Anda di halaman 1dari 52

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hipertensi merupakan penyakit tidak menular yang menjadi salah satu

penyebab utama kematian prematur di dunia. Hipertensi dapat didefinisikan

sebagai tekanan darah persisten dengan tekanan sistoliknya ≥ 140 mmHg dan

tekanan diastolik ≥ 90 mmHg. Hipertensi sering disebut the silent killer atau

“pembunuh diam-diam”, karena orang dengan hipertensi sering tidak

menampakkan gejala. Institut Nasional Jantung, Paru dan Darah Amerika

memperkirakan sepuluh orang yang menderita hipertensi tidak sadar akan

kondisinya. Begitu penyakit ini diderita, tekanan darah pasien harus dipantau

dengan interval teratur mengingat hipertensi merupakan kondisi seumur

hidup (Smeltzer, 2013).

Meningkatnya taraf hidup masyarakat terutama di negara maju dan

kota-kota besar membawa perubahan pola hidup individu. Perubahan tersebut

membawa pula pada perubahan pola penyakit yang ada, terutama pada

penyakit yang berhubungan dengan gaya hidup seseorang. Kondisi tersebut

mengubah banyaknya kasus-kasus penyakit infeksi yang pada awalnya

menempati urutan pertama, namun sekarang bergeser pada penyakit-penyakit

degeneratif. Salah satu penyakit degeneratif yang perlu diwapadai adalah

penyakit hipertensi yaitu suatu gangguan dari system peredaran darah yang

akhir-akhir ini mengenai segala usia (Astawan, 2009).

1
Organisasi kesehatan dunia (World Health Organization/WHO)

mengestimasikan saat ini prevalensi hipertensi secara global sebesar 22%

dari total penduduk dunia. Dari sejumlah penderita tersebut, hanya kurang

dari seperlima yang melakukan upaya pengendalian terhadap tekanan darah

yang dimiliki. Wilayah Afrika memiliki prevalensi hipertensi tertinggi

tertinggi sebesar 27%. Asia Tenggara berada di posisi ke-3 tertinggi dengan

prevalensi sebesar 25% terhadap total penduduk. WHO juga memperkirakan

1 di antara 5 orang perempuan di seluruh dunia memiliki hipertensi. Jumlah

ini lebih besar diantara kelompok laki-laki, yaitu 1 di antara 4 (Kementrian

Kesehatan RI, 2019).

Peningkatan prevalensi hipertensi berdasarkan cara pengukuran juga

terjadi hampir di seluruh provinsi di Indonesia. Hasil Riskesdas 2018

menunjukan bahwa propinsi Kalimantan Selatan memiliki prevalensi

tertinggi sebesar 44,13% sedangkan yang terendah berada di propisi Papua

sebesar 22,22 % dan Sulawesi Tenggara sendiri sebesar 29,75 % berada di

urutan 18. Secara nasional prevalensi hipertensi menunjukkan kecenderungan

peningkatan dari Riskesdas tahun 2007 sampai Riskesdas 2018 (Kementrian

Kesehatan RI, 2019).

Berdasarkan data Riskesdas 2018 Provinsi Sulawesi Tenggara

menyebutkan bahwa penduduk yang berusia 18 tahun ke atas yang dilakukan

pengukuran tekanan darah sebanyak 29,75 % dengan persentase terbanyak

pada Kab. Buton Selatan dengan 39,13 % sedangkan Kab. Muna dengan

24,12 % berada pada urutan ke 14 dari 17 kabupaten yang ada di Sulawesi

2
Tenggara. Sedangkan prevalensi berdasarkan diagnosa dokter tertinggi di

Kab Konawe Kepulauan dengan presentase 8,77 % dan Kab. Muna berada di

urutan 12 dengan persentase 5,16 %.

Berdasarkan profil dinas kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara

menyebutkan bahwa penduduk yang menderita hipertensi yang mendapatkan

pelayanan kesehatan sesuai standar sebesar 26,8%. Hal tersebut masih jauh

dari target nasional yang ditetapkan yaitu sebesar 100%. Jika dilihat menurut

kabupaten/kota hanya kabupaten Konawe Kepulauan yang hampir mencapai

target yang ditetapkan yaitu 88,8%, sedangkan kabupaten Muna masih

37,2%. Meskipun Kab. Muna prevalensi tidak setinggi di Kabupaten lain

namun efek dari hipertensi ini bisa mengancam jiwa bahkan menimbulkan

kematian jika tidak segera ditangani. Masih banyaknya yang belum patuh

melakukan pemeriksaan rutin hal ini desebabkan salah satunya adalah masih

kurangnya kesadaran masyarakat untuk memeriksakan kesehatan dirinya.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten

Muna jumlah kunjungan atau yang mendapatkan pelayanan dipuskesmas

pada tahun 2018 terdapat 3351 kasus , tahun 2019 terdapat 3973 kasus, tahun

2020 turun menjadi hingga 2130 kasus, pada tahun 2020 jumlah kunjungan

menurun dikarenakan terjadinya pandemi wabah covid-19. Hal tersebut

menunjukan bahwa Kabupaten Muna merupakan wilayah dengan kasus

hipertensi cukup besar, sehingga masih menjadi masalah kesehatan bagi

wilayah tersebut sedangkan data untuk tahun 2020 yang diambil dari Dinas

Kesehatan Kabupaten Muna untuk Puskesmas Tampo berada pada kelompok

3
kategori tinggi penderita hipertensi, Puskesmas Wakobhalu berada tingkat

sedang dengan penderita hipertensi dan Puskesmas Mabodo berada pada

kelompok tingkatan rendah penderita hipertensi (Dinas Kesehatan Kabupaten

Muna, 2020).

Pengetahuan tentang hipertensi pada seseorang sangat penting dalam

mempengaruhi pola hidup ke arah yang lebih baik atau sehat. Kurangnya

pengetahuan akan mempenharuhi pasien hipertensi untuk dapat mengatasi

kekambuhan atau melakukan pencegahan agar tidak terjadi komplikasi.

Masih tingginya penyakit hipertensi di berbagai wilayah disebabkan

oleh karena masih kurangnya perilaku baik masyarakat tentang hipertensi dan

cara pencegahannya. Perilaku yang kurang baik karena kurangnya informasi,

sosialisasi atau pendidikan kesehatan dari tenaga kesehatan tentang penyakit

hipertensi. Berbagai media dapat digunakan dalam upaya pendidikan

kesehatan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat sehingga dapat

mengubah perilakunya yang kurang, salah satunya adalah melalui media

elektronik yaitu audiovisual atau video. Media audiovisual, yaitu media yang

mempunyai unsur suara dan unsur gambar. Jenis media ini mempunyai

kemampuan yang lebih baik, dan media ini dibagi ke dalam dua jenis, yaitu

a) Audiovisual diam, yang menampilkan suara dan visual diam, seperti film

sound slide, b) Audiovisual gerak, yaitu media yang dapat menampilkan

unsur suara dan gambar bergerak, seperti film, video cassette dan Video

Compact Disc (VCD).

4
Pemberian informasi bisa dikombinasikan antara audiovisual dan

ceramah agar penderita hipertensi lebih paham lagi menerima materi atau

informasi tentang hipertensi. Pemberian informasi melalui media audiovisual

dan ceramah diharapkan dapat merubah perilaku penderita hipertensi agar

dapat melakukan penanganan dan penanggulangan hipertensi dengan baik.

Beberapa penelitian terdahulu menguatkan penelitian tentang pengaruh

media audiovisual terhadap perilaku penderita hipertensi, seperti yang

dilakukan oleh Setiawan (2016) mendapatkan hasil bahwa ada pengaruh

pendidikan kesehatan dengan metode audio visual terhadap pengetahuan

pengendalian hipertensi lansia di desa Tumut Sumbersari Moyudan Sleman

Yogyakarta. Penelitian yang dilakukan Fernalia dengan tujuan penelitian

yaitu teriidentifikasinya efektifitas audiovisual sebagai media pendidikan

kesehatan terhadap self management. Self management akan meningkat

setelah dilakukan metode edukasi dengan audiovisual dan dikontrol oleh

pengetahuan (p=0,005). Peneliti merekomendasikan penggunaan media

audiovisual dalam kegiatan pendidikan kesehatan dalam upaya meningkatkan

pengetahuan penderita hipertensi. Penelitian Melda di puskesmas Lhok

Bengkuang Aceh Selatan Tahun 2019 mendapatkan hasil bahwa pendidikan

kesehatan tentang hipertensi menggunakan audiovisual efektif merubah

perilaku penderita Hipertensi.

Puskesmas Tampo, puskesmas Wakobhalu dan puskesmas Mabodo

merupakan salah satu puskesmas di Kabupaten Muna dengan cakupan jumlah

penduduk yang cukup besar hal ini dapat dilihat dari banyaknya jumlah desa

5
yang ada di wilayah kerja masing-masing yang menjadi wilayah kerja

Puskesmas setempat. Sehingga masalah kesehatan yang signifikan yang

terdapat di wilayah kerja masing-masing akan memberikan hasil yang

signifikan pula terhadap Kabupaten Muna.

Untuk jumlah kunjungan pelayanan hipertensi di puskesmas Tampo data

dari januari sampai mei tahun 2021 sebanyak 296 kunjungan dengan jumlah

penderita 155 pasien (Puskesmas Tampo, 2021). Untuk jumlah kunjungn

pelayanan hipertensi di puskesmas Wakobhalu data dari januari sampai mei

tahun 2021 sebanyak 120 kunjungan dengan jumlah penderita 50 pasien

(Puskesmas Wakobhalu, 2021), Untuk jumlah kunjungan pelayanan hipertensi

di puskesmas Mabodo data dari januari sampai mei tahun 2021 sebanyak 80

kunjungan dengan jumlah penderita 45 pasien (Puskesmas Mabodo, 2021)

Berdasarkan survei pendahuluan yang peneliti lakukan di tiga puskesmas

yang ada di Kabupaten Muna yaitu puskesmas Tampo, puskesmas Wakobhalu

dan puskesmas Mabodo dengan mewawancarai 10 orang penderita hipertensi

yang berkunjung ke puskesmas diperoleh hasil sementara bahwa hanya 5

orang yang mengerti dan memahami tentang penanganan hipertensi bagi

penderita hipertensi, sedangkan 5 orang penderita kurang memahami dengan

baik tentang hipertensi. Menurut lima orang yang memiliki pengetahuan baik

tersebut, mereka mendapatkan informasi saat melakukan kunjungan ke

puskesmas. Pemberian informasi pada penderita hanya melalui penyuluhan

dengan kata-kata tanpa ada video atau gambar yang dilihat dan itupun tidak

rutin dilakukan dan hanya beberapa saja yang mendapatkan informasi.

6
Hasil observasi yang peneliti lakukan terhadap program pencegahan

penyakit tidak menular hipertensi bahwa pasien membutuhkan informasi

dibuktikan dengan pasien banyak bertanya kepada tenaga kesehatan pada saat

dilakukan pemeriksaan di puskesmas maupun yang ke posbindu. Petugas

promosi kesehatan belum berperan optimal dalam memberikan informasi

terutama kepada penderita hipertensi dan masyarakat luas ini terlihat saat

melakuakan penyuluhan atau pendidikan kesehatan yang dilakukan dengan

menggunakan media leaflet saja dan belum pernah dengan menggunakan

media audiovisual dan pada saat melakukan penyuluhan kurang efektif

memperhatikan

Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti tertatik untuk meneliti

dengan judul “Pengaruh pendidikan kesehatan dengan media audiovisual +

ceramah terhadap perilaku penderita hipertensi di puskesmas Kabupaten Muna

Tahun 2022’’.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah ”apakah ada pengaruh

pendidikan kesehatan dengan media audiovisual + ceramah terhadap perilaku

penderita hipertensi di puskesmas Kabupaten Muna Tahun 2022”.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh

pendidikan kesehatan dengan media audiovisual + ceramah terhadap

perilaku penderita hipertensi di puskesmas Kabupaten Muna Tahun 2022.

7
1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus dalam penelitian ini yaitu :

1. Untuk menganalisis pengetahuan penderita hipertensi sebelum dan

sesudah diberikan pendidikan kesehatan dengan media audiovisual +

ceramah (pretest dan posttest) di puskesmas Kabupaten Muna Tahun

2022.

2. Untuk menganalisis sikap penderita hipertensi sesuadah diberikan

pendidikan kesehatan dengan media audiovisual + ceramah ((pretest

dan posttest) di puskesmas Kabupaten Muna Tahun 2022.

3. Untuk menganalisis tindakan pendidikan kesehatan dengan media

audiovisual + ceramah (pretest dan posttest) terhadap perilaku

penderita hipertensi di puskesmas Kabupaten Muna Tahun 2022.

1.4 Manfat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

a. Bagi Ilmu Pengetahuan

Hasil penelitian ini diharapkan menambah daftar referensi ilmiah

terkait kinerja petugas kesehatan dalam pemberian pendidikan

kesehatan dalam upaya peningkatan pelayanan yang berhubungan

dengan penyakit hipertensi

b. Bagi Institusi Pendidikan

Penelitian ini dapat menjadi tambahan referensi bagi

pengembangan ilmu pengetahuan khususnya ilmu kesehatan

8
masyarakat yang menyangkut tentang pemberian pendidikan kesehatan

tentang perilaku penderita hipertensi

c. Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini dapat menjadi Sebagai tambahan pengalaman,

wawasan, serta pengetahuan penulis tentang perilaku hipertensi

1.4.2 Manfaat Praktis.

a. Manfaat Bagi Peneliti

Sebagai tambahan pengalaman, wawasan, serta pengetahuan penulis

tentang perilaku hipertensi.

b. Manfaat Bagi Puskesmas

Penelitian ini diharapkan sebagai pertimbangan bagi pihak

puskesmas untuk meningkatkan pelayanan kesehatan kepada

masyarakat khususnya perubahan perilaku penderita hipertensi.

9
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teori Tentang Hipertensi

2.1.1 Defenisi Hipertensi

Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana

tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya diatas 90

mmHg (Smeltzer, 2002).

Menurut Mansjoer (2009) hipertensi adalah tekanan darah sistoliknya

≥ 140 mmHg dan tekanan darah diastoliknya ≥ 90 mmHg atau bila pasien

memakai obat anti hipertensi.

Hipertensi adalah keadaan peningkatan tekanan darah yang memberi

gejala yang akan berlanjut untuk suatu target organ seperti stroke (untuk

otak), penyakit jantung koroner (untuk pembuluh darah) dan left ventricle

hypertrophy (untuk otot jantung). Dengan target organ di otak yang berupa

stroke, hipertensi adalah penyebab utama stroke yang membawa kematian

yang tinggi (Armilawaty, 2010).

2.1.2 Etiologi

Faktor genetik dianggap penting sebagai sebab timbulnya hipertensi.

Anggapan ini didukung oleh banyak penelitian pada hewan percobaan dan

pada manusia. Faktor genetik tampaknya bersifat mulifaktorial akibat defek

pada beberapa gen yang berperan pada pengaturan tekanan darah (Bustan,

2009).

10
Faktor lingkungan merupakan faktor yang paling berperan dalam

perjalanan munculnya penyakit hipertensi. Faktor ini meliputi intake garam

yang berlebihan, obesitas, pekerjaan, alkoholisme, stresor psikogenik dan

tempat tinggal. Semakin banyak seseorang terpapar faktor-faktor tersebut

maka semakin besar kemungkinan seseorang menderita hipertensi, juga

seiring bertambahnya umur seseorang (Iman, 2009).

Dari faktor-faktor yang telah disebutkan di atas, tidak ada satupun

yang ditetapkan sebagai penyebab langsung hipertensi esensial. Lain halnya

dengan hipertensi sekunder, yang saat ini telah banyak ditemukan

penyebabnya secara langsung, beberapa di antaranya adalah : sleep-apnea,

drug-induced atau drug-related hypertension, penyakit ginjal kronik.

Aldosteronisme primer, penyakit renovaskular, terapi steroid jangka lama

dan sindrom Cushing (Susilat, 2009).

2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hipertensi

2.1.3.1 Faktor yang tidak dapat diubah


Hipertensi dapat disebabkan adanya faktor-faktor yang secara alami

telah ada pada seseorang. Faktor resiko yang tidak dapat diubah tersebut

antara lain adalah kondisi fidologis tubuh, genetik, umur dan jenis

kelamin. Karakteristik genetik, umur dan jenis kelamin tersebut pada

akhirnya juga berpengaruh terhadap kondisi fisiologis tubuh.

1. Kondisi Fisologis Tubuh

2. Umur

3. Jenis Kelamin

4. Riwayat Keluarga

11
5. Genetik

2.1.3.2 Faktor yang dapat diubah

Kejadian hipertensi juga ditentukan oleh faktor yang dapat diubah.

Modifikasi perilaku/gaya hidup melaui pengetahuan dan pendidikan gizi

dapat dilakukan untuk meminimalisir faktor yang dapat memicu dan

meningkatkan faktor yang dapat mencegah hipertensi.

1. Aktivitas fisik

2. Kebiasaan Makan

3. Konsumsi Alkohol. .

4. Konsumsi Kafein

5. Kebiasaan Merokok

6. Stress

7. Asupan Garam.

2.1.4 Patofisiologi

Tekanan darah tinggi merupakan bahaya terselubung karena tidak

Mekanisme yang mengontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh darah

terletak di pusat vasomotor, pada medula di otak.Dari pusat vasomotor ini

bermula jaras syaraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis

dan keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan

abdomen.Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls

yang bergerak ke bawah melalui sistem syaraf simpatis ke ganglia simpatis.

Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan

merangsang serabut syaraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana

12
dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan kontriksi pembuluh

darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat

mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsangan vasokontriktor

(Smeltzer, 2013).

Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang

pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga

terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi.Medula

adrenal mensekresi epinefrin yang menyebabkan vasokontriksi.Korteks

adrenal mensekresi kartisol dan steroid lainnya yang dapat memperkuat

respon vasokontriktor pembuluh darah.Vasokontriksi yang mengakibatkan

penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin.Renin

merangsang pembentukan angiotensin I menjadi angiotensin II, suatu

vasokontriktor kuat, pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh

korteks adrenal.Hormon ini menyebabkan peningkatan volume

intravaskular. Semua faktor-faktor tersebut cenderung mencetuskan

keadaan hipertensi (Smeltzer, 2013).

2.1.5 Klasifikasi Hipertensi.

Batasan yang digunakan adalah untuk individu diatas umur 18

tahun, tidak dalam pengobatan antihipertensi dan tidak dalam keadaan

sakit mendadak.

13
Tabel 2.1 Kisaran Tekanan Darah menurut The Seventh Report Of The
Joint National Committee on The Prevention, Detection, Evalution of High
Blood Pressure (JNC VII)
Kisaran Tekanan Sistolik Diastolik
Darah
Normal < 120 < 80
Pre Hipertensi 120-139 80-89
Hipertensi Tingkat I 140-159 90-99
Hipertensi Tingkat II ≥ 160 ≥ 100
Hipertensi Sistolik ≥ 140 < 90
Terisolasi
Sumber : Kementrian Kesehatan, R.I 2019.

2.1.6 Tanda dan Gejala hipertensi

Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala,

meskipun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan

dipercaya berhubungan dengan tekanan darah tinggi padahal sesungguhnya

tidak. Gejala yang dimaksud adalah sakit kepala, pendarahan dari hidung,

pusing, wajah kemerahan dan kelelahan, yang biasa saja terjadi baik pada

penderita hipertensi, maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang

normal.

Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul

gejala seperti : sakit kepala, kelelahan, mual, muntah, sesak nafas, gelisah,

pandangan menjadi kabur, karena adanya kerusakan otak, mata, jatung dan

ginjal. Kadang mengalami penurunan kesadaran dan bahkan koma karena

terjadi pembengkakan otak.

14
2.1.7 Upaya Pengendalian Hipertensi

Pengendalian hipertensi bertujuan untuk mencegah dan

menurunkan probabilitas kesakitan, komplikasi, dan kematian. Langkah

ini dapat dikelompokkan menjadi pendekatan farmakologis dan non-

farmakologis.

2.1.7.1 Pendekatan Non Farmakologis

Ditujukan untuk pencegahan terjadinya hipertensi pada individu

yang mempunyai risiko yang besar untuk terjadinya hipertensi di

kemudian hari. Misalnya faktor resiko untuk terjadinya hipertensi

antara lain adanya konsumsi garam yang berlebihan, kegemukan dan

lain sebagainya. Merubah kebiasaan makan sehari-hari dengan

konsumsi garam rendah, tidak merokok atau menghentikan rokok dan

memberikan penyuluhan kepada mereka yang merokok agar mereka

terhindar dari bahaya yang ditimbulkan rokok dan menciptakan

kawasan bebas rokok.

Pada program pencegahan penyakit tidak menular kementrian

kesehatan Repoblik Indonesia (P2PTM Kemenkes R.I, 2019)

pencegahan hipertensi bisa dilakukan dengan menerpakan cerdik yaitu:

1. Cek kesehatan secara rutin

2. Enyahkan asap rokok

3. Rajin aktivitas fisik

4. Diet seimbang

5. Istrahat cukup

15
6. Keoloa stres

Resiko hipertensi dapat dikurangi dengan :

1. Mengurangi konsumsi garam jangan melebihi 1 sendok teh

perhari

2. Melakukan aktivitas fisik teratur (seperti jalan kaki 3 km/olahraga

30 menit perhari minimal 5x seminggu.

3. Tidak merokok dan menghindari asap rokok

4. Diet dengan gizi seimbang

5. Mempertahankan berat badan ideal

6. Menghindari minuman alkohol

2.1.7.2 Pendekatan Farmakologis

Pendekatan farmakologis merupakan upaya pengobatan untuk

mengontrol tekanan darah penderita hipertensi yang dapat diawali dari

pelayanan kesehatan tingkat pertama seperti puskesmas atau klinik.

Terapi farmakologis dimulai dengan obat tunggal yang mempunyai masa

kerja panjang sehingga dapat diberikan sekali sehari dan dosisnya

dititrasi. Obat berikutnya dapat ditambahkan selama beberapa bulan

pertama selama terapi dilakukan.

Jenis obat hipertensi terdiri dari diuretic, penyekat beta, golongan

penghambat Angiotensin Converting Enzyme (ACE), dan Angiotensin

Receptor Blocker (ARB), golongan Calcium Channel Blockers (CCB),

dan golongan anti hipertensi lain.

16
2.1.8 Komplikasi Hipertensi

Hipertensi dapat mengakibatkan banyak komplikasi diantaranya

penyakit jantung koroner dan arteri, payah jantung, stroke, kerusakan ginjal,

dan kerusakan penglihatan.

1. Penyakit jantung koroner dan arteri

Ketika usia bertambah lanjut, seluruh pembuluh darah ditubuh

akan semakin mengeras, terutama dijantung, otak dan ginjal.

Hipertensi sering diasosiasikan dengan kondisi arteri yang mengeras

ini.

2. Payah jantung

Payah jantung (Congestive heart failure) adalah kondisi dimana

jantung tidak mampu lagi memompa darah yang dibutuhkan tubuh.

Kondisi ini terjadi karena kerusakan otot jantung atau sistem listrik

jantung

3. Stroke

Hipertensi adalah faktor penyebab utama terjadinya stroke,

karena tekanan darah yang terlalu tinggi dapat menyebabkan

pembuluh darah yang sudah lama lemah menjadi pecah. Bila hal ini

terjadi pada pembuluh darah diotak, maka terjadi perdarahan otak

yang dapat berakibat kematian. Stroke juga dapat terjadi akibat

sumbatan dari gumpalan darah yang macet di pembuluh darah yang

sudah menyempit.

17
4. Kerusakan ginjal

Hipertensi dapat menyempitkan dan menebalkan aliran darah

yang menuju ginjal, yang berfungsi sebagai penyaring kotoran

tubuh. Dengan adanya gangguan tersebut, ginjal menyaring lebih

sedikit cairan dan membuangnya kembali kedarah. Gagal ginjal

dapat terjadi dan diperlukan cangkok ginjal baru.

5. Kerusakan penglihatan

Hipertensi dapat menyebabkan pecahnya pembuluh darah di

mata, sehingga mengakibatkan penglihatan menjadi kabur atau

kebutaan.

2.2 Tinjauan Umum Tentang Pendidikan Kesehatan

2.2.1 Definisi pendidikan kesehatan

Suatu penerapan konsep pendidikan didalam bidang kesehatan.

Dilihat dari segi pendidikan, pendidikan kesehatan adalah suatu pedagogik

praktis atau praktek pendidikan. Oleh sebab itu konsep pendidikan

kesehatan adalah suatau proses belajar yang berarti didalam pendidikan itu

terjadi proses pertumbuhan, perkembangan, atau perubahan yang lebih

dewasa, lebih baik dan dan lebih matang pada diri individu, kelompok atau

masyarakat (Notoatmodjo, 2007).

2.2.2 Metode Pendidikan kesehatan

Menurut Notoatmodjo (2007) metode pendidikan kesehatan

merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi suatu proses pendidikan

disamping masukannya sendiri juga metode, matri atau peseannya,

18
pendidik atau petuga yang melakukannya, dan alat-alat banu atau peraga

pendidikan. Untuk tercapainya suatu hasil pendidikan secara optimal.

Metode yang dikemukakan adalah :

1. Metode pendidikan perorangan (individual)

Dalam pendidikan kesehatan, metode ini digunakan untuk

membina perilaku baru atau seseorang yang telah mulai tertarik pada

suatu perubahan perilaku atau inovasi. Dasar digunakan pendekatan

induvidual ini karena setiap orang mempunyai masalah atau alasan

yang berbeda-beda sehubungan dengan penerimaan atau perilaku baru

tersebut. Bentuk dari pendekatan ini antara lain:

a. Bimbingan dan penyuluhan

b. Wawancara (interview)

2. Metode pendidikan kelompok

Dalam memilih metode pendidikan kelompok harus mengingat

besarnya kelompok sasaran serta tingkat pendidikan formal pada

sasaran. Untuk kelompok yang besar, metodenya akan berbeda dengan

kelompok kecil. Efektifitas suatu metode akan bergantung pula pada

besarnya sasaran penyuluhan. Metode ini mencakup :

a. Kelompok besar yaitu, apabila peserta penyuluhan lebih dari 15

orang. Metode yang baik untuk kelompok ini adalah seminar dan

ceramah.

1) Ceramah

19
Metode ini baik untuk sasaran yang berpendidikan tinggi

maupun rendah. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam

menggunakan metode ceramah adalah :

a) Pelaksanaan: Kunci keberhasilan pelaksanaan ceramah

adalah apabila penceramah dapat menguasai sasaran

b) penceramah dapat menunjukan sikap dan penampilan yang

meyakinkan.

c) Tidak boleh bersikap ragu-ragu dan gelisah.

d) Suara hendaknya cukup keras dan jelas.

e) Pandangan harus tertuju kepada seluruh peserta.

f) Berdiri di depan atau pertengahan, seyogianya tdak duduk

dan menggunakan alat bantu lihat semaksimal mungkin.

2) Seminar

Metode ini hanya cocok untuk sasaran kelompok besar

dengan pendidikan menengah keatas. Seminar adalah suatu

penyajian dari seorang ahli atau beberapa orang ahli tentang suatu

topik yang dianggap penting dan dianggap hangat di masyarakat.

b. Kelompok kecil, yaitu apabila peserta penyuluhan kurang dari 15

orang. Metode yang cocok dengan kelompok ini adalah diskusi

kelompok, curah pendapat, bola salju, memainkan peranan,

permainan simulasi.

20
3. Metode pendidikan massa (publik)

Dalam metode ini pendidikan (pendekatan) massa untuk

memberikan pesan-pesan kesehatan yang ditujukan kepada masyarakat

yang sifatnya massa atau publik. Oleh karena sasaran bersifat umum

dalam arti tidak membedakan golongan umur, jenis kelamin,

pekerjaan, status ekonomi, tingkat pendidikan dan sebagainya, maka

pesan kesehatan yang akan disampaikan harus dirancang sedemikian

rupa sehingga dapat ditangkap oleh massa tersebut. Pada umumnya

bentuk pendekatan massa ini tidak langsung, biasanya menggunakan

media massa. Beberapa contoh dari metode ini adalah ceramah umum,

pidato melalui media massa, stimulasi, dialog antara pasien dan petugas

kesehatan, sinetron, tulisan dimajalah atau koran, bill board yang di

pasang dipinggir jalan, spanduk, poster, dan sebagainya.

2.2.3 Alat Bantu dan Media Pendengaran

Alat bantu pendidikan adalah alat-alat yang digunakan oleh pendidik

dalam menyampaikan informasi. Alat bantu ini sering disebut alat peraga

karena berfungsi untuk membantu dan meragakan sesuatu dalam proses

pendidikan (Notoatmodjo, 2007). Alat peraga ini disusun berdasarkan

prinsip bahwa pengetahuan yang ada pada setiap manusia itu diterima atau

ditangkap melalui panca indera. Semakin banyak indera yang digunakan

untuk menerima sesuatu maka semakin banyak dan semakin jelas pula

pengertian / pengetahuan yang diperoleh. Dengan kata lain, alat peraga ini

21
dimaksudkan untuk mengerahkan indera sebanyak mungkin kepada suatu

objek sehingga mempermudah persepsi (Notoatmodjo, 2007).

Secara terperinci, fungsi alat perga adalah untuk menimbulkan minat

sasaran, mencapai sasaran yang lebih banyak, membantu mengatasi

hambatan bahasa, merangsang sasaran untuk melaksanakan pesan

kesehatan (Notoatmodjo, 2007).

2.2.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pendidikan

Keberhasilan suatu pendidikan kesehatan dapat dipengaruhi oleh

faktor penyuluh, sasaran dan proses pendidikan (Notoatmodjo, 2007).

Didalam kegiatan belajar terdapat tiga persoalan pokok, yakni persoalan

masukan (input), proses, dan persoalan keluaran (output).

1. Persoalan Masukan (input) menyangkut sasaran belajar (sasaran didik)

yaitu individu, kelompok, atau masyarakat yang sedang belajar itu

sendiri dengan berbagai latar belakang.

2. Persoalan Proses menyangkut mekanisme dan interaksi terjadinya

perubahan kemampuan (perilaku) pada diri subjek belajar tersebut. Di

dalam proses ini terjadi pengaruh timbal balik antara berbagai faktor

antara lain: subjek belajar, pengajar (pendidik atau fasilitator) metode

dan teknik belajar, alat bantu belajar, dan materi atau bahan yang

dipelajari.

3. Persoalan keluaran (output) merupakan hasil belajar itu sendiri, yaitu

berupa kemampuan atau perubahan perilaku dari subjek belajar.

22
2.3 Tinjauan Umum Tentang Media audiovisual

2.3.1 Pengertian Media Audiovisual

Media audiovisual adalah media yang mempunyai unsur suara dan

unsur gambar.jenis media ini mempunyai kemampuan yang lebih baik

karena meliputi suara dan gambar. Media audiovisual adalah jenis media

yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran dengan melibatkan

pendengaran dan penglihatan sekaligus dalam satu proses atau kegiatan.

Pesan dan informasi yang dapat disalurkan melalui media ini dapat berupa

pesan verbal dan nonverbal yang mengandalkan baik penglihatan maupun

pendengaran (Asyhar, 2016).

Beberapa contoh media audiovisual menurut Asyhar adalah film,

video, dan program TV

1. Film

2. Video

3. Televisi

2.1.3.2 Karakteristik media audiovisual

Karakteristik media audiovisual sebagai sarana pembelajaran

menggunakan teknologi audiovisual adalah satu cara menyampaikan

materi dengan menggunakan mesin-mesin mekanis dan elektronis untuk

menyajikan pesan-pesan audiovisual. Arsyad (2016) mengemukakan

bahwa media audiovisual memiliki karakteristik sebagai berikut:

1) Biasanya bersifat linear.

2) Biasanya menyajikan visual yang dinamis.

23
3) Digunakan dengan cara yang telah ditetapkan sebelumnya oleh

pembuatnya.

4) Merupakan gambaran fisik dari gagasan real atau abstrak.

5) Dikembangkan menurut prinsip psikologis behaviorisme dan kognitif.

6) Umumnya berorientasi pada pemberi informasi dengan tingkat

pelibatan interaktif peserta yang rendah.

2.1.3.3 Kelebihan dan Kelemahan Media Audiovisual

Menurut Arsyad (2016), beberapa kelebihan dan kelemahan media

audiovisual sebagai media pembelajaran sebagai berikut:

Kelebihan media audiovisual:

1. Film dan video dapat melengkapi pengalaman dasar peserta.

2. Film dan video dapat menggambarkan suatu proses secara tepat yang

dapat disaksikan secara berulang-ulang jika perlu.

3. Di samping mendorong dan meningkatkan motivasi, film dan video

menanamkan sikap-sikap dan segi afektif lainnya.

4. Film dan video yang mengandung nilai-nilai positif dapat mengundang

pemikiran dan pembahasan dalam kelompok peserta.

5. Film dan video dapat menyajikan peristiwa yang berbahaya jika dilihat

secara langsung.

6. Film dan video dapat ditunjukkan kepada kelompok besar atau

kelompok kecil, kelompok yang heterogen maupun homogen maupun

perorangan.

24
7. Film yang dalam kecepatan normal memakan waktu satu minggu dapat

ditampilkan dalam satu atau dua menit.

Kelemahan media audiovisual:

1. Pengadaan film dan video umumnya memerlukan biaya mahal dan

waktu yang banyak.

2. Tidak semua peserta mampu mengikuti informasi yang ingin

disampaikan melalui film tersebut

3. Film dan video yang tersedia tidak selalu sesuai dengan kebutuhan dan

tujuan yang diinginkan, kecuali dirancang dan diproduksi khusus

untuk kebutuhan sendiri.

2.1.3.4 langkah-langkah penggunaan Media Audiovisual

Media pembelajaran audiovisual memiliki langkah-langkah dalam

penggunaannya seperti halnya media pembelajaran lainnya. Langkah-

langkah pembelajaran menggunakan media audiovisual adalah sebagai

berikut.

1. Persiapan kegiatan yang dilakukan oleh komunikan pada saat

persiapan pembelajaran audiovisual yaitu:

a. Membuat rencana pelaksanaan pembelajaran.

b. Mempelajari buku petunjuk penggunaan media.

c. Menyiapkan dan mengatur peralatan media yang akan digunakan.

2. Pelaksanaan/Penyajian

Pada saat melaksanakan pembelajaran menggunakan media

audiovisual, guru perlu mempertimbangkan seperti:

25
a. Memastikan media dan semua peralatan telah lengkap dan siap

digunakan

b. Menjelaskan tujuan yang akan dicapai

c. Menjelaskan materi pelajaran kepada siswa selama proses

pembelajaran berlangsung.

d. Menghindari kejadian-kejadian yang dapat mengganggu

konsentrasi siswa dalam pembelajaran menggunakan audiovisual.

3. Tindak lanjut

Aktivitas ini dilakukan untuk memantapkan pemahaman siswa

tentang materi yang telah disampaikan menggunakan media

audiovisual. Disamping itu aktivitas ini bertujuan untuk mengukur

efektivitas pembelajaran yang telah dilaksanakan. Kegiatan yang bisa

dilakukan di antaranya diskusi, observasi, eksperimen, latihan dan tes

adaptasi (Sumarno, 2015).

2.4 Tinjauan Tentang Metode Ceramah

2.4.1 Pengertian metode ceramah

Ceramah adalah pidato yang disampaikan oleh seorang pembicara di

depan sekelompok pengunjung. Ceramah pada hakikatnya adalah proses

transfer informasi dari pengajar kepada sasaran belajar. Dalam proses tranfer

informasi ada tiga elemen penting, yaitu pengajar, materi dan sasaran belajar.

Metode ceramah efektif digunakan untuk meningkatkan pengetahuan

seseorang.

26
2.4.2 Penggunaan metode ceramah

Ceramah digunakan pada sifat sasaran sebagai berikut, yaitu sasaran

belajar mempunyai perhatian yang selektif, sasaran belajar mempunyai

lingkup perhatian yang terbatas, sasaran belajar memerlukan informasi yang

kategoris dan sistematis, sasaran belajar perlu menyimpan informasi, sasaran

belajar perlu menggunakan informasi yang diterima.

2.4.3 Kelebihan dan Kekurangan metode ceramah

Adapun kelebihan menggunakan metode ceramah antara lain :

a. Dapat digunakan pada orang dewasa

b. Penggunaan waktu yang efisien

c. Dapat dipakai pada kelompok yang besar

d. Tidak terlalu banyak menggunakan alat bantu pengajaran

e. Dapat dipakai untuk memberi pengantar pada pelajaran atau suatu

kegiatan.

Adapun kekurangan menggunakan metode ceramah antara lain :

a. Menghambat respon dari yang belajar sehingga pembicara sulit

menilai reaksinya

b. Tidak semua pengajar dapat menjadi pembicara yang baik, pembicara

harus menguasai pokok pembicaraannya

c. Dapat menjadi kurang menarik, sulit untuk dipakai pada anak-anak

d. Membatasi daya ingat dan biasanya hanya satu indera yang dipakai

27
2.5 Tinjauan Tentang perilaku

2.5.1 Defenisi perilaku

Menurut Notoatmodjo (2007) perilaku adalah bentuk respon atau

reaksi terhadap stimulus atau rangsangan dari luar organisme (orang),

namun dalam memberikan respon sangat tergantung pada karakteristk

atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan. Hal ini berarti

meskipun stimulus sama dari beberapa orang, namun respon tiap orang

berbeda-beda. Faktor–faktor yang membedakan respon terhadap stimulus

yang berbeda disebut determinan perilaku.

2.5.2 Domain perilaku

Menurut Notoatmodjo (2007) seorang ahli psikologi pendidikan,

membagi perilaku dalam 3 dominan yaitu : pengetahuan, sikap dan

tindakan

1. Pengetahuan

Menurut Notoadmodjo (2010) pengetahuan merupakan hasil

penginderaan manusia atau hasi tahu seseorang terhadap objek melalui

indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga dan sebagainya).

Dengan sendirinya, pada waktu pengindera sampai menghasilakan

pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan

persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang

diperoleh melalui indera pendengaran (telinga) dan indera penglihatan

(mata).

28
Penelitian (Mubarak 2011) mengungkapkan bahwa sebelum

orang mengadopsi perilaku baru, di dalam diri orang tersebut terjadi

proses berurutan, yaitu :

a. Kesadaran (awareness), yaitu subjek menyadari atau mengetahui

terlebih dahulu tentang stimulus.

b. Ketertarikan (interest), yaitu subjek merasa tertarik terhadap

stimulasi atau objek tersebut.

c. Evaluasi (evaluation), yaitu subjek mempertimbangkan baik dan

tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya, hal ini menunjukkan

kemauan sikap responden.

d. Percobaan (trial), yaitu subjek mulai mencoba melakukan sesuatu

sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus.

e. Adopsi (adoption), yaitu di mana subjek berperilaku baru dengan

pengetahua, kesadaran, dan sikap terhadap stimulus.

Dalam Mubarak (2011) pengetahuan yang termasuk kedalam

domain mempunyai enam tingkatan yaitu :

1. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai kemampuan mengingat kembali (recall)

materi yang telah dipelajari, termasuk hal spesifik dari seluruh bahan

atau rangsangan yang telah diterima.

29
2. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan

secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat

menginterpretasikannya secara luas.

3. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan

materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi nyata.

4. Analisis (analysis)

Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau

suatu objek ke dalam komponen - komponen yang masih saling terkait

dan masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut.

5. Sintesis (synthesis)

Sintesis diartikan sebagai kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian - bagian ke dalam suatu bentuk keseluruhan

yang baru.

6. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi diartikan sebagai ini berkaitan dengan kemampuan

untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau

objek..

2. Sikap

Sikap adalah suatu bentuk aktivitas akal dan pikiran yang

ditujukan pada objek tertentu yang sedang dihadapi. Hasil dari

aktivitas tersebut yaitu suatu pilihan atau ketetapan hati terhadap suatu

30
objek, senang, tidak senang, menerima, menolak, ragu, masa bodoh,

curiga dan sebagainya.

a. Komponen sikap

1) Komponen kognitif

Komponen kognitif berisi kepercayaan seseorang mengenai

apa yang berlaku atau apa yang benar bagi objek sikap.

2) Komponen afektif

Komponen sikap menyangkut masalah emosional

subjektif seseorang terhadap suatu objek sikap. Secara umum 

komponen ini disamakan dengan perasaan yang dimiliki

terhadap sesuatu.

3) Komponen perilaku

Komponen perilaku atau komponen konatif dalam

struktur sikap menunjukkan bagaimana perilaku atau

kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang

berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya.

Menurut Notoatmodjo (2007), sikap merupakan reaksi atau

respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus

atau objek. Sikap ini terdiri dari beberapa tingkatan yaitu:

1) Menerima (Receiving) : Menerima diartikan bahwa orang

atau subjek mau dan memperhatikan stimulus yang

diberikan (objek).

2) Merespon (Responding) : Merespon adalah memberikan

31
jawaban apabila ditanya dan, mengerjakan tugas yang

diberikan.

3) Menghargai (Valuing) : Mengajak orang lain untuk

mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah.

4) Bertanggung jawab (Responsible) : Bertanggung jawab atas

segala sesuatu yang telah dipilih.

b. Sifat sikap

Sikap dapat bersifat positif dan bersifat negatif.

1) Sikap Positif kecenderungan dalam tindakan berupa mendekati,

menyenangi, mengharapkan objek tertentu.

2) Sikap negatif memiliki kecenderungan untuk bersikap

menjauhi, menghindari, membenci, tidak menyukai objek

tertentu.

Pada dasarnya sikap umum orang terhadap suatu objek tertentu

minimal dibedakan menjadi 8 jenis yang berlaku bagi seseorang

terhadap objek yang dibebankan kepadanya yaitu:

1) Sikap menerima

2) Sikap curiga.

3) Sikap ragu-ragu

4) Sikap menolak

5) Sikap pura-pura

6) Sikap tidak menentu

7) Sikap ketergantungan.

32
8) Sikap tak peduli (apatis)

3. Tindakan

Menurut Notoatmodjo, suatu sikap belum otomatis

terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk terwujudnya

sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau

suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain fasilitas. Tingkat-

tingkat praktek adalah persepsi (perception), respon terpimpin (guided

respons), mekanisme (mechanism), adopsi (adoption).

a. Persepsi (perception)

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan

tindakan yang akan diambil.

b. Respon terpimpin (guided respons)

Dapat melakukan sesuatu dengan urutan yang benar sesuai dengan

contoh yang telah diketahuinya

c. Mekanisme (mechanism)

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar

secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan.

d. Adopsi (adoption)

e. Adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang

dengan baik artinya tindakan itu sudah dimodifikasikannya tanpa

mengurangi kebenaran tindakan tersebut

2.5.3 Faktor yang mempengaruhi perilaku

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku sessorang menurut

33
(Notoatmodjo, 2014) antara lain :

1. Faktor Genetik atau Endogen

Faktor genetik atau keturunan merupakan konsep dasar terjadinya

perilaku seseorang.

a. DNA merupakan warisan biologis dari kedua orang tuanya yang di

wariskan kepada generasi penerusnya.

b. Sifat kepribadian agar mudah dipahami menurut para ahli

digolongkan menjadi dua aspek yaitu aspek jasmani (fisik) dan

aspek psikologi (kejiwaan).

c. Kecerdasan adalah suatu kemampuan manusia dalam menghadapi

dan menyesuaikan diri terhadap situasi baru secara cepat dan efektif

(Chaplin, 1975) dalam Notoatmodjo (2014)

d. Bakat menurut (Notoatmodjo, 2014) yang mengutip pendapat

(William B Micheel, 1960) adalah kemampuan individu untuk

melakukan sesuatu yang sedikit sekali tergantung kepada latihan

mengenai hal kemampuan terseebut.

2. Faktor Sosio Psikologis

Faktor Psikologis merupakan faktor internal yang sangat besar

pengaruhnya terhadap terjadinya perilaku. Faktor psikologis tersebut

yaitu:

a. Sikap

Sikap merupakan kecenderungan untuk berfikir, berpersepsi,

dan bertindak. Sikap mengandung aspek penilaian atau evaluatif

34
terhadap objek dan mempunyai 3 komponen yaitu :

1) Komponen kognitif adalah aspek intelektual yang berkaitan

dengan apa yang diketahui manusia.

2) Komponen afektif adalah aspek emosional yang berkaitan

dengan penilaian apa yang diketahui manusia.

3) Komponen konatif adalah aspek visional yang berhubungan

dengan kecenderungan atau kemamuan bertindak.

b. Emosi

Emosi menunjukan keguncangan organisme yang disertai oleh

gejala- gejala kesadaran, keperilakuan, dan proses fisiologis.

c. Kepercayaan

Kepercayaan adalah keyakinan akan sesuatau hal benar atau

salah, keyakinan terbentuk oleh pengetahuan, kebutuhan, dan

kepentingan.

d. Kebiasaan

Kebiasaan adalah aspek perilaku manusia yang menetap,

berlangsung secara otomatis, dan tidak direncanakan.

e. Kemauan

Kemauan sebagai dorongan tindakan yang merupakan usaha

orang untuk mencapai tujuan.

3. Faktor Situasional

Faktor situsional adalah mencakup faktor lingkungan di mana

manusia itu bertempat tinggal, baik itu lingkungan fisik, sosial,

35
budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor tersebut merupakan

kondisi objektif di luar manusia yang mempengaruhi perilakunya.

Faktor ini meliputi :

a. Faktor ekologis

Faktor ekologis merupakan keadaan alam, geografis, iklim, yang

mempengaruhi perilaku orang.

b. Faktor desain dan arsitektur

Struktur bangunan dan bentuk bangunan, pola pemukiman dapat

mempengaruhi perilaku manusia yang berada di dalamnya.

c. Faktor temporal

Pengaruh waktu terhadap bioritme manusia yang mempengaruhi

perilakunya. Waktu pagi, siang, sore, malam yang membawa

pengarup sikap dan perilaku.

d. Suasana behavior (behavior setting)

Tempat keramaian atau kerumunan massa membawa pola perilaku

manusia, perilaku orang yang diwarnai oleh suasana lingkungan

tersebut.

e. Faktor teknologi

Perkembangan teknologi termasuk teknologi informasi yang disebut

dengan internet membawa pengaruh bagi perilaku seseorang.

f. Faktor sosial

Peranan faktor sosial seperti umur, status pendidikan, agama,

status sosial berperngaruh terhadap perilaku seseorang.

36
2.6 Kerangka Teori, Kerangka Konseptual Dan Hipotesis Penelitian

2.6.1 Kerangka Teori

Hipertensi sebagai salah satu penyakit degeneratif perlu mendapatkan

perhatian. Upaya pencegahan dan manajemen terhadap masalah tekanan

darah tinggi merupakan tantangan utama dalam kesehatan masyarakat.

Tekanan darah tinggi biasanya tidak disertai tanda maupun gejala sehingga

sering disebut istilah pembunuh terselubung atau “the silent killer”.

Masih tingginya penyakit hipertensi di berbagai wilayah disebabkan

oleh karena masih kurangnya perilaku masyarakat tentang hipertensi dan cara

pencegahannya. Perilaku yang kurang baik karena kurangnya informasi,

sosialisasi atau pendidikan kesehatan dari tenaga kesehatan tentang penyakit

hipertensi.

Pendidikan kesehatan merupakan prioritas utama dan merupakan

salah satu metode pelayanan yang efektif untuk meningkatkan tingkat

kesadaran masyarakat akan pentingnya pemahaman yang benar mengenai

hipertensi. Penatalaksanaan hipertensi diperlukan untuk mencegah

keberlangsungan kerusakan organ target dalam waktu lama sehingga

menurunkan kesakitan dan kematian. Berbagi studi merekomendasikan

bahwa hipertensi dapat diturunkan dengan modifikasi gaya hidup,

mengontrol berat badan, latihan/olahraga, diet sehat, tidak mengkonsumsi

alkohol dan merokok.

Berbagai media dapat digunakan dalam upaya pendidikan kesehatan

untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat sehingga dapat mengubah

37
perilakunya yang kurang, salah satunya adalah melalui media elektronik yaitu

Audiovisual dan ceramah. Pemberian informasi melalui media

audiovisualdan ceramah diharapkan dapat merubah perilaku penderita

hipertensi agar dapat melakukan penanganan dan penanggulangan hipertensi

dengan baik.

Pendidikan Domain Perilaku :


Kesehatan dengan a. Pengetahuan
Media Audio Visual b. Sikap
+ Ceramah c. Tindakan
Tentang Hipertensi (Praktek)

Paparan Perilaku
Informasi Penderita
Hipertensi

Gambar 3.1 Kerangka Teori


Sumber : (Notoatmodjo, 2007) dengan modifikasi peneliti

2.7 Kerangka Konseptual

Pada penelitian ini terdiri dari dua variabel penelitian yaitu variabel

bebas dan variabel terikat. Yang menjadi variabel bebas dari penelitian ini

adalah pendidikan kesehatan dengan media audiovisual. Yang menjadi

variabel terikat dari penelitian ini adalah perilaku penderita hipertensi

38
Kerangka konsep pada penelitian ini adalah

Variabel independent Variabel dependent

Pendidikan Perilaku Penderita


kesehatan Hipertensi :
dengan media - - Pengetahuan
audiovisual + - - Sikap
Ceramah - - Tindakan

Gambar 3.2 Kerangka Konsep

Keterangan:

: Variabel Independen yang akan diteliti

: Variabel Dependen yang akan diteliti

2.6.2 Hipotesis Penelitiam

a. Ada pengaruh pendidikan kesehatan dengan media audiovisual + ceramah

berpengaruh terhadap pengetahuan penderita hipertensi di puskesmas

Kabupaten Muna Tahun 2022.

b. Ada pengaruh pendidikan kesehatan dengan media audiovisual + ceramah

berpengaruh terhadap sikap penderita hipertensi di puskesmas Kabupaten

Muna Tahun 2022

c. Ada pengaruh pendidikan kesehatan dengan media audiovisual + ceramah

berpengaruh terhadap tindakan penderita hipertensi di puskesmas

Kabupaten Muna Tahun 2022

39
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah penelitian

kuantitatif dengan rancangan pra eksperimen dengan jenis one group pre test-

post test design, yang bertujuan untuk menguji pengaruh pendidikan kesehatan

dengan media audiovisual + ceramah terhadap perilaku kesehatan di

puskesmas yang ada di Kabupaten Muna Tahun 2022.

3.2 Rancang Bangun Penelitian

Penelitian yang digunakan penelitian kuantitatif dengan rancangan pra

eksperimen dengan jenis one group pre test - post test design, dimana dalam

rancangan penelitian ini dilakukan pengukuran awal (pretest) sebelum

diberikan perlakuan kemudian diberikan perlakuan atau intervensi dan

dilakukan pengukuran (posttest) setelah diberikan perlakuan.

Dalam penelitian ini, peneliti terlebih dahulu melakukan tes awal

(pretest)dengan mengobservasi langsung perilaku penderita hipertensi untuk

mengetahui sejauh mana kemampuan awal responden sebelum diberikan

pendidikan kesehatan menggunakan media audiovisual + ceramah tentang

hipertensi.Setelah diberikan tes awal, selanjutnya kepada responden tersebut

diberikan perlakuan, yaitu pendidikan kesehatan dengan metode audiovisual

+ Ceramah. Interval 7 hari berikutnya, responden diberikan pendidikan

kesehatan menggunakan metode audiovisual + ceramah. Pengukuran tes

akhir (posttest) mulai dilakukan setelah pemberian perlakuan II dengan

40
mengobservasi langsung perilaku responden untuk mengetahui sejauh mana

efektivitas penggunaan media audiovisual terhadap perilaku penderita

hipertensi.

Secara sederhana desain penelitian yang digunakan dapat

digambarkan sebagai berikut :

Kelompok Intervensi O1------ X1------X2------- O2

Gambar 4.1 Rancangan penelitian

Keterangan :

O1 : pengukuran perilaku untuk test awal (pretest)


X1 : perlakuan I (pendidikan kesehatan menggunakan metode
audiovisual+ceramah)
X2 : perlakuan II ( pendidikan kesehatan menggunakan metode
audiovisual+ ceramah)
O2 : pengukuran perilaku test akhir (posttest)

3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.3.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini rencana akan dilaksanakan di tiga wilayah Puskesmas

Kabupaten Muna yaitu di puskesmas Tampo, puskesmas Wakobhalu dan

puskesmas Mabodo.

3.3.2 Waktu penelitian

Penelitian ini rencana akan dilaksanakan pada bulan januari 2023 sampai

februari tahun 2023.

41
3.4 Populasi dan Sampel

3.4.1 Populasi

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh

pasien rawat jalan yang menderita hipertensi yang ada di puskesmas

Tampo, puskesmas Wakobalu dan puskesmas Mabodo dengan jumlah 250

orang.

3.4.2 Sampel

Sampel adalah sebagian dari keseluruhan objek yang diteliti dan

dianggap mewakili seluruh populasi. Teknik pengambilan sampel

menggunakan teknik stratified random sampling yaitu pengambilan

sampel melalui cara pembagian populasi kedalam strata dan

menggabungkannya untuk menaksir parameter populasi. Pengambilan

menggunakan rumus Lemesshow :


2
Z 1−α P (1−P ) N
2
n= d 2 (N−1)+ Z 21−α P ( 1−P )
2

Keterangan :

N = Besar populasi

n = Besar sampel

Z21−α = Statistik Z (Z=1,96 untuk α = 0.05)


2

d 2 = Data presisi absolut atau margin of error yang diinginkan diketahui

sisi proporsi (5%)

P = Perkiraan populasi (prevalen ) variabel dependen pada populasi 95%

42
q = 1-p

berdasarkan rumus besar sampel pada penelitian ini adalah

Z 21−α P (1−P ) N
2
n= 2 2
d (N−1)+ Z 1−α P ( 1−P )
2

n= ¿¿

240,1
n= 0,6225+0,9604

= 151,683 dibulatkan menjadi 152 orang

Adapun kriteria inklusi pengambilan sampel di dalam penelitian ini yaitu :

1. Bersedia menjadi responden.

2. Pasien tidak mengalami gangguan audiovisual

3. Pasien berumur 18-70 tahun.

Sedangkan kriteria inklusi di dalam penelitian ini yaitu :

1. Pasien yang bukan penderita hipertensi

2. Pasien yang mengalami keluhan mendadak seperti sesak berat, nyeri

kepala berat.

43
3.5 Kerangka Operasional

Menentukan
masalah
perilaku hipertensi Penetapan
Baku
alat ukur

Studi literatur tentang


hipertensi
Melakukan
pengumpulan data

Menetapkan tujuan
penelitian

Pengolahan Data

Pengumpulan data
awal penelitian

Penetapan uji

Hasil Penarikan
penelitian Pembahasan kesimpulan
penelitian

Gambar 4.2 Kerangka Operasiponal

44
3.6 Variabel Penelitian, Defenisi Operasional dan Cara Pengukuran

Variabel

3.6.1 Variabel Penelitian

1. Variabel bebas/ independent variabel

Variabel bebas adalah faktor yang diduga sebagai faktor yang

mempengaruhi variabel dependent. Yang menjadi variable bebas dari

penelitian ini adalah pendidikan kesehatan dengan media audiovisual+

ceramah

2. Variable terikat/dependent variabel

Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel

dependent. Yang menjadi variabel terikat dari penelitian ini adalah

perilaku penderita hipertensi : pengetahuan, sikap dan tindakan.

3.6.2 Defenisi Operasional dan Kriteria Obyektif

1. Pendidikan Kesehatan dengan media audiovisual + ceramah

Pendidikan kesehatan dengan media audiovisual adalah proses

pemberian informasi kesehatan dengan alat bantu media yang

mempunyai unsur suara dan gambar. Pendidikan kesehatan dengan

metode ceramah adalah pidato yang disampaikan oleh seorang

pembicara di depan sekelompok pengunjung. Ceramah pada

hakikatnya adalah proses transfer informasi dari pengajar kepada

sasaran belajar.

Pemberian pendidikan kesehatan dengan media audiovisual +

ceramah dilakukan setelah semua hadir acara dibuka oleh peneliti

45
kemudian peneliti melakukan pemberian pendidikan kesehatan dengan

metode audiovisual dengan bantuan laptop dan LCD (Light Central

Display) dengan video yang diputarkan bersumber dari promosi

kesehatan Kimia Farma dan Promosi Kesehatan mahasiswa kedokteran

Universitas Tanjungpura Pontianak dan selanjutnya ceramah yang

berisi materi tentang hipertensi, perlakuan ini diberikan sebanyak dua

kali, pendidikan kesehatan diberikan sesudah dilakukan pengisian

kuesioner (pretest) atau sebelum dilakukan pengisian kuesioner yang

ke dua (posttest).

2. Pengetahuan penderita hipertensi

Pengetahuan adalah segala hal yang diketahui responden untuk

menjawab sejumlah pertanyaan tentang hipertensi dengan

menggunakan kuesioner dengan jumlah pertanyaan 10 dengan

menggunakan 2 kategori jawaban benar diberi skor 1, jawaban salah

diberi skor 0, Berdasarkan teori yang dikemukaan oleh Gutman,

penentuan kriteria obyektif dilaksanakan sebagai berikut :

Skor tertinggi : 1 x 10 = 10 (100%)

Skor terendah : 0 x 10 = 0 (0 %)

range
Interval =
kategori

Range (R) = skor tertinggi-skor terendah

= 100%-0%

= 100 %

46
Kategori (K) = 3 (baik, cukup dan kurang)

100
Interval (I) = =33 %
3

Penentuan batas = skor tertinggi - interval

= 100% - 33% = 67 %

Kriteria Obyektif :

Baik = jika skor jawaban benar responder > 67% dari total

jawaban yang di berikan

Cukup = jika skor jawaban benar responder > 33% sampai < 67%

dari total jawaban yang di berikan

Kurang = jika skor jawaban benar responder < 33% dari total

jawaban yang di berikan

3. Sikap penderita hipertensi

Sikap merupakan predisposisi prilaku dari kesadaran yang sifatnya

individual dan memiliki motivasi untuk melakukan sesuatu, sikap yang

di ukur berdasarkan skala Likert dengan 10 pertanyaan, dengan

menggunakan 4 katerogi jawaban Sangat Setuju (SS) diberi skor 4,

Setuju (S) diberi skor 3, Tidak Setuju (TS) diberi skor 2, dan Sangat

Tidak Setuju (STS) diberi skor 1.

Skor tertinggi : 10 x 4 = 40 (100%)

Skor terendah 10 x1=10 ( 25 % ) .

range
Interval =
Kategori

Range (R) = skor tertinggi-skor terendah

47
= 100%-25%

= 75 %

Kategori (K) = 3 (baik, cukup dan kurang)

75
Interval (I) = =25 %
3

Penentuan batas = skor tertinggi - interval

= 100% - 245% = 75 %

Kriteria Obyektif :

Baik = jika skor jawaban responden > 75% dari total jawaban

yang di berikan

Cukup = jika skor jawaban responden > 50% sampai < 75% dari

total jawaban yang di berikan

Kurang = jika skor jawaban responden < 50% dari total jawaban

yang di berikan

4. Tindakan penderita hipertensi

Adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme atau mahluk hidup

yang bersangkutan. Cara pengukuran variabel tindakan dalam

penelitian ini berdasarkan 10 pertanyaan, dengan menggunakan 2

kategori jawaban YA diberi skor 1, jawaban TIDAK diberi skor 0,

Berdasarkan teori yang dikemukaan oleh Gutman, penentuan kriteria

obyektif dilaksanakan sebagai berikut :

Skor tertinggi : 1 x 10 = 10 (100%)

Skor terendah : 0 x 10 = 0 (0 %)

48
range
Interval =
kategori

Range (R) = skor tertinggi-skor terendah

= 100%-0%

= 100 %

Kategori (K) = 3 (baik, cukup dan kurang)

100
Interval (I) = =33 %
3

Penentuan batas = skor tertinggi - interval

= 100% - 33% = 67 %

Kriteria Obyektif :

Baik = jika skor jawaban benar responder > 67% dari total

jawaban yang di berikan

Cukup = jika skor jawaban benar responder > 33% sampai < 67%

dari total jawaban yang di berikan

Kurang = jika skor jawaban benar responder < 33% dari total

jawaban yang di berikan

3.7 Teknik dan Prosedur Pengumpulan Data

Jenis dan sumber data dalam penelitian kuantitatif ini meliputi data

primer, data sekunder dan data tertier.

1. Data primer diperoleh dari hasil observasi dengan cara pengamatan dan

pencatatan secara langsung mengenai perilaku responden.

2. Data sekunder diperoleh dari catatan rekam medik puskesmas Tampo,

49
puskesmas Wakobhalu dan puskesmas Mabodo yang berkaitan dengan

jumlah penderita hipertensi, serta data-data lainnya yang berkaitan

dengan penelitian ini.

3. Data tertier diperoleh dari berbagai referensi yang sangat valid seperti:

data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Muna, Dinas kesehatan Propinsi

Sulawesi Tenggara, jurnal, buku teks, data Infodatin Kementrian

Kesehatan (Kemkes) 2019, Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018.

3.8 Pengolahan dan Analisa Data

3.8.1 Pengolahan Data

Pengolahan data pada dasarnya merupakan suatu proses untuk

memperoleh data. Pengolahan data digunakan computer dengan memakai

program SPSS. Pengolahan data dapat dilakukan dengan cara:

1. Editing

Penyuntingan data yang dilakukan pada saat penelitian yakni

memeriksa semua lembaran observasi yang diisi yaitu kelengkapan data

dan memeriksa keseragaman data.

2. Coding

Pengkodean pada lembar observasi, pada tahap ini kegiatan yang

dilakukan ialah mengisi daftar kode yang disediakan pada observasi

sesuai terhadap hasil pengamatan yang dilakukan

3. Skoring

Tahap pemberian skor pada lembar observasi dalam bentuk angka-

angka.

50
4. Tabulating

Pengolahan data kedalam suatu tabel menurut sifat-sifat yang

dimiliki yang mana sesuai terhadap tujuan penelitian ini. Tabel yang

digunakan yaitu berupa tabel sederhana.

3.8.2 Analisa data

Analisis data dilakukan secara manual menggunakan analisis

infrensial sebagai berikut :

1. Analisis Deskriptif

Analisis ini dilakukan secara deskriptif dengan tabel distribusi

frekuensi yang meliputi variabel bebas dan terikat. Analisis ini untuk

mengetahui gambaran distribusi frekuensi dan proporsi dari masing-

masing variabel, dalam pengolahan data digunakan rumus:

f
X = -------------- x 100%
n
Keterangan:

f = frekuensi variabel yang diteliti


n = jumlah sampel penelitian
X = persentase hasil yang dicapai

2. Analisi Inferensial

Analisis ini digunakan untuk mengetahui hubungan antara

variabel bebas dengan variabel terikat. Hubungan tersebut diketahui

dengan menggunakan uji Wilcokson pada tingkat kemaknaan α =0,05

51
a) Pengambilan keputusan jika nilai p ≤ α (0,05) maka Ha diterima

yang berarti ada hubungan antara variabel yang diteliti.

b) Pengambilan keputusan jika nilai p > α (0,05) maka Ha ditolak yang

berarti tidak ada hubungan antara variabel yang diteliti.

52

Anda mungkin juga menyukai