Anda di halaman 1dari 20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Komunikasi Interpersonal
1. Pengertian Komunikasi
Kata komunikasi (communication) berasal dari bahasa latin communis
yang artinya “sama”, communico, communication, atau communicare yang
berarti “membuat sama” (to make common). Istilah pertama (communis) adalah
istilah yang paling sering sebagai asal usul kata komunikasi, yang merupakan
akar dari kata-kata Latin lainnya yang mirip. Komunikasi menyarankan bahwa
suatu pikiran, suatu makna, atau suatu pesan dianut secara sama1.
Pengertian Komunikasi secara umum adalah proses pengiriman dan
penerimaan pesan atau informasi antara dua individu atau lebih dengan efektif
sehingga dapat dipahami dengan mudah. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, pengertian komunikasi adalah pengiriman dan penerimaan pesan
atau berita dari dua orang atau lebih agar pesan yang dimaksud dapat
dipahami2. Lussier mengemukakan bahwa komunikasi adalah suatu proses
penyampaian pesan dari seseorang pengirim pesan kepada seseorang yang
menerima pesan sehingga saling memahami isi pesan atau adanya saling
pengertian.3 Griffin mendefinisikan komunikasi sebagai proses
penyampaian informasi dari satu orang kepada orang lain. 4 Melalui proses
komunikasi antar individu saling menyesuaikan diri dan memahami makna
dari pesan yang disampaikan melalui peran menyampaikan pesan
(transmitting a message), baik secara verbal atau secara non verbal. Sejalan
dengan pendapat di atas, Hodgetts menyatakan bahwa komunikasi adalah
suatu proses menyampaikan makna atau pesan dari pengirim kepada
penerima. Hal tersebut kadang-kadang dapat dilakukan secara verbal atau
secara tertulis.5 Secara konsepsional komunikasi merupakan suatu proses
1
Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar (PT Remaja Rosda Karya, Bandung,
2005)
2
Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Penerbit Balai Pustaka, 2008)
3
Robert N. Lussier, Human Relations in Organizations (Chicago: McGraw-Hill Co. Inc.,
1996), p. 101.
4
Ricky W. Griffin, Management (Boston: Houghton Mifflin Company, 1987), p. 487
5
Richard M. Hodgetts, Effective Supervision: A Practical Approach (New York:

20
21

menyampaikan makna atau pesan (proses of conveying meanings) yang


terus-menerus yang melibatkan keterampilan mengirim dan menerima
pesan.
Sebagai makhluk sosial, komunikasi merupakan dasar bagi setiap orang
untuk berinteraksi dengan orang lain dan berperan penting dalam kehidupan
sehari-hari. Pada setiap kesempatan dan waktu berinteraksi dengan orang, kita
akan selalu berkomunikasi dengan orang lain dimanapun kita berada.
Komunikasi antar manusia bukan hanya saling berbicara, menyapa ataupun
menulis, komunikasi dimaksudkan tentang bagaimana kita memahami orang
lain sebenarnya sehingga kita bisa saling memahami dan mengerti apa yang
menjadi kebutuhan dan keinginan orang lain kemudian dimanfaatkan untuk
kepentingan bersama.
Menurut Astrid Susanto6 mengemukakan bahwa komunikasi adalah
proses pengoperasian lambang-lambang yang mengandung arti. Lebih lanjut
dijelaskan bahwa komunikasi merupakan proses penyampaian dan pemahaman
dari seseorang kepada orang lain. Dari pendapat tersebut diatas maka dapat
diketahui bahwa komunikasi merupakan proses pengoperasian lambang-
lambang guna berinteraksi atau terjalin hubungan saling pengertian satu sama
lain antara pihak yang berkomunikasi guna tercapainya suatu pemahaman.
Johnson yang menyatakan bahwa, komunikasi itu efektif antara dua
orang apabila penerima menginterpretasikan pesan yang diterimanya
sebagaimana dimaksudkan oleh pengirim informasi. 7 Dalam kenyataannya
komunikasi sering tidak tepat sesuai tujuan (disinterprets the sender's
message). Sumber utama kesalahpahaman dalam komunikasi adalah cara
penerima menangkap makna suatu pesan, yang berbeda dengan maksud
sebenarnya dari pengirim, mungkin pengirim kurang tepat dan kurang
jelas mengkomunikasikan maksud yang sebenarnya. Hodgetts
mengemukakan 5 elemen utama dalam komunikasi yang efektif yaitu 1)
McGraw-Hill Book Company, 1987), p. 175.
6
Astrid Susanto, Komunikasi Massa (Bandung: Bina Cipta, 2010)
7
David W. Johnson, Reaching Out: Interpesonal and Self-actualization (Boston:
Allyn and Bacon, 1993), p. 98.
22

adanya orang yang menyampaikan informasi, 2) adanya alat atau media


untuk menyampaikan pesan, 3) adanya penerima, 4) feed back, dan 5)
lingkungan yang di dalamnya pesan tersebut disampaikan. 8
Untuk mencapai komunikasi yang efektif perlu diperhatikan faktor-
faktor yang memengaruhinya. Adapun faktor-faktor mempegaruhi komunikasi
yang efektif dijelaskan oleh Onong Ichjana Effendy sebagai berikut:
a. Komunikasi Harus Tepat Waktu dan Tepat Sasaran
Ketepatan waktu dalam menyampaikan komunikasi harus betul- betul
diperhatikan, sebab apabila penyampaian komunikasi tersebut terlambat
maka kemungkinan apa yang disampaikan tersebut tidak ada manfaatnya
lagi.
b. Komunikasi Harus Lengkap
Selain komunikasi yang disampaikan harus mudah dimengerti oleh
penerima komunikasi, maka komunikasi tersebut harus lengkap sehingga
tidak menimbulkan keraguan bagi penerima komunikasi. Hal itu perlu
ditekankan, sebab meskipun komunikasi mudah dimengerti tetapi apabila
komunikasi tersebut kurang lengkap, maka hal itu menimbulkan keraguan
bagi penerima komunikasi, sehingga pelaksanaan tidak sesuai denganapa
yang diinginkan.
c. Komunikasi Perlu Memperhatikan Situasi dan Kondisi
Dalam menyampaikan suatu komunikasi, apalagi bilamana komunikasi
yang harus disampaikan tersebut merupakan hal-hal yang penting yang
perlu pengertian secara mendalam, maka faktor situasi dan kondisi yang
tepat perlu diperhatikan. Apabila solusi dan kondisi dirasakan kurang
tepat, bilamana komunikasi yang akan disampaikan tersebut dapat ditunda
maka sebaiknya penyampaian komunikasi tersebut ditangguhkan.
d. Komunikasi Perlu Menghindarkan Kata-kata Yang Tidak baik.
Agar komunikasi yang disampaikan mudah dimengerti dan diindahkan
maka perlu dihindarkan kata-kata yang kurang baik. Dengan kata-kata yang
kurang enak ini dimaksudkan adalah kata- kata yang dapat menyinggung
perasaan penerima informasi, meskipun dalam kamus hal itu tidak salah dn
cukup jelas.
e. Adanya Persuasi Dalam Komunikasi.9

2. Jenis-Jenis Komunikasi
Terdapat beberapa jenis komunikasi yaitu 1) Komunikasi verbal dan non

8
Hodgetts, Op. Cit., pp. 175-176
9
Onong Ichjana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek (Bandung: CV. Remaja
Karya, 1985)
23

verbal. Komunikasi verbal merupakan komunikasi yang digunakan dengan


menggunakan simbol-simbol verbal serta menggunakan kata dari satu maupun
lebih bahasa. Komunikasi verbal tidak hanya berupa lisan saja, namun meliputi
pula komunikasi lisan serta komunikasi tertulis. Komunikasi non verbal ialah
komunikasi yang dilakukan dengan cara menggunakan pesan non verbal untuk
menyampaikan suatu informasi. 2) Komunikasi intrapribadi dan komunikasi
antar pribadi, 3) Komunikasi internal dan eksternal, 4) Komunikasi
berdasarkan jumlah komunikan atau kominikator (komunikasi perorangan dan
kelompok). 5) Komunikasi berdasarkan peranan individu (Komunikasi antar
individu dengan individu lain, jenis komunikasi ini dapat terjadi secara formal,
non formal bahkan informal sekalipun, Komunikasi antar individu dengan
cakupan lingkungan yang lebih luas. Dan Komunikasi antar individu dengan
suatu kelompok atau lebih)10.
3. Pengertian Komunikasi Interpersonal
Komunikasi interpersonal atau antarpribadi (interpersonal
communication) dijelaskan oleh Joseph A. Devito bahwa interpersonal
communication is the process of sending and receiving messages between two
persons, or among a small group of persons, with some effect and some
immediate feedback (komunikasi interpersonal adalah proses pengiriman dan
penerimaan pesan-pesan antara dua orang atau di antara sekelompok kecil
orang-orang dengan beberapa umpan balik seketika)11. Ngalimun menjelaskan
bahwa komunikasi interpersonal adalah proses penyampaian pesan antara dua
orang atau kelompok kecil secara langsung (tanpa medium) baik itu pesan
verbal maupun nonverbal, sehingga mendapatkan umpan balik (feedback)
secara langsung12.

Komunikasi interpersonal paling tidak melibatkan dua orang, setiap


orang terlibat dalam komunikasi interpersonal memfokuskan dan

10
Samsinar, Nur Aisyah Rusnali, Komunikasi Antar Manusia, Komunikasi Intrapribadi,
Antarpribadi, Kelompok/Organisasi (STAIN Watampone, 2007)
11
Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi (Bandung: PT Citra Aditya
Bhakti, 2003), hal 59-60
12
Ngalimun, Komunikasi Interpersonal (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2018), hal 3-4
24

mengirimkan pesan dan juga sekaligus menerima dan memahami pesan.


Pesan dapat berbentuk verbal (seperti kata-kata) atau nonverbal (gerak tubuh,
simbol) atau gabungan antara bentuk verbal dan nonverbal. Komunikasi
verbal sendiri terdiri dari Bahasa lisan (spoken word) dan Bahasa tertulis
(written word) sedangkan komunikasi nonverbal diantaranya meliputi nada
suara (tone of voice), desah (sighs), jeritan (screams), kualitas vocal (vocal
quality), isyarat (gestur), Gerakan (movement), penampilan (appearance), dan
ekspresi wajah (facial expression)13. Selanjutnya dijelaskan, agar komunikasi
interpersonal yang dilakukan menghasilkan hubungan interpersonal yang
efektif dan kerjasama bisa ditingkatkan maka perlu bersikap terbuka, sikap
percaya, sikap mendukung yang medorong timbul sikap saling memahami,
menghargai dan saling mengembangkan kualitas. Komunikasi interpersonal
dinyatakan efektif bila pertemuan komunikasi merupakan hal yang
menyenangkan bagi komunikan14.
Komunikasi interpersonal sangat potensial untuk menjalankan fungsi
instrumental sebagai alat untuk memengaruhi atau membujuk orang lain,
karena kita dapat menggunakan kelima alat indera kita untuk mempertinggi
daya bujuk pesan yang kita komunikasikan kepada komunikan kita. Sebagai
komunikasi yang paling lengkap dan paling sempurna, komunikasi
antarpribadi berperan penting hingga kapanpun, selama manusia masih
mempunyai emosi. Kenyataannya komunikasi tatap-muka ini membuat
manusia merasa lebih akrab dengan sesamanya, berbeda dengan komunikasi
lewat media massa seperti surat kabar, televisi, ataupun lewat teknologi
tercanggihpun15.
Dalam perspektif Islam yang bersumber dari Al-Quran, dapat ditelusuri
firman-firman Allah SWT berkenaan komunikasi interpersonal, diantaranya
pada bentuk komunikasi satu arah antara Luqman dengan putera saat
menyampaikan Pendidikan tentang ketuhanan, sebagaimana dikisahkan pada

13
Ibid, hal 6
14
Ibid, hal 8
15
Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar (Bandung: PT Remaja Rosda Karya,
2005)
25

ayat berikut ini:


        
      
“dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia
memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu
mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah
benar-benar kezaliman yang besar". (Q.S. Ali ‘Imran [31]: 13)

Bahkan, pada ayat lain dapat diketahui bagaimana Nabi Ibrahim a.s.
berkomunikasi kepada anaknya Ismail a.s. ketika mendapatkan perintah yang
merupakan ujian keimanan.
        
        
          
“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha
bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku Sesungguhnya aku
melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa
pendapatmu!" ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang
diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku Termasuk
orang-orang yang sabar". (Q.S. Ash-Shafat [37]:102)

Pada ayat-ayat di atas dapat dipahami bahwa komunikasi sangat


penting memperhatikan pilihan kata dan cara penyampaian. Bahkan pada ayat
lain, ketika Nabi Musa a.s. dan Harun a.s. diutus untuk menemui Firaun
penguasa Mesir yang merupakan penentang Tuhan pun, tetap diarahkan pada
prinsip komunikasi yang baik, seperti pada ayat berikut ini.
        
     
“Pergilah kamu berdua kepada Fir'aun, Sesungguhnya Dia telah
melampaui batas; Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-
kata yang lemah lembut, Mudah-mudahan ia ingat atau takut". (Q.S. Thohaa
[20]:43-44).

Dalam mewujudkan komunikasi interpersonal yang efektif perlu


memperhatikan perspektif humanistik dan perspektif pragmatis. Pada
perspektif humanistik, memperhatikan lima aspek yaitu:
a. 1). Keterbukaan (openness) merupakan sikap dapat menerima masukan
dari orang lain, dan berkenan menyampaikan informasi penting kepada
orang lain. Artinya bahwa seseorang harus rela membuka diri ketika orang
26

lain menginginkan informasi yang diketahuinya. Keterbukaan adalah


kesediaan membuka diri, jujur, tidak bohong, dan tidak menyembunyikan
inforasi yang sebenarnya. Dalam komunikasi interpersonal, keterbukaan
menjadi salah satu sikap positif, karena dengan keterbukaan maka
komunikasi interpersonal akan berlangsung secara adil, transparan, dua
arah, dan dapat diterima oleh semua pihak yang berkomunikasi.
b. 2). Empati (empathy) merupakan kemampuan seseorang untuk merasakan
jika seandainya orang lain, dapat memahami dan merasakan sesuatu yang
sedang dialami orang lain, serta dapat memahami suatu persoalan dari
sudut pandang orang lain. Orang yang berempati mampu memahami
motivasi dan pengalaman, perasaan, dan keinginan orang lain. Pada
akekatnya, empati adalah usaha masing- masing pihak untuk merasakan
apa yang dirasakan orang lain, dan dapat memahami pendapat, sikap dan
perilaku orang lain.
c. 3). Sikap mendukung (supportiveness) Hubungan interpersonal yang
efektif adalah adalah jika terdapat sikap mendukung. Ini berarti bahwa
masing-masing pihak yang berkomunikasi memilki komitmen untuk
mendukung terselenggaranya interaksi secara terbuka. Dengan demikian
maka respon yang relevan adalah bersifat spontan dan lugas, bukan respon
bertahan dan berkelit, pemaparan bersifat deskriptif naratif dan bukan
evaluative, serta pola pengambilan keputusan bersifat akomodatif, bukan
bersifat intervensi yang disebabkan oleh rasa percaya diri yang berlebihan.
d. 4). Sikap positif (Positiveness) ditunjukkan dalam sikap dan perilaku.
Dalam sikap, yaitu pihak-pihak yang terlibat dalam komunikasi
interpersonal harus memiliki perasaan dan pikiran positf. Dalam bentuk
perilaku, yaitu tindakan yang dipilih harus relevan dengan tujuan
komunikasi interpersonal. Sikap positif ditunjukkan dengan beberapa
macam perilaku dan sikap, antara lain: menghargai orang lain, berpikiran
positif terhadap orang lain, tidak menaruh curiga secara berlebihan,
meyakini pentingnya orang lain, memberikan pujian dan penghargaan,
komitmen menjalin kerjasama.
e. 5). Kesetaraan (equality) adalah pengakuan bahwa kedua belah pihak
memiliki kepentingan, sama-sama bernilai dan berharga, dan saling
memerlukan. Kesetaraan yang dimaksud yaitu berupa pengakuan atau
kesadaran, serta kerelaan untuk menempatkan diri setara dengan partner
komunikasi. Dengan demikian indikator kesetaraan yaitu: menempatkan
diri setara dengan orang lain, dan meyadari akan adanya kepentingan yang
berbeda.16

Adapun perspektif pragmatis, juga meliputi 5 aspek yaitu:


a. kepercayaan diri (self of confidence), dimana komunikator yang efektif
memiliki kepercayaan diri dalam bersosialisasi, dimana hal tersebut dapat
dilihat pada kemampuannya untuk menghadirkan suasana nyaman pada
saat interaksi terjadi.

16
Ibid. hal. 9-12
27

b. kebersatuan (immediacy), mengacu pada penggabungan antara komunikan


dan komunikator, dimana terciptanya rasa kebersamaan dan kesatuan yang
mengisyaratkan minat dan perhatian untuk mau mendengarkan.
c. Manajemen interaksi (interaction management) dalam berkomunikasi
dapat mengendalikan interaksi untuk kepuasan kedua pihak, sehingga tidak
ada seorang pun yang merasa diabaikan atau menjadi tokoh yang paling
penting.
d. Daya ekspresi (expressiveness), mengacu pada kemampuan untuk
mengkomunikasikan apa yang ingin disampaikan dengan aktif, bukan
dengan menarik diri atau melemparkan tanggung jawab kepada orang lain.
e. Orientasi ke pihak lain (other orientation), dimaksudakan untuk
menyesuaikan diri pada lawan bicara dan mengkomunikasikan perhatian
dan minat terhadap apa yang dikatakan oleh lawan bicara17.

Berdasarkan beberapa teori di atas maka komunikasi interpersonal


menurut Ngalimin bahwa efektivitas komunikasi interpersonal meliputi
perspektif humanistic dan Pragmatis. Perspektif humanistic meliputi 5
indikator yaitu 1) Keterbukaan (openness), 2) Empati (empathy), 3) Sikap
mendukung (supportiveness), 4) Sikap positif (Positiveness), dan 5)
Kesetaraan (equality).
Adapun Perspektif pragmatis meliputi aspek 1) kepercayaan diri (self of
confidence), 2) kebersatuan (immediacy), 3) Manajemen interaksi (interaction
management) 4) Daya ekspresi (expressiveness), dan 5) Orientasi ke pihak lain
(other orientation). Penerapan secara dinamis aspek-aspek tersebut diharapkan
mendukung efektifitas komunikasi interpersonal dalam kegiatan belajar
mengajar.

B. Metode Pembelajaran
1. Pengertian Metode pembelajaran
Metode berasal dari bahasa Yunani, dimana secara etimologis berasal
dari dua kata yaitu “metha” yang berarti melalui atau melewati dan “hodas”
yang berarti jalan atau cara. Sedangkan menurut istilah metode berarti suatu
cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan18.

17
Ibid, hal 11-12
18
Triantono, Model Pembelajaran Terpadu (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), 52
28

Dalam filsafat ilmu pengetahuan, M. Subana dan Sunarti men


gemukakan bahwa metode diartikan sebagai cara memikirkan dan memeriksa
suatu hal menurut rencana tertentu. Sedangkan dalam dunia pengajaran,
metode adalah rencana penyajian bahan yang menyeluruh dengan urutan
yang sistematis berdasarkan tujuan tertentu19. Metode menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI) mempunyai arti cara yang telah diatur untuk
mencapai suatu maksud20. Metode merupakan salah satu strategi atau cara
yang digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran yang hendak dicapai,
semakin tepat metode yang digunakan oleh seorang guru maka pembelajaran
akan semakin baik.
Nana Sudjana21 berpendapat bahwa metode merupakan perencanaan
secara menyeluruh untuk menyajikan materi pembelajaran bahasa secara
teratur, tidak ada satu bagian yang bertentangan, dan semuanya berdasarkan
pada suatu pendekatan tertentu. Pendekatan bersifat aksiomatis yaitu
pendekatan yang sudah jelas kebenarannya, sedangkan metode bersifat
prosedural yaitu pendekatan dengan menerapkan langkah-langkah. Metode
bersifat prosedural maksudnya penerapan dalam pembelajaran dikerjakan
melalui langkah-langkah yang teratur dan secara bertahap yang dimulai dari
penyusunan perencanaan pengajaran, penyajian pengajaran, proses belajar
mengajar, dan penilaian hasil belajar. Metode adalah cara yang digunakan
untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan
nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal. Ini berarti
metode digunakan untuk merealisasikan proses belajar mengajar yang telah
ditetapkan22.
Menurut Abdurrahman Ginting23, metode pembelajaran dapat
diartikan cara atau pola yang khas dalam memanfaatkan berbagai prinsip
19
M. Subana dan Sunarti, Strategi Belajar Mengajar, (Bandung: Pustaka Setia, 2000), h. 20.
20
Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Penerbit Balai Pustaka, 2008)
21
Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2005).
22
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan (Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2008),147.
23
Abdurrahman Ginting, Esensi Praktis Belajar dan Pembelajaran (Bandung: Humaniora,
2008), 42
29

dasar pendidikan serta berbagai teknik dan sumber daya terkait lainnya agar
terjadi proses pembelajaran pada diri pembelajar. Nana Sudjana24
mengemukakan bahwa metode pembelajaran adalah cara yang dipergunakan
guru dalam mengadakan hubungan dengan peserta didik pada saat
berlangsungnya pengajaran. Metode pembelajaran dapat dikatakan sebagai
alat untuk menciptakan proses mengajar dan belajar.
Dengan kata lain metode pembelajaran adalah teknik penyajian yang
dikuasai oleh seorang guru untuk menyajikan materi pelajaran kepada peserta
didik di dalam kelas baik secara individual atau secara kelompok agar materi
pelajaran dapat diserap, dipahami dan dimanfaatkan oleh murid dengan
baik25. Dalam kenyataannya, cara atau metode pembelajaran yang digunakan
untuk menyampaikan beragam materi pembelajaran ditempuh untuk
memantapkan peserta didik dalam menguasai pengetahuan, ketrampilan dan
sikap.
Dari beberapa pendapat ahli di atas dapat diketahui bahwa metode
pembelajaran dipengaruhi oleh faktor tujuan, faktor peserta didik, faktor
situasi dan faktor guru itu sendiri. Dengan demikian metode pembelajaran
dalam rangkaian sistem pembelajaran memegang peran yang sangat penting,
karena keberhasilan pembelajaran sangat tergantung pada cara guru dalam
menggunakan metode pembelajaran. Juga dapat diketahui bahwa metode
pembelajaran merupakan suatu cara yang digunakan oleh guru dalam
melaksanakan kegiatan pembelajaran di kelas agar tercipta suatu kondisi
belajar yang efektif, khususnya dalam penyampaian materi pelajaran.
2. Ciri-ciri metode pembelajaran yang baik
Banyak metode yang bisa dipilih oleh seorang guru dalam kegiatan
belajar mengajar. Oleh karena itu setiap guru yang akan mengajar diharapkan
untuk memilih metode yang baik. Karena b aik dan tidaknya suatu metode
yang akan digunakan dalam proses belajar mengajar terletak pada ketepatan
24
Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2005).
25
Abu Ahmadi – Joko Tri Prastya, Strategi Belajar Mengajar (Bandung: CV Pustaka
Setia, 2005), 52.
30

memilih suatu metode sesuai dengan tuntutan proses belajar mengajar.


Adapun ciri-ciri metode yang baik untuk proses belajar mengajar
adalah sebagai berikut:
a. Bersifat luwes, fleksibel dan memiliki daya yang sesuai dengan
watak murid dan materi.
b. Bersifat fungsional dalam menyatukan teori dengan praktik dan
mengantarkan murid pada kemampuan praktis.
c. Tidak mereduksi materi, bahkan sebaliknya mengembangkan materi.
d. Memberikan keleluasaan pada murid untuk menyatakan pendapat.
e. Mampu menempatkan guru dalam posisi yang tepat, terhormat dalam
keseluruhan proses pembelajaran.26

Selanjutnya dijelaskan dalam penggunaan suatu metode pembelajaran


harus memperhatikan beberapa hal berikut:
a. Metode yang digunakan dapat membangkitkan motif, minat atau gairah
belajar murid.
b. Metode yang digunakan dapat menjamin perkembangan kegiatan
kepribadian murid.
c. Metode yang digunakan dapat memberikan kesempatan kepada murid
untuk mewujudkan hasil karya.
d. Metode yang digunakan dapat merangsang keinginan peserta didik untuk
belajar lebih lanjut, melakukan eksplorasi dan inovasi.
e. Metode yang digunakan dapat mendidik murid dalam teknik belajar sendiri
dan cara memperoleh ilmu pengetahuan melalui usaha pribadi.
f. Metode yang digunakan dapat meniadakan penyajian yang bersifat
verbalitas dan menggantinya dengan pengalaman atau situasi yang nyata
dan bertujuan.
g. Metode yang digunakan dapat menanamkan dan mengembangkan nilai-
nilai serta sikap-sikap utama yang diharapkan dalam kebiasaan cara
bekerja yang baik dalam kehidupan sehari-hari.27

Dengan demikian, salah satu keterampilan yang harus dimiliki oleh


seorang guru adalah keterampilan memilih metode pembelajaran. Metode
pembelajaran sangat penting dalam pembelajaran karena memiliki kedudukan
esensil sebagai berikut: a). Sebagai alat motivasi ekstrinsik dalam kegiatan
belajar mengajar (KBM); b). Menyiasati perbedaan individu anak didik; c).

26
Pupuh Fathurrohman & M. Sobry Sutikno, Strategi Belajar Mengajar melalui
Penanaman Konsep Umum dan Islami (Bandung: Rafika Aditama, 2007), 56.
27
Ibid, hal. 58.
31

Untuk mencapai tujuan pembelajaran28.


Dari uraian di atas dapat dijelaskan bahwa suatu metode yang akan
digunakan dalam proses belajar mengajar bisa dikatakan baik jika metode itu
secara dinamis bisa mengembangkan potensi peserta didik melalui
penyampaian materi pembelajaran yang sesuai.
Berdasarkan pendapat Ahmad Rohani bahwa Metode pembelajaran
dalam penelitian ini adalah suatu cara kerja yang sistematik dan umum yang
berfungsi sebagai alat pencapaian tujuan pembelajaran. Adapun aspek penting
metode pembelajaran menurut Ahmad Rohani adalah:
a. Relevansi dengan tujuan (tingkat kejelasan tujuan pembelajaran yang
disampaikan guru, memahami tujuan pembelajaran dan kesesuaian metode
mengajar dengan tujuan pembelajaran),
b. Relevansi dengan bahan (menggunakan metode mengajar sesuai dengan
ruang lingkup bahan ajar),
c. Relevansi dengan kemampuan (menyampaikan materi dengan jelas,
menyampaikan materi dengan detail, menyampaikan materi dengan
menarik, memberikan motivasi),
d. Relevansi dengan keadaan peserta didik (menggunakan bahasa yang
mudah dipahami, dan kemampuan berinteraksi dengan siswa),
e. Relevansi dengan situasi pengajaran (menciptakan suasana belajar yang
nyaman, dan tingkat ketenangan ketika mengajar).29

3. Jenis-Jenis Metode Pembelajaran


Terdapat beberapa jenis metode pembelajaran yang dikemukakan oleh para
Ahli yaitu:
a. Metode Ceramah
Menurut R. Ibrahim dan Nana Syaodih30, Metode ceramah merupakan
cara mengajar yang paling tradisional dan telah lama dilaksanakan oleh
guru. Ceramah adalah penuturan bahan pelajaran secara lisan. Menurut
Nana Sudjana31, “Ceramah adalah penuturan bahan pelajaran secara lisan.
Metode ini tidak senantiasa jelek bila penggunaannya betul-betul disiapkan
dengan baik, didukung dengan alat, media serta memperhatikan batas-batas

28
Syaiful B. Djamarah dkk, Strategi Belajar Mengajar (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), hal. 15
29
Ahmad, Rohani. 2010. Pengelolaan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta, 137-139
30
R. Ibrahim & Nana Syaodih, Perencanaan Pengajaran (Jakarta: Rineka Cipta, 2003).
31
Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar (Bandung: Sinar Baru Algasindo,
2005).
32

kemungkinan penggunaannya”.
b. Metode Tanya Jawab
Menurut R. Ibrahim dan Nana Syaodih, Metode Tanya jawab adalah
metode pembelajaran yang memungkinkan terjadinya komunikasi langsung
yang bersifat dua arah sebab pada saat yang sama terjadi dialog antara guru
dan peserta didik. Dalam komunikai ini terlihat adanya hubungan timbal
balik secara langsung antara guru dengan peserta didik. Menurut Nana
Sudjana, “Metode Tanya jawab adalah metode pembelajaran yang
memungkinkan terjadinya komunikasi langsung yang bersifat two way
traffic, sebab pada saat yang sama terjadi dialog antara guru dan peserta
didik”. Guru bertanya peserta didik menjawab, atau peserta didik bertanya
guru menjawab.
c. Metode Diskusi
Menurut R. Ibrahim dan Nana Syaodih, Metode diskusi pada dasarnya
adalah bertukar informasi, pendapat, dan unsur-unsur pengalaman secara
teratur dengan maksud untuk mendapat pengertian bersama yang lebih jelas
dan lebih cermat tentang permasalahan atau topik yang sedang dibahas.
Dalam diskusi, setiap orang diharapkan memberikan sumbangan pikiran,
sehingga dapat diperoleh pandangan dari berbagai sudut berkenaan dengan
masalah tersebut. Menurut Nana Sudjana, Diskusi pada dasarnya ialah tukar
menukar informasi, pendapat, dan unsur-unsur pengalaman secara teratur
dengan maksud untuk mendapat pengertian bersama yang lebih jelas dan
lebih teliti tentang sesuatu, atau untuk mempersiapkan dan merampungkan
keputusan bersama
d. Metode Tugas
Menurut R. Ibrahim dan Nana Syaodih, Metode ini dimaksudkan
untuk member kesempatan kepada peserta didik melakukan tugas/kegiatan
yang berhubungan dengan pelajaran, seperti mengerjakan soal-soal,
mengumpulkan kliping, dan sebagainya. Menurut Nana Sudjana, Tugas dan
resitasi tidak sama dengan pekerjaan rumah, tetapi jauh lebih luas dari itu.
Tugas bisa dilaksanakan di rumah, di sekolah, di perpustakaan, dan di
33

tempat lainnya. Tugas dan resitasi merangsang anak untuk aktif belajar baik
secara individual maupun secara kelompok
e. Metode Demonstrasi dan Eksperimen
Menurut R. Ibrahim dan Nana Syaodih, Metode demonstrasi
merupakan metode pembelajaran yang cukup efektif sebab membantu para
peserta didik untuk memperoleh jawaban dengan mengamati suatu proses
atau peristiwa tertentu. Metode demonstrasi merupakan metode
pembelajaran yang memperlihatkan bagaimana proses terjadinya sesuatu, di
mana keaktifan biasanya lebih banyak pada pihak guru. Jika dalam metode
demonstrasi, keaktifan lebih banyak pada pihak guru, metode eksperimen
langsung melibatkan para peserta didik melakukan percobaan untuk mencari
jawaban terhadap permasalahan yang diajukan. Menurut Nana Sudjana,
demonstrasi dan eksperimen merupakan metode pembelajaran yang sangat
efektif, sebab membantu para peserta didik untuk mencari jawaban dengan
usaha sendiri berdasarkan fakta (data) yang benar. Demonstrasi yang
dimaksud ialah suatu metode pembelajaran yang memperlihatkan
bagaimana proses terjadinya sesuatu. Dalam pelaksanaannya demonstrasi
dan eksperimen dapat digabungkan, artinya demonstrasi dulu lalu diikuti
dengan eksperimen.
4. Prinsip-Prinsip Penentuan Metode Pembelajaran
Metode apapun yang dipilih dalam kegiatan belajar mengajar
hendaklah memperhatikan ketepatan metode pembelajaran yang digunakan
dalam proses belajar mengajar. Ketika seorang guru dalam memilih metode
pembelajaran untuk digunakan dalam praktik mengajar, maka harus
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
a. Tidak ada metode yang paling unggul karena semua metode mempunyai
karakteristik yang berbeda-beda dan memiliki kelemahan serta keunggulannya
masing-masing.
b. Setiap metode hanya sesuai untuk pembelajaran sejumlah kompetensi
tertentu dan tidak sesuai untuk pembelajaran sejumlah kompetensi lainnya.
c. Setiap kompetensi memiliki karakteristik yang umum maupun yang
spesifik sehingga pembelajaran suatu kompetensi membutuhkan metode
tertentu yang mungkin tidak sama dengan kompetensi yang lain.
d. Setiap peserta didik memiliki sensitifitas berbeda terhadap Komunikasi
34

interpersonal.
e. Setiap peserta didik memiliki bekal perilaku yang berbeda serta tingkat
kecerdasan yang berbeda pula.
f. Setiap materi pembelajaran membutuhkan waktu dan sarana yang berbeda.
g. Tidak semua sekolah memiliki sarana dan fasilitas lainnya yang lengkap.
h. Setiap guru memiliki kemampuan dan sikap yang berbeda dalam
menerapkan suatu Komunikasi interpersonal. 32

Dengan alasan di atas, jalan terbaik adalah menggunakan kombinasi


dari metode yang sesuai dengan karakteristik materi yang diajarkan,
karakteristik peserta didik, kompetensi guru dalam metode yang akan
digunakan dan ketersediaan sarana prasarana dan waktu. Adapun hal-hal
yang perlu diperhatikan dalam penentuan metode pembelajaran adalah
sebagai berikut :
a. Tujuan yang hendak dicapai. Tujuan yang ingin dicapai dalam proses
belajar mengajar harus menjadi perhatian utama bagi seorang guru dalam
menentukan metode apa yang dipakai.
b. Kemampuan guru. Efektif tidaknya suatu Komunikasi interpersonal juga
sangat dipengaruhi pada kemampuan guru dalam menggunakannya.
c. Anak didik. Guru dalam kegiatan belajar mengajar harus memperhatikan
anak didik. Karena mereka mempunyai kemampuan, bakat, minat,
kecerdasan, karakter, latar belakang ekonomi yang berbeda-beda. Oleh
karena itu dengan latar belakang yang berbeda-beda guru harus pandai
dalam menentukan Komunikasi interpersonal yang akan digunakan.
d. Situasi dan kondisi proses belajar mengajar dimana berlangsung.

e. Fasilitas yang tersedia. Tersedianya fasilitas seperti, alat peraga, media


pengajaran dan fasilitas-fasilitas lainnya sangat menentukan terhadap
efektif tidaknya suatu metode.
f. Waktu yang tersedia. Di samping hal-hal di atas, masalah waktu yang
tersedia juga harus diperhatikan. Apakah waktunya cukup jika
menggunakan metode yang akan dipakai atau tidak.
g. Kebaikan dan kekurangan suatu metode. Dari masing-masing metode yang
ada, tentu memiliki kebaikan dan kekurangan. Kekurangan suatu metode
bisa dilengkapi dengan metode yang lain. Oleh karena itu guru harus bisa
mempertimbangkan metode mana yang akan digunakan.33

32
Ahmadi dan Joko Tri Prasetya, Strategi Belajar Mengajar (Bandung: Pustaka Setia, 2005)
hal.53

33
Tahar Yusuf & Saiful Anwar, Metodologi Pengajaran Agama dan Bahasa Arab
(Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1997), hal.7-10.
35

Berdasarkan pendapat Ahmad Rohani bahwa Metode pembelajaran


dalam penelitian ini adalah suatu cara kerja yang sistematik dan umum yang
berfungsi sebagai alat pencapaian tujuan pembelajaran. 34 Adapun indikator
metode pembelajaran menurut Ahmad Rohani adalah:
a. relevansi dengan tujuan (tingkat kejelasan tujuan pembelajaran yang
disampaikan guru, memahami tujuan pembelajaran dan kesesuaian metode
mengajar dengan tujuan pembelajaran),
b. relevansi dengan bahan (menggunakan metode mengajar sesuai dengan
ruang lingkup bahan ajar),
c. relevansi dengan kemampuan (menyampaikan materi dengan jelas,
menyampaikan materi dengan detail, menyampaikan materi dengan
menarik, memberikan motivasi),
d. relevansi dengan keadaan peserta didik (menggunakan bahasa yang mudah
dipahami, dan kemampuan berinteraksi dengan siswa),
e. relevansi dengan situasi pengajaran (menciptakan suasana belajar yang
nyaman, dan tingkat ketenangan ketika mengajar).

C. Prestasi Belajar
1. Pengertian Prestasi Belajar
Prestasi belajar merupakan gabungan dari kata Prestasi dan Belajar,
dimana masing-masing kata memiliki makna tersendiri. Kata prestasi berasal
dari bahasa Belanda yaitu prestatie, yang dalam bahsa Indonesia menjadi
prestasi, yang berarti hasil usaha35. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI), prestasi adalah hasil yang telah dicapai (dari yang telah dilakukan,
dikerjakan, dan sebagainya). Prestasi merupakan hasil yang diperoleh karena
adanya aktivitas belajar yang telah dilakukan. 36 Istilah prestasi belajar
(achievement) berbeda dengan hasil belajar (learning outcome). Prestasi
belajar berkenaan dengan aspek pengetahuan sedangkan hasil belajar meliputi
aspek pembentukan watak peserta didik.37 Muhibbin Syah38 menjelaskan
bahwa prestasi merupakan tingkat keberhasilan peserta didik mencapai tujuan
34
Ahmad, Rohani. 2010. Pengelolaan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta, 137-139
35
Moh. Zaiful Rosyid, Mustajab, Aminol Rosid Abdullah, Prestasi Belajar (Malang, Literasi
Nusantara, 2019) hal. 6
36
Muhammad Fathurrahman & Sulistyorini, Belajar dan Pembelajaran (Yogyakarta, Teras,
2012) hal. 118
37
Zaenal Arifin, Evaluasi Pembelajaran, Jakarta Dirjen Pendidikan Islam, (Jakarta, Depag
R.I., 2009) hal. 12
38
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru (Bandung, PT Remaja
Rosdakarya, 2008)
36

yang telah ditetapkan dalam sebuah program. Adapun pengertian Belajar,


menurut Slameto39 ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,
sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Belajar menurut Oemar Hamalik40 menyebutkan bahwa belajar merupakan
memodifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman (learning is
defined as the modification or strengthening of behavior through
experiencing), yang menunjukkan bahwa belajar merupakan proses suatu
kegiatan memodifikasi dan memperkuat perilaku melalui pengalaman, dan
dapat dikatakan bahwa belajar bukan suatu hasil atau tujuan.
Menurut Sumadi Suryabrata41 “Prestasi Belajar sebagai nilai yang
merupakan bentuk perumusan akhir yang diberikan oleh guru terkait dengan
kemajuan atau Prestasi Belajar peserta didik selama waktu tertentu”. Bukti
keberhasilan dari seseorang setelah memperoleh pengalaman belajar atau
mempelajari sesuatu merupakan Prestasi Belajar yang dicapai oleh peserta
didik dalam waktu tertentu.
Nana Sudjana42 menyebutkan bahwa prestasi belajar peserta didik pada
hakikatnya adalah perubahan mencakup bidang kognitif, afektif, dan
psikomotor yang berorientasi pada proses belajar mengajar yang dialami
peserta didik. Menurut Nana Sudjana43 Hasil belajar atau achievement
merupakan realisasi atau pemekaran dari kecakapan-kecakapan potensial atau
kapasitas yang dimiliki oleh seseorang. Penguasaan hasil belajar oleh
seseorang dapat dilihat dari perilakunya, baik perilaku dalam bentuk
penguasaan pengetahuan, keterampilan berpikir maupun keterampilan
motorik. Prestasi belajar adalah hasil dari pengukuran dan penilaian usaha
belajar. Dengan mengetahui prestasi belajar, dapat diketahui kedudukan anak
di dalam kelas. Seperti yang dinyatakan oleh Sutratinah Tirtonegoro44 bahwa
39
Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya (Jakarta Rineka Cipta, 2010)
40
Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar (Jakarta, PT Bumi Aksara, 2008) hal. 27
41
Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2002).
42
Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar (Bandung: Alfabeta, 2016)
43
Nana Sudjana, Dasar Dasar Proses Belajar Mengajar (Bandung, Sinar Baru, 2009)
44
Sutratinah Tirtonegoro, Anak Supernormal dan Program Pendidikannya (Yogyakarta,
Bumi Aksara, 2001)
37

“prestasi belajar adalah penilaian hasil usaha kegiatan yang dinyatakan


dalam bentuk simbul, angka, huruf maupun kalimat yang dapat
mencerminkan hasil yang sudah dicapai oleh setiap anak dalam periode
tertentu”.
Prestasi belajar menurut Ahmad Susanto merupakan tolak ukur yang
digunakan untuk menentukan tingkat keberhasilan siswa dalam mengetahui
dan memahami suatu mata pelajaran yang biasanya dinyatakan dengan nilai
yang berupa huruf atau angka-angka45. Sedangkan menurut Winkel prestasi
belajar adalah suatu bukti keberhasilan belajar atau kemampuan seseorang
siswa dalam melakukan kegiatan belajarnya sesuai dengan bobot yang
dicapainya46. Prestasi Berdasarkan beberapa pengertian Prestasi Belajar di
atas dapat dipahami bahwa Prestasi Belajar adalah hasil penilaian dari
kegiatan belajar yang telah dilakukan dan merupakan bentuk nilai yang
diberikan oleh guru untuk melihat sampai di mana kemampuan peserta didik
yang dinyatakan dalam bentuk angka, huruf maupun kalimat yang dapat
mencerminkan hasil yang sudah dicapai sekaligus mengetahui seberapa jauh
peserta didik memahami materi pelajaran yang didapatkannya selama
mengikuti proses pembelajaran.

2. Faktor-faktor yang Memengaruhi Prestasi Belajar


Secara umum menurut Baharuddin faktor-faktor yang memengaruhi
Prestasi Belajar dibedakan menjadi dua kategori yaitu:
a. Faktor Internal merupakan faktor-faktor yang berasal dari dalam diri
individu dan dapat memengaruhi Prestasi Belajar individu. Faktor-faktor
internal ini terdiri dari faktor fisiologis dan psikologis.
b. Faktor Eksternal, dibedakan menjadi dua yaitu lingkungan sosial seperti
lingkungan sosial sekolah yang di dalamnya termasuk guru, administrasi
dan Teman Sebaya, lingkungan sosial masyarakat, dan lingkungan sosial
keluarga seperti ketegangan keluarga, sifat-sifat orang tua, demografi
keluarga, status sosial ekonomi. Sedangkan lingkungan non-sosial terdiri
dari lingkungan alamiah, faktor instrumental, dan faktor materi pelajaran.

45
Ahmad Susanto, Teori Belajar Dan Pembelajaran Di Sekolah Dasar (Jakarta: Prenadamedia
Group, 2013), 10.
46
W.S Winkel, Psikologi Pengajaran (Yogyakarta: Media Abadi, 2007), 162
38

47

Menurut Slameto, terdapat faktor-faktor yang memengaruhi prestasi


belajar yang digolongkan menjadi dua golongan, yaitu:
a. Faktor internal yaitu faktor yang ada dalam diri individu yang sedang
belajar, antara lain: faktor jasmaniah (kesehatan dan cacat tubuh), faktor
psikologis (intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan,
kesiapan), dan faktor kelelahan.
b. Faktor eksternal yaitu faktor yang ada di luar individu, antara lain: faktor
keluarga (cara orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana
rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, latar belakang
kebudayaan), faktor sekolah (metode pembelajaran, kurikulum, relasi guru
dengan peserta didik, relasi peserta didik dengan peserta didik, Disiplin
sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran,
keadaan gedung, metode belajar, tugas rumah), dan faktor masyarakat
(kegiatan peserta didik dalam masyarakat, teman bergaul, dan bentuk
kehidupan masyarakat). 48

Menurut Ngalim Faktor-faktor yang dapat memengaruhi proses dan


hasil belajar yaitu:
a. Faktor Sosial meliputi : faktor keluarga, guru dan cara mengajarnya, alat-
alat yang dipergunakan dalam belajar-mengajar, lingkungan dan
kesempatan yang tersedia dan motivasi sosial
b. Faktor individual antara lain: kematangan, kecerdasan, latihan, motivasi
dan faktor pribadi.49

Menurut Sugihartono menyatakan dalam kegiatan belajar mengajar,


pengukuran hasil belajar dimaksudkan untuk mengetahui seberapa jauh
perubahan tingkah laku peserta didik setelah menghayati proses belajar. Maka
pengukuran yang dilakukan guru lazimnya menggunakan tes sebagai alat
ukur. Hasil pengukuran tersebut berwujud angka ataupun pernyataan yang
mencerminkan tingkat penguasaan materi pelajaran bagi para peserta didik,
yang lebih dikenal dengan prestasi belajar. 50
Cara penilaian dan penentuan nilai akhir peserta didik adalah sebagai
berikut: Penentuan kemampuan akademik seorang peserta didik sejauh
mungkin mempertimbangkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang
47
Baharudin E.N.W. (2009), Teori Belajar Pembelajaran, ArRuzz, Jakarta
48
Slameto (2010), Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, Jakarta Rineka Cipta
49
Ngalim Purwanto,2006, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: Remaja
Rosdakarya), hal. 186.
50
Sugihartono, dkk (2007), Psikologi Pendidikan, UNY Press Yogyakarta
39

mencerminkan kompetensi peserta didik. Penilaian hasil belajar


menggunakan berbagai pendekatan secara komplementatif yang mencakup
berbagai unsur hasil belajar sehingga mampu memberikan umpan balik dan
potret penguasaan kepada peserta didik secara tepat, sesuai dengan
kompetensi yang harus dikuasai peserta didik.
Berdasarkan pendapat Sugihartono di atas dapat diketahui bahwa
prestasi belajar peserta didik peserta didik berbasiskan nilai yang diperoleh
peserta didik pada proses belajar mengajar yang dialami peserta didik.
Prestasi Belajar sebagai nilai yang merupakan bentuk perumusan akhir yang
diberikan oleh guru terkait dengan kemajuan atau Prestasi Belajar peserta
didik selama waktu tertentu. Prestasi belajar menjadi salah satu aspek penting
dalam mengetahui capaian pembentukan kompetensi dari peserta didik baik
pada aspek pengetahuan, keterampilan maupun sikap dalam aktivitas belajar
mengajar dengan mengacu pada perolehan nilai yang diraih oleh peserta
didik. Prestasi belajar peserta didik dalam penelitian menggunakan nilai
raport mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI). Dalam penelitian ini
pengukuran prestasi belajar berdasar pada Kriteria Ketuntasan Minimal
(KKM) yang telah ditetapkan dengan dengan mengambil data nilai rata-rata
dari rapor pada mata pelajaran PAI peserta didik kelas VIII SMP Harjamukti
Tapos Depok.

Anda mungkin juga menyukai