Anda di halaman 1dari 36

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka
1. Komunikasi Interpersonal
a. Pengertian Komunikasi Interpersonal
Komunikasi antarpribadi (interpersonal communication) adalah komunikasi antara
orang – orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap
reaksi orang lain secara langsung, baik verbal maupun non verbal (Mulyana, 2005: 73).
Komunikasi itu menunjukkan bahwa pihak-pihak yang berkomunikasi berada dalam
jarak yang dekat dan mereka saling mengirim dan menerima pesan baik verbal ataupun
non verbal secara simultan dan spontan.
Komunikasi interpersonal menurut De Vito (2003 : 4) dalam buku yang
berjudul The Interpersonal Communication memiliki pengertian sebagai
berikut:
1) Proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang atau
diantara sekelompok kecil orang-orang, dengan beberapa efek dan
beberapa umpan balik seketika;
2) Komunikasi yang terjadi karena interaksi antar pribadi yang
mempengaruhi individu lain dalam cara tertentu;
3) Interaksi verbal dan non verbal antara dua atau lebih orang yang saling
mempengaruhi satu sama lain.

Selaras dengan itu De Vito (1976) dalam Liliweri (1991 : 12) menjelaskan
komunikasi interpersonal sebagai pengiriman pesan-pesan dari seorang atau
sekelompok orang (komunikator) dan diterima oleh orang yang lain
(komunikan) dengan efek dan umpan balik yang langsung.
Dengan demikian, komunikasi interpersonal terjadi secara aktif bukan
pasif. Komunikasi ini merupakan komunikasi timbal balik antara pengirim dan
penerima pesan. Komunikasi interpersonal bukan sekedar serangkaian
rangsangan-tanggapan, stimulus-respon, akan tetapi serangkaian proses saling
menerima dan penyampaian tanggapan yang telah diolah oleh masing-masing
pihak. Komunikasi interpersonal juga berperan untuk saling mengubah dan-

10
mengembangkan. Dan perubahan tersebut melalui interaksi dalam komunikasi, pihak-
pihak yang terlibat untuk memberi inspirasi, semangat, dan dorongan agar dapat
merubah pemikiran, perasaan, dan sikap sesuai dengan topik yang dikaji bersama.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa komunikasi interpersonal merupakan
komunikasi yang terjadi secara langsung baik itu secara verbal atau non verbal sehingga
komunikator dan komunikan dapat menerima dan memberikan umpan balik secara
langsung yang dilakukan sekurang-kurangnya dua orang atau lebih, dilakukan secara tatap
muka dan atau menggunakan media.
Menurut sifatnya komunikasi interpersonal dapat dibedakan atas dua macam yaitu:
1) Komunikasi diadik yaitu proses komunikasi yang berlangsung antara dua orang
dalam situasi tatap muka. Komunikasi diadik menurut R.Wayne Pace (1979)
dalam hafied Cangara (2006: 32) dapat dilakukan dalam tiga bentuk yakni
percakapan, dialog dan wawancara. Percakapan langsung dalam suasana yang
bersahabat dan formal. Dialog yang berlangsung dalam situasi yang lebih intim,
lebih dalam dan lebih personal. Sedangkan wawancara sifatnya lebih serius,
yakni adanya pihak yang dominan dalam posisi bertanya dan pihak lainnya
pada posisi menjawab.
2) Komunikasi kelompok kecil yaitu proses komunikasi yang berlangsung antara
tiga atau lebih secara tatap muka, dimana anggota-anggotanya saling
berinteraksi satu sama lainnya. Komunikasi kelompok kecil dinilai banyak
kalangan sebagai tipe komunikasi interpersonal karena: pertama, anggota-
anggotanya terlibat dalam suatu proses komunikasi yang berlangsung secara
tatap muka. Kedua, pembicara berlangsung secara terpotong-potong dimana
semua peserta bisa berbicara dalam kedudukan yang sama, dengan kata lain
tidak ada pembicara tunggal yang mendominasi situasi. Ketiga, sumber dan
penerima sulit diidentifikasi.
Ciri-ciri komunikasi interpersonal menurut Kathleen K. (1987:10) yang juga
dikutip dan diterjemahkan oleh Hardjana (2003:86-90) sebagai berikut:
1) Komunikasi interpersonal meliputi perilaku verbal dan non verbal.
2) Komunikasi interpersonal meliputi komunikasi berdasarkan perilaku spontan
(spontaneous behavior), perilaku menurut kebiasaan (script behavior), perilaku
menurut kesadaran (contrived behavior) atau kombinasi ketiganya.

11
3) Komunikasi interpersonal tidaklah statis tetapi berkembang.
4) Komunikasi interpersonal mencakup umpan balik pribadi, interaksi dan
koherensi.
5) Komunikasi interpersonal berpedoman pada aturan intrinsik dan
ekstrinsik.
6) Komunikasi interpersonal merupakan suatu aktivitas.
7) Komunikasi interpersonal mencakup persuasi.

b. Komponen Komunikasi Interpersonal


Komponen komunikasi interpersonal diidentifikasi dari dan dalam proses
penyampaian dan penerimaan pesan dari seseorang kepada orang lain atau
sekelompok kecil orang, dengan berbagai dampak dan peluang untuk memberikan
umpan balik segera. De Vito (1997 : 27) mengemukakan komponen-komponen
tersebut terdiri dari 8 (delapan) komponen yang perlu dicermati setiap komunikator,
yaitu: (1) Konteks (lingkungan) komunikasi, (2) Sumber-penerima, (3) Enkoding-
dekoding (4) Kompetensi komunikasi, (5) Pesan dan saluran, (6) Umpan balik, (7)
Gangguan, dan (8) Efek komunikasi.

Gambar 1. Komponen Komunikasi Interpersonal

12
1) Konteks (lingkungan)
Konteks atau lingkungan merupakan sesuatu yang kompleks. Antara dimensi
fisik, sosial-psikologis dan dimensi temporal saling mempengaruhi satu sama lain.
Kita mesti memahami bahwa kenyamanan ruangan, peranan seseorang dan tafsir
budaya serta hitungan waktu, merupakan contoh dari sekian banyak unsur
lingkungan komunikasi. Komunikasi sering berubah-ubah, tidak pernah statis
melainkan selalu dinamis.
2) Komponen sumber-penerima
Hal ini menunjukkan bahwa keterlibatan seseorang dalam berkomunikasi adalah
sumber yang juga penerima. Sebagai sumber dalam berkomunikasi menunjukkan
bahwa kita mengirim pesan. Kita mengirim pesan berarti kita berbicara, menulis,
memberikan isyarat tubuh atau tersenyum. Kita menerima pesan orang lain, berarti
kita mendengarkan, melihat secara visual bahkan melalui merabanya atau
menciumnya. Pada saat kita berbicara dengan orang lain, kita berusaha
memandangnya untuk memperoleh tanggapan: dukungan, pengertian, simpati, dan
sebagainya, dan pada saat kita menyerap isyarat-isyarat non verbal, kita
menjalankan fungsi penerima dalam berkomunikasi.
3) Enkoding-Dekoding
Baik sebagai sumber ataupun sebagai penerima, seseorang mengawali proses
komunikasi dengan mengemas pesan (pikiran atau suatu ide) yang dituangkan ke
dalam gelombang suara (lembut, berapi-api, tegas, marah dan sebagainya) atau ke
dalam selembar kertas. Kode-kode yang dihasilkan ini berlangsung melalui proses
pengkodean (encoding). Bagaimana suatu pesan terkodifikasi, amat tergantung
pada keterampilan, sikap, pengetahuan dan sistem sosial budaya yang
mempengaruhi.
Sebelum suatu pesan itu disampaikan atau diterimakan, dalam berkomunikasi
kita berusaha menghasilkan pesan simbol-simbol patut diterjemahkan lebih dahulu
kedalam ragam kode atau simbol tertentu oleh si penerima melalui mendengarkan
atau membaca. Inilah pengkodean kembali (decoding) dari pesan yang dikirim dan
tentu saja tidak akan lepas dari adanya keterbatasan penafsiran pesan. Seperti
halnya kodifikasi pesan oleh si pengirim, pengkodean di pihak penerima pun

13
dibatasi oleh keterampilan, sikap, pengetahuan dan sistem sosial budaya yang
dianut.
4) Kompetensi Komunikasi
Kompetensi komunikasi mengacu pada kemampuan dalam berkomunikasi
secara efektif. Kompetensi ini mencakup pengetahuan tentang peran lingkungan
dalam mempengaruhi isi dan bentuk pesan komunikasi. Suatu topik pembicaraan
dapat dipahami bahwa hal itu layak dikomunikasikan pada orang tertentu dalam
lingkungan tertentu, tetapi hal itu pula tidak layak untuk orang dan lingkungan yang
lain. Kompetensi komunikasi juga mencakup kemampuan tentang tatacara perilaku
non verbal seperti kedekatan, sentuhan fisik, dan suara keras. Masalah kompetensi
komunikasi dapat mengungkapkan mengapa seseorang begitu mudah
menyelesaikan studi, begitu cepat membina karir, begitu menyenangkan dalam
berbicara, sedang yang lainnya tidak. Anda di sini dituntut dapat meningkatkan
kompetensi komunikasi, sehingga menjadi banyak pilihan untuk anda berperilaku.
5) Pesan dan Saluran
Pesan sebenarnya merupakan produk fisik dari proses kodifikasi. Jika seseorang
itu berbicara, maka pembicaraan itu adalah pesan. Jika seseorang itu menulis, maka
tulisan itu adalah pesan. Bila kita melakukan suatu gerakan, maka gerakan itu
adalah pesan. Pesan itu dipengaruhi oleh kode atau kelompok simbol yang
digunakan untuk mentransfer makna atau isi dari pesan itu sendiri dan dipengaruhi
oleh keputusan memilih dan menata kode dan isi tersebut.
Menurut Sendjaja (2004 : 234) mengutip pendapat Reardon bahwa kendala
utama dalam berkomunikasi seringkali lambang atau simbol yang sama mempunyai
makna yang berbeda. Artinya, kekurangcermatan di dalam memilih kode atau
mentransfer makna dan menata kode dan isi pesan, dapat menjadi sumber distorsi
komunikasi. Karena itu komunikasi menurut mereka seharusnya dipertimbangkan
sebagai aktivitas dimana tidak ada tindakan atau ungkapan yang diberi makna
secara penuh, kecuali jika diinterpretasikan oleh partisipan yang terlibat.
Saluran merupakan medium, lewat mana suatu pesan itu berjalan. Saluran dipilih
oleh sumber komunikasi. Sumber komunikasi dalam organisasi biasanya ditetapkan
menurut jaringan otoritas yang berlaku bertalian dengan pelaksanaan pekerjaan
secara formal dalam organisasi itu. Sedangkan saluran informal biasanya biasanya-

14
digunakan untuk meneruskan pesan-pesan pribadi atau pesan-pesan sosial
yang menyertai pesan-pesan yang disampaikan secara formal.
6) Umpan Balik
Umpan balik merupakan pengecekan tentang sejauh mana sukses
dicapai dalam mentransfer makna pesan sebagaimana dimaksudkan. Setelah
penerima pesan melaksanakan pengkodean kembali, maka yang
bersangkutan sesungguhnya telah berubah menjadi sumber. Maksudnya
bahwa yang bersangkutan mempunyai tujuan tertentu, yakni untuk
memberikan respon atas pesan yang diterima, dan ia harus melakukan
pengkodean sebuah pesan dan mengirimkannya melalui saluran tertentu
kepada pihak yang semula bertindak sebagai pengirim. Umpan balik
menentukan apakah suatu pesan telah benar-benar dipahami atau belum dan
adakah suatu perbaikan patut dilakukan.
7) Gangguan
Gangguan merupakan komponen yang menghambat dan membaurkan
pesan. Gangguan merintangi sumber dalam mengirim pesan dan merintangi
penerima dalam menerima pesan. Gangguan ini dapat berupa fisik,
psikologis dan semantik.
8) Efek Komunikasi
Pada setiap peristiwa komunikasi selalu mempunyai konsekuensi atau
dampak atas satu atau lebih yang terlibat. Dampak itu berupa perolehan
pengetahuan, sikap-sikap baru atau memperoleh cara-cara atau gerakan baru
sebagai refleksi psiko-motorik.

c. Tujuan Komunikasi Interpersonal

Tujuan - tujuan komunikasi antarpribadi dapat dilihat dari dua perspektif (Fajar,
2009 : 80) yaitu:

1) Tujuan - tujuan yang dilihat sebagai faktor-faktor motivasi atau sebagai


alasan mengapa kita terlibat dalam komunikasi antarpribadi. Dengan
demikian komunikasi antarpribadi bisa mengubah sikap dan prilaku
seseorang.

15
2) Tujuan - tujuan yang dipandang sebagai hasil efek umum dari komunikasi
antarpribadi. Dengan demikian sebagai suatu hasil dari komunikasi antarpribadi
adalah kita dapat mengenal diri kita sendiri, membuat hubungan lebih baik,
bermakna dan memperoleh pengetahuan tentang dunia luar.

Menurut Widjaja dalam bukunya (2010 : 8) Fungsi komunikasi antar pribadi atau
komunikasi interpersonal adalah berusaha meningkatkan hubungan insani, menghindari
dan mengatasi konflik-konflik pribadi, mengurangi ketidakpastian sesuatu, serta
berbagai pengetahuan dan pengalaman dengan orang lain.

Komunikasi interpersonal dapat meningkatkan hubungan kemanusiaan diantara


pihak-pihak yang berkomunikasi. Dalam hidup bermasyarakat seseorang bisa
memperoleh kemudahan dalam hidupnya karena memiliki pasangan hidup. Melalui
komunikasi interpersonal juga dapat berusaha membina hubungan baik, sehingga
menghindari dan mengatasi terjadinya konflik-konflik yang terjadi.

Seseorang berkomunikasi dengan orang lain tentu saja mempunyai tujuan tertentu.
Adapun tujuan umum yang ingin dicapai dalam komunikasi interpersonal adalah: 1)
menyampaikan informasi; 2) berbagi pengalaman; 3) menumbuhkan simpati; 4)
melakukan kerja sama; 5) menceritakan kekesalan atau kekecewaan; 6) menumbuhkan
motivasi (Purwanto, 2011 : 27).

Tujuan komunikasi interpersonal yang utama adalah sebagai berikut:

1) Menemukan diri sendiri


Komunikasi interpersonal memberikan kesempatan kepada kita untuk
berbicara tentang apa yang kita sukai, atau mengenai diri kita. Dengan saling
membicarakan keadaan diri, minat, dan harapan maka seseorang memperoleh
informasi berharga untuk mengenali jati diri, atau dengan kata lain menemukan
diri sendiri (Suranto, 2011 : 20). Melalui komunikasi interpersonal pula kita
dapat belajar bagaimana kita belajar menghadapi orang lain, apa kekuatan dan
kelemahan kita, dan siapa yang kita sukai atau tidak.

16
2) Menemukan dunia luar
Melalui komunikasi interpersonal kita dapat memahami lebih banyak tentang
diri kita dan orang lain yang berkomunikasi dengan kita. Hal itu menjadikan kita
memahami dunia luar, dan kita dapat lebih banyak mendapatkan informasi. Bahkan
kepercayaan, kenyataan, sikap dan nilai-nilai kita secara tidak langsung dan tanpa
sadar dipengarui lebih banyak oleh pertemuan interpersonal daipada oleh media atau
pendidikan formal.
3) Membentuk dan menjaga hubungan yang penuh arti
Sebagian besar waktu kita digunakan untuk berkomunikasi secara interpersonal
dengan orang lain. Hal ini dilakukan untuk menjaga dan membentuk hubungan
sosial dengan orang lain. Hubungan yang demikian dapat membantu mengurangi
kesepian dan depresi, menjadikan kita sanggup saling berbagi, dan pada umumnya
membuat kita merasa lebih positif tentang diri kita.
4) Mempengaruhi sikap dan tingkah laku
Komunikasi interpersonal merupakan komunikasi yang paling efektif dan
mempunyai pengaruh yang besar dalam merubah sikap seseorang. Dalam prinsip
komunikasi, ketika pihak komunikan menerima pesan atau informasi, berarti
komunikan telah mendapat pengaruh dari proses komunikasi. Sebab pada dasarnya,
komunikasi adalah sebuah fenomena, sebuah pengalaman. Setiap pengalaman akan
memberikan makna pada situasi kehidupan manusia, termasuk memberi makna
tertentu terhadap kemungkinan terjadinya perubahan sikap. Misalnya seorang ayah
menginginkan anaknya agar ada perubahan sikap dan perilaku agar anaknya
meningkatkan intensitas belajarnya, dan mengurangi ketergantungan memainkan
handphone dan internet.
5) Untuk bermain dan kesenangan
Bermain mencakup semua aktivitas yang mempunyai tujuan utama adalah
mencari kesenangan. Berbicara dengan teman mengenai aktivitas kita, berdiskusi,
bercerita hal-hal ringan dan lucu, kegiatan komunikasi semacam itu dapat
memberikan keseimbangan yang penting dalam pikiran yang memerlukan rileks dari
semua keseriusan di lingkungan kita.

17
6) Untuk membantu (konseling)
Ada beberapa profesi yang memang mengandalkan kemampuan
komunikasi interpersonal untuk menjalankan pekerjaannya, seperti seorang
ahli psikologi. Kita semua juga pada umumnya berfungsi membantu orang
lain dalam interaksi interpersonal kita sehari-hari. Misalnya seorang remaja
curhat kepada sahabatnya mengenai putus cinta. Tanpa disadari bahwa tujuan
melakukan curhat tersebut adalah untuk mendapatkan bantuan pemikiran
sehingga didapat solusi yang terbaik. Contoh lain, seorang mahasiswa
berkonsultasi dengan dosen pembimbing akademik tentang suatu mata kuliah
yang sebaiknya diambil.
7) Mengungkapkan perhatian kepada orang lain
Pada prinsipnya komunikasi interpersonal dimaksudkan untuk
menunjukan adanya perhatian kepada orang lain dan untuk menghindari
kesan dari orang lain sebagai pribadi yang tertutup, dingin dan cuek (Suranto,
2011 : 19). Misalnya, seorang pemimpin bertanya kepada karyawannya
mengenai kabar karyawannya, sebenarnya mungkin pemimpin tersebut tidak
bermaksud mengorek jawaban dari karyawan mengenai keadaan diri dan
kesehatannya secara, namun hal tersebut dilakukan untuk memberikan kesan
positif kepada karyawan dan tentunya menjaga hubungan yang baik dengan
karyawan tersebut.
2. Pesan
a. Pengertian Pesan
Pesan merupakan seperangkat simbol verbal dan non verbal yang mewakili
perasaan, nilai, gagasan atau maksud sumber tadi. pesan itu menurut Onong
Effendy, menyatakan bahwa pesan adalah : “suatu komponen dalam proses
komunikasi berupa paduan dari pikiran dan perasaan seseorang dengan
menggunakan lambang, bahasa/lambang-lambang lainnya disampaikan kepada
orang lain”. (Effendy, 1989 : 224).
Sedangkan Abdul Hanafi menjelaskan bahwa pesan itu adalah “produk fiktif
yang nyata yang di hasilkan oleh sumber enkoder ”.(Siahaan, 1991:62). Kalau
berbicara maka “pembicara” itulah pesan, ketika menulis surat maka “tulisan
surat” itulah yang dinamakan pesan. Pesan mempunyai tiga komponen : makna,

18
simbol yang digunakan untuk menyampaikan makna, dan bentuk atau organisasi
pesan. Simbol terpenting adalah kata - kata (bahasa), yang dapat merepresentasikan
objek (benda), gagasan, dan perasaan, baik ucapan (percakapan, wawancara,
diskusi, ceramah, dan sebagainya) ataupun tulisan (surat, esai, artikel, novel, puisi,
pamflet, dan sebagainya).
Kata - kata memungkinkan kita berbagi  pikiran dengan orang lain. Pesan juga
dapat dirumuskan secara non verbal, seperti melalui tindakan atau isyarat anggota

tubuh.

b. Jenis-jenis Pesan

Secara umum, jenis pesan terbagi menjadi dua, yakni

1) Pesan Verbal
Pesan verbal adalah jenis pesan yang penyampaiannya menggunakan kata-
kata, dan dapat dipahami isinya oleh penerima berdasarkan apa yang
didengarnya. Suatu sistem kode verbal disebut bahasa. Bahasa dapat
didefinisikan sebagai seperangkat simbol dengan aturan untuk
mengkombinasikan simbol-simbol tersebut yang dapat dipahami oleh banyak
orang (Mulyana, 2008 : 260-261).
Menurut Larry L. Barker dalam Mulyana (2005 : 243), bahasa memiliki tiga
fungsi:
a) Fungsi penamaan (naming and labelling) yaitu mengidentifikasi objek,
tindakan atau orang dengan menyebut namanya sehingga dapat dirujuk
dalam komunikasi.
b) Fungsi interaksi yaitu berbagai gagasan dan emosi yang dapat
mengundang simpati dan pengertian atau kemarahan dan kebingungan.

19
c) Fungsi transmisi informasi yaitu melalui bahasa informasi dapat
disampaikan kepada orang lain dan menerima informasi setiap hari baik
langsung maupun melalui media massa.

Sementara menurut Cassandra L.Book (1980) dalam Riswandi (2009: 60)


agar komunikasi kita berhasil bahasa harus memenuhi tiga fungsi:

a) Untuk mengenal dunia sekitar kita. Melalui bahasa kita dapat mempelajari
banyak hal sekitar dan saling berbagi pengalaman.
b) Berhubungan dengan orang lain. Bahasa memungkinkan kita bergaul untuk
kesenangan dan mencapai tujuan kita serta dapat mengendalikan lingkungan.
c) Menciptakan koherensi dalam kehidupan kita. Bahasa memungkinkan kita
untuk hidup teratur, saling memahami mengenai diri, kepercayaan dan tujuan-
tujuan kita.
2) Pesan Non Verbal
Pesan non verbal adalah jenis pesan yang penyampaiannya tidak menggunakan
kata-kata secara langsung, dan dapat dipahami isinya oleh penerima berdasarkan
gerak-gerik, tingkah laku, mimik wajah, atau ekspresi muka pengirim pesan. Pada
pesan non verbal mengandalkan indera penglihatan sebagai penangkap stimulus
yang timbul.
Menurut De Vito (1997: 177-178) pesan non verbal memiliki sejumlah fungsi
penting. Enam fungsi utama pesan non verbal yaitu:
a) Untuk menekankan. Kita menggunakan komunikasi non verbal untuk
menonjolkan atau menekankan beberapa bagian dari pesan verbal.
b) Untuk melengkapi (complement). Kita juga menggunakan komunikasi non
verbal untuk memperkuat warna atau sikap umum yang dikomunikasikan
oleh pesan verbal.
c) Untuk menunjukkan kontradiksi. Kita juga dapat secara sengaja
mempertahankan verbal kita dengan gerakan non verbal.
d) Untuk mengatur. Gerak-gerik non verbal dapat mengendalikan atau
mengisyaratkan keinginan untuk mengatur arus pesan verbal.
e) Untuk mengulangi. Kita juga dapat mengulangi atau merumuskan ulang
makna dari pesan verbal.

20
f) Untuk menggantikan. Komunikasi non verbal juga dapat menggantikan pesan
dari komunikasi verbal.

Duncan (1997) dalam Rakhmat (2005: 289) menyebutkan enam jenis pesan non
verbal:

a) Pesan kinesik atau gerak tubuh


Pesan kinesik merupakan gerakan tubuh yang terdiri dari tiga komponen utama
yaitu:
(1) Pesan fasial yaitu wajah merupakan sumber yang kaya dengan komunikasi
karena ekspresi wajah cerminan suasana dan emosi seseorang. Ekspresi
wajah merupakan perilaku non verbal utama yang mengekspresikan keadaan
emosional seseorang, seperti kebahagiaan, kesedihan, ketakutan,
keterkejutan, kemarahan, kejijikkan dan minat.
(2) Pesan gestural : pesan gestural menunjukkan gerakan sebagian anggota
badan seperti mata dan tangan untuk mengkomunikasikan berbagai makna.
(3) Pesan postural : berkaitan dengan keseluruhan anggota badan. Postur tubuh
memang mempengaruhi citra diri seseorang. Albert Mehrabian
menyebutkan tiga makna yang dapat disampaikan oleh postur:
(a) Immediacy yaitu ungkapan kesukaan atau ketidaksukaan terhadap orang
lain, seperti mencondongkan badan ke lawan bicara.
(b) Power mengungkapkan status yang tinggi pada diri komunikator.
(c) Responsiveness yaitu reaksi emosional seseorang terhadap lingkungan
secara positif atau negatif.
b) Pesan paralinguistik atau suara
Paralinguistik merupakan isyarat yang ditimbulkan dari tekanan atau irama suara
sehingga penerima dapat memahami sesuatu dibalik apa yang diucapkan. Rintihan,
menarik nafas panjang, tangisan juga salah satu ungkapan perasaan dan pikiran
seseorang yang dapat dijadikan komunikasi non verbal lainnya sampai desis atau
suara dapat menjadi pesan yang sangat jelas.
c) Pesan prosemik

21
Pesan prosemik disampaikan melalui pengaturan jarak dan ruang. Edward T.
Hall (1959) dalam Littlejohn (2011: 129) membagi kedekatan atas empat macam
yaitu:
(1) Wilayah intim yang kedekatannya yang berjarak antara 3-18 inchi.
Contohnya orang yang saling berbisik dan berpelukan.
(2) Wilayah pribadi yaitu kedekatan yang berjarak antara 18 inchi sampai 4 kaki.
Misalnya orang tua dengan anak yang saling mengobrol sambil meneguk
kopi.
(3) Wilayah sosial yaitu kedekatan yang berjarak antara 4 sampai 12 kaki.
Misalnya diskusi bisnis yang impersonal atau formal.
(4) Wilayah publik yaitu kedekatan yang berjarak antara 12 sampai 25 kaki
bahkan lebih. Misalnya pidato.
d) Olfaksi atau penciuman
Bau-bauan telah digunakan manusia untuk berkomunikasi secara sadar atau
tidak sadar. Bau-bauan terutama yang menyenangkan seperti parfum digunakan
orang-orang untuk menyampaikan pesan. Pesan non verbal ini lebih sering
difungsikan ketika proses komunikasi interpersonal.
e) Sensitivitas kulit
Kulit mampu menerima dan membedakan berbagai emosi yang disampaikan
orang melalui sentuhan. Bentuk komunikasi personal mengingat sentuhan lebih
bersifat spontan daripada komunikasi verbal. Beberapa pesan seperti perhatian
yang sungguh-sungguh, dukungan emosional, kasih sayang atau simpati dapat
dilakukan melalui sentuhan.
f) Pesan artifaktual
Pesan artifaktual diungkapkan melalui penampilan fisik seseorang seperti
pakaian, karakteristik fisik dan kosmetik. Umumnya pakaian yang kita pakai
menunjukkan identitas dan mengungkapkan kepada orang lain siapa kita.

Berdasarkan penjelasan diatas, peneliti akan menganalisis jenis pesan verbal dan non
verbal yang terdapat di dalam tradisi “marosok” sebagai bentuk komunikasi dalam
transaksi jual beli ternak. Pesan non verbal yang ada pada tradisi “marosok” sangat
berpengaruh dalam proses transaksi yang dilakukan oleh penjual dan pembeli ternak.
Pesan non verbal yang sangat berperan dan dinilai penting dalam tawar menawar

22
dengan metode “marosok” adalah pesan kinesik atau gerak tubuh (pesan fasial, gestural
dan postural), pesan prosemik (jarak dan ruang), sensitivitas kulit dan pesan artifaktual
(penampilan fisik).

c. Unsur-Unsur Pesan
Pesan dapat dimengerti dalam tiga unsur yaitu kode pesan, isi pesan dan wujud
pesan.
1) Kode pesan adalah sederetan simbol yang disusun sedemikian rupa sehingga
bermakna bagi orang lain. Contoh bahasa Indonesia adalah kode yang mencakup
unsur bunyi, suara, huruf dan kata yang disusun sedemikian rupa sehingga
mempunyai arti.
2) Isi pesan adalah bahan untuk atau materi yang dipilih yang ditentukan oleh
komunikator untuk mengomunikasikan maksudnya.
3) Wujud pesan adalah sesuatu yang membungkus inti pesan itu sendiri,
komunikator memberi wujud nyata agar komunikan tertarik akan isi pesan
didalamnya. (Siahaan,1991 : 62).
Selain hal tersebut di atas, pesan juga dapat dilihat dari segi bentuknya. Menurut
A.W. Widjaja dan M. Arisyk Wahab terdapat tiga bentuk pesan yaitu:
1) Informatif yaitu untuk memberikan keterangan fakta dan data kemudian
komunikan mengambil kesimpulan dan keputusan sendiri, dalam situasi tertentu
pesan informatif tentu lebih berhasil dibandingkan persuasif.
2) Persuasif yaitu berisikan bujukan yakni membangkitkan pengertian dan
kesadaran manusia bahwa apa yang kita sampaikan akan memberikan sikap
berubah. Tetapi berubahnya atas kehendak sendiri. Jadi perubahan seperti ini
bukan terasa dipaksakan akan tetapi diterima dengan keterbukaan dari penerima.
3) Koersif menyampaikan pesan yang bersifat memaksa dengan menggunakan
sanksi-sanksi bentuk yang terkenal dari penyampaian secara inti adalah agitasi
dengan penekanan yang menumbuhkan tekanan batin dan ketakutan dikalangan
publik. Koersif berbentuk perintah-perintah, instruksi untuk penyampaian suatu
target.

23
Terhadap suatu pesan yang dikomunikasikan ingin mempunyai kemampuan untuk
meramalkan efek yang timbul pada komunikan. Maka tidaklah mengherankan
apabila dalam setiap melaksanakan penyampaian pesan tidak terlepas dari keinginan
untuk menjadikan pesan itu diterima oleh komunikan.

3. Simbol
Memahami simbol dan menciptakannya ialah salah satu keunggulan manusia
yang tidak dimiliki oleh makhluk hidup lainnya. Penggunaan simbol- simbol ini
sudah ada sejak zaman sejarah, seiring perkembangan pemikiran sejarah.
Komunikasi adalah proses yang berpusat pada pesan bersandar pada informasi, dan
banyak teori komunikasi telah dikembangkan untuk menyampaikan informasi
pemprosesan pesan. Teori ini melihat pembuatan dan penerimaan pesan sebagai
persoalan psikologis, memfokuskan pada sifat-sifat, keadaan-keadaan, dan proses-
proses individual. Simbol adalah konseptualisasi manusia tentang sesuatu hal, sebuah
simbol tersebut ada karena adanya sesuatu. Simbol digunakan untuk cara yang lebih
kompleks dan membuat seseorang untuk berfikir terhadap sesuatu. Sebuah simbol
atau kumpulan beberapa simbol bekerja dengan menghubungkan sebuah konsep, ide
umum, pola, atau bentuk. Mead menyatakan perbedaan antara simbol sosial dan
simbol individu. Sejauh ini sejarah mempertimbangkan interaksionisme simbolik,
simbol sosial dan simbol individu yang dicapai melalui pengalaman pribadi dan
gerak tubuh manusia.
Simbol atau tanda yang diberikan oleh manusia dalam melakukan interaksi
mempunyai makna-makna tertentu, sehingga dapat menimbulkan komunikasi.
Menurut Mead, komunikasi secara murni baru terjadi bila masing-masing pihak tidak
saja memberikan makna pada perilaku mereka sendiri, tetapi memahami atau
berusaha memahami makna yang diberikan oleh pihak lain.
Dalam hubungan ini, Habermas mengemukakan dua kecendrungan fungsional
dalam argument bahasa dan komunikasi serta hubungan dengan perkembangan
manusia. Pertama, bahwa manusia dapat mengarahkan orientasi perilaku mereka
pada konsekuensi-konsekuensi yang paling positif. Kedua, sebagai kenyataan bahwa
manusia terlibat dalam interaksi makna yang kompleks dengan orang yang lain,

24
dapat memaksa mereka untuk cepat berinteraksi dengan apa yang diinginkankan
orang lain.
Dalam defenisi menurut Susanne, Simbol ialah setiap sarana dimana kita bisa
membuat abstraksi. Abstraksi sendiri ialah pelepasan bentuk dari isinya, yaitu
pelepasan bentuk yang sama dari isi yang berbeda sehingga terbentuk konsep.
Menurut Langer, semua binatang yang hidup didominasi oleh perasaan, tetapi
perasaan manusia di mediasikan oleh konsepsi, simbol, dan bahasa. Binatang
merespon tanda, tetapi manusia menggunakan lebih dari sekedar tanda sederhana
dengan mempergunakan simbol.
Tanda (sign) adalah sebuah stimulus yang menandakan kehadiran dari suatu hal.
Sebaliknya, simbol digunakan dengan cara yang lebih kompleks dengan membuat
seseorang untuk berfikir tentang sesuatu yang terpisah dari kehadirannya. Sebuah
simbol adalah “sebuah instrument pemikiran”. Simbol adalah konseptualisasi
manusia tentang satu hal; sebuah simbol ada untuk sesuatu. Sementara tertawa
adalah sebuah tanda kebahagiaan, kita dapat mengubah gelak tawa menjadi sebuah
simbol dan membuat maknanya berbeda dalam banyak hal terpisah dari acuannya
secara langsung.
Sebuah simbol atau kumpulan simbol-simbol bekerja dengan menghubungkan
sebuah konsep, ide umum, pola, atau bentuk. Menurut Langer, konsep adalah makna
yang disepakati bersama-sama diantara pelaku komunikasi. Bersama, makna yang
disetujui adalah makna denotatif, sebaliknya gambaran atau makna pribadi adalah
makna konotatif. Sebagai contoh ketika seseorang memakai baju hitam, celana
hitam, sepatu hitam secara bersama-sama akan dimaknai bahwa ia sedang berduka
hal tersebut dinamakan pemaknaan secara denotatif, akan tetapi bagaimanapun si
pemakai ini memiliki makna tersendiri pada saat memakai atribut tersebut hal
semacam ini dimaknai sebagai makna konotatif. Langer memandang makna sebagai
sebuah hubungan kompleks diantara simbol, objek, dan manusia yang melibatkan
denotasi (makna bersama) dan konotasi (makna pribadi). Langer mencatat bahwa
proses manusia secara utuh cenderung abstrak. Ini adalah sebuah proses yang
mengesampingkan detail dalam memahami objek, peristiwa, atau situasi secara
umum.
4. Interaksionisme Simbolik

25
a. Teori Interaksi Simbolik
Interaksi simbolik merupakan interaksi yang memunculkan makna khusus
dan menimbulkan interpretasi atau penafsiran. Simbolik berasal dari kata
“simbol” yakni tanda yang muncul dari hasil kesepakatan bersama. Dimana suatu
simbol tersebut menjadi perspektif bersama, membentuk suatu tindakan memberi
makna-makna khusus yang hanya dipahami oleh orang-orang yang-
melakukannya. Simbol yang terdapat pada jari-jari penjual dan pembeli diciptakan,
dipakai, dan dipahami oleh penjual dan pembeli tersebut. Simbol dalam tradisi
“marosok” ini dapat diciptakan karena hasil kesepakatan bersama antara sesama
pedagang ternak. Sehingga dalam hal ini peneliti juga berusaha memasuki proses
pemaknaan dan pendefinisian pada subjek metode berperan serta.
Para ahli pada tradisi interaksi simbolik mengartikan komunikasi sebagai fenomena
sosial. Menurut mereka arti tercipta dan terpelihara karena adanya interaksi dalam
kelompok sosial. Interaksi membentuk, menjaga dan mengubah kaidah-kaidah tertentu,
berbagai peranan, norma, aturan, maupun arti dalam sebuah kelompok sosial atau
kebudayaan dan kaidah-kaidah tersebut pada gilirannya akan melahirkan kebudayaan
itu sendiri. Interaksi simbolik merupakan suatu aktifitas yang menjadi ciri khas
manusia, yakni komunikasi atau pertukaran simbol yang diberi makna (Mulyana, 2006:
68). Interaksionisme adalah pendekatan yang berusaha untuk memahami perilaku
manusia, bukan untuk memprediksi atau mengontrol atau memiliki pengetahuan
statistik belaka. Inti dari interaksionisme adalah pada cara berpikiran. Menurut Mead,
manusia mempunyai sejumlah kemungkinan tindakan dan pemikiranya sebelum ia
memulai tindakan yang sebenarnya dengan melalui pertimbangan. Karena itu, dalam
tindakan manusia terdapat suatu proses mental yang tertutup yang mendahului proses
tindakan yang sesungguhnya.
Menurut Mead, Interaksionisme simbolik adalah suatu proses individu berinteraksi
dengan dirinya sendiri dengan memilih dan menggunakan simbol-simbol yang
bermakna. Melalui proses interaksi dengan dirinya sendiri itu, individu memilih mana
diantara stimulus yang tertuju padanya akan ditanggapinya. Dengan demikian, individu
tidak secara langsung menanggapi stimulus, tetapi terlebih dahulu memilih dan
kemudian memutuskan stimulus yang akan ditanggapinya.
Menurut Alver et. al, Interaksi simbolik adalah proses pembentukan perilaku

26
individu dan disampaikan dan ditafsirkan secara simbolis dengan bantuan tindakan
sehari-hari. Penelitian Interaksionisme Simbolik berkonsentrasi pada asal-usul dan
interpretasi artinya, membangun dasar untuk studi ilmu komunikasi. Sementara studi
Interaksionisme Simbolik membimbing dalam menjelaskan proses komunikasi
interpersonal, namun fokus yang terbatas mereka pada komunikasi interpersonal
membatasi perspektif penelitian.
Littlejohn didalam bukunya yang berjudul Theories of Human Communication,
Interaksionisme simbolik (IS) merupakan sebuah pemikiran mengenai pikiran, diri
sendiri, dan masyarakat yang telah memberi kontribusi yang besar terhadap tradisi
sosiokultural dalam teori komunikasi. Pelaku komunikasi tidak hanya berinteraksi
dengan orang lain dan dengan objek-objek sosial; mereka juga berkomunikasi dengan
diri mereka sendiri.
Jadi interaksi simbolik bertumpu pada penafsiran atas pemaknaan subjektif
(simbolik) yang muncul dari hasil interaksi. Dalam artian peneliti menafsirkan makna-
makna simbolik yang muncul dari hasil interaksi subjek dengan sasarannya dengan cara
memasuki dunianya dan menelusuri pemaknaan tersebut.
Manusia merupakan aktor yang sadar dan refleksis yang menyatukan objek-objek
yang diketahuinya melalui apa yang disebutkan oleh Blumer sebagai proses self-
indication. Self indication adalah proses komunikasi yang sedang berjalan dimana
individu mengetahui sesuatu, menilainya, memberinya makna dan memutuskan untuk
bertindak berdasarkan makna itu (Poloma, 2004: 261).
Para ahli perspektif interasionisme simbolik melihat bahwa masyarakat merupakan
hasil interaksi simbolis. Blumer (1969: 78-79) menyatakan interaksi manusia
dijembatani oleh penggunaan simbol, penafsiran, oleh kepastian makna dari tindakan-
tindakan orang lain. Simbol atau lambang adalah sesuatu yang digunakan untuk
menunjukkan sesuatu lainnya berdasarkan kesepakatan sekelompok orang. Lambang
meliputi kata-kata (pesan verbal), perilaku non verbal dan objek maknanya disepakati
bersama (Mulyana, 2008: 92).
Pada awal perkembangannya, interaksi simbolik lebih menekankan studinya tentang
perilaku manusia pada hubungan interpersonal, bukan pada keseluruhan kelompok atau
masyarakat. Proporsi paling mendasar dari interaksi simbolik adalah perilaku dan
interaksi manusia itu dapat dibedakan, karena ditampilkan lewat simbol dan maknanya.

27
Mencari makna dibalik yang sensual menjadi penting didalam interaksi simbolik.
Secara umum, ada enam proporsi yang dipakai dalam konsep interaksionisme simbolik,
yaitu:
1) Perilaku manusia mempunyai makna dibalik yang menggejala;
2) Pemaknaan manusia perlu dicari sumber pada interaksi sosial manusia;
3) Masyarakat merupakan proses yang berkembang holistik, tak terpisah, tidak-
linear, tidak terduga;
4) Perilaku manusia itu berlaku berdasarkan berdasar penafsiran fenomenologi,
yaitu berlangsung atas maksud, pemaknaan, dan tujuan, bukan didasarkan
atas proses mekanik dan otomatis.
5) Konsep mental manusia itu berkembang dialektik; dan
6) Perilaku manusia itu wajar dan konstruktif reaktif.

Dalam teori interaksionisme simbolik dari Herbert Blumer, dimana manusia


dilihat saling menafsirkan atau membatasi tindakan mereka dan makna yang berasal
dari interaksi dengan orang lain. Seseorang memberikan respon pada tindakan
orang lain didasarkan pada pengertian yang diberikan pada tindakan itu. Dengan
demikian interaksi manusia dijembatani simbol-simbol, penafsiran, kepastian
makna dari tindakan orang lain (Poloma, 2004: 259).

Bagi Blumer (1969: 2) interaksi simbolik bertumpu kepada tiga premis sebagai
berikut:

1) Manusia bertindak terhadap sesuatu berdasarkan makna-makna yang ada


pada sesuatu bagi mereka.
2) Makna tersebut berasal dari interaksi sosial seseorang dengan orang lain.
Makna tersebut lahir dari proses interaksi manusia dengan lingkungan
sekitarnya. Proses interaksi tersebut terjadi dalam tradisi “marosok” ketika
melakukan transaksi atau proses tawar menawar harga ternak.
3) Makna-makna tersebut disempurnakan disaat proses interaksi sosial
berlangsung. Hal ini menunjukkan bahwa makna tidak muncul begitu saja
ketika proses interaksi berlangsung, justru makna tersebut disempurnakan
pada saat proses interaksi tersebut berlangsung. Hal ini terjadi dalam tradisi
“marosok” pada saat adanya kesepakatan harga ternak antara penjual dan

28
pembeli.
b. Subtansi Interaksi Simbolik
Mead bermaksud membedakan antara teori yang diperkenalkan dengan teori
behaviorisme. Teori behaviorisme mempunyai pandangan bahwa perilaku individu
adalah sesuatu yang didapat diamati, artinya mempelajari tingkah laku manusia
secara objektif dari luar. Interaksionisme simbolik menurut Mead mempelajari
tindakan sosial dengan mengunakan teknik intropeksi untuk dapat mengetahui
sesuatu yang dapat melatar belakangi tindakan sosial itu dari sudut actor. Jadi,
interaksi simbolik memandang manusia bertindak bukan semata-mata karena
stimulus dan respon, melainkan juga didasar atas makna yang diberikan terhadap
tindakan tersebut.
Menurut Mead, manusia mempunyai sejumlah kemungkinan tindakan dalam
pemikiran sebelum ia memulai tindakan yang sebenarnya, seseorang terlebih
dahulu berbagai alternatif tindakan itu melalui pertimbangan pemikirannya. Karena
itu, dalam proses tindakan manusia terdapat suatu proses mental yang tertutup
yang mendahului proses yang sebenarnya.
c. Interaksi Simbolik dalam Realitas Sosial

Kehidupan sebagai realitas sosial hakekatnya adalah interaksi manusia dengan


menggunakan simbol-simbol. (Mulyana, 2008: 70). Inti dari interaksi simbolik itu
adalah mengungkap bagaimana cara manusia menggunakan simbol-simbol dalam
menjelaskan apa yang akan mereka sampaikan dalam proses komunikasi dengan
sesama.
Teori interaksi simbolik dapat digunakan untuk mengungkapkan realitas
perilaku manusia. Perilaku manusia terkait dengan komunikasi yang digunakan
dalam berinteraksi. Pada saat berkomunikasi, manusia banyak menampilkan simbol
bermakna, baik dengan sesamanya maupun dengan lingkungan sekitar. Manusia
mempunyai kemampuan untuk menciptakan dan memanipulasi simbol-simbol.
Kemampuannya itu diperlukan untuk komunikasi antarpribadi dan pikiran
subjektif. Oleh sebab itu tugas peneliti disini untuk mengungkap dan menganalisis
makna tersebut.
Terbentuknya makna dari sebuah simbol tidak lepas dari peranan individu yang
melakukan respon terhadap simbol tersebut. Individu dalam kehidupan sosial selalu

29
merespon lingkungannya termasuk objek fisik (benda) dan objek sosial (perilaku
manusia) yang kemudian melahirkan sebuah pemaknaan. Respon yang mereka
hasilkan bukan berasal dari faktor eksternal ataupun didapat dari proses mekanik,
namun lebih pada bagaimana individu tersebut mengungkapkan apa yang mereka
lihat dan alami. Jadi peranan individu sendirilah yang dapat memberikan
pemaknaan dan melakukan respon terhadap kehidupan sosial sebagai realitas sosial.
1) Sikap-isyarat (Gestur)
Gestur adalah gerakan organisme pertama yang bertindak sebagai rangsangan
khusus yang menimbulkan tanggapan (secara sosial) yang tepat dari organisme
kedua. Isyarat suara sangat penting perannya dalam pengembangan isyarat yang
signifikan.
Namun, tak semua isyarat suara signifikan, kekhususan manusia dibidang isyarat
(bahasa) ini pada hakikatnya yang bertanggung jawab pada asal-muasal
pertumbuhan masyarakat dan pengetahuan manusia sekarang dengan seluruh
kontrol terhadap alam dan lingkungan dimungkinkan berkat pengetahuan.
2) Simbol-simbol Signifikan
Simbol Signifikan adalah sejenis gerak isyarat yang hanya dapat diciptakan oleh
manusia. Isyarat menjadi simbol signifikan bila muncul dari individu yang
membuat simbol-simbol itu sama dengan dengan sejenis tanggapan (tetapi tidak
perlu sama) yang diperoleh dari orang yang menjadi sasaran isyarat.
Jadi disini dapat disimpulkan simbol-simbol signifikan ada 2, yaitu: simbol
bahasa dan simbol isyarat fisik. Fungsi bahasa atau simbol yang signifikan pada
umumnya adalah menggerakan tindakan yang sama dipihak individu yang
berbicara dan juga pihak yang lainnya. Pengaruh lain dari bahasa merangsang orang
yang berbicara dan orang yang mendengarkannya. Simbol isyarat fisik,
menciptakan peluang diantara individu yang terlibat dalam tindakan sosial tertentu
untuk mengacu pada objek atau objek-objek yang menjadi sasaran tindakan itu.
3) Pikiran (mind)
Didefinisikan Mead sebagai proses percakapan seseorang dengan sendirinya,
tidak ditemukan dalam diri individu; pikiran adalah fenomena sosial. Pikiran
muncul dan berkembang dalam proses sosial dan merupakan bagian integral dari
proses sosial. Karakteristik istimewa dari pikiran adalah kemampuan individu untuk

30
“memunculkan dalam dirinya sendiri tidak hanya satu respon saja, tetapi juga
respon komunitas secara keseluruhan, itulah yang dinamakan pikiran”.
4) Diri (self)
Pada dasarnya diri adalah kemampuan untuk menerima diri sendiri sebagai
objek. Diri adalah kemampuan khusus untuk menjadi subjek maupun objek, untuk
mempunyai diri, individu harus mencapai keadaan “diluar dirinya sendiri”-
sehingga mampu mengevaluasi diri sendiri, mampu menjadi objek bagi dirinya sendiri.
Dalam bertindak rasional ini mereka mencoba memeriksa diri sendiri secara impersonal,
objektif dan tanpa emosi, Mead mengidentifikasi dua aspek atau fase diri, yang ia
namakan “I” dan “Me”.
Mead menyatakan, diri pada dasarnya diri adalah proses sosial yang berlangsung
dalam dua fase yang dapat dibedakan, perlu diingat “I” dan “Me” adalah proses yang
terjadi didalam proses diri yang lebih luas. Bagian terpenting dari pembahasan Mead
adalah hubungan timbal balik antara diri sebagai objek dan diri sebagai subjek. Diri
sebagai objek ditujukan oleh Mead melalui konsep “Me”, sementara ketika sebagai
subjek yang bertindak ditunjukan dengan konsep “I”.
Analisis Mead mengenai “I” membuka peluang bagi kebebasan dan spontanitas.
Ketika “I” mempengaruhi “Me”, maka timbulah modifikasi konsep diri secara bertahap.
Ciri pembeda manusia dan hewan adalah bahasa dan “simbol signifikan”. Simbol
signifikan haruslah merupakan suatu makna yang dimengerti bersama. Ia terdiri dari dua
fase, “Me” dan “I”. Dalam kontek ini “Me” adalah sosok saya sendiri sebagai mana
yang dilihat oleh orang lain, sedangkan “I” adalah bagian yang memperhatikan diri saya
sendiri. Dua hal yang itu menurut Mead menjadi sumber orisinalitas, kreatifitas, dan
spontanitas.
Percakapan internal memberikan saluran melalui semua percakapan eksternal. Andai
diri itu hanya mengandung “Me”, hanya akan menjadi agen masyarakat. Fungsi kita
hanyalah memenuhi perkiraan dan harapan orang lain. Menurut Mead, diri juga
mengadung “I” yang merujuk pada aspek diri yang aktif dan mengikuti gerak hati.
Mead menyebutkan, bahwa seseorang itu dalam membentuk konsep dirinya dengan
jalan mengambil perspektif orang lain dan melihat dirinya sendiri sebagai objek. Untuk
itu, ia melewati 3 tahap yaitu:
a) Fase Bermain

31
Dimana si individu “memainkan” peran sosial orang lain. Tahap ini
menyumbang perkembangan kemampuan untuk merangsang perilaku individu
itu sendiri menurut perspektif orang lain dalam suatu peran yang berhubungan
dengan itu.
b) Fase Pertandingan
Fase pertandingan yang terjadi setelah pengalaman sosial individu-
berkembang. Tahap pertandingan ini dapat dapat dibedakan dari tahap
bermain dengan adanya suatu tingkat organisasi yang lebih tinggi. Konsep
diri individu terdiri dari kesadaran subjektif individu terhadap perannya
yang khusus dalam kegiatan bersama itu, termasuk persepsi-persepsi
tentang harapan dan respons dari yang lain.
c) Fase Mengambil Peran
Fase mengambil peran (generalized other), yaitu ketika individu
mengontrol perilakunya sendiri menurut peran-peran umum bersifat
impersonal. Menurut Mead, generalized other itu bisa mengatasi
kelompok atau komunitas tertentu secara transenden atau juga mengatasi
batas-batas kemasyarakatan.

5) Masyarakat
Pada tingkatan paling umum, Mead menggunakan istilah masyarakat
(society) yang berarti proses sosial diri tanpa henti yang mendahului pikiran
dan diri. Masyarakat penting peranannya dalam membentuk pikiran dan diri,
ditingkat lain, Menurut Mead, Masyarakat mencerminkan sekumpulan
tanggapan terorganisir yang diambil oleh individu dalam bentuk “aku” (me).
Konsep Mead tentang masyarakat juga menekankan pada kekhususan model
praktis manusia, di mana tanganlah yang menjembatani interaksi manusia
dengan dunia interaksi antara manusia dengan manusia lain, ia menekankan
adanya keterkaitan antara pengalaman praktis yang dijembatani oleh tangan.
Pembicaraan dan tangan secara bersama-sama berperan dalam pengembangan
manusia sosial.
d. Makna dalam Perspektif Interaksi Simbolik
Mead memandang realitas sosial dengan kacamata psikologi sosial sebagai
sesuatu proses yang dinamis, bukan statis. Manusia maupun aturan sosial dalam

32
proses “akan jadi”, bukan sebagai fakta yang sudah lengkap dan terminasi. Mead
meneliti bagaimana proses individu menjadi anggota organisasi (masyarakat). Mead
mengawalinya dengan diri (self) yang menjalani internalisasi atau interpretasi
subjektif atas realitas struktur yang lebih luas. “Diri” ini berkembang ketika orang
belajar “mengambil peran orang lain” atau masuk dalam pertandingan (games)
ketimbang permainan (play). Manusia disamping itu mampu memahami orang lain-
yang memahami diri sendiri. Hal ini ditunjang oleh penguasan bahasa sebagai simbol
dan isyarat terpenting, karena bahasa dan isyarat itu orang bisa melakukan interaksi
simbolik dengan dirinya sendiri.
Berikut ini paparan mengenai Interaksi simbolik yang dikemukakan oleh Herbert
Blumer yang telah mengadopsi konsep-konsep dari Mead.
1) Pesan: Dasar Dari Realitas Sosial (Meaning : The Construction Of Social
Reality)
Teori pertama Blumer menyatakan bahwa “individu berperilaku kepada
masyarakat atau objek berdasarkan apa yang mereka pahami secara mendasar
mengenai masyarakat atau objek tersebut.” Individu bertindak sesuai dengan apa
yang dia maknai dalam sebuah situasi yang sedang ia hadapi. Dalam kasus ini
persepsi atau anggapan yang kita hasilkan mengenai seseorang, situasi dan objek
lah yang membentuk pola perilaku kita dalam realitas sosial yang terjadi.
2) Bahasa: Sumber Dari Makna/Pesan (Language : The Source Of Meaning)
Teori kedua Blumer menyatakan bahwa “makna tumbuh melalui interaksi
sosial antara satu sama lain atau antara individu yang satu dengan individu yang
lain”.Pada poin ini bahasa memiliki peran yang sangat besar dalam memaknai
berbagai hal seperti orang, benda maupun situasi. Bahasa merupakan sumber
dari makna yang disampaikan oleh seseorang terhadap sesuatu hal yang terjadi
atau yang ada dihadapannya, walaupun bahasa tidak sepenuhnya dapat
memaknai realitas yang sebenarnya namun setidaknya bahasa dapat menjadi
wakil dari realitas itu sendiri.
3) Berpikir: Proses Pengambilan Peran Orang Lain. (Thought : The Process Of
Taking The Role Of Other)
Teori ketiga Blummer menyatakan bahwa “interpretasi individu mengenai
simbol dibentuk oleh pemikirannya sendiri”. Blumer dalam teorinya yang ketiga

33
menggambarkan manusia sebagai individu yang memiliki kapasitas untuk
“mengambil peran dari orang lain” yang berarti proses dimana kita secara sadar
menilai diri sendiri melalui pandangan orang lain.
Kita menciptakan sebuah standar yang harus dicapai oleh diri kita sendiri
yaitu kesuksesan, kebahagiaan, dan lain lain. Dan dalam tahap tertentu kita
berusaha membayangkan apa yang orang lain pikirkan jika melihat diri kita,
sukseskah kita dimata mereka? Bahagiakah kita? normalkah? dan sebagainya.
Proses tersebut ikut membentuk konsep mengenai diri individu.
4) The Self: Bayangan Di Cermin (The-Self : Reflection In A Looking Glass)
Konsep Mead menyatakan bahwa “kita melukis potret diri kita dengan sapuan
kuas yang datang dari mengambil peran orang lain, membayangkan bagaimana
kita melihat orang lain”.
Dalam pernyataan di atas tegaskan bahwa konsep diri tidak semata-mata ada
begitu saja atau bawaan lahir melainkan sebuah konsep yang dihasilkan oleh
masyarakat sosial sebagai hasil dari interaksinya terhadap lingkungan.
5) Komunitas: Mensosialisasikan Efek Dari Harapan Orang Lain (Community: The
Socializing Effect of Others Expectations)
Dalam kehidupan kita sehari-hari, kita tidak hanya terhubung dengan orang-
orang terdekat kita saja. Namun, kehidupan kita mencakup dunia yang lebih luas
seperti dunia akademik, professional, dan lain lain, dimana kita diharuskan untuk
bisa berinteraksi dengan semua orang yang ada.
e. Fungsi Interaksi Simbolik
Mead memisahkan 6 penggunaan interaksi simbolik, yaitu:
1) Membentuk Realitas/ Creating Reality
2) Meaningfull Research.
3) Generalized Other.
4) Penamaan/ Naming .
5) Self-Fulfilling Prophecy.
6) Manipulasi Simbol/ Symbol Manipulation.
f. Metodologi Yang Digunakan Dalam Interaksi Simbolik
Interaksionisme simbolik menganalisis manusia dari aspek perilaku
tersembunyi, yaitu proses mental yang namanya berpikir. Karenanya untuk

34
menganalisis realitas yang tersembunyi, dan kedalaman data, yang paling sesuai
dan tepat adalah metodologi kualitatif.

Sedangkan dari aspek ontologinya (the nature of reality) mendasarkan pada


paradigma construtivism ataupun relativism mengasumsikan, realitas itu merupakan
hasil konstruksi mental dari individu-individu pelaku sosial, karenanya realitas itu
dipahami secara beragam oleh setiap individu. Adapun Prinsip metodologi-

interaksionisme simbolik ini sebagai berikut:

1) Simbol dan interaksi itu menyatu. Tak cukup bila kita hanya merekam fakta.
Kita juga harus mencari yang lebih jauh dari itu, yakni mencari konteks sehingga
dapat ditangkap simbol dan makna sebenarnya.
2) Karena simbol dan makna itu tak lepas dari sikap pribadi, maka jati diri subjek
perlu “ditangkap’. Pemahaman mengenai konsep jati diri subjek yang demikian
itu adalah penting.
3) Peneliti harus sekaligus mengaitkan antara simbol dan jati diri dengan
lingkungan yang menjadi hubungan sosialnya, dan lainnya.
4) Hendaknya direkam situasi yang menggambarkan simbol dan maknanya, bukan
hanya merekam fakta sensual.
5) Metode-metode yang digunakan hendaknya mampu merefleksikan bentuk
perilaku dan prosesnya.
6) Metode yang dipakai hendaknya mampu menangkap makna dibalik interaksi.
7) Sensitizing yaitu sekedar mengarahkan pemikiran itu yang cocok dengan
interaksionisme simbolik, dan ketika mulai memasuki lapangan perlu
dirumuskan menjadi yang lebih operasional, menjadi scientific concept.

Interaksionisme simbolik yang diketengahkan oleh Blumer mengandung sejumlah


root images atau ide-ide dasar, yaitu:

1) Masyarakat terdiri dari manusia yang berinteraksi. Komunikasi dalam transaksi


jual beli ternak ini didalamnya terdapat aktifitas yang dilakukan oleh penjual dan
pembeli ternak sehingga interaksi terjalin melalui wujud yang berbentuk
simbolik.
2) Interaksi terdiri dari berbagai kegiatan manusia yang berhubungan dengan

35
kegiatan manusia lain. Interaksi-interaksi non simbolik mencakup stimulus-
respon yang sederhana dan interaksi simbolik mencakup penafsiran tindakan.
Komunikasi dalam transaksi jual beli ternak yang dilakukan oleh penjual dan
pembeli adalah hasil dari stimulus dan respon dari kedua belah pihak (penjual
dan pembeli).
3) Objek-objek tidak mempunyai makna intrinsik yaitu makna lebih yang
merupakan produk dari interaksi simbolik
4) Manusia tidak hanya mengenal objek eksternal, mereka dapat melihat
dirinya sebagai objek.
5) Tindakan manusia adalah interpretatif yang diikat oleh manusia itu sendiri.
6) Tindakan tersebut saling dikaitkan dan disesuaikan oleh anggota-anggota
kelompok. Ini merupakan tindakan bersama. Sebagian besar tindakan
bersama tersebut dilakukan secara berulang-ulang dan dalam kondisi yang
stabil. Dan disaat lain mereka bisa melahirkan suatu kebudayaan (Poloma,
2004: 264-266).
5. Budaya
Budaya didefinisikan sebagai mekanisme untuk berhubungan dengan orang lain
lewat kepercayaan, kebebasan dan hubungan sosial yang mengalir dan tidak pernah
statis pada setiap titik waktu dan ruang. (Mukherjee, 2016 : 55). Menurut Taylor
(dalam Tilaar, 2002: 37) budaya atau peradaban adalah suatu keseluruhan yang
kompleks dari pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat istiadat, serta
kemampuan-kemampuan dan kebiasaan lainnya yang diperoleh manusia sebagai
anggota masyarakat. Menurut Kasmun Saparaus didalam Widodo Muktiyo, kajian
budaya meliputi penyelidikan tata cara budaya yang dihasilkan melalui sebuah
perjuangan diantara ideologi-ideologi. Para pakar kajian budaya mendefiniskan
budaya dalam dua cara yaitu: 1). Budaya adalah ide dasar sebuah masyarakat atau
kelompok tentram, ideologinya, atau cara kolektif dimana sebuah kelompok
memahami perasaannya; 2). Budaya adalah praktik atau keseluruhan cara hidup
dari sebuah kelompok –apa yang individu lakukan secara materi dari hari ke hari.
Dua pengertian budaya tersebut tidak benar-benar terpisah karena ideologi sebuah
kelompok diproduksi dan direproduksi dalam praktiknya. Pada kenyataannya, para

36
ahli lebih memperhatikan hubungan antara tindakan dari institusi masyarakat,
seperti halnya media dan budaya. (Widodo Muktiyo,2011 : 43).
Menurut Widodo Muktiyo et al dalam bukunya yang berjudul “Media
Komunikasi Representasi Budaya dan Kekuasaan”, dalam sejarah
perkembangannya instrumentasi komunikasi berjalan dan melalui berbagai bentuk.
Manusia mengembangkan simbol dan lambang, yang secara evolutif membentuk
sistem simbol terpenting sebagai bahasa lisan, bergerak pada upaya yang
mengubahnya kedalam bentuk tulisan, serta ke dalam sistem produksi pesan yang
bersifat massal sampai pada pengembangan bentuk elektronik dan terintegrasi ke
dalam capaian teknologi informatika. Di berbagai kultur, kita menyaksikan adanya
berbagai jenis bahasa yang secara distingtif membedakan bahasa dari masyarakat
yang berbeda misalnya didalam lingkup bangsa Indonesia saja, ada bahasa Jawa,
Sunda, Bugis, Melayu, Bali, Dayak, Betawi, Madura, Minang, Batak dan
sebagainya. Simbol dan bahasa merupakan kreasi manusia yang menentukan
kualitas hubungan yang mereka kembangkan dalam suatu pola dan hubungan yang
lebih jelas. Untuk berbagai situasi, manusia mampu menciptakan simbol dan bahasa
secara verbal, sedangkan disisi lain, secara non verbal. (2016 : 11-12).
Menurut Kroeber dan Kluckhohn definisi kebudayaan dapat digolongkan
menjadi 7 hal, yaitu: Pertama, kebudayaan sebagai keseluruhan hidup manusia
yang kompleks, meliputi hukum, seni, moral, adat istiadat, dan segala kecakapan
lain, yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat. Kedua, menekankan
sejarah kebudayaan, yang memandang kebudayaan sebagai warisan tradisi. Ketiga,
menekankan kebudayaan yang bersifat normatif, yaitu kebudayaan dianggap
sebagai cara dan aturan hidup manusia, seperti cita-cita, nilai, dan tingkah laku.
Keempat, pendekatan kebudayaan dari aspek psikologis, kebudayaan sebagai
langkah penyesuaian diri manusia kepada lingkungan sekitarnya. Kelima,
kebudayaan dipandang sebagai struktur, yang membicarakan pola-pola dan
organisasi kebudayaan serta fungsinya. Keenam, kebudayaan sebagai hasil
perbuatan atau kecerdasan. Ketujuh, definisi kebudayaan yang tidak lengkap dan
kurang bersistem. (Alisjahbana, 1986: 207-208).
6. Tradisi

37
Tradisi merupakan suatu proses kebiasaan yang terjadi secara turun temurun dan
menjelaskan bagaimana kebudayaan masyarakat terbentuk. Adat istiadat atau
tradisi yang mengatur kehidupan suatu masyarakat merupakan suatu aturan yang
sudah mantap dan mencakup segala konsepsi sistem budaya dari suatu kebudayaan
untuk mengatur tindakan atau perbuatan manusia dalam kehidupan sosial. (Suyono,
1985 : 4).
Menurut Esten (1993 : 11), tradisi adalah kebiasaan turun temurun sekelompok
masyarakat yang berdasarkan nilai-nilai budaya masyarakat yang bersangkutan.
Tradisi memperlihatkan bagaimana anggota masyarakat bertingkah laku, baik
dalam kehidupan yang bersifat manusiawi maupun terhadap hal-hal yang bersifat
gaib atau keagamaan. Tradisi atau lebih dikenal dengan istilah kebiasaan dalam
pengertian yang paling sederhana adalah sesuatu yang telah dilakukan untuk sejak
lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat.
7. Tradisi Marosok
a. Tradisi Marosok secara umum
Kata “Marosok” didalam bahasa Minangkabau berarti meraba. Tradisi
Marosok merupakan cara bertransaksi tanpa berbicara yang dilakukan pedagang
sapi di Minangkabau secara turun temurun. Berbeda pada transaksi antara penjual
dan pembeli pada biasanya, tradisi marosok dilakukan dengan menggunakan sandi
jari tangan dan ditutup sarung agar kerahasiaan terjaga dari pedagang dan pembeli
ternak lainnya. Banyak cara yang memanfaatkan alat canggih seperti internet,
telepon genggam dan iklan di kantor yang dilakukan banyak orang sekarang ini,
justru tradisi ini tetap bertahan sampai sekarang ini dan mungkin menjadi cara jual
beli yang terunik di dunia.
Transaksi menggunakan tradisi marosok tidak diumumkan dengan suara
ataupun terbuka. Cukup dilakukan berdua antara penjual dan pembeli dengan
menggunakan bahasa isyarat tanpa berbicara. Pedagang dan pembeli cukup
bersalaman dan memainkan masing-masing jari tangan untuk bertransaksi dengan
kedua tangan yang berjabat selalu ditutupi oleh benda lain seperti sarung, baju
atau topi. Terkadang dibalas dengan anggukan dan gelengan kedua belah pihak
tanda setuju atau tidaknya sebuah penawaran yang diberikan sehingga calon
pembeli lain tidak mengetahui nilai yang ditawarkan.

38
Pedagang dan pembeli tawar menawar sapi dengan menggunakan kode jari-jari
tangan tertentu. Sewaktu tawar menawar berlangsung penjual dan pembeli saling
menggenggam, memegang jari, menggoyangkan ke kiri dan ke kanan. Jika
transaksi berhasil setiap tangan saling melepaskan. Sebaliknya jika harga yang
ditawarkan belum cocok, tangan tetap menggenggam erat seraya menawarkan
harga baru yang bisa disepakati.
Dalam marosok setiap jari melambangkan angka puluhan, ratusan, ribuan
bahkan jutaan rupiah. Tujuan dari transaksi ini dilakukan agar tidak terjadi
persaingan harga yang ditawarkan pembeli lain yang menyukai ternak yang sama.
Disamping itu beberapa penjual juga berpendapat tradisi marosok ini tersimpan
sebuah filosofi rasa saling menghargai antar sesama, bukan permasalahan
uang. Tak ada yang mengetahui secara pasti kapan tradisi marosok pertama
kali dilakukan dan didaerah mana pertama kali tradisi ini berlangsung.
Sejumlah pedagang ternak hanya mengakui tradisi ini sudah dimulai sejak
zaman raja-raja Minangkabau dan diterima secara turun temurun.
B. Penelitian yang Relevan

Penelitian-penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya berkaitan dengan


Interaksionisme Simbolik dalam tradisi “marosok” di pasar ternak Kota
Payakumbuh belum pernah dilakukan. Penelitian yang pernah dilakukan
sebelumnya berkaitan dengan tradisi “marosok” sudah ada namun dari penelitian
terdahulu penelitian ini berbeda dari sudut pandang penelitiannya dan penelitian ini
dimaksudkan untuk menyempurnakan dan melanjutkan penelitian terdahulunya.
Adapun penelitian terdahulu dari tradisi “marosok” serta hasil penelitian yang bisa
menjadi referensi dari penelitian ini antara lain:

1. Komunikasi Non Verbal Dalam Pekan Ternak “Marosok” di Payakumbuh,


Provinsi Sumatera Barat, oleh : M. Akbar Fahlevi Hsb, 2015, Jurnal –
fakultas Komunikasi Bisnis Universitas Telkom Bandung.
Bila dilihat dari aktifitas dan kegiatan yang dilakukan, informan penjual dan
pembeli tetap mengaplikasikan aturan dalam budaya “marosok”. Kegiatan-
kegiatan tersebut merupakan rutinitas dalam proses transaksi. Sementara itu
menurut informan pakar budaya, dalam proses kegiatan ini sangat efektif

39
digunakan dan mereka menjelaskan cara transanksi komunikasi non verbal
dalam budaya “marosok”. Perantara dalam komunikasi non verbal yang terjadi
merupakan perantara orang ketiga atau kata “Toke‟ yang digunakan sebagai
perantara. Perantara orang ketiga tersebut yang berada disekitar ketika proses
komunikasi tersebut berlangsung. Informan yang penjual dan pembeli
menggunakan perantara pada saat berkomunikasi dalam proses transaksi budaya
“marosok”.
Sementara informan pakar budaya tidak menggunakan perantara karena
mereka tidak terlibat langsung dalam proses transaksi budaya “marosok”.
Hambatan komunikasi yang terjadi informan penjual menjelaskan tentang pembeli
yang belum mengerti budaya “marosok”. Sehingga dalam porses transaksi memiliki
hambatan. Berbeda dengan informan pembeli mengatakan tidak ada hambatan yang
di alaminya dalam budaya “marosok”. Menurut kedua informan pakar budaya
proses transaksi komunikasi non verbal yang diketahui hanya penjual dan pembeli
adalah sebuah hambatan, karena tidak ada persaingan atau kompetisi terbuka. Dari
pembeli satu ke pembeli yang lain tidak mengetahui harga sapi mana yang murah
atau mahal. Hal ini membuat para pembeli kebingungan, kalaupun pembeli sudah
mengetahui harga sapi yang dijual pastinya membutuhkan waktu yang lama.
Apalagi untuk pembeli yang belum mengetahui cara transaksi tersebut.
2. Interaksi Simbolis Masyarakat Dalam Memaknai Kesenian Jathilan, oleh :
Noor Haliemah, 2016. Skripsi – Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Masyarakat menerima dengan baik kehadiran kesenian jathilan di tengah-tengah


mereka karena membawa dampak positif bagi masyarakat. Kesenian jathilan di
Padukuhan Mendak juga mendapat dukungan dari pemerintah setempat.
Masyarakat juga memaknai adegan ndadi dari gerakan - gerakan penari jathilan
saat kerasukan roh halus. Kesenian jathilan dahulu menyajikan alur cerita di setiap
pertunjukannya dan jika pertunjukan tersebut hanya untuk hiburan, maka para
pelaku kesenian jathilan hanya berpura-pura melakukan adegan ndadi. Simbol-
simbol yang terdapat dalam kesenian jathilan yaitu terlihat dari unsur-unsur
kesenian jathilan. Kesenian jathilan dahulu adalah kesenian jathilan klasik yang
hanya menggunakan gendang untuk pengiringnya, sedangkan kesenian jathilan di

40
padukuhan Mendak tergolong kesenian jathilan modern karena menggunakan alat-
alat musik modern dan lagu-lagu yang dibawakan mengikuti tren sekarang.
Para pelaku kesenian jathilan sangat bertanggungjawab dan menerima segala
konsekuensi ketika telah memutuskan bergabung dalam kelompok jathilan Sekar
Manunggal Mudho. Sedangkan ketika berada di luar panggung pertunjukan, para
pelaku kesenian jathilan memposisikan dirinya sebagai anggota masyarakat dan
menjalin komunikasi yang baik dengan masyarakat. Pihak internal kelompok
jathilan Sekar Manunggal Mudho selalu mengikutsertakan pihak keluarga dan
masyarakat setempat dalam setiap pengambilan keputusan. Meskipun terdapat
kelompok masyarakat yang pro dan kontra terhadap kesenian jathilan, namun tidak
menyebabkan perpecahan diantara masyarakat. Masyarakat padukuhan Mendak
selalu mengutamakan sikap saling menghargai. Interaksi simbolis masyarakat
padukuhan Mendak dalam memaknai kesenian jathilan Sekar Manunggal Mudho
menunjukkan hasil bahwa fungsi kesenian jathilan yang pada jaman dahulu
digunakan untuk ritual, kini telah mengalami perubahan demi tuntutan kebutuhan
pasar. Kesenian jathilan di Padukuhan Mendak merupakan kesenian jathilan
modern dan memiliki nilai ekonomi bagi masyarakat. Beberapa simbol-simbol lama
dari kesenian jathilan mengalami pergeseran hingga kesenian jathilan di
Padukuhan Mendak berfungsi sebagai hiburan semata.
3. Representasi Makna Simbolik Dalam Ritual Perahu Tradisional Sandeq Suku
Mandar di Sulawesi Barat, oleh : Muhammad Amrullah, 2015, Skripsi –
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanudin Makassar.
Didalam proses ritual ini menyirat banyak pesan dan makna yang
direpresentasikan melalui pesan verbal maupun simbolisasi dalam wujud perilaku
maupun simbol - simbol nonverbal. Dalam pelaksanaan ritual, penggunaan simbol
verbal dapat dilihat dari penggunaan mantra-mantra dan do’a ritual. Simbol verbal
dalam pemakaiannya menggunakan bahasa, bahasa sendiri dapat didefinisikan
sebagai seperangkat kata yang telah disusun secara berstruktur sehingga menjadi
himpunan kalimat yang mengandung arti. Seluruh mantra yang digunakan dalam
ritual menggunakan bahasa daerah setempat yaitu bahasa Mandar.
Selain itu, semua mantra juga mendapat pengaruh besar dari agama islam
sehingga dalam penggunaannya banyak diadopsi dari Al-Quran dan bercorak

41
islami. Pesan-pesan verbal dalam ritual tidak dapat diartikan secara langsung
dengan mendengar atau mengetahui mantra tersebut, namun perlu dipelajari makna
konotasi dari mantra tersebut. Makna konotatif merupakan makna-makna kultural
yang melekat pada sebuah terminologi (Kriyantono, 2006:270). Makna tersebut
muncul dari hubungan khusus antar kata (sebagai simbol verbal) dan manusia.
Makna tidak melekat pada kata-kata, namun kata - kata membangkitkan makna
dalam pikiran orang. Jadi tidak ada hubungan langsung antara subjek dengan
simbol yang digunakan untuk mempresentasikan sesuatu.
Namun untuk memahami makna tersebut haruslah memiliki latarbelakang
pengetahuan dan budaya yang sama pula. Selain pesan verbal, pelaksanaan ritual
juga dilengkapi dengan benda - benda simbolik atau perilaku nonverbal lainnya
yang tentunya memilki makna makna khusus yang disampaikan. Hal ini terangkum
dalam praktek penggunaan ussul oleh nelayan Mandar. Ussul sendiri dapat
dipahami sebagai kemampuan berkomunikasi non verbal oleh para nelayan Mandar
secara alami, dalam artian diperoleh dari kreatifitas berfikir dan belajar melalui
lingkungan dan alam. Menurut Alimuddin (2003 : 105), ussul lebih bersifat
pengharapan atau motivasi keberhasilan.
Pada perahu sandeq, hal ini diwujudkan dalam bentuk simbolisasi pada bagian-
bagian perahu, maupun pemaknaan terhadap benda dan perilaku. Ussul adalah
pengetahuan, pemaknaan, dan praktek - bentuk simbolisasi yang dibuat. Proses
komunikasi dalam ritual ini bersifat vertikal - horizontal dalam artian selain
memberi pesan bagi sesama juga mengandung do’a atau pengharapan kepada
Tuhan Yang Maha Kuasa. Prosesi ritual merupakan sarana atau media komunikasi
para posasiq dengan kekuatan alam semesta atau Tuhannya.
4. Kebaruan Penelitian Peneliti
Persamaan penelitian ini dengan penelitian peneliti adalah dari tiga penelitian
terdahulu, dua penelitian sama-sama menggunakan teori interaksionisme simbolik
dan sama-sama mengangkat tentang tradisi yang didaerah yang ada di Indonesia.
Khusus untuk penelitian terdahulu yang pertama, penelitian peneliti ini sama-sama
mengangkat tentang tradisi “marosok” dipasar ternak Kota Payakumbuh.
Perbedaan penelitian peneliti dengan penelitian terdahulu lainnya adalah peneliti
lebih menekankan kepada aspek komunikasi serta makna simbol-simbol yang

42
digunakan pada saat bertransaksi jual beli ternak. Sedangkan penelitian terdahulu
membahas tentang makna-makna simbolik yang ada didalam suatu tradisi. Khusus
untuk penelitian terdahulu yang pertama, perbedaan penelitian peneliti dengan
penelitian tersebut yaitu dalam penelitian terdahulu, M. Akbar Fahlevi hanya ingin
membuktikan apakah tradisi “marosok” masih digunakan di zaman modern seperti
sekarang ini atau tidak. Dan penelitian juga membahas hanya sebatas proses
komunikasi non verbal secara umum saja tanpa menjabarkan lebih detail simbol-
simbol yang digunakan. Berbeda dengan penelitian terdahulunya, penelitian ini
meneliti lebih dalam mengenai tradisi “marosok”. Mulai dari komunikasi verbal,
komunikasi non verbal, perilaku pelaku jual beli, serta faktor-faktor pendukung
tradisi “marosok” sehingga bisa bertahan hingga saat ini. Disamping itu peneliti juga
mendetailkan apa saja makna-makna simbol yang digunakan didalam bertransaksi
menggunakan tradisi “marosok”.
C. Kerangka Berpikir
Penelitian ini mencoba menggambarkan bagaimana pola komunikasi
interpersonal antara penjual dan pembeli sapi dipasar ternak Payakumbuh serta
interaksionisme simbolik terhadap tradisi “marosok” dalam mempertahankan
budaya lokal sebagai identitas masyarakat Minangkabau.
Berdasarkan uraian tersebut maka kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat
digambarkan sebagai berikut:

43
Tradisi Marosok di Faktor-faktor
Pasar Ternak Kota Pendukung didalam
Payakumbuh tradisi “marosok”

Interaksionisme
Simbolik

Simbol
Gesture Diri
Signifikan

Verbal Gerak Tubuh Me


Verbal

Makna-makna simbol
pada tradisi “marosok”

44
Gambar 2. Kerangka Pemikiran

45

Anda mungkin juga menyukai