bisa jadi jalan keluar
terbaik untuk mengatasi komplikasi persalinan ini
5. Plasenta Previa
Plasenta previa adalah satu dari beberapa komplikasi persalinan ketika posisi plasenta
menutupi sebagian atau seluruh leher rahim (serviks). Padahal seharusnya, posisi
plasenta di sebelah atas maupun samping rahim, sehingga tidak akan menutupi jalan
lahir bayi. Komplikasi dari plasenta previa berisiko mempersulit proses persalinan,
bahkan bisa menimbulkan perdarahan hebat sebelum atau selama proses melahirkan.
Berikut beberapa hal yang memperbesar peluang untuk mengalami komplikasi
persalinan berupa plasenta previa:
Pernah melahirkan sebelumnya, terutama jika ini kali keempat atau lebih Anda
melahirkan
Pernah mengalami plasenta previa, operasi caesar, maupun operasi rahim
sebelumnya
Hamil bayi kembar
Berusia lebih dari 35 tahun saat sedang hamil
Memiliki fibroid
Merokok
Salah satu gejala utama pada komplikasi persalinan berupa plasenta previa yakni
munculnya perdarahan tanpa adanya rasa sakit selama trimester ketiga kehamilan.
Dokter biasanya mengatasi kasus komplikasi persalinan karena plasenta previa dengan
cara:
Perbanyak istirahat atau jika perlu dirawat di rumah sakit untuk memperbaiki
kondisi
Pemberian transfusi darah
Menyarankan untuk segera melahirkan, khususnya jika perdarahan tidak kunjung
berhenti atau denyut jantung janin tidak diketahui
Apabila tidak segera ditangani, komplikasi persalinan plasenta previa dapat
meningkatkan risiko plasenta akreta. Plasenta akreta juga merupakan komplikasi
persalinan yang berpotensi mengancam jiwa.
Hal ini dikarenakan plasenta, pada plasenta akreta, tidak dapat dipisahkan dari dinding
rahim
6. Asfiksia Perinatal
Asfiksia perinatal adalah kompliksi persalinan ketika bayi tidak mendapatkan cukup
oksigen di dalam kandungan selama proses melahirkan berlangsung. Asfiksia perinatal
juga bisa terjadi saat oksigen yang diperoleh bayi tidak memadai setelah kelahirannya.
Asfiksia perinatal merupakan salah satu komplikasi melahirkan atau persalinan yang
menjadi penyebab kematian pada bayi baru lahir. Selain karena kadar oksigen yang
rendah, bayi juga bisa mengalami komplikasi persalinan berupa asfiksia perinatal
karena peningkatan kadar karbon dioksia. Terlalu banyak jumlah asam di dalam darah
(asidosis) dan adanya masalah organ tubuh juga bisa mengakibatkan munculnya
komplikasi persalinan asfiksia pada bayi. Komplikasi persalinan atau melahirkan yang
satu ini biasanya disebabkan oleh proses persalinan yang terhambat, sehingga
membuat bayi tidak kunjung keluar. Atau dalam kasus lainnya, bayi mungkin sudah
hampir keluar tapi terhambat di tengah jalan ketika persalinan. Dokter biasanya
melakukan penanganan segera untuk kasus asfiksia perinatal dengan memberikan
oksigen kepada ibu dan operasi caesar. Setelah melahirkan, pengobatan juga akan
tetap dilakukan misalnya dengan memberikan pernapasan mekanis maupun perawatan
lainnya pada bayi
7. Distosia Bahu
Distosia bahu adalah komplikasi melahirkan atau persalinan ketika kepala bayi sudah
keluar dari vagina, tapi salah satu bahu masih berada di dalam vagina. Komplikasi
persalinan ini memang tidak terlalu umum atau jarang terjadi. Namun, kebanyakan
kasus distosia bahu dialami oleh wanita yang belum pernah melahirkan sebelumnya
dengan pintu panggul yang sempit atau berat bayi yang terlalu besar. Sebagai
penanganannya, dokter dan tim medis biasanya melakukan beberapa tindakan ini
untuk mempermudah kelahiran bayi dengan komplikasi persalinan distosia bahu:
Mengubah posisi tubuh ibu saat proses persalinan.
Memutar bahu bayi secara manual.
Memperbesar vagina melalui pembedahan dengan cara mengguntingnya
(episiotomi) guna memberikan ruang bagi bahu bayi untuk keluar.
Jika berbagai cara di atas tidak berhasil, mungkin dokter akan merekomendasikan
operasi caesar untuk mengatasi komplikasi persalinan atau melahirkan berupa distosia
bahu. Adanya komplikasi pada proses persalinan akibat distosia bahu umumnya dapat
segera ditangani. Akan tetapi, jika denyut jantung bayi tampak tidak terdengar hal ini
bisa mengindikasikan adanya masalah medis lainnya
8. Rahim Robek (rupture uteri)
Komplikasi persalinan rahim robek ketika melahirkan kemungkinan bisa terjadi jika
Anda sebelumnya pernah melakukan operasi caesar. Kondisi ini terjadi ketika bekas
luka tersebut terbuka di persalinan normal berikutnya. Di samping mengakibatkan
komplikasi persalinan berupa perdarahan hebat pada ibu, bayi di dalam kandungan
juga berisiko mengalami kekurangan oksigen. Bukan hanya karena pernah menjalani
operasi caesar, berikut beberapa faktor risiko lain yang bisa menyebabkan rahim robek
(ruptur uteri):
Mendapatkan induksi persalinan.
Ukuran tubuh bayi terlalu besar.
Usia ibu di atas 35 tahun saat hamil dan melahirkan.
Alat yang digunakan saat proses persalinan normal
Dalam kondisi ini, dokter biasanya akan menganjurkan untuk segera melakukan
operasi melahirkan caesar. Itu sebabnya, ibu yang berencana untuk melahirkan normal
setelah caesar sebaiknya selalu berkonsultasi dengan dokter terlebih dahulu. Dokter
dapat melakukan serangkaian pemeriksaan, dan kemudian menentukan keputusan
terbaik setelah melihat kondisi ibu dan bayi. Ada berbagai tanda-tanda rahim robek
yang merupakan salah satu komplikasi melahirkan atau persalinan, seperti:
Detak jantung bayi tidak normal.
Ibu mengalami nyeri atau sakit perut.
Proses persalinan tidak kunjung mengalami kemajuan.
Perdarahan pada vagina.
Detak jantung cepat dan tekanan darah rendah pada ibu
Dengan rutin melakukan pemeriksaan dan perawatan yang tepat, hal ini setidaknya
dapat menurunkan risiko terjadinya komplikasi persalinan yang serius karena rahim
robek.
9. Berat Bayi Lahir Rendah
Berat badan lahir rendah termasuk satu dari sekian macam komplikasi melahirkan atau
persalinan, khususnya pada bayi prematur. Bayi dikatakan prematur ketika lahir
sebelum usia kehamilan 37 minggu. Selain itu, bayi dengan berat badan lahir rendah
juga bisa dialami oleh kelahiran kembar dua, tiga, atau lebih. Biasanya, berat badan
bayi yang lahir tergolong rendah yaitu jika beratnya kurang dari 2,5 kilogram atau
2.500 gram. Selain kelahiran prematur, komplikasi persalinan berupa berat badan lahir
rendah pada bayi juga bisa disebabkan oleh:
Adanya masalah pada plasenta.
Komplikasi saat proses melahirkan atau persalinan.
Cacat lahir pada bayi.
Asupan zat gizi yang buruk pada ibu.
Ibu merokok, minum alkohol, maupun konsumsi obat-obatan selama kehamilan.
Kondisi BBLR yang dialami bayi baru lahir berisiko menimbulkan berbagai masalah
kesehatan. Hal ini meliputi perkembangan yang terhambat, munculnya komplikasi
pada kesehatan, serta kematian dini.
Berikut berbagai risiko yang mungkin terjadi pada bayi:
Infeksi saluran pernapasan, pencernaan, serta saraf.
Kesulitan mendengar dan melihat (buta).
Infeksi jantung.
Sindrom kematian mendadak atau sudden infant death syndrome (SIDS)
Intinya, bayi yang lahir dengan berat rendah biasanya memiliki sistem kekebalan
tubuh yang lebih lemah ketimbang bayi dengan berat normal. Itulah mengapa bayi
BBLR cenderung lebih rentan terkena penyakit. Penanganan yang diberikan untuk
bayi dengan berat lahir rendah biasanya disesuaikan dengan kondisi yang dialaminya.
Umumnya, bayi diharuskan untuk mendapatkan perawatan sementara waktu di rumah
sakit sampai berat badannya kembali normal.
10. Perdarahan Hebat
Setelah bayi berhasil dilahirkan, perdarahan bisa terjadi pada ibu. Perdarahan ringan
normal terjadi tapi perdarahan berat dapat menjadi hal yang serius. Perdarahan yang
merupakan komplikasi persalinan atau melahirkan bisa terjadi setelah plasenta
dikeluarkan. Kontraksi uterus atau rahim yang lemah tersebut tidak mampu
memberikan tekanan yang cukup pada pembuluh darah. Khususnya tempat di mana
plasenta menempel pada rahim. Perdarahan yang berlebihan juga bisa disebabkan oleh
adanya bagian plasenta yang masih tersisa dalam rahim dan infeksi pada dinding
rahim. Kesemua hal ini dapat mengakibatkan pembuluh darah terbuka sehingga
dinding rahim terus mengeluarkan darah. Komplikasi persalinan berupa perdarahan
berlebih setelah melahirkan ini disebut dengan perdarahan postpartum, yang terbagi
menjadi dua jenis. Pertama, primer atau langsung (perdarahan yang terjadi dalam
waktu 24 jam setelah melahirkan). Kedua, sekunder atau tertunda (perdarahan setelah
24 jam pertama sampai 6 minggu setelah melahirkan).
Perawatan yang dilakukan dokter dan tim medis untuk mengatasi komplikasi
persalinan karena perdarahan ini, yakni:
Pemberian obat-obatan.
Pengangkatan plasenta yang tertinggal.
Perawatan pada rahim.
Melakukan tindakan pada pembuluh darah agar dapat menghentikan perdarahan
Perdarahan saat melahirkan yang terlalu banyak berisiko mengancam nyawa ibu,
melansir dari National Institute of Health. Namun, penanganan segera dari dokter dan
tim medis dapat membantu memperbaiki kondisi kesehatan ibu, sekaligus
mencegahnya bertambahnya parah.
VII. Diagnosa Banding
Diagnosa banding adalah penyakit-penyakit yang mempunyai persamaan gejala
dan tanda tertentu. Semua data yang terhimpun akan menentukan relavan atau tidaknya
diagnose banding yang semula dipikirkan. Makin banyak data yang terhimpun, maka
semaki sedikit diagnose banding yang dipikirkan.
B. Pengkajian
I. Wawancara
Wawancara adalah Tanya jawab antara pihak peraway dan pasien/keluarga pasien
untuk memperoleh data, keterangan atau pendapat dari data subjektif dan data objektif.
a. Pengkajian
Identitas klien dan penanggung jawab
Meliputi nama, umur, jenis kelamn, agama, pekerjaan, pendidikan,
suku/bangsa, gol. darah, alamat, tanggal masuk RS, tanggal pengkajian, nomor
medrek, diagnose medis dan hubungan dengan klien.
Keluhan utama
Riwayat kesehatan sekarang
Riwayat kesehatan dahulu
Meliputi riwayat penyakit dahulu, riwayat hospitalisasi, riwayat
pembedahan atau cedera, riwayat alergi, riwayat pengobatan dan riwayat
bepergian.
Riwayat kesehatan keluarga
Meliputi riwayat penyakit keturunan dan genogram
Riwayat obstetri dan ginekologi
Melipiti riwayat genikologi seperti riwayat menstruasi, riwayat
perkawinan dan riwayat kontrasepsi. Riwayat obstetri meliputi kehamilan di
rencanakan atau tidak, G…P…A… , HPHT, usia kehamilan, taksiran partus,
keikut sertaan kelas prenatal, jumlah kunjungan selama kehamilan, riwayat
kehamilan, persalinan dan nifas masa lalu. Riwayat kehamilan sekarang meliputi
mulai persalinan, keadaan kontraksi frekuensi dan kualitas DJJ dan pemeriksaan
fisik (keadaan umum, kesadaran, TTV, keadaan ketuban, dan pemeriksaan head
to toe)
Riwayat psikososial
Meliputi kemampuan mengenal masalah kesehatan, konsep diri, sumber
stress, mekanisme koping, kebiasaan dan pengaruh budaya, spriritual, dukungan
keluarga seperti emosional dan finansial.
Pola Aktivitas
Meliputi nutrisi(makan dan minum), personal hygine, istirahat dan tidur
dan mobilitas da aktivitas.
Laporan persalinan
Meliputi pengkajian awal, kala persalinan (kala I – IV) dan keadaan bayi
Laporan penunjang
Meliputi pemeriksaan Laboratorium, radiologi, dll.
Data fokus
Mengenai data subjektif dan objektif
II. Pemeriksaan Fisik
1. Pemerikasaan keadaan umum dan tingkat kesadaran
2. Pemerikasaan Tanda Tanda Vital meliputi tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi
denyut nadi, dan suhu
3. Pemeriksaan kepala, wajah dan rambut pastikan tidak ada benjolan, bersih, dan
simetris (inspeksi dan palpasi)
4. Pemeriksaan leher tidak terdapat benjolan/pembengkakan kelenjar tyroid (inspeksi
dan palpasi)
5. Pemeriksaan dada meliputi kesimetrisan, inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi
bagian paru-paru dan jantung.
6. Pemeriksaan payudara meliputi pengecekan edema, kebengkakan, kolostrum,
putting susu, dan areola (inspeksi dan palpasi)
7. Pemeriksaan abdomen adanya bekas luka post op, adanya nyeri tekan atau tidak,
adanya garis linea nigra atau tidak, mengukur involusi uterus, di perkusi di bagian
lambung dan hati lalu di auskultasi dengarkan bising usus. Di bagian bagian seperti
lambung, usus, hati, ginjal dan limpa. (inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi)
8. Pemeriksaan anogenital meliputi mengecek kebersihannya dan apakah ada bekas
jahitan. (inspeksi)
9. Pemeriksaan ekstremitas bawah meliputi inspeksi dan palpasi dan kaji reflek patella.
Pada ekstremitas bagian menginspeksi dan palpasi
10. Pemeriksaan kulit bisa dilihat dari turgor kulit.
E. Daftar Pustaka
Syarifuddin, Abdul Bari, 2006. Buku panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta: YBP-SP
Sarwono Prawiroharjo, 2009. Ilmu Kebidanan, Edisi 4 Cetakan II. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima
Medika
Mochtar, Rustam. 1998. Synopsis Obstetri, Edisi 2, Jilid 2. Jakarta : EGC
Bandiyah, S. 2009. Kehamilan Persalinan Gangguan Kehamilan, Yogyakarta: Nuha Medika
Suririnah. 2009. Buku Pintar Kesehatan Kehamilan dan Persalinan. Jakarta : PT. Gramedia
Pusaka Utama
Chandranita Manuaba, Ida Ayu, dkk. 2009. Buku Ajar Patologi Obstetri. Jakarta. EGC