Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN

PENDAHULUAN

KOMUNIKASI DALAM

KEPERAWATAN

2.1 Pengertian Komunikasi


2.1.1 Pengertian Komunikasi

Kata komunikasi atau communication dalam bahasa Inggris berasal dari


kata latin communis yang berarti “sama”, communico, communication, atau
communicare yang berarti membuat sama. Istilah pertama (communis) adalah
isyilah yang paling sering disebut sebagai asal usul kata komunikasi, yang
merupakan akar dari kata-kata latin lainnya yang mirip (Mulyana, 2005:41).

Kata komunikasi berasal dari bahasa latin Coomunicare yang berarti


berpartisipasi atau memberitahukan. Hingga sekarang, definisi komunikasi masih
terus didiskusikan oleh para pakar ilmu komunikasi (Mundakir, 2006:2).

Ada beberapa definisi komunikasi, menurut buku Komunikasi Keperawatan


karangan Mundakir, antara lain sebagai berikut (Mundakir, 2006:3):

1) Menurut Edward Depari Komunikasi adalah proses penyampaian gagasan,


harapan, dan pesan yang disampaikanmelalui lambang tertentu, mengandung arti
dilakukan oleh penyampai pesan ditujukan kepada penerima pesan.
2) Menurut James A.F. Stoner komunikasi adalah suatu rangkaian peristiwa yang
terkait dalam penyampaian pesan dari pengirim ke penerima. Komunikasi adalah
proses dimana seseorang berusaha memberikan pengertian dengan cara
pemindahan pesan.
3) Menurut J Seiller (1988) mendefinisikan bahwa komunikasi adalah proses yang
mana simbol verbal dan non verbal dikirimkan, diterima dan diberi arti.
4) Hovlan, Janis, dan Kelley adalah ahli sosiologi Amerika mengatakan bahwa „‟
Communication is the process by which an individual transmits stimuly (usually
verbal) to modify the behavior of other individuals‟‟ dengan kata lain,
komunikasi adalah proses individu dalam mengirim stimulus (umumnya dalam
bentuk verbal) untuk mengubah tingkah laku orang lain.
5) Louis Forsdale (1981), seorang ahli komunikasi dan pendidikan mengatakan
bahwa komunikasi adalah suatu proses memberikan signal menurut aturan

13
14

tertentu, sehingga dengan cara ini suatu sistem dapat didirikan, dipelihara, dan
diubah.

Sedangkan menurut Harold dan CYRIL o‟Donell, dalam buku Komunikasi


Keperawatan, karangan Musliha dan Fatmawati, mengemukakan bahwapengertian
komunikasi adalah pemindahan informasi dari satu orang ke orang lain terlepas
percaya atau tidak. Tetapi informasi yang ditransfer tentulah harus dimengerti oleh
penerima. (Musliha dan Fatmawati, 2010:1)

Komunikasi adalah proses pemindahan pengertian dalam bentuk gagasan


atau informasi dari seseorang ke orang lain. Perpindahan pengertian tersebut
melibatkan lebih dari sekedar kata-kata yang digunakan dalam percakapan, tetapi
juga ekspresi wajah, intonasi, titik putus tidak hanya memerlukan transmisi data,
tetapi bahwa tergantung pada ketrampilan-ketrampilan tertentu untuk membuat
sukses pertukaran informasi (Handoko Hani, 1986:272)

Komunikasi adalah proses interaksi atau hubungan saling pengertian satu


sama lain antara sesame manusia. Proses interaksi atau hubungan satu sama lain
yang dikehendaki oleh seorang dengan maksud agar dapat diterima dan dimengerti
antara sesamanya (Handaya, 1980:94)

Komunikasi adalah usaha mendorong orang lain untuk


menginterprestasikan pendapat seperti apa yang dikehendaki oleh orang yang
mempunyai pendapat tersebut serta diharapkan diperoleh titik kesamaan untuk
pengertian (Reksohadiprojo, 1986:176)

Dari beberapa definisi tersebut diatas secara umum dapat disimpulkan


bahwa komunikasi merupakan proses pengiriman atau pertukaran (stimulus, signal,
symbol, informasi) baik dalam bentuk verbal maupun non verbal dari pengirim ke
penerima pesan dengan tujuan adanya perubahan (baik dalam aspek kognitif,
afektif, maupun psikomotor) (Mundakir, 2006:4).

Komunikasi merupakan suatu pertukaran pikiran, perasaan, pendapat, dan


pemberian nasehat yang terjadi antara dua orang atau lebih yang bekerjasama.
Nursalam (2007), menyatakan komunikasi juga merupakan suatu seni untuk dapat
menyusun dan menghantarkan suatu pesan dengan cara yang mudah sehingga orang
15

Faktor Internal
KOMUNIKAN

Faktor Eksternal
lain dapat mengerti dan
menerima maksud dan tujuan pemberi pesan. (La Ode, 2012:46).

Komunikasi merupakan proses kompleks yang melibatkan perilaku dan


memungkinkan individu untuk berhubungan dengan orang lain dan dunia
sekitarnya. Menurut Potter dan Perry dalam Nurjannah (2005), komunikasi terjadi
pada tiga tingkatan yaitu: intrapersonal interpersonal, dan public. Komunikasi
interpersonal yang sehat memungkinkan penyelesaian masalah, berbagai ide,
pengambilan keputusan, dan pertumbuhan personal (La Ode, 2012:47).

Dalam proses komunikasi melibatkan suatu lingkungan internal dan


eksternal dimanapun komunikasi itu terjadi. Lingkungan internal meliputi : nilai-
nilai, kepercayaan, temperamen, dan tingkay strees pengirim pesan maupun
penerima pesan. Sedangkan factor eksternal meliputi : keadaan cuaca, suhu, factor
kekuasaan dan waktu. Kedua belah pihak (pengirim dan penerima pesan) harus
peka terhadap factor internal dan eksternal, seperti persepsi dari komunikasi yang
ditentukan oleh lingkungan eksternal yang ada (La Ode, 2012:47).

Berikut ini merupakan gambaran bagaimana proses komunikasi dipengaruhi


oleh lingkungan internal dan lingkungan eksternal (La Ode, 2012:48):

Faktor Internal

Faktor Eksternal

Tertulis

Verbal

Non Verbal

Gambar 1 Diagram Proses


Komunikasi
16

KOMUNIKATOR

PESAN
17

Berikut penjelasan gambar diatas (La Ode, 2012:48):


1. Komunikasi tertulis
Proses penyampaian informasi dengan mengembangkan melalui suatu metode
penulisan.
2. Komunikasi Verbal (langsung)
Menurut Nursalam, tujuan dari komunikasi verbal yaitu assertiveness. Dimana
perilaku sertif adalah suatu cara berkomuniukasi yang memberikan kesempatan
individu untuk mengekpresikan perasaanya secara langsung, jujur, dan dengan
cara yang sesuai tanpa menyinggung perasaan orang lain yang diajak
berkomunikasi.
3. Komunikasi Non verbal
Komunikasi Non verbal adalah komunikasi dengan ekspresi wajah, gerakan
tubuh, dan sikap tubuh atau „‟body language‟‟.

Kunci bagian komunikasi non-verbal yang dapat terjadi tanpa atau


dengan komunikasi verbal diantaranya (La Ode, 2012:50):

1) Lingkungan
Tempat dimana komunikasi dilaksanakan merupakan bagian penting pada proses
komunikasi.
2) Penampilan
Pakaian, kosmetik, dan sesuatu yang menarik merupakan bagian dari
komunikasi verbal yang perlu diidentifikasi.
3) Kontak mata
Kontak mata memberikan makna terhadap kesediaan seseorang untuk
berkomunikasi.
4) Postur tubuh dan gesture
Bobot suatu pesan dapat ditunjukan dengan orang yang menudingkan
telunjuknya, berdiri, atau duduk.
5) Ekspresi wajah
Komunikasi yang efektif memerlukan suatu respon wajah yang setuju terhadap
pesan yang disampaikan.
6) Suara
18

Intonasi, volume, dan refleksi. Cara tersebut menandakan bahwa pesan dapat
ditransfer dengan baik.

Komponen dalam komunikasi dijelaskan oleh Potter dan Perry dalam


Nurjanah, yaitu sebagai berikut (La Ode, 2012:51):

a. Komunikator, yaitu: penyampai informasi atau sumber informasi


b. Komunikan, yaitu: Penerima informasi atau member respon terhada stimulus
yang disampaikan oleh komunikator.
c. Pesan, Gagasan atau pendapat, fakta, informasi, atau stimulus yang disampaikan.
d. Media komunikasi, Saluran yang dipakai untuk menyampaikan pesan.
e. Kegiatan “encoding”, yaitu perumusan pesan oleh komunikator sebelum
disampaikan kepada komunikan.
f. Kegiatan “decoding”, Penafsiran pesan oleh komunikan pada saat menerima
pesan.
Komunikasi menjadi penting karena :
a) Dapat merupakan sarana terbina hubungan yang baik antara pasien dan tenaga
kesehatan.
b) Dapat melihat perubahan perilaku yang terjadi pada individu atau pasien.
c) Dapat sebagai kunci keberhasilan tindakan kesehatan yang telah dilakukan.
d) Dapat sebagai tolak ukur kepuasan pasien.
e) Dapat sebagai tolak ukur komplain tindakan dan rehabilitasi.

2.1.2 Tujuan Komunikasi

Adapun tujuan komunikasi antara lain (Musliha & Fatmawati 2010:5-10 ):

1. Mampu memahami perilaku orang lain

Bila menemukan klien marah, sikap yang diambil oleh perawat yaitu
menenangkanya , kemudian menanyakan sebab-sebab kemarahanya, mengapa ia
bias marah, diperoleh kejelasan klien marah karena keterlambatan perawat
mengambilkan pot/urinal.

Setelah masalahnya diketahui, perawat kemudian membantu pasien untuk


beradaptasi dengan lingkungannya. Dengan member penjelasan, bila sudah terasa
19

buang air besar segera beritahukan kepada perawat sehingga tidak terlambat
mengembalikannya, agar pasien juga merasa diperhatikan.

2. Menggali perilaku bila setuju dan tidak setuju

Disini kita menangkan atau mengerti tingkah laku atau reaksi nonverbal
pasien terhadap anjuran kita. Contoh perawat akan menyuntik, lalu pasien
menjawab „‟ya‟‟…. Tetapi kata ya tadi dari pasien seolah-olah kata “ya‟‟ yang
tidak rela, berarti pasien terpaksa mau disuntik.

Menghadapi hal demikian perlunya perawat berkomunikasi dengan


pasien,sebelum perawat melakukan sesuatu kepada pasien perlu perawat
beritahukan terlebih dahulu. Yakni menjelaskan menjelaskan terlebih dahulu
sebelum penyuntikan dilakukan, tentang maksud pemberian suntikan serta efek
samping yang mungkin timbul, misalnya rasa sakit (nyeri), mual dan sebagainya.

3. Memahami perlunya memberi pujian

Dalam menggali potensi pasien untuk memecahkan masalahnya, perawat


perawat perlu pujian dan memberikan bantuan memecahkan masalah pasien dimana
kurang bisa memecahkan masalahnya sendiri. Contoh : pada saat komunikasi
dirumah pasien tentang yang punya anak balita dan kurang protein (KKP). Perawat
menggali pendapat ibu tentang kebiasaan ibu memberikan makanan kepada
anaknya, tetapi porsinya kurang. Disini perawat berkata “Oh ya… Susunan
makanan itu sudah baik tetapi akan lebih baik lagi bila ibu tambahkan lauknya.‟‟
Dengan adanya perawat memperbaiki dengan pujian demikian, ibu akan senang
tidak merasa disalahkan.

4. Menciptakan hubungan personal yang baik

Dengan melakukan komunikasi yang baik, maka akan terbina hubungan


personal yang baik.

5. Memperoleh informasi tentang situasi atau sikap tertentu

Untuk memperoleh informasi yang berhubungan dengan situasi /sikap


tertentu dapat digali dengan mengajukan pertanyaan terbuka, karena pertanyaan
terbuka memerlukan jawaban panjang ataupun berupa uraian.
20

Contoh : pada saat praktek lapangan di daerah binaan perawat menemukan


anak yang sakit panas. Kemudian ajukan pertanyaan kepada ibunya/keluarganya
sebagai berikut:

a. Mengapa anak ibu sakit panas? (menanyakan secara kronologi atau


runtutanya).
b. Apa yang telah ibu lakukan dalam mengatasi anak yang sakit panas?
6. Untuk menentukan suatu kesanggupan

Bila merawat pasien di ruangan, banyak kita jumpai pasien pasca operasi
tidak mau latihan jalan dengan alasan bermacam-macam. Ada yang takut jahitan
lepas, sakit, ada yang lemas dan sebagainya. Untuk itu perlu kita tanyakan
kesangguapannya dengan cara mengajukan pertanyaan sebagai berikut:

a. Ibu/bapak sudah bisa mandi sendiri?


b. Ibu/bapak sudah bisa duduk tanpa bantuan?

Contoh: pada pasien pasca apendiktomi yang tidak bisa duduk, padahal
seharusnya sudah boleh jalan. Disini perawat pelu menanyakan kepada pasien
seperti diatas. Bila ditemukan alasannya, perawat harus menasehati pasien dengan
jalan menjelaskan tentang pentingnya mobilisasi setelah operasi, karena dengan
bergerak dapat melemaskan otot-otot dan memperlancar peredaran darah.

7. Untuk meneliti pola kesehatan

Ini kita lakukan bagi pasien yang baru masuk rumah sakit dengan tujuan
untuk mengetahui kebiasaan pasien dirumah, bila mungkin perawat dapat
menyesuaikan kebiasaan tersebut atau mengubahnya. Agar kita tahu kebiasaan itu
kita perlu mengajukan pertanyaan, misalnya:

a. Bagaimana kebiasaan tidurnya bu? (maksudnya berapa jam


sehari, malam tidur jam berapa dan bangun jam berapa).
b. Bagaimana kebiasan makananya? porsi banyak lauk atau nasinya. Makanan
apa kesukaanya. Jam berapa biasanya makan dan apakah makanan
kecilnya/snack. Memenuhi 4 sehat 5 sempurna atau tidak, masaknya berapa
kali sehari.
21

c. Bagaimana tentang kebersihanya? kebiasaan mandi berapa kali sehari,


darimana airnya. Bagaimana ganti pakaianya dan berapa kali sehari.
Bagaimana kebiasaan dalam membersihkan rumah? siapa yang mengerjakan
pekerjaan rumah sehari-hari?
8. Mendorng untuk bertindak

Mendorong atau mengarahkan pasien bertindak atau melakukan suatu


kegiatan.

Contoh: pada pasien pasca operasi dibimbing agar mau mobilisasi atau
bergerak dengan, melatih duduk, makan sendiri. Bila tidak mau jalan, ajaklah
bercerita dulu kemudian barulah alihkan untuk latihan jalan.

9. Memberi nasehat

Di dalam komunikasi perawat juga ada yang bersifat member nasehat


kepada pasien/keluarga, masyarakat. Misalnya saja tindakan mobilisasi pasien
pasca operasi, tidak jarang pasien menolak untuk jalan, turun, atau latihan duduk
dengan berbagai jenis alasan. Mungkin juga pasien tidak mengerti pentingnya
mobilisasi. Jelaskan pada pasien tentang tujuan mobilisasi setelah operasi antara
lain dengan menjelaskan bahwa dengan melakukan latihan berjalan, duduk, pasien
akan terhindar dari berbagai komplikasi misalnya, untuk menghindari kontraktur /
kekakuan pada sendi.

2.2 Pengertian Komunikasi Terapeutik

Komunikasi dalam bidang keperawatan merupakan proses untuk


menciptakan hubungan antara perawat dengan pasien dan tenaga kesehatan lainnya,
untuk mengenal kebutuhan pasien dan menentukan rencana tindakan serta
kerjasama dalam memenuhi kebutuhan tersebut.

Dalam memberikan asuhan keperawatan komunikasi terapeutik memegang


peranan penting untuk membantu pasien dalam memecahkan masalah. Kemampuan
komunikasi tidak dapat dipisahkan dari tingkah laku seseorang yang melibatkan
aktifitas fisik, mental, disamping juga dipengaruhi latar belakan social,
pengalaman, usia pendidikan dan tujuan yang ingin dicapai.
22

Kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi kedokteran serta perubahan


konsep perawatan dari perawatan orang sakit secara individual kepada perawatan
paripurna menyebabkan peranan komunikasi menjadi lebih penting dalam
memberikan asuhan keperawatan. Dalam era kemajuan seperti komunikasi dari
erawatan sebagai orang yang terdekat dengan pasien menjadi lebih penting baik
secara verbal maupun non verbal dalam membantu kesembuhan pasien. Sebab
dokter zaman sekarang banyak menggunakan peralatan canggih seperti computer,
sehingga hubungan antara dokter dengan pasien jarang dapat berjalan dengan baik.
Untuk itulah perawat sebagai komponen penting dalam proses perawatan sangat
dituntut untuk mampu berkomunikasi. Pandangan mata, mimic senyum, sentuhan
tidak dapat diganti oleh peralatan canggih apapun. (Muslihah dan Fatmawati,
2010:25)

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar,


bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Pada dasarnya
komunikasi terapeutik merupakan komunikasi professional yang mengarah pada
tujuan yaitu penyembuhan pasien. (Muslihah dan Fatmawati, 2010:25).

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang mendorong proses


penyembuhan pasien (Depkes RI, 1997). Dalam pengertian lain komunikasi
terapeutik adalah proses yang digunakan oleh perawat memakai pendekatan yang
direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan pada pasien
(Musliha dan Fatmawati 2010:111).

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar


yang bertujuan dan kegiatannya difokuskan untuk kesembuhan pasien, dan
merupakan komunikasi rofesional yang mengarah pada tujuan untuk penyembuhan
pasien (Heri Purwanto, 1994:12).

Dengan demikian komunikasi terapeutik dimaknai sebagai kegiatan


pertukaran informasi antara perawat dan pasien yang dilakukan dengan sadar dalam
rangka proses penyembuhan. Hal ini berarti bahwa kegiatan yang dilakukan
perawat adalah mencari informasi tentang keluhan yang dirasakan oleh pasien
hingga tindakan yang dilakukan berdasarkan keluhan yang dirasakan hingga
evaluasi.kegiatan pasien adalah memberiinformasi yang sejelas-jelasnya mengenai
23

keluhan yang dirasakan agar dapat dijadikan pegangan perawat dalam menjalankan
tindakan keperawatan. (Nasir dan Muhith, 2011:47).

Dari beberapa pengertian diatas dapat dipahami bahwa komunikasi


terapeutik adalah komunikasi yang memiliki makna terapeutik bagi pasien dan
dilakukan oleh perawat untuk membantu pasien mencapai kondisi yang adaptif dan
positif. Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi interpersonal dengan titik
tolak saling memberikan pengertian antar perawat dengan pasien. Persoalan
mendasar antara perawat dan pasien, sehingga dapat dikategorikan kedalam
komunikasi pribadi diantara perawat dan pasien, perawat membantu dan pasien
menerima bantuan.

2.2.1 Tujuan Komunikasi Terapeutik

Tujuan komunikasi terapeutik dalam buku (Mundakir, 2006:117) adalah:

a. Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan


fikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang adabila
pasien percaya pada hal yang diperlukan.
b. Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif
dan mempertahankan kekutan egonya.
c. Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri.
d. Mempererat hubungan atau interaksi antara pasien dengan terapis atau tenaga
kesehatan secara professional dan proporsional dalam rangka membantu
penyelesian masalah pasien.

2.2.2 Fungsi Komunikasi Terapeutik

Fungsi komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan menganjurkan


kerjasama antar perawat dan pasien melalui hubungan perawat dan pasien. Perawat
berusaha mengungkapkan perasaan, mengidentifikasi dan mengkaji masalah serta
mengevaluasi tindakan yang dilakukan dalam perawatan.

Proses komunikasi yang baik dapat memberikan pengertian tingkah laku


pasien dan membantu pasien dalam rangka mengatasi persoalan yang dihadapi pada
tahap perawatan. Sedangkan pada preventif kegunaannya adalah mencegah adanya
24

tindakan yang negative terhadap pertahanan diri pasien (Muslihah dan Fatmawati,
2010:26).

2.2.3 Komponen Komunikasi Terapeutik

Model struktural dari komunikasi mengidentifikasikan lima komponen


fungsional berikut (Hamid, 1998)

a. Pengirim: yang menjadi asal dari pesan.


b. Pesan: suatu unit informasi yang dipindahkan dari pengirim kepada penerima.
c. Penerima: yang mempersepsikan pesan, yang erilakunya dipengaruhi oleh
pesan.
d. Umpan balik: respon dari penerima pesan kepada pengirim pesan.
e. Konteks: tatanan dimana komunikasi terjadi.

Jika perawat mengevaluasi proses komunikasi dengan menggunakan lima


elemen struktur ini maka masalah-masalah yang spesifik atau kesalahan yang
potensial dapat diidentifikasikan. Menurut Roger, terdapat beberapa karakteristik
dari seorang perawat yang dapat memfasilitasi tumbuhnya hubungan yang
terapeutik. Karakteristik tersebut antara lain: (Suryani, 2005:20).

a. Kejujuran (trustworthy). Kejujuran merupakan modal utama agar dapat


melakukan komunikasi yang bernilai terapeutik, tanpa kejujuran mustahil dapat
membina hubungan saling percaya. Klien hanya akan terbuka dan jujur pula
dalam memberikan informasi yang benar hanya bila yakin bahwa perawat
dapat dipercaya.
b. Tidak membingungkan dan cukup ekspresif. Dalam berkomunikasi hendaknya
perawat menggunakan kata-kata yang mudah dimengerti oleh klien.
Komunikasi nonverbal harus mendukung komunikasi verbal yang
disampaikan. Ketidak sesuaian data menyebabkan klien menjadi bingung.
c. Bersikap positif. Bersikap positif dapat ditunjukkan dengan sikap yang hangat,
penuh perhatian dan penghargaan terhadap klien. Roger mennyatakan inti dari
hubungan terapeutik adalah kehangatan, ketulusan, pemahaman yang empati
dan sikap positif.
d. Empati bukan simpati. Sikap empati sangat diperlukan dalam asuhan
keperawatan, karena dengan sikap ini perawat akan mampu merasakan dan
25

memikirkan permasalahan klien seperti yang dirasakan dan dipikirkan oleh


klien. Dengan empati seorang perawat dapat memberikan alternative
pemecahan masalah bagi klien, karena meskipun dia turut merasakan
permasalahan yang dirasakan kliennya, tetapi tidak larut dalam masalah
tersebut sehingga perawat dapat memikirkan masalah yang dihadapi klien
secara objektif. Sikap simpati membuat perawat tidak mampu melihat
permasalahan secara objektif karena dia terlibat secara emosional dan terlarut
didalamnya.
e. Mampu melihat permasalahan klien dari kacamata klien. Dalam memberikan
asuhan keperawatan perawat harus berorientasi pada klien, (Taylor, dkk, 1997)
dalam Suryani 2005. Untuk itu agar dapat membantu memecahkan masalah
klien perawat harus memandang permasalahan tersebut dari sudut pandang
klien. Untuk itu perawat harus menggunakan terkhnik active listening dan
kesabaran dalam mendengarkan ungkapan klien. Jika perawat menyimpulkan
secara tergesa-gesa dengan tidak menyimak secara keseluruhan ungkapan klien
akibatnya akan fatal, karena dapat saja di diagnose yang dirumuskan perawat
tidak sesuai dengan masalah klien dan akibatnya tindakan yang diberikan dapat
tidak membantu bahkan merusak klien.
f. Menerima klien yang apa adanya. Jika seseorang diterima dengan tulus,
seseorang akan merasa nyaman dan aman dalam menjalin hubungan intim
terapeutik. Memberikan penilaian atau mengkritik klien berdasarkan nilai-nilai
yang diyakini perawat menunjukkan bahwa perawat tidak menerima klien apa
adanya.
g. Sensitif terhadap perasaan klien. Tanpa kemampuan ini hubungan yan
terapeutik sulit terjalin dengan baik, karena jika tidak sensitif perawat dapat
saja melakukan pelanggaran batas, privasi dan menyinggung perasaan klien.
h. Tidak mudah terengaruh oleh masa lalu klien ataupun diri perawat sendiri.
Seseorang yang terlalu menyesali tentang apa yang telah terjadi pada masa
lalunya tidak akan mampu berbuat yang terbaik hari ini. Sangat sulit bagi
perawat untuk membantu klien, jika ia sendiri memiliki segudang masalah dan
ketidakpuasan dalam hidupnya.
26

2.2.4 Teknik Komunikasi Terapeutik

Tiap klien tidak sama oleh karena itu diperlukan penerapan teknik
berkomunikasi yang berbeda pula. (La Ode, 2012:61) dalam menanggapi pesan
yang disampaikan klien, perawat dapat menggunakan berbagai teknik komunikasi
terapeutik sebagai berikut (Mundakir, 2006: 131):

1. Mendengar (Listening)

Merupakan dasar utama dalam komunikasi. Dengan mendengar perawat


mengetahui perasaan klien, memberi kesempatan lebih banyak pada klien untuk
bicara. Perawat harus menjadi pendengar yang aktif dengan tetap kritis dan korektif
bila apa yang disampaikan klien perlu diluruskan. Tujuan teknik ini adalah
memberi rasa aman klien dalam mengungkakan perasaannya dan menjaga
kestabilan emosi/psikologis klien.

Misalnya: “Silahkan mengungkapkan semua perasaan saudara, saya akan


mendengarkan disini dengan baik”.

2. Pertanyaan Terbuka (Broad Opening)

Teknik ini memberi kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya


sesuai kehendak klien tanpa membatasi, contoh: ”Apa yang sedang saudara
pikirkan?” atau ”Apa yang akan kita bicarakan hari ini?.

Agar klien merasa aman dalam mengungkapkan perasaannya, erawat dapat


memberi dorongan dengan cara mendengar atau mengatakan “Saya mengerti apa
yang saudara katakana”.

3. Mengulang (Restarting)

Mengulang pokok pikiran yang diungkapkan klien. Gunanya untuk


menguatkan ungkaan klien dan memberi indikasi perawat mengikuti pembicaraan
klien. Misalnya ”Ooh... jadi saudara tadi malam tidak bisa tidur karena…..”
27

4. Klarifikasi

Dilakukan bila perawat ragu, tidak jelas, tidak mendengar atau klien berhenti
karena malu mengemukakan informasi, informasi yang diperoleh tidak lengkap
atau mengemukakannya berpindah-pindah. Contoh: “Dapatkah anda menjelaskan
kembali tentang……” gunanya untuk kejelasan dan kesamaan ide, perasaan dan
presepsi perawat-klien.

5. Refleksi

Refleksi merupakan reaksi perawat-klien selama berlangsungnya komunikasi.


Refleksi ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu Refleksi isi, bertujuan memvalidasi
apa yang didengar. Klarifikasi ide yang diekspresikan pasien dengan pengertian
perawat, dan Refleksi perasaan, yang bertujuan memberi respon pada perasaan
perawat terhadap isi pembicaraan agar klien mengetahui dan pasien terhadap isi
pembicaraan agar pasien mengetahui dan menerima perasaannya. Teknik refleksi
ini berguna untuk:

a. Mengetahui dan menerima idea atau perasaan


b. Mengoreksi
c. Memberi keterangan lebih jelas.
Sedangkan kerugiannya adalah:
a. Mengulang terlalu sering tema yang sama
b. Dapat menimbulkan marah, iritasi dan frustasi.
6. Memfokuskan
Membantu pasien bicara pada topik yang telah dipilih dan yang penting serta
menjaga pembicaraan tetap menuju tujuan yaitu lebih spesifik, lebih jelas dan
berfokus pada realitas.
7. Membagi Presepsi
Meminta pendapat klien tentang hal yang perawat rasakan dan pikirkan.
Dengan cara ini perawat dapat meminta umpan balik dan memberi informasi.
Contoh: ”Anda tertawa, tetapi saya rasa anda marah kepada saya”.
8. Identifikasi Tema
28

Mengidentifikasi latar belakang masalah yang dialami klien yang muncul


selama percakapan. Gunanya untuk meningkatkan pengertian dan mengeksplorasi
masalah yang penting.

Misalnya: ”Saya lihat dari semua keterangan yang anda jelaskan, anda telah
disakiti. Apakah ini latar belakang masalahnya?”

9. Diam (Silence)
Cara yang sukar, biasanya dilakukan setelah mengajukan pertanyaan.
Tujuannya untuk memberi kesempatan berfikir dan memotivasi pasien untuk
bicara. Ada pasien yang menarik diri, teknik diam berarti perawat menerima
pasien, misalnya:

Pasien : saya jengkel kepada suami saya

Perawat : diam (memberi kesempatan klien)

Pasien : suami saya selalu telat ulang kerja tanpa alasan yang jelas, kalau
saya tanya pasti marah

10. Informing

Teknik ini bertujuan memberi informasi dan fakta untuk pendidikan


kesehatan bagi pasien, misalnya perawat menjelaskan tentang penyebab panas
yang dialami klien

Pasien : Suster, kenapa suhu tubuh saya masih tinggi? Padahal saya sudah
minum obat, kira-kira kenapa ya suster?

Perawat : baik saya jelaskan, panas tubuh atau suhu tubuh meningkat dapat
disebabkan oleh beberapa hal diantaranya karena ada proses
infeksi, dehidrasi atau karena metabolism tubuh yang meningkat.

11. Saran
Memberi alternative ide untuk pemecahan masalah. Tepat dipakai pada fase
kerja dan tidak tepat pada fase awal hubungan. Misalnya: kita tadi sudah cukup
banyak bicara tentang penyebab batuk dan sesak nafas, salah satunya karena
merokok, kami berharap anda dapat mengurangi atau berhenti merokok.
29

2.2.5 Jenis Komunikasi Terapeutik

Menurut Potter dan Perry Swansburg (1990), Szilagyi (1984), dan Tappen
(1995) dalam Purba (2003) didalam buku Musliha dan Fatmawati (20110:127),
komunikasi terjadi pada tiga tingkatan yaitu verbal, tertulis dan nonverbal yang
dimanifestasikan secara terapeutik.

1. Komunikasi Verbal

Jenis komunikasi yang paling lazim digunakan dalam pelayanan keperawatan


di rumah sakit adalah pertukaran informasi secara verbal terutama pembicaraan
dengan tatap muka. Komunikasi verbal biasanya lebih akurat dan tepat waktu.
Kata-kata adalah alat atau simbol yang dipakai untuk mengekspresikan ide atau
perasaan, membangkitkan respon emosional, atau menguraikan obyek, observasi
dan ingatan. Sering juga untuk menyampikan arti yang tersembunyi, dan menguji
minat seseorang. Keuntungan komunikasi verbal dalam tatap muka yaitu
memungkinkan tiap individu untuk berespon secara langsung.

Komunikasi verbal yang efektif harus:

1) Jelas dan ringkas

Komunikasi yang efektif harus sederhana, pendek dan langsung. Makin


sedikit kata-kata yang digunakan makin kecil kemungkinan terjadinya keracunan.
Kejelasan dapat dicapai dengan berbicara secara lambat dan mengucapkannya
dengan jelas. Penggunaan contoh bisa membuat penjelasan lebih mudah untuk
dipahami. Ulang bagian yang penting dari pesan yang disampaikan. Penerimaan
pesan perlu mengetahui apa, mengapa, bagaimana, kapan, siapa dan dimana.
Ringkas, dengan menggunakan kata-kata yang mengekspresikan ide secara
sederhana.

2) Perbendaharaan Kata (Mudah dipahami)

Komunikasi tidak akan berhasil, jika pengirim pesan tidak mampu


menerjemahkan kata dan ucapan. Banyak istilah teknis yang digunakan dalam
keperawatan dan kedokteran, dan jika ini digunakan oleh perawat, pasien dapat
menjadi bingung dan tidak mampu mengikuti petunjuk atau mempelajari informasi
30

penting. Ucapan pesan dengan istilah yang dimengerti pasien. Daripada


mengatakan “Duduk, sementara saya akan mengauskultasi paru-paru anda” akan
lebih baik jika dikatakan “Duduklah sementara saya mendengarkan paru-paru
anda”.

3) Arti Denotatif dan Konotatif

Arti denotatif memberikan pengertian yang sama terhadap kata yang


digunakan, sedangkan arti konotatif merupakan pikiran, perasaan atau ide yang
terdapat dalam suatu kata. Kata serius dipahami pasien sebagai suatu kondisi
mendekati kematian, tetapi perawat akan menggunakan kata kritis untuk
menjelaskan keadaan yang mendekati kematian. Ketika berkomunikasi dengan
perawat harus hati-hati memilih kata-kata sehingga tidak mudah untuk disalah
tafsirkan, terutama sangat penting ketika menjelaskan tujuan terapi, terapi dan dan
kondisi klien.

4) Selaan dan Kesempatan Berbicara

Kecepatan dan tempo bicara yang tepat turut menentukan keberhasilan


komunikasi verbal. Selaan yang lama dan pengalihan yang cepat pada pokok
pembicaraan lain mungkin akan menimbulkan kesan bahwa perawat sedang
menyembunyikan sesuatu terhadap pasien. Perawat sebaiknya tidak berbicara
dengan cepat sehingga kata-kata tidak jelas. Selaan perlu digunakan untuk
menekankan pada hal tertentu, memberi waktu kepada pendengar untuk
mendengarkan dan memahami arti kata. Selaan yang tepat dapat dilakukan dengan
memikirkan apa yang akan dikatakan sebelum mengucapkannya, menyimak isyarat
nonverbal dari pendengar yang mungkin menunjukkan. Perawat juga bisa
menanyakan kepada pendengar apakah ia berbicara terlalu lambat atau terlalu cepat
dan perlu untuk diulang.

5) Waktu dan Relevansi

Waktu yang tepat sangat penting untuk menangkap pesan. Bila pasien
sedang menangis kesakitan, tidak waktunya untuk menjelaskan resiko operasi.
Kendatipun pesan diucapkan secara jelas dan singkat, tetapi waktu tidak tepat dapat
menghalangi penerimaan pesan secara akurat. Oleh karena itu, perawat harus peka
31

terhadap ketepatan waktu untuk berkomunikasi. Begitu pula komunikasi verbal


akan lebih bermakna jika pesan yang disampaikan berkaitan dengan minat dan
kebutuhan pasien.

6) Humor

Dugan (1989) dalam Purba (2003) mengatakan bahwa tertawa membantu


pengurangi ketegangan dan rasa sakit yang disebabkan oleh stress, dan
meningkatkan keberhasilan perawat dalam memberikan dukungan emosional
terhadap pasien. Sullivan dan Deane (1988) dalam Purba (2006) melaporkan bahwa
humor merangsang produksi catecholamines dan hormone yang menimbulkan
perasaan sehat, meningkatkan toleransi terhadap rasa sakit, mengurangi anisietas,
memfasilitasi relaksasi pernapasan dan menggunakan humor untuk menutupi rasa
takut dan tidak enak atau menutupi ketidak mampuannya untuk berkomunikasi
dengan pasien.

2. Komunikasi Tertulis
Komunikasi tertulis merupakan salah satu bentuk komunikasi yang sering
digunakan dalam bisnis, seperti komunikasi melalui surat menyurat, pembuatan
memo, laporan, iklan di surat kabar dan lain-lain.

Prinsip-prinsip komunikasi tertulis terdiri dari:

1) Lengkap
2) Ringkas
3) Pertimbangan
4) Konkrit
5) Jelas
6) Soan
7) Benar
Fungsi komunikasi tertulis adalah:
1) Sebagai tanda bukti tertulis yang otentik, misalnya: persetujuan operasi.
2) Alat pengingat/berfikir bilaman diperlukan, misalnya surat yang telah
diarsipkan.
3) Dokumentasi historis, misalnya surat dalam arsip lama yang digali kembali
untuk mengetahui perkembangan masa lampau.
32

4) Jaminan keamanan, umpamanya surat keterangan jalan.


5) Pedoman atau dasar bertindak, misalnya surat keputusan, surat perintah, surat
pengangkatan.
Keuntungan komunikasi tertulis adalah:
1) Adanya dokumen tertulis.
2) Sebagai bukti penerimaan dan pengiriman.
3) Dapat menyampaikan ide yang rumit.
4) Memberikan analisa, evaluasi dan ringkasan.
5) Menyebarkan informasi kepada khalayak ramai.
6) Dapat menegaskan, menafsirkan dan menjelaskan komunikasi lisan.
7) Membentuk dasar kontrak atau perjanjian.
8) Untuk penelitian dan bukti di
pengadilan. Kerugian komunikasi tertulis
adalah:
1) Memakan waktu lama untuk membuatnya.
2) Memaknai biaya yang mahal.
3) Komunikasi tertulis cenderung lebih formal.
4) Dapat menimbulkan masalah karena salah penafsiran.
5) Susah untuk mendapatkan umpan balik segera.
6) Bentuk dan isi surat tidak dapat diubah bila telah dikirimkan.
7) Bila penulisan kurang baik maka akan membingungkan si pembaca.

3. Komunikasi Nonverbal
Komunikasi nonverbal adalah pemindahan pesan tanpa menggunakan kata-
kata. Merupakan cara yang paling meyakinkan untuk menyampaikan pesan
kepada orang lain. Perawat perlu menyadari pesan verbal dan nonverbal yang
disampaikan klien mulai dan saat pengkajian sampai evaluasi asuhan
keperawatan, karena isyarat nonverbal menambah arti terhadap pesan verbal.
Perawat yang mendektesi suatu kondisi dan menentukan kebutuhan asuhan
keperawatan.

2.2.6 Fase-fase dalam komunikasi terapeutik


Di dalam buku (Musliha dan Fatmawati, 2010:136) menjelaskan ada tiga fase
dalam komunikasi terapeutik diantaranya adalah :
33

1. Orientasi (Orientation)

Pada fase ini hubungan yang terjadi masih dangkal dan komunikasi yang
terjadi bersifat penggalian informasi antara perawat dan pasien. Fase ini dicirikan
oleh lima kegiatan pokok yaitu: testing, building trust, identification of problems
and goals, clarification of roles dan contract formation (Musliha dan Fatmawati
2010:136). Didalam buku (La Ode, 2012:58) tugas perawat dalam tahap perkenalan
adalah:

a. Membina rasa saling percaya, menunjukkan penerimaan dan komunikasi


terbuka.
b. Merumuskan kontrak (waktu, tempat pertemuan dan topik pembicaraan)
bersama-sama dengan pasien dan menjelaskan atau mengklarifikasi
kembali kontrak yang telah disepakati bersama.
c. Menggali pikiran dan perasaan serta mengidentifikasi masalah pasien yang
umumnya dilakukan dengan teknik komunikasi pertanyaan terbuka.
d. Merumuskan tujuan interaksi dengan pasien sangat penting bagi perawat
untuk melaksanakan tahapan ini dengan baik karena tahapan ini merupakan
dasar bagi hubungan terapeutik antara perawat dengan pasien.
2. Kerja (Working)

Pada fase ini perawat dituntut untuk bekerja keras untuk memenuhi tujuan
yang telah ditetapkan pada fase orientasi. Bekerjasama dengan pasien untuk
berdiskusi tentang masalah-masalah yang merintangi pencapaian tujuan. Fase ini
terdiri dari dua kegiatan pokok yaitu menyatukan proses komunikasi dengan
tindakan perawatan dan membangun suasana yang mendukung untuk proses
perubahan (Musliha dan Fatmawati, 2010:136).

3. Penyelesaian (Termination)

Pada fase ini perawat mendorong pasien untuk memberikan penilaian atas
tujuan telah dicapai, agar tujuan yang dicapai adalah kondisi yang saling
menguntungkan dan memuaskan. Kegiatan pada fase ini adalah penilaian
pencapaian tujuan dan perpisahan. (Musliha dan Fatmawati, 2010:137). Dalam
buku (La Ode, 2012:60) tugas perawat dalam tahap terminasi adalah:
34

a. Mengevaluasi pencapaian tujuan dari interaksi yang telah dilaksanakan


(evaluasi objektif).
b. Melakukan evaluasi subjektif dengan cara menanyakan perasaan pasien
setelah berinteraksi dengan perawat.

Faktor-faktor penghambat komunikasi

Faktor-faktor yang menghambat komunikasi terapeutik adalah (Muslihah &


Fatmawati, 2010:137):

1. Perkembangan.
2. Persepsi.
3. Nilai.
4. Latar belakang social budaya.
5. Emosi.
6. Jenis kelamin.
7. Pengetahuan.
8. Peran dan hubungan.
9. Lingkungan.

2.2.7 Prinsip-prinsip Komunikasi Terapeutik


Untuk mengetahui apakah komunikasi yang dilakukan tersebut bersifat
terpeutik atau tidak, maka dapat dilihat apakah komunikasi tersebut sesuai
dengan prinsip-prinsip berikut ini (Mundakir, 2006:121-122):
1. Perawat harus mengenal dirinya sendiri yang berarti memahami dirinya
sendiri serta nilai yang dianut.
2. Komunikasi harus ditandai dengan sikap saling menerima, saling percaya
dan saling menghargai.
3. Perawat harus memahami, menghayati nilai yang dianut oleh klien.
4. Perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan pasien baik fisik maupun
mental.
5. Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan pasien memiliki
motivasi untuk mengubah dirinya baik sikap maupun tingkah lakunya
sehingga tumbuh makin matang dan dapat memecahkan masalah-masalah
yang dihadapi.
35

6. Perawat harus mampu menguasai perasaan sendirisecara bertahap untuk


mengetahui dan mengatasi perasaan gembira, sedih, marah, keberhasilan
maupun frustasi.
7. Mampu menentukan batas waktu yang sesuai dan dapat mempertahankan
konsistensinya.
8. Memahami betul arti simpati sebagai tindakan yang terapeutik dan
sebaliknya simpati yang bukan terapeutik.
9. Kejujuran dan komunikasi terbuka merupakan dasar dari hubungan
terapeutik.
10. Mampu berperan sebagai role model agar dapat menunjukkan dan
meyakinkan orang lain tentang kesehatan, oleh karena itu perawat perlu
mempertahankan suatu keadaan sehat fisik, mental, social, spiritual dan
gaya hidup.
11. Disarankan untuk mengekspresikan perasaan yang dianggap mengganggu.
12. Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan pasien bebas
berkembang tanpa rasa takut.
13. Altruisme, mendapatkan kepuasan dengan menolong orang lain secara
manusiawi.
14. Berpegang pada etika dengan cara berusaha sedapat mungkin keputusan
berdasarkan prinsip kesejahteraan manusia.
15. Bertanggung jawab dalam dua dimensi yaitu tanggung jawab terhadap
dirinya atas tindakan yang dilakukan dan tanggung jawab terhadap orang
lain tentang apa yang dikomunikasikan.

2.3 Komunikasi Interpersonal


Komunikasi interpersonal adalah interaksi tatap muka antar dua atau beberapa
orang, di mana pengirim dapat menyampaikan pesan secara langsung, dan penerima
pesan dapat menerima dan menanggapi secara langsung pula (Hardjana 2007: 85).
Komunikasi interpersonal adalah komunikasi langsung antara profesional-
profesional dan professional pasien. Komunikasi ini biasannya dalam bentuk dialog,
meskipun kondisi tertentu juga terjadi secara monolog (Mundakir 2006 :17)..
Sifat dialogis itu ditujunjukan melalui komunikasi lisan dalam percakapan yang
menampilkan arus balik yang langsung. Jadi komunikator mengetahui dengan pasti
36

apakah pesan-pesan yang dia kirimkan itu diterima atau ditolak, berdampak positif
atau negatif. Jika tidak diterima maka komunukator akan memberi kesempatan seluas-
luasnya kepada komunikan untuk bertanya. (Liliweri, 1997:12).
Sebagai makhluk sosial manusia perlu berhubungan dan bergaul dengan sesama
manusia lain, ini merupakan sisi dimensi manusia. Hubungan yang dilakukan atau
dijalani setiap saat merupakan kegiatan berkomunikasi.
Dalam ilmu komunikasi dikenal dengan istilah komunikasi Intrapersonal,
komunikasi sosial, komunikasi interpersonal, sedangkan komunikasi yang dilakukan
seorang perawat dengan pasiennya dalam ilmu komunikasi disebut komunikasi
Menurut Rakhmat (2000:49) komunikasi intrapersonal adalah proses pengolahan
informasi. Proses ini melewati empat tahap: sensasi, persepsi, memori dan berfikir.
Proses pertama dari komunikasi intrapersonal terjadi pada saat sensasi terjadi. Sensasi
yang berasal dari kata sense, berarti kemampuan yang dimiliki manusia untuk
menyerap segala hal yang diinformasikan oleh panca indra. Informasi yang diserap
oleh panca indra disebut stimuli yang kemudian melahirkan proses sensasi. Dengan
demikian sensasi adalah proses menangkap stimuli.
Aktivitas dari komunikasi intrapersonal yang kita lakukan sehari-hari dalam
upaya memahami diri pribadi diantaranya adalah; berdoa, bersyukur, intropeksi diri
dengan meninjau perbuatan kita dan reaksi hati nurani kita, mendayagunakan
kehendak bebas, dan berimajinasi secara kreatif. Pemahaman diri pribadi berkembang
sejalan dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam hidup kita. Kita tidak terlahir
dengan pemahaman akan siapa diri kita, tetapi perilaku kita selam ini memainkan
peranan penting bagaimana kita membangun pemahaman diri pribadi ini.
Komunikasi antarpribadi (Interpersonal Communication) merupakan komunikasi
yang berlangsung dalam situasi tatap muka antara dua orang atau lebih, baik secara
terorganisasi maupun pada kerumunan orang (Wiryanto,2006:32).
Menurut Kathleen S. Verderber et al. (2007), komunikasi antarpribadi merupakan
proses melalui mana orang menciptakan dan mengelola hubungan mereka,
melaksanakan tanggung jawab secara timbal balik dalam menciptakan makna. Lebih
lanjut ia menjelaskan sebagai berikut:
Pertama, komunikasi antar pribadi sebagai proses. Proses merupakan rangkaian
sistematis perilaku yang bertujuan yang terjadi dari waktu ke waktu atau berulang kali.
Selama dua puluh menit percakapan telepon seorang anak dengan ibunya untuk
37

mendapatkan informasi keluarga, atau percakapan telepon secara mendadak selama


lima menit dengan rekan kerja guna mengatasi masalah pelanggan, maka serangkain
perilaku terjadi. Perilaku-perilaku tersebut mempunyai tujuan. Anda menceritakan
melalui telepon mengenai latar belakang keluhan pelanggan sehingga rekan kerja
tersebut dapat membantu anda menyelesaikan masalah keluhan pelanggan.
Kedua, komunikasi antarpribadi bergantung pada makna yang diciptakan oleh
pihak yang terlibat. Coba bayangkan Tina berkata kepada teman kontrakanya,
“Bagaimana menurut anda kalau kita menjadikan sekeliling kita lebih bersih?‟‟
Teman kontrakan Tina mungkin berpikir bahwa ucapan Tina bermakna untuk menjaga
dapur dan kamar mandi selalu bersih. Dengan demikian, komunikasi antarpribadi yang
terjadi antara sahabat tidak bergantung kepada apa yang dikatakan atau dilakukan,
tetapi lebih tergantung kepada makna yang diciptakan di antara mereka.
Ketiga, melalui komunikasi kita menciptakan dan mengelola hubungan kita.
Tanpa komunikasi hubungan tidak akan terjadi. Hubungan dimulai atau terjadi apabila
anda pertama kali berinteraksi dengan seseorang. Berulang kali, melalui interaksi-
interaksi anda dengan orang itu anda menentukan secara berkelanjutan sifat yang akan
terrjadi. Apakah hubungan tersebut akan menjadi lebih pribadi atau sebaliknya,
menjadi lebih dekat atau lebih jauh, menjadi romantis atau platonis, sehat atau tidak
sehat, tergantung atau saling tergantung. Jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan
tersebut di atas bergantung kepada bagaimana orang-orang dalam hubungan tersebut
berbicara dan berprilaku terhadap satu sama lain. (Budyatna dan Mona Ganiem
2011:15).
Sedangkan menurut Ricard L.Weaver II (1993) dalam buku teori komunikasi
antar pribadi (karangan Budyatna dan Mona Ganien 2011:15-18) terdapat delapan
karakteristik dalam komunikasi antarpribadi, yaitu:
a. Melibatkan paling sedikit dua orang
Komunikasi antarpribadi melibatkan paling sedikit dua orang. Munurut
Weaver, komunikasi antarpribadi melibatkan tidak lebih dari dua individu yang
dinamakan a dyad. Jumlah dua individu bukanlah jumlah yang sembarangan.
Jumlah tiga atau the triad dapat dianggap sebagai kelompok yang terkecil.
Apakah kita mendefinisikan komunikasi antarpribadi dalam arti jumlah orang
yang terlibat, haruslah diingat bahwa komunikasi antarpribadi sebetulnya
terjadi antara dua orang yang merupakan bagian dari kelompok yang lebih
38

besar. Apabila dua orang dalam kelompok yang lebih besar sepakat mengenai
hal tertentu atau sesuatu, maka kedua orang itu nyata-nyata terlibat dalam
komunikasi antarpribadi.
b. Adanya umpan balik atau feedback
Komunikasi antarpribadi melibatkan umpan balik. Umpan balik melibatkan
pesan yang dikirim kembali oleh penerima kepada pembicara.
alam komunikasi antarpribadi hamper selalu melibatkan umpan balik langsung.
Seringkali bersifat segera, nyata, dan berkesinambungan. Hubungan yang
langsung antara sumber dan penerima merupakan bentuk yang unik bagi
komunikasi antarpribadi. Ini yang dinamakan simultaneous message atau co-
stimulation.
c. Tidak harus tatap muka
Komunikasi antarpribadi tidak harus tatap muka. Bagi komunikasi antarpribadi
yang sudah terbentuk, adanya saling pengertian antara dua individu, kehadiran
fisik dalam berkomunikasi tidaklah terlalu penting. Misalnya, interaksi antara
dua sahabat kental, suami istri, bisa melalui telepon, e-mail, bisa dengan bahas
isyarat kalau berada diruang terbuka tetapi masing-masing tidak berdekatan.
Tetapi menurut Weaver komunikasi tanpa tatap muka tidaklah ideal walaupun
tidak harus dalam komunikasi antarpribadi. Menurutnya, kehilangan kontak
langsung berarti kehilangan faktor utama dalam umpan balik, sarana penting
untuk menyampaikan emosi menjadi hilang. Apabila anda ingin meningkatkan
kualitas hubungan, bagaimana anda mengomunikasikan keinginan ini tanpa
kata-kata. Seringkali tatapan mata, anggukan kepala, dan senyuman merupakan
faktor utama dan penting. Bentuk idealnya memang adanya kehadiran fisik
dalam berinteraksi secara antarpribadi walaupun tanpa kehadiran fisik masih
dimungkinkan.
d. Tidak harus bertujuan
Komunikasi antarpribadi tidak harus selalu disengaja atau dengan kesadaran.
Misalnya, anda dapat mengetahui karena keseleo lidah bahwa orang itu telah
berbohong kepada anda. Anda bisa saja mengetahui atau menyadari bahwa
seseorang yang didekat anda begitu gelisah terlihat dari kakinya yang selalu
bergerak dan bergeser, berkata-kata penuh keraguan, atau bereaksi secara
gugup. Anda mungkin mengambil keputusan untuk tidak dekat-dekat dengan
39

seseorang karena sifatnya yang kasar atau tindak tanduknya yang tidak anda
setuju. Orang-orang itu mungkin mengomunikasikan segala sesuatunya itu
tanpa sengaja atau sadar, tetapi apa yang dilakukanya itu merupakan pesan-
pesan sebagai isyarat yang memengaruhi anda. Dengan kata lain, telah terjadi
penyampaian pesan-pesan dan penginterpretasian pesan-pesan tersebut.
e. Menghasilkan beberapa pengaruh atau effect
Untuk dapat dianggap sebagai komunikasi antarpribadi yang benar, maka
sebuah pesan harus menghasilkan atau memiliki effect atau pengaruh. Effect
atau pengaruh itu tidak harus segera dan nyata, tetapi harus terjadi. Contoh
komunikasi antar pribadi yang tidak menghasilkan effect misalnya, anda
berbicara dengan sesorang yang lagi sibuk mengeringkan rambutnya
denganpengering rambut atau hair dryer. Hal yang sama bila anda berbicara
dengan orang yang lagi asyik mendengarkan music stereo headphones. Contoh
diatau bukanlah komunikasi antar pribadi jika pesan yang anda sampaikan
tidak diterima dan tidak menghasilkan efek.
f. Tidak harus melibatkan atau menggunakan kata-kata
Bahwa kita dapat berkomunikasi tanpa kata-kata seperti pada komunikasi
nonverbal. Misalnya, seorang suami telah membuat kesepakatan dengan
isterinya pada suatu pesta, kalau suaminya mengedipkan matanya sebagai suatu
isyarat sudah waktunya untuk pulang. Suami tidak perlu berteriak atau
memanggil isterinya,”mari kita pulang”. Pesan-pesan verbal seperti menatap
dan menyentuh atau membelai keada seorang anak atau kekasih memiliki
makna yang lebih besar dari pada kata-kata.
g. Dipengaruhi oleh konteks
Konteks merupakan tempat di mana pertemuan komunikasi terjadi termasuk
apa yang mendahului dan mengikuti apa yang dikatakan (Verdeber et al.,
2007). Konteks memengaruhi harapan-harapan para partisipan, makna yang
diperoleh para partisipan, dan perilaku mereka selanjutnya. Konteks meliputi:
1. Jasmaniah. Konteks jasmaniah atau fisik meliputi lokasi, kondisi
lingkungan seperti suhu udara, pencahayaan dan tingkat kebisingan, jarak
antara para komunikator, pengaturan tempat dan waktu mengenai hari.
Masing-masing factor ini dapat memengaruhi komunikasi. Misalnya,
makna dalam pembicaraan dapat dipengaruhi oleh apakah pembicaraan
40

tersebut bertempat di kafetaria yang penuh sesak dan bising, atau


direstoran yang elite dan tenang, ataukah melalui telepon, atau internet.
2. Sosial, konteks sosial merupakan bentuk hubungan yang mungkin sudah
diantara para partisipan. Apakah komunikasi terjadi atau mengambil
tempat diantara anggota keluarga, teman-teman, kenalan-kenalan, mitra
kerja, atau otrang asing dapat memengaruhi apa dan bagaimana pesan-
pesan itu dibentuk, diberikan, dan dimengerti. Misalnya kebanyakan orang
berubah bagaimana mereka berinteraksi ketika berbicara dengan orang tua
mereka atau saudara kandung dibandingkan mereka berinteraksi ketika
berbicara dengan teman-teman mereka.
3. Historis, konteks historis merupakan latar belakang yang diperoleh melalui
peristiwa komunikasi sebelumnya antara para partisipan. Hal ini
memengaruhi saling pengertian pada peryemuan yang sekarang. Misalnya,
Tono disuatu agi memberitahukan Dina bahwa dia akan mengambil
naskah sebuah laporan yang tertinggal di meja kerjanya guna di berikan
kepada bos untuk dibaca. Ketika Dina ke kantor di siang hari dan bertemu
Tono ia berkata,”sudah diambil?” orang lain yang mendengarkan
pembicaraan tersebut tidak tahu atau tidak mengerti kata “sudah diambil”.
Tono mungkin menjawab pertanyaan Dina dengan mengatakan “ada dilaci
meja saya.” Hanya Dina dan Tono yang mengerti isi pembicaraan mereka
berkat pembicaraan sebelumnya.
4. Psikologis, Konteks psikologis meliputi suasana hati dan perasaan dimana
setiap orang membawakannya kepada pertemuan antar pribadi. Misalnya,
Rina sedang mengalami jiwa yang tegang, selagi ia sedang belajar untuk
menghadapi ujian besok, temannya datang dan meminta ia berhenti belajar
untuk pergi nonton pertandingan basket bersama. Rina yang biasanya
ramah, memarahnya meledak sambil memarahi temannya. Mengapa?
Karena tingkat ketegangan jiwanya berkaitan dengan konteks psikologis
dalam suasana hati dan perasaan tegang dan mendengar pesan temanya ini
memengaruhi cara bagaimana ia merespons.
5. Keadaan Kultural yang mengelilingi peristiwa komunikasi. Konteks
kultural meliputi keyakinan-keyakinan, nilai-nilai, sikp-sikap, makna,
hierarki sosial, agama, pemikiran mengenai waktu, dan peran dari pada
41

partisipan (Samovar & Porter, 2000). Budaya atau kultur melakukan


penitrasi kedalam setiap aspek kehidupan manusia, memengaruhi
bagaimana kita berfikir, berbicara, dan berperilaku. Setiap orang
merupakan bagian dari satu atau lebih budaya-budaya etnik, meskipun kita
dapat berbeda dari seberapa besar kita mengidentifikasikan diri kita
dengan budaya-budaya etnik kita. Apabila dua orang dari kultur yang
berbeda berinteraksi, kesalah pahaman bisa terjadi karena perbedaan
kultural.
h. Dipengaruhi oleh kegaduhan atau Noise
Kegaduhan atau noise ialah setiap rangsangan atau setimulus yang
mengganggu dalam proses pembuatan pesan. Kegaduhan atau kebisingan atau
noise dapat bersifat internal, eksternal atau semantic.
a. Kegaduhan internal, berupa pikiran-pikiran dan perasaan-erasaan yang
bersaing untuk mendapat perhatian dan mengganggu proses komunikasi.
Jika anda telah mengabaikan atau memalingkan kesan dari seseorang
dengan siapa anda sedang berkomunikasi dan asyik melamun atau sedang
teringat pembicaraan masa lalu, maka anda sedang mengalami kegaduhan
internal atau internal noise.
b. Kegaduhan/kebisingan eksternal, berupa penglihatan-penglihatan, suara-
suara, dan rangsangan-rangsangan lainnya didalam lingkungan yang
menarik perhatian orang jauh dari apa yang dikatakan atau yang diperbuat.
Misalnya, selagi seseorang sedang memberikan penjelasan bagaimana cara
kerjanya MP3 player yang baru, perhatian anda tertarik pada bunyi-bunyian
atau kegaduhan/kebisingan eksternal suara musik di radio yang menjadi
favorit atau kesenangan anda. Kegaduhan eksternal tidak harus dalam
bentuk suara. Barangkali, selagi seseorang sedang memberikan penjelasan
atau arahan, sementara perhatian anda tertarik pada wanita cantik yang
kebetulan tertangkap oleh pandangan mata anda. Gangguan visual seperti
itu juga merupakan kegaduhan eksternal atau eksternal noise.
2.4 Komunikasi King
2.4.1 Tujuan Keperawatan Menurut King
Adapun tujuan teori keperawatan pada king dalam bukunya adalah
memperhatikan kesehatan stressor lingkungan dan kemampuan menggunakan
42

sumber daya yang ada secara optimal. Menurut king, tujuan dari teori keperawatan
adalah untuk mengajukan kerangka konseptual referensi bagi ilmu perawatan untuk
digunakan oleh mahasiswa dan pengajar juga peneliti dan praktisi untuk
mengidentifikasi dan menganalisis peristiwa-peristiwa dalam situasi keperawatan
spesifik. (muldianto-modelkeperawatanmenurutking.blogspot.com/diakses pada
hari selasa, tanggal 10 November 2015 pukul: 20:13)
King mengusulkan mengenai sebuah pendekatan untuk memilih konsep-
konsep yang dirasakan menjadi pondasi bagi praktek keperawatan professional dan
menyajikan suatu proses bagi pengembangan konsep-konsep yang melambangkan
pengalaman.(muldianto-modelkeperawatanmenurutking.blogspot.com/diakses pada
hari selasa, tanggal 10 November 2015 pukul: 20:15)
Model ini menekankan pada proses komunikasi yang terjadi antara perawat-
pasien merupakan hasil interaksi yang bertujuan untuk menentukan suatu
keputusan dalam pelaksanaan tindakan kesehatan. Perawat tidak dapat melakukan
tindakan kepada pasien tanpa ada proses interaksi dan komunikasi tentang
tindakan yang akan dilakukan pada pasien. P1erawat perlu menjelaskan prosedur
tindakan yang akan dilakukan, resiko-resiko yang mungkin terjadi pada pasien,
akibat bila tindakan tidak dilakukan, dan biaya yang dikeluarkan dalam tindakan
tersebut, semua harus dikomunikasikan olehb pasien agar keputusan yang dibuat
oleh pasien merupakan keputusan yang tepat dan yang terbaik bagi pasien
(Mundakir, 2006 : 34).

Anda mungkin juga menyukai