Anda di halaman 1dari 11

2.

1 Komunikasi

2.1.1 Pengertian Komunikasi

Komunikasi adalah proses pernyataan antar manusia, dan yang dinyatakannya ituadalah pikiran
atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan bahasa sebagai penyalurnya.
Dalam arti kata bahwa komunikasi itu minimal harus mengandung kesamaan makna antara dua
pihak yang terlibat. Dikatakan minimal karena kegiatan komunikasi tidak hanya informatif, yakni
agar orang lain mengerti dan tahu, tetapi juga persuasif, yaitu agar orang lain bersedia
menerima suatu paham atau keyakinan, melakukan suatu perbuatan atau kegiatan (Effendi dan
Onong, 2003).

Komunikasi adalah proses berbagi makna melalui perilaku verbal dan nonverbal. Segala perilaku
dapat disebut komunikasi jika melibatkan dua orang atau lebih. Komunikasi terjadi jika
setidaknya suatu sumber membangkitkan respons pada penerima melalui penyampaian suatu
pesan dalam bentuk tanda atau symbol, baik bentuk verbal (kata-kata) atau bentuk nonverbal
(non kata-kata), tanpa harus memastikan terlebih dulu bahwa kedua pihak yang berkomunikasi
punya suatu system symbol yang sama. Dijelaskan oleh Kuswarno (2008; 22) interaksi simbolik
adalah interaksi yang dilakukan antar individu itu berlangsung secara sadar dan berkaitan
dengan gerak tubuh, vocal, suara dan ekspresi tubuh, yang kesemuanya itu mempunyai maksud
dan disebut dengan symbol. Kismiyati dan Wahyudin (2010; 45), menambahkan bahwa secara
elementer komunikasi berarti proses penyampaian pesan atau pernyataan seseorang kepada
orang lain, atau oleh seorang komunikator kepada komunikan

Dengan demikian komunikasi terjadi apabila terdapat kesamaan makna mengenai suatu pesan
yang disampaikan oleh komunikator dan diterima oleh komunikan. Jika tidak terjadi kesamaan
makna antara komunikator dan komunikan, dengan kata lain jika komunikan tidak mengerti
pesan yang tidak diterimanya, maka komunikasi tidak terjadi. Dalam rumusan lain, situasi tidak
komunikatif. Menurut Fisher dalam Arifin, Anwar (1995), menyatakan bahwa tidak ada
persoalan sosial dari waktu yang tidak melibatkan komunikasi.
Pada dasarnya komunikasi berlangsung apabila terjadi kesamaan makna dalam pesan yang
diterima oleh komunikan. Dengan perkataan lain, komunikasi adalah proses membuat sebuah
pesan setala (tuned) bagi komunikator dan komunikan.

Sejak manusia dilahirkan komunikasi telah menjadi bagian dari kehidupannya. Salah satu bentuk
komunikasi yang kita alami pada awal pertama kehidupan adalah komunikasi interpersonal,
Tangisan tersebut merupakan bentuk komunikasi non-verbal yang memberikan informasi
kepada kita bahwa ia telah lahir dengan selamat.

2.1.2 Pengertian Komunikasi Interpersonal

Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal dari kata latin
communicatio, dan bersumber dari kata communis yang berarti sama. Sama di sini maksudnya
adalah sama makna. Komunikasi adalah proses pernyataan antar manusia, dan yang
dinyatakannya itu adalah pikiran atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan
menggunakan bahasa sebagai penyalurnya. Dalam arti kata bahwa komunikasi itu minimal
harus mengandung kesamaan makna antara dua pihak yang terlibat. Dikatakan minimal karena
kegiatan komunikasi tidak hanya informatif, yakni agar orang lain mengerti dan tahu, tetapi juga
persuasif, yaitu agar orang lain bersedia menerima suatu paham atau keyakinan, melakukan
suatu perbuatan atau kegiatan (Effendi dan Onong, 2003).

Memahami komunikasi interpersonal biasanya dipergunakan antara dua orang atau lebih,
dalam kondisi tatap muka. Untuk dapat memperoleh komunikasi interpersonal yang efektif,
perlu dipahami proses komunikasi interpersonal, metode, komponen pendukung sebuah
komunikasi. Beragamnya pola kehidupan manusia mulai dari cara berpikir, sifat-sifat serta
budayanya ini semua menyebabkan beragamnya tipe atau jenis komunikasi interpersonal.
Dalam komunikasi interpersonal hanya melibatkan beberapa orang saja.

Secara sederhana komunikasi interpersonal dapat didefinisikan sebagai pertukaran informasi


antar manusia secara verbal atau non-verbal dengan tujuan berbagi informasi dan
mendapatkan umpan balik (Roem dan Siwi, 2006).

2.1.3 Fungsi Komunikasi Interpersonal


Dilakukannya komunikasi adalah untuk menyampaikan informasi, dan sebaliknya untuk
memperoleh informasi. Ada beberapa fungsi komunikasi interpersonal sebagai berikut:

1. Menambah informasi (gaining information)

Dengan mengenal seseorang lebih dekat maka diperoleh informasi lebih banyak tentang orang
tersebut, baik secara pasif (dengan cara mengamati orang tersebut); dapat pula secara aktif
(dengan bantuan orang lain); atau secara interaktif (adanya keterbukaan diri orang tersebut)

2. Membangun sebuah pengertian (building a context of understanding)

Dengan menggunakan komunikasi personal akan lebih dapat memahami apa yang disampaikan
oleh seseorang. Dalam situasi dan kaitan masalah yang berbeda, sebuah ‘kata’ yang diucapkan
dapat memiliki banyak arti atau makna. Komunikasi interpersonal membantu untuk dapat
memahami lebih baik.

3. Membentuk identitas (establishing identity)

‘Peran’ dan penampilan seseorang terbentuk karena pergaulan di lingkungan sekelilingnya.


Peran dalam sebuah komunikasi interpersonal akan membentuk identitas diri seseorang,
termasu didalamnya wajah atau penampilannya, yang menunjukkan citra dirinya.

4. Memperoleh kebutuhan pribadi (interpersonal needs)

Seseorang terlibat dalam komunikasi interpersonal, sebenarnya lebih didorong oleh


keinginannya untuk mengekspresikan diri dan mendapatkan pemenuhan individunya.

2.1.4 Ciri-Ciri Komunikasi Interpersonal


Komunikasi interpersonal bersifat dialogis, dalam arti arus balik antara komunikator dengan
komunikan terjadi langsung, sehingga pada saat itu juga komunikator dapat mengetahui secara
langsung tanggapan dari komunikan, dan secara pasti akan mengetahui apakah komunikasinya
positif, negatif dan berhasil atau tidak. Apabila tidak berhasil, maka komunikator dapat memberi
kesempatan kepada komunikan untuk bertanya seluas-luasnya.

Menurut Kumar (dalam Wiryanto, 2005: 36) bahwa ciri-ciri komunikasi interpersonal yaitu:

a. Keterbukaan (openess), yaitu kemauan menanggapi dengan senang hati informasi yang
diterima di dalam menghadapi hubungan interpersonal;

b. Empati (empathy), yaitu merasakan apa yang dirasakan orang lain.

c. Dukungan (supportiveness), yaitu situasi yang terbuka untuk mendukung komunikasi


berlangsung efektif.

d. Rasa positif (positivenes), seseorang harus memiliki perasaan positif terhadap dirinya,
mendorong orang lain lebih aktif berpartisipasi, dan menciptakan situasi komunikasi kondusif
untuk interaksi yang efektif.

e. Kesetaraan atau kesamaan (equality), yaitu pengakuan secara diamdiam bahwa kedua belah
pihak menghargai, berguna, dan mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan.

2.1.5 Tipe Pesan Interpersonal

Albert Mehrabain (1972) seorang profesor di bidang komunikasi menyatakan berdasarkan


penelitian yang dilakukannya, hanya 7% dari pesan atau informasi yang terkomunikasikan
melalui saluran/cara verbal; 38% melalui paralanguage yang umumnya melalui penggunaan
suara, sedangkan sebanyak 55% tersampaikan melalui non-verbal. Terdapat dua tipe pesan,
yaitu pesan verbal dan pesan non-verbal.

1. Pesan Verbal

Komunikasi verbal merupakan komunikasi yang disampaikan secara lisan atau tulisan. Untuk
melakukan komunikasi verbal diperlukan sebuah “bahasa” (language). Secara semantik
“bahasa” didefinisikan sebagai sekelompok label yang dipergunakan untuk menyalurkan pikiran,
waktu, dan ruang. Label ini dapat disampaikan dari satu kesatuan ke yang lainnya melalui
berbagai sarana termasuk suara, tulisan dan sebagainya,

2. Pesan Non- verbal

Komunikasi non verbal adalah bentuk komunikasi yang dilakukan tanpa mempergunakan
bahasa. Yang termasuk dalam komunikasi non-verbal adalah ekspresi wajah, tatapan mata, nada
suara, gerakan dan sikap tubuh, juga cara memposisikan diri dalam kelompok. Secara sederhana
komunikasi non verbal dapat diumpamakan sebagai pengiriman dan penerimaan pesan dalam
berbagai cara, tanpa menggunakan kode-kode verbal atau kata-kata.

2.1.6 Jenis Hubungan Komunikasi Interpersonal

Dalam sebuah organisasi, sebuah rapat staf, diskusi tentang proyek, review tentang kinerja
pegawai dapat dianggap sebagai komunikasi interpersonal. Namun komunikasi interpersonal
tidak lagi bersifat interpersonal apabila terlalu banyak orang yang terlibat didalamnya.

Komunikasi ini akan berubah sifat menjadi komunikasi kelompok atau komunikasi publik. Untuk
itulah maka komunikasi interpersonal dapat dipilah-pilah berdasarkan jumlah orang yang
terlibat dalam komunikasi tersebut.

1. Komunikasi dengan diri sendiri (intrapersonal communication). Komunikasi intrapersonal


adalah komunikasi yang terjadi dalam diri masing-masing, Komunikasi ini lebih kepada
mendengarkan suara hati nurani diri.

2. Komunikasi antar manusia (interpersonal communication).

Komunikasi ini adalah komunikasi yang dilakukan antara dua orang atau lebih dan dilakukan
melalui tatap muka, Komunikasi dapat dilakukan secara langsung dan umpan balik terhadap
pesan dapat langsung diterima pada saat itu juga.

3. Komunikasi Kelompok (group communication).


Komunikasi jenis kelompok dilakukan oleh lebih dari dua orang. Kelompok ini dapat berbentuk
kelompok kecil atau kelompok besar. Mereka dikatakan ‘kelompok’ karena mereka berada
dalam ruang yang sama , pada saat yang bersamaan, dan ada satu orang yang berfungsi sebagai
komunikator utama. Kadang-kadang apabila jumlah orang dalam kelompok tersebut terlalu
besar, diperlukan media untuk membantu kelancran komunikasi (contoh : microphone,
proyektor).

4.Komunikasi massa (mass communication).

Komunikasi ini berbeda dengan komunikasi kelompok karena pengirim pesan yang berfungsi
sebagai komunikator utama, yang secara fisik tidak berada dalam ruang yang sama atau tidak
berdekatan secara fisik dengan penerima pesan. Jumlah penerima atau pengirim pesan tidaklah
penting. Karena secara fisik mereka tidak saling melihat, maka adu argumentasi atau pendapat
secara langsung tidak akan terjadi.

2.1.7 Keterampilam Dalam Komunikasi Interpersonal

Komunikasi ini berkaitan dengan pembinaan hubungan antar manusia yang ditandai dengan
kerjasama, kejujuran, ketepatan, keterbukaan, dan saling menghargai. Komunikasi interpersonal
yang efektif dari hanya sekedar berbicara dan mendengarkan. Banyak aspek yang
mempengaruhi pembentukan sebuah hubungan interpersonal, antara lain sebagai berikut:

1. Membuka diri (self disclosure)

Membuka diri merupakan strategi yang berguna untuk berbagi informasi dengan orang lain.
Dengan berbagi informasi maka kedekatan individu dan hubungan interpersonal akan lebih
dekat semakin kuat. Membuka diri biasanya dilakukan pada saat pertama kali bertemu dengan
orang lain.

2. Jendela Johari (Johari Window)

Jendela Johari adalah satu model yang dapat dipergunakan untuk menggambarkan proses
interaksi antar manusia. Model ini dapat membantu untuk memahami proses hubungan
interpersonal termasuk hambatan-hambatan dan peluang yang ada dalam sebuah kelompok.
Jendela Johari merupakan cara untuk melihat bagaimana kepribadian seseorang dinyatakan.

3. Keterampilan Asertif (assertiveness skill)

Keterampilan asertif adalah kemampuan seseorang untuk menyampaikan pemikiran-pemikiran


dan perasaan yang bersifat positif maupun negatif, dengan cara terbuka, jujur, dan langsung.
Dimana harus bertanggung jawab terhadap diri sendiri tanpa menghakimi atau menyalahkan
orang lain, namun memberikan kemampuan untuk berdebat secara konstuktif dan mencari
solusi yang dapat diterima oleh kedua belah pihak. Terdapat enam karakteristik utama dalam
komunikasi asertif, yaitu: tatapan mata (eye contact), bentuk tubuh (body posture), isyarat
(gesture), suara (voice), waktu (timing), isi pembicaraan (content).

4. Konflik inerpersonal

Konflik dapat dinyatakan sebagai sebuah “ekspresi perjuangan” antara dua orang atau kelompok
atau lebih, yang saling berkaitan satu dengan lainnya. Mereka menyadari bahwa mereka tidak
lagi sejalan dan tak mungkin untuk bersama kembali. Konflik merupakan bagian dari hubunugan
interpersonal. Oleh karenanya mengelola konflik merupakan sesuatu yang penting bila
diinginkan hubungan itu akan dapat bertahan lama. Mengelola dan mengendalikan konflik
dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya:

a. Mengevaluasi dan mempertimbangkan pendapat para pihak yang sedang konflik.

b. Mengendalikan agar pihak-pihak yang sedang konflik mau mendengar dan mungkin
menerima pendapat pihak lain, sekalipun tidak menyenangkan.

c. Bertindak netral dan berusaha untuk tidak berpihak.

d. Masing-masing pihak harus berusaha untuk bertindak dan membuat strategi yang berakhir
pada situasi “win-win solution” yang dapat memuaskan semua pihak.

2.8 Keberhasilan Komunikasi Interpersonal

Keberhasilan sebuah komunikasi dapat dilihat dari tiga komponen, yaitu:


1. Outcome

Hasil komunikasi harus diketahui oleh semua pihak sehingga dapat ditntukan apa yang
diinginkan, kapan, serta sumber daya yang diperlukan untuk mencapainya.

2. Sensory Awareness

Penggunaan indera dan kepekaan perlu dilakukan untuk mengetahui apakah telah bergerak
menuju hasil yang diharapkan.

Diperlukan kemampuan untuk merubah hasil dan respon untuk mencapai hasil yang diinginkan.

Sebagai seorang manusia yang memiliki kebutuhan, hubungan personal akan terjadi dan
hubungan baik akan berkembang. Ketertarikan untuk membuka diri dan kepercayaan
memegang peranan yang sangat penting dalam membentuk dan memelihara hubungan sosial
dalam jangka panjang.

2.2 Komunikasi Interprofessional pada Pelayanan Kesehatan

2.2.1 Definisi Komunikasi Interprofessional

Komunikasi Interprofessional dapat diartikan sebagai proses perencanaan, pelaksanaan, dan


mengevaluasi program komunikasi yang ditujukan untuk penyedia layanan kesehatan. Adapun
pengertian lain mengenai komunikasi interprofessional, komunikasi interprofesional adalah
komunikasi yang terjadi antar multidisiplin ilmu mengenai praktik keprofesian yang
berkolaborasi guna meningkatkan kerjasama dan pelayanan kesehatan. Komunikasi
interprofessional adalah bentuk interaksi untuk bertukar pikiran, opini dan informasi yang
melibatkan dua profesi atau lebih dalam upaya untuk menjalin kolaborasi interprofesi.
2.2.2 Tujuan Komunikasi Interprofessional
Komunikasi interprofessional pada pelayanan kesehatan dilakukan oleh tenaga-tenaga medis
seperti: dokter, perawat, ahli gizi, apoteker, dokter spesialis, dll. Adanya komunikasi
interprofessional ialah bertujuan untuk, 1) mewujudkan kesehatan pasien yang lebih baik, 2)
bertukar informasi dan alat medis agar lebih efektif untuk memajukan praktek medis, 3) serta
mengadvokasi untuk penerapan standar baru pelayanan perawatan kesehatan. Dengan adanya
tujuan tersebut diharapkan semua tenaga medis dapat memberikan pelayanan kesehatan dengan
sebaik-baiknya tanpa adanya kesalahan komunikasi antar tenaga medis.

2.2.3 Jenis dan Bentuk Komunikasi Interprofessional

Komunikasi interprofessional dapat terjadi dalam berbagai jenis komunikasi dalam suatu
organisasi pelayanan kesehatan. Jenis komunikasi tersebut dapar berupa; 1) Komunikasi antara
manajer fasilitas kesehatan dengan petugas kesehatan, 2) Komunikasi antara dokter dengan
perawat/bidan, 3) Komunikasi antara dokter dengan dokter, misalnya komunikasi antara dokter
spesialis dengan dokter ruangan atau antar dokter spesialis yang merawat pasien, 4) Komunikasi
antara dokter/bidan/ perawat dengan petugas apotek, 5) Komunikasi antara dokter/ bidan/perawat
dengan petugas administrasi/keuangan, 6) Komunikasi antara dokter/bidan/perawat dengan
petugas pemeriksaan penunjang (radiologi, laboratorium, dan sebagainya).
Selain jenis komunikasi diatas, komunikasi interprofessional memiliki bentuk komunikasi yang
terjadi ketika komunikasi berlangsung. Bentuk komunikasi interprofessional dapat berupa
komunikasi verbal dan komunikasi nonverbal. Contoh komunikasi non-verbal dalam komunikasi
interprofessional dapat berupa rekam medik pasien, resep untuk pasien, dll. Rekam medik pasien
menjadi sumber informasi untuk tenaga medis yang akan manjadi petugas pelayanan perawatan
dikemudian hari. Rekam medis pun bentut komunikasi antar tenaga medis dalam memberikan
pelayanan kesehatan. Sehingga mereka dapat melihat rekam medik terlebih dahulu dan saling
memberikan informasi. Selain itu, resep pun menjadi bentuk komunikasi yang diberikan dokter
untuk pasien mengambil obat di apotek.

2.2.4 Prinsip-prinsip Komunikasi Interprofessional

Komunikasi perlu memperhatikan prinsip-prinsip yang dapat mendukung komunikasi dalam tim,
diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Setiap individu dalam tim memiliki hak untuk mengemukakan dan menjelaskan pendapatnya
atau pandangan mereka untuk melakukan sesuatu tindakan.

2. Pesan yang diberikan, dalam bentuk lisan maupun tulisan, harus dinyatakan dengan
menggunakan bahasa serta ungkapan yang jelas dan mudah dimengerti oleh semua individu
dalam tim tersebut.

3. Setiap individu dalam tim menghindari perselisihan dan pertentangan sesama individu dalam
tim agar komunikasi atau hubungan yang terjalin lebih baik.

2.2.5 Faktor pendukung dan penghambat komunikasi interprofessional

Komunikasi yang efektif perlu didukung oleh faktor-faktor yang dapat meningkatkan keefektifan
dalam berkomunikasi. Menurut Potter & Perry (2005), keefektifan komunikasi dapat didukung
dengan faktor-faktor berikut:

1. Persepsi, dalam berkomunikasi antar profesi perlu berusaha menyetarakan persepsi agar tidak
menimbulkan masalah dala berkomunikasi.

2. Lingkungan yang nyaman untuk berkomunikasi, hindari lingkungan yang dapat menggangu
proses komunikasi menjadi terhambat. Pengetahuan, tingkatan pengetahuan yang berbeda. Hal
ini dapat menimbulkan penyampaian pesan yang tidak jelas serta dapat menimbulkan negative
feedback.

Selain adanya faktor pendukung, adapun faktor penghambat dalam komunikasi interprofessional.
Hambatan tersebut berupa kepemimpinan yang kurang efektif, kurangnya kejelasan atau
kesepakatan mengenai tujuan dan prioritas, konflik interpersonal, persaingan prioritas, perbedaan
konseptual, dan enggan untuk menerima anggota lain. Hambatan tersebut dapat memicu sebuah
masalah dalam komunikasi interprofessional. Masalah yang sering muncul ialah kesalahan
membaca tulisan petugas lain. Atau dapat memiliki persepsi yang berbeda dari tulisan tersebut.
Penulisan yang tidak jelas tersebut dapat menimbulkan suasana kerja menjadi terganggu dan
munculnya perasaan kesal. Masalah lain yang timbul dapat terjadi pada proses pemberian
pelayanan kesehatan bagi pasie yang rawat inap atau rawat jalan.
Masalah yang terjadi dalam komunikasi interprofessional dapat terjadi antar profesi atau sesama
profesi. Contohnya, perawat A telah menyelesaikan tugas shiftnya dan akan segera pulang,
sehingga ia terburu-buru memberikan rekma medik pasien C ke perawat B tanpa adanya
informasi lebih lanjut. Sehingga perawat B merasa bingung untuk melanjutkan shiftnya karena
kurangnya informasi yang jelas mengenai pasien C. Contoh lain, ketika dokter memberikan resep
untuk pasien kepada apoteker, namun karena apoteker tidak terlalu jelas membaca tulisan dokter
ia pun mengganti obat tersebut yang hampir sama dengan yang tertulis di resep. Hal tersebut
dapat merugikan pasien jika obat tersebut tidak cocok dengan pasien tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Arifin A. 1995. Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Effendy, Onong U. 2003. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung: PT Remaja Rosdaka.

Engkus K. Etnografi Komunikasi. 2008. Bandung: Penerbit Widya Padjadjaran.

Kismiyati EK, Uud W. 2010. Filsafat dan Etika Komunikasi. Bandung: Penerbit Widya Padjadjaran.

Potter PA, Perry AG. 2005. Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC.

Roem LS, Siwi UK. 2006. Komunikasi Interpersoal. Modul Diklat Kewidyaiswaraan Berjenjang.
Administrasi Negara Republik Indonesia.

Wiryanto. 2005. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT Grasindo.

Anda mungkin juga menyukai