Anda di halaman 1dari 44

BAB II

LANDASAN.TEORI
A. Defenisi Implementasi
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia implementasi
diartikan dengan pelaksanaan atau penerapan. Biasanya kata
implementasi berkaitan dengan sebuah aktivitas yang
dilakukan untuk tercapainya suatu tujuan. Salah satu cara
untuk merealisasikan suatau sistem kinerja adalah
implementasi, tanpa adanya implementasi konsep yang
dirancang tidak akan pernah tercapai dan berjalan sesuai
harapan, oleh karena itu dalam merencanakan sesuatu yang
menghasilkan kinerja yang baik, implementasi sangat
dibutuhkan.
Dalam kamus Websitester, Meringkas secara singkat
bahwa implementasi berarti menyediakan sarana untuk
carringout (sarana yang disediakan), memberi efek praktis
(menimbulkan dampak pada sesuatu). Pengertian tersebut
memiliki arti dimana implementasi adalah pelaksanaan yang
harus disertai dengan fasilitas pendukung yang dapat
berdampak pada pelaksanaannya.
Agustino (2010: 139) menjelaskan implementasi
merupakan sebuah proses yang aktif, yang didalamnya
adalah kebijakan dalam menjalankan suatu aktivitas dan
pada akhirnya tujuan atau sasaran kebijakan tersebut dapat
memperoleh hasil yang sesuai dengan kinerja yang
dilakukan, oleh karena itu dalam rangka melaksanakan

12
tujuan dan sasaran pelaksanaan harus disiapkan dengan
cermat.
Proses implementasi biasanya dilakukan setelah
perencanaan. Implementasi juga diartikan sebagai suatu
kegiatan yang bersumber dari bahasa inggris Implement yang
artinya pelaksanaan (Elmuyasa, 2013: 56) Guntur Setiawan
mengemukakan, pelaksanaan adalah mengembangkan
kegiatan untuk menyesuaikan proses interaksi antara tujuan
dan tindakan untuk pencapaian sesuai kebutuhan dalam
jaringan pelaksanaan birokrasi yang efektif (Guntur
Setiawan, 2004: 39).
Implementasi ialah suatu kegiatan yang terencana yang
telah tersusun secara terstruktur, tidak sekedar aktifitas dan
dilakukan secara benar yang berlandaskan asas-asas spesifik
untuk tercitanya suatu kegiatan. Oleh sebab itu,
impelementasi dipengaruhi oleh objek lainnya yaitu
kurikulum dan tidak berdiri sendiri. Proses penerapan ide
merupakan implementasi dari kurikulum dengan program
terstruktur dan diharapkan masyarakat bisa menerimanya
dan dapat melakukan perubahan memperoleh hasil yang
diharapkan.
Sebagai seorang pendidik, guru juga harus
memperhatikan perubahan dan perperkembangan jiwa dan
tingkah laku peserta didik jangan sampai jauh dari syriat
Islam. Tanpa meperhatikan perubahan serta mengetahui
perubahan jiwa atau tingkat laku, daya serap peserta didik,
guru akan sulit menadapatkan hal-hal positif sesuai yang
diharapkan untuk dapat mencapai kesuksesan dalam
pembelajaran.
Sebagaimana Firman Allah SWT, dalam surah al-Naḥl
ayat 125 yaitu:
ُۚ ۡ ِ ۡ ِ ِۖ ۡ ۡ ۡ ۡ ۡ ۡ
‫ك بِٱۡلِك ىم ِة ىوٱل ىموعِظىِة ٱۡلى ىسنىِة ىو ٰىجدۡلُم بِٱلَِِّت ه ىي أىح ىس ُن إِ َّن ىربَّ ى‬
‫ك ُه ىو‬ ‫ٱدعُ إِ ى َٰل ىسبِ ِيل ىربِ ى‬

‫ض َّل ىعن ىسبِيلِِه‬ ‫ن‬ ِ


‫ِب‬ ‫م‬ ‫ل‬ ۡ ‫وهو أ ۡىعلم بِ ۡٱلم ۡهت ِدين أ‬
‫ىع‬
‫ُ ى ى‬ ‫ى‬ ‫ى ُ ى ىُ ُ ى‬
Artinya, “Ajaklah( manusia) dijalan Tuhan- mu dengan
hikmah serta pelajaran yang baik serta bantahlah mereka
dengan metode yang baik. Sebetulnya Tuhanmu yang lebih
mengenali tentang siapa yang tersesat dari jalan- Nya serta
Dialah yang lebih mengenali orang- orang yang menemukan
petunjuk. (surah Al-Nahl: 124).
Interpretasi ini mendefinisikan bahwa pemanfaatan
media pembelajaran, dalam kegiatan pembelajaran wajib
memikirkan aspek pesan yang di informasikan dengan
bahasa yang positif serta santun dalam penyampaian pesan,
serta bila tidak diterima, seseorang pendidik wajib
menyampaikannya dalam bahasa yang logis, supaya siswa
bisa menerimanya dengan baik serta bijak. Dengan begitu,
media dalam penyampaian pesanyang sesuai dalam ayat di
atas merupakan bahasa lisan selaku pengantar pesan yang
bisa di informasikan kepada partisipan didik.
Dari beberapa defenisi yang telah uraikan diatas,
menurut penulis implementasi adalah serangkaian tindakan
yang dilakukan oleh pelaku seperti pendidik dan peserta
didik dalam pelaksanaan pembelajaran dalam memamfaat
perangkat digital sebagai sarana pendukung pembelajaran
Fikih yang berlandaskan acusn-acuan yang telah diterapkan
untuk mencapai tujuan pembelajaran yang efektis dan
penulis sependapat dengan Agustino, (2010: 139) yang
mengemukakan tentang implementasi yang merupakan
suatu proses dinamis, dimana pelaksanaan kebijakannya
dalam suatu kegiatan yang terencana secara terstruktur,
hingga pada akhirnya nanti akan memperoleh sebuah hasil
yang sesuai dengan tujuan atau sasaran yang terencana dari
kebijakan itu sendiri dan yang menjadi sasaran dalam
penelitian ini adalah pendidik dan peserta didik.
B. Konsep Literasi Digital
1. Defenisi Literasi Digital
Sebagai seorang pendidik dalam melaksanakan
tuganya, guru diharuskan menguasai pemahaman yang
berkaitan dengan sumber ajaran agama isalam,
sebagimana telah dijelaskan didalam firman Allah SWT
dalam Surah An-Nahl ayat 44 yang berbunyi,

‫َّاس ىما نُ ِزىل اِلىْي ِه ْم ىولى ىعلَّ ُه ْم يىتى ىف َّك ُرْو ىن‬
ِ ‫ّي لِلن‬ ِ ِ ‫واىنْزلْنآ اِلىي‬
‫ك الذ ْكىر لتُبىِ ى‬
‫ى ىى ْ ى‬
Artinya: “Sudah kami turunkan kepadamu Al-
Quran, biar kalian bisa menerangkan pada segala umat
apa yang sudah diturunkan kepada mereka serta
mengupayan agar mereka bisa memikirkannya”. (Q.S
An-Nahl:44)
Penjelasan dalam surah An-Nahl dapat dikaitkan
dengan masalah implementasi media pembelajaran
berbasis digital, dan sebagai seorang pendidik sudah
menjadi tutuntan untuk tetap mengawasi peningkatan
jiwa dan akhlak peserta didik, jangan sampai peserta
didik lepas kontrol dan terpengeruh kepada hal-hal yang
membuat mereka semakin jauh dari agama karena faktor
inilah yang nantinya akan menjadi maksud dari media
pembelajaran.
Pengertian dasar literasi adalah proses menulis,
membaca, berkomunikasi, mendengar, menghayalkan,
dan menfokuskan penglihatannya dalam teknik
membaca yang melibatkan proses kognitif, linguistik,
dan aktivitas sosial. Literacy dapat didefenisikan
sebagai kemampuan tulis baca. Dalam literasi juga
mengikut sertakan serangkaian pembelajaran yang
memotivasi individu untuk meluaskan pengetahuan dan
potensi yang dimilikinya, dan turut serta penuh dalam
masyarakat luas yang pastinya mengandalkan akal dan
fikiran yang sehat karena orang yang memiliki literasi
adalah orang yang mempunyai akal atau sering disebut
ulul albab. Sebagaimana dijelaskan dalam Firman Allah
SWT surat Yusuf ayat 111
ِِۗ ‫وَل ْاّلىلْبى‬
‫اب ىما ىكا ىن ىح ِديْثًا يُّ ْف ى َٰتى ىوٰلكِ ْن‬ ِ ُ‫ص ِه ْم عِ ْْبةٌ ِّل‬
ِ ‫لى ىق ْد ىكا ىن ِِف قىص‬
‫ْ ى‬
‫ى‬
‫صْي ىل ُك ِل ىش ْي ٍء َّو ُه ًدى َّوىر ْْحىةً لِىق ْوٍم يُّ ْؤِمنُ ْو ىن‬
ِ ‫تىص ِديق الَّ ِذي بّي ي ىدي ِه وتى ْف‬
‫ْ ْ ى ْ ىْ ى ى ْ ى‬
Artinya: “Terlihat, pada kisah- kisah itu ada pelajaran
untuk orang yang mempunyai pemikiran .( Al- Quran)
itu tidaklah cerita yang direkayasa, namun
membenarkan ( kitab- kitab) yang tadinya menarangkan
sesuatu, serta ( selaku) petunjuk serta rahmat untuk
orang- orang yang beriman”.
Dari penjelasan ayat diatas menceritakan orang
yang mempunyai akal dan fikiran adalah orang-orang
yang mampu berfikir kritis, dengan cara merenungi
hingga dapat membuat keputusan untuk mengambil
pembelajaran dan mamfaat dari apa yang telah
diketahuinya berdasarkan pemikirannya.
Orang yang mempunyai akal akan senantiasa tekun
dalam mencari ilmu, mampu mebedakan yang benar dan
yang salah, kritis dalam menentukan tindakan,
menimbang-nimbang ucapan, dan bersedia mentranfer
ilmunya keorang lain. Dalam hal ini sejalan dengan
peran literasi digital, yang mampu membawa pelakunya
menju kecakapan dalam menemukan, mengevaluasi, dan
memanfaatkannya secara bijak.
Digital berasal dari kata digitus, didalam bahasa
Yunani bisa diatikan jari- jemari. Jari- jemari individu
apabila dihitung, hingga akan berjumlah 10 (sepuluh).
Nilai 10( sepuluh) terdiri dari 2 radix, ialah 1 dan 0.
Berarti digital ialah cerminan sesuatu keadaan bilangan
yang terbilang dari angka 0 serta 1 ataupun off serta on
(sistem bilangan biner, bisa pula disebut dengan bit (
Binary Gigit).
Mula-mula Paul Glister mendefenisikan sebutan
literasi digital didalam bukunya yang berjudul ( Glister,
1997 dalam Riel, et. 2012: 3). P Glister menarangkan
literasi digital yang merupakan ktrampilan dalam
mengaplikasikan technology and information fitur
digital secara baik serta efesien diberbagai keperluan
semacam dibidang pembelajaran serta karir dalam
kehidupan tiap hari. Komentar Glister tersebut seolah
memperluas penafsiran media digital yang aslinya terdiri
dari bermacam berbagai wujud data semacam audio,
foto, vidio serta contet.
Williams (1999), merumuskan literasi digital “a
large collection of computers in networks that are tied
together so that many users can share their vast
resources”. Maksud dari pernyataan yang dikemukakan
adalah William pembelajaran digital termasuk bagian
perangkat keras (infrastruktur) yang termasuk perangkat
komputer yang ada kaitan antara satu perangkat dengan
perangkat yang lain dan mempunyai fasilitas untuk
mentransfer data, seperti contet, pesan, vidio, dan
gambar.
Kemudian Bawden (2001) menebar apresiasi baru
terhadap literasi digital yang lahir dari berkembangnya
literasi komputer di tahun 1980-an ketika
mikrokomputer semakin banyak digunakan oleh banyak
orang, bukan hanya dalam dunia bisnis, di lingkungan
masyarakat juga telah berkembang. Literasi informasi
telah berkembang pada tahun 1990-an ketika itu
informasi tidak sulit untuk diakses dan dikembangkan
melalui teknologi informasi dan komunikasi dalam
jaringan. Bawden (2001) telah menyusun konsep literasi
digital yang lebih komprehensif pada literasi pada
penggunaan komputer. Bawden menyebutkan bahwa
literasi digital menyangkut beberapa aspek.
Berikut ini beberapa aspek literasi digital
1) Aplikasi dari pengetahuan yaitu pemahaman dalam
mencari informasi dari sumber-sumber yang
terpercaya.
2) Pemahaman dalam mengemas informasi yang di
dalamnya termasuk informasi berfikir kritis dan
menganalisa informasi dengan mewaspadai
keabsahan data dan kelengkapan sumber informasi
yang diakses dari internet.
3) Kecakapan dalam memahami bacaan dan
menganalisa materi-materi informasi yang secara
langsung tidak berurutan (non squential) dan
dinamis.
4) Menyadari akan pentingnya media pembelajaran
dan memadukannya dengan perangkat
pembelajaran yang terkoneksi terkoneksi dengan
internet
5) Kesadaran dalam menggunakan internet untuk
mengakses jaringan sosial sebagai sumber rujukan
6) Penggunaan dalam menyaring informasi- informasi
kekenian.
7) Merasakan kenyamanan dan mempunyai akses
supaya dapat dikomunikasikan dan dipublikasikan
informasi-informasi yang relevan.
Berdasarkan defenisi diatas digital literacy adalah
minat, sikap, dan potensi seseorang dalam
mengaplikasikan digital technology and communication
tools seperti smartphones, tablets, laptops and desktop
PCs agar dapar mengakses, mengorganisasikan,
menganalisa dan mengevaluasikan informasi,
membentuk pengetahuan baru, dengan berkreasi dan
selalu dapat terhubung dengan orang lain sehingga dapat
melibatkan diri secara aktif.
Menurut Martin (2005) digital literacy adalah
kompetensi dalam menemukan, mengerjakan,
menghasilkan, dan menghubungkan informasi,
menyadari sikap dan potensi seseorang dalam
mengaplikasikan perangkat digital dengan tepat dan
bijak dalam menemui, accsess, mengelola,
mengintegrasikan, mengevaluasi, analyze, dan
memadukan sumber daya digital, membangun
pengetahuan baru, menciptakan ekspresi mediadan
dapat berkomunikasi dengan orang lain dalam waktu
yang bersamaan, dalam konteks bisa disesuaikan dengan
kondisi tertentu, secara berurutan untuk memungkinkan
tindakan sosial yang konstruktif; ”(Martin, 2005, hlm.
135–136).
Menurut Frau-Meigs, O’Neill, Soriani, & Tomé
(2017) dengan berkembangnya literasi digital secara
pribadi ada manfaat profesional, keterampilan sosial dan
bukan hanya sekedar opsional akan tetapi yang
terpenting adalah komponen kewarganegaraan.
Menurut Alt D & Raichel (2018) keterampilan digital
meliputi membaca dan menulis, berbicara dan
mendengarkan, mengetahui teknologi baru, melihat
contet komunikasi visual secara kritis, dan kemampuan
untuk membuat pesan menggunakan berbagai macam
teknologi (Alt & Raichel, 2018). Pesan atau teks terdiri
dari mode ekspresi dan komunikasi yang menggunakan
sistem simbol: bahasa, gambar, desain grafis, ikon,
suara, musik, dan lain sebagainya (Hobbs, 2011).
Keterampilan ini mungkin merangsang keingintahuan
dan kreativitas, membantu meningkatkan pemahaman,
memperluas pemikiran kritis, dan mengembangkan
penilaian dan keterampilan (Horton, 2007).
Menurut Azevedo R., Moos, D. C., Greene, J. A.,
Winters, F. I., & Cromley, J. G. (2008) mendefenisikan
lingkungan digital merupakan lingkungan hypermedia
(perpaduan antara teks, gambar, grafik, bunyi, animasi,
vidio, musik dan lain-lain. Dalam hal ini peserta didik
akan terkendala dalam menggabungkan representasi
informasi yang berbeda di hypermedia kalau tidak
faham dalam mengaplikasikannya.
Menurut penulis, literasi digital berkaitan dengan
sikap dan potensi individu dalam penggunaan teknologi
digital dan alat komunikasi untuk mengakses,
mengelola, membuat dan berkomunikasi dengan orang
lain agar dapat berpartisipasi secara efektif. Sebagai
seorang pendidik, memungkin para guru untuk
membekali pembelajaran digital dengan keterampilan
kognitif yang diperlukan untuk mengetahui informasi,
seperti; pemecahan masalah, pemikiran kritis, dan
kreativitas, ketekunan keingin tahuan dan inisiatif
(Passig, 2000 dalam Eyal, 2012).
Dari defenisi diatas penulis sependapat dengan
Martin (2005) yang menyatakan literasi digital adalah
kompetensi seseorang dalam menemukan, mengerjakan,
menghasilkan, dan menghubungkan informasi,
kesadaran, sikap dan kemampuan individu dalam
menggunakan perangkat digital dengan tepat dan untuk
dapat menemukan, mengakses, mengelola,
mengintegrasikan, mengevaluasi, menganalisis, dan
mensintesis sumber daya digital, membangun
pengetahuan baru, menciptakan ekspresi media, dan
dapat berkomunikasi dengan orang lain, dalam konteks
situasi dan kondisi tertentu. Situasi yang dimaksud
seperti dimasa pandemi yang kita rasakan saat ini yang
sistim pembelajarannya dilaksanakan secara daring
dengan menggunakan media pembelajaran berbasis
digital.
2. Komponen Literasi Digital
Dengan hadirnya industri berbasis online tidak
hanya sekedar menguasai ilmu komputer, namun
teknologi mobile sudah menjadi endemik (mewabah)
dan hampir seluruh masyarakat diluar maupun didalam
negeri dapat terkoneksi secara online. Pendidikan di
Indonesia juga diharuskan agar dapat melakukan
transformasi agar lebih maju menuju Revolusi Industri
4.0 melalui penggunaan teknologi pembelajaran
berbasis digital.
Semakin canggihnya perkembangan dunia
didalamnya harus mengedepankan SDM (sumbe rdaya
manusia) yang faham dalam menyaring berita yang
didapat dengan cermat untuk memenuhi keperluannya.
Adapun unsur penting digital literacy diantaranya
information literacy yaitu keterampilan dalam
menggunakan informasi secara baik dan bijak dalam
proses searching informasi, penggunaan sampai
pemahaman informasi yang diperoleh untuk kebutuhan
individual maupun untuk disebarluaskan (Hasugian, J,
2008: 34–44) .
Sukono juga mendukung pendapat tersebut yang
dijelaskan dalam Seminar Nasional IKA UNY11 dalam
menggunakan teknologi digital dibutuhkan kemampuan
digital untuk mengerjakan berbagai tugas, dan
meningkatkan keterampilan guru maupun peserta didik
untuk menghadapi dan berevolusi dengan
perkembangan zaman .
Penjelasan mengenai penggunaan teknologi digital
telah dijelaskan didalam Al-Qur’an surah An-Naml (27)
28 – 30 dalam ayat ini menjelaskan tentang penggunaan
media yang dijelaskan dalam kisah Nabi Sulaiman dan
Ratu Balkis;

‫ب بِكِتى ِاِب ىه ىذا فىأىلْ ِق ِه إِلىْي ِه ْم ُُثَّ تى ىوَّل ىعْن ُه ْم فىانْظُْر ىما ىذاى يىْرِجعُو ىن‬ ِ
ْ ‫ا ْذ ىه‬
ِ ِ َّ‫قىالىت َي أىيُّها الْمأل إِِّن أُلْ ِقي إِ ى‬
ُ‫اب ىك ِريٌ ىَ إِنَّهُ م ْن ُسلىْي ىما ىن ىوإِنَّه‬
ٌ ‫َل كتى‬ ‫ى‬ ‫ْ ى ى ى‬
‫الرِحي ِم‬ َّ ِ‫اَّلل‬
َّ ‫الر ْْحى ِن‬ َّ ‫بِ ْس ِم‬
Artinya: "Pergilah dengan (membawa) surat saya, lalu
taruh pada mereka, lalu menjauhlah dari mereka, lalu
perhatikan apa yang mereka bicarakan." Dia berkata
(Balqis): "Wahai para penguasa, Sungguh surat yang
mulia telah dijatuhkan kepadaku, Sungguh surat yang
dari Sulaiman dan Sesungguhnya (isi):" Dengan
menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha
Penyayang (QS An-Naml (27) 28-30)
Jailani menafsirkan, dikatakan alkisah “Pergilah
dengan suratku ini, kemudian taruh pada ratu Balqis dan
bangsanya setelah itu pergi dan tinggalkan mereka
dengan jarak yang bisa ditelusuri dan kemudian fokus
pada hal yang mereka diskusikan yaitu , apa jawaban
yang ingin dilakukan setelah itu. Setelah selesai Hud-
hud pergi membawakan surat tersebut dan menghampiri
ratu Balqis yang posisinya di tengah-tengah pasukannya
saat itu. Setelah itu burung Hud-hud melepaskan surat
dari Nabi Sulaiman sesuai dengan perintah di pangkuan
ratu Balqis, ketika membaca surat itu anggota tubuhnya
mulai bergetar dan rileks ketakutan serta berfikir
mengenai isi surat itu.
Kemudian ratu Balqis mengatakan kepada petinggi
bangsanya, (Wahai penguasa! Sebenarnya aku) bisa
dibaca Al Mala-u Inni dan Al Mala-u winni, yaitu
membaca Tahqiq dan Tas-hil (surat yang telah
dijatuhkan pada saya dengan pesan dari yang mulia)
yaitu surat yang telah distempel. (Ternyata surat itu dari
Sulaiman dan sebenarnya isinya) berupa isi surat,
(Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah
lagi Maha Penyayang) (Jalaluddin Asy-Syuyuthi &
Jalaluddin Muhammad Ibn Ahmad Al -Mahalliy, 2009).
Dari alkisah Nabi Sulaiman dan Ratu Balqis penulis
dapat menyimpulkan bahwa telah terjadi teknologi
komunikasi yang tersampaikan dengan begitu canggih.
Pada masa itu nabi Sulaiman memanfaatkan burung
Hud-Hud sebagai alat/media penghubung untuk
menyampaikan pesan dalam wujud surat yang
dikirimkan nabi sulaiman kepada Ratu Balqis, sehingga
surat tersebut tersampaikan pada tujuan yang
dikehendaki sehingga Ratu Balqis tertarik dan merasa
nyaman berada di istana nabi Sulaiman dan singkat
cerita akhirnya nabi Sulaiman menjadikan Ratu Balqis
di istananya sebagai isteri.
Kisah dari nabi Sulaiman dan Ratu Balqis
menjelaskan kepada kita bahwa teknologi memang
sudah ada sejak zaman dahulu sebagai alat penghubung
sesorang untuk dapat berinteraksi dalam berkomunikasi
secara tidak langsung, akan tetapi dapat tersampaikan
sesuai haran dengan menggunakan suatu teknologi yang
memanfaatkan media burung Hud-Hud yang
diperintahkan oleh nabi Sulaiman ketika hendak
menyampaikan pesan melalui surat kepada Ratu Balqis
dan dari kisah ini telah menjelaskan implementasi
teknologi pada masa itu.
Demikian halnya dalam dunia pendidikan,
penyampaian pesan harus bisa tersampaikan kepada
peserta menggunakan media pembelajaran yang kita
anggap efektif untuk melancarkan komunikasi dan
interaksi dalam proses kegiatannya, oleh karena itu
literasi digital sudah menjadi kebutuhan individu baik
didunia pendidikan untuk dapat terciptanya tujuan
pembelajaran yang sesungguhnya dan menggunakan
sarana yang dapat menjadikan peserta didik nyaman,
sehingga terciptanya tujuan pembelajaran secara
maksimal dengan memahami komponen-komponen
literasi digital.
Komponen literasi digital dapat diartikan sebagai
keterampilan seseorang dalam menggunakan alat
teknologi berbasis digital sebagai media dalam kegiatan
pembelajaran mandiri baik melalui pembelajaran di
dalam maupun di luar kelas (Setyaningsih, Rila,
Abdullah, Edy Prihantono, dan Hustinawati, 2019,
1200-1214 ). Selain sebagai keterampilan dalam
menggunakan media pembelajaran, literasi digital juga
mencakup kemampuan literasi media yaitu kemampuan
individu untuk memilih, memilah, dan mengelola media
digital yang ada untuk digunakan dengan baik dan bijak
dalam proses pemenuhan kebutuhannya ( Rianto, P,
2016: 90-96.)
Selain itu terdapat pula komponen teknologi literasi
digital yaitu kemampuan seseorang dalam
menggunakan media digital berbasis TIK (Teknologi
Informasi dan Komunikasi) dalam rutinitasnya,
terutama dalam kaitannya dengan proses pembelajaran
(Budhirianto, S, 2016: 19- 36). Komponen selanjutnya
adalah carrier and identity management, yang artinya
kemahiran dalam mengatur identitas diri, seperti dalam
pembuatan username, password, icon yang akan
menjadi acuan bagi orang lain untuk mengidentifikasi
profil kita (Damayanti, TMY Setiani, dan B.Oetojo,
2007: 99-113).
Kemudian keterampilan lain yang paling utama dari
literasi digital adalah keterampilan dalam berkerjasama
dan berkomunikasi, dalam proses kehidupan sosial
kerjasama dan komunikasi sebagai ujung tombak untuk
dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya.
Dengan adanya komponen media digital harus mampu
menjadikan kehidupan sosial yang jauh lebih baik
melalui kemampuan kolaborasi dan komunikasi dengan
sesama.
Berdasarkan komponen literasi digital di atas, agar
lebih terstruktur, berikut penulis berikan gambaran
tentang penguatan literasi digital melalui model
pengembangan kurikulum berbasis media seperti yang
dijelaskan oleh Beetham, Littlejohn dan McGill (2009)
yang dikutip oleh Sarah Davies (2015) .
Tujuh komponen elemen literasi digital tersebut
meliputi:
1). Information Literacy yang berati pengetahuan
dalam mencari, mengevakuasi serta memanfaatkan
segala bentuk informasi yang diperlukan secara
efektif (Hasugian, 2008).
2). Digital Scholarsip keterampilan dalam partisipasi
secara aktif menggunakan media digital sebagai
sumber referensi data, yang berkaitan dengan
penelitian untuk penyelesaian pekerjaan rumah
sebagai tugas dari sekolah (Stefani, 2017).
3). Learning Skills adalah kemampuan dalam
memanfaatkan fitur-fitur menarik dan lengkap
dalam aktivitas pembelajaran yang
direkomendasikan dari teknologi digital baik dalam
pembelajaran secara tatap muka maupun dalam
pembelajaran online.
4). ICT literacy adalah keterampilan seseorang dalam
menyesuaikan dan menggunakan perangkat digital
seperti komputer atau proyek/power point yang
telah dirancang semenarik mungkin supaya bisa
digunakan sesuai dengan pemahaman dan
kebutuhannya, yang telah terkonek dalam jaringan
internet (Budhirianto, 2016)
5). Career and indenty management berkaitan dengan
bagaimana mengatur identitas seseorang secara
online. Identitas seseorang dapat direpresentasikan
oleh sejumlah avatar (karakter) berbeda yang
mampu berinteraksi lebih banyak pada waktu yang
hampir bersamaan (Damayanti, Maria Nala;
Yuwono, 2013)
6). Communication and collaboration adalah
keterampilan dalam menentukan partisipasi aktif
individu untuk pembelajaran dan penelitian melalui
internet dengan menggunakan perangkat digital
7). Media literacy Literasi media mencakup
keterampilan individu secara kritis dalam membaca
dan secara kreatif dalam berkomunikasi secara
akademis dan profesional di berbagai media.
Kehadiran media literacy mempengaruhi
masyarakat untuk tidak mudah mempercayai
informasi yang sekilas memenuhi dan memuaskan
kebutuhan psikologis dan sosial mereka (Rianto,
2016).
Kehadiran seorang pendidik dalam bimbingan dan
pengawasan pemanfaatan perangkat digital dalam
proses pembelajaran Fikih khusnya bab
“penyelenggaraan jenazah” menjadi faktor utama dalam
pembentukan literasi digital peserta didik. Hal ini ada
keterkaitannya bagaimana peserta didik merasa
mempunyai hak istimewa dengan memberi batas
aktivitas apa yang dilarang secara tepat dan jelas,
sehingga muncul keberanian untuk merumuskan dan
mengkritisi pengetahuan yang diperoleh melalui
aktivitas literasi dengan perangkat digital. (Asep
Ginanja , dkk/ Harmony4(2), 2019).
Dari komponen-komponen literasi digital diatas,
penulis mendukung teori Beetham, Littlejohn dan
McGill (2009) dikutip dari Sarah Davies (2015) yang
menyebutkan tujuh elemen (komponen) penting dalam
literasi digital, dan dengan tujuh elemen tersebut
seseorang telah berliterasi digital dan diharapkan dapat
mendorong kemampuan peserta didik dalam mencari,
menyebarkan dan menggunakan perangkat digital
sehingga dapat menumbuhkan rasa ingin tahu mereka
untuk membuat, mengevaluasi informasi secara kritis .
Selanjutnya, juga dapat meningkatkan rasa
keingintahuan peserta didik bagaimana cara
menyesuaikan dan menggunakan perangkat digital dan
media berbasis TIK misalnya komputer atau LCD
proyek power point yang telah dirancang semenarik
mungkin supaya dapat pergunakan sesuai dengan
pemahamannya, sebagai contoh peserta didik sudah
mampu pelan-pelan membuat vidio interaktif editorial
mengenai perdebatan seperti ”Yang mana yang lebih
dulu tercipta, apakah telur atau ayam” dengan
membubuhkan animasi-animasi yang menarik
https://youtu.be/bBOx-0FCLSs (M. Fadhli, Lampiran
12, Data Hasil Wawancara 14 Oktober 2020: B No 3

3. Kompetensi Literasi Digital


Kata kompetensi berasal dari kata competent yang
menjelaskan kemunculan suatu potensi secara utuh yang
dapat dikolaborasikan antara pengetahuan dan
kemampuan (Nana Syaodih Sukmadinata dan Erliana
Syaodih, 2012: 68) secara umum menjelaskan bahwa
kompetensi memiliki arti yang hampir sama dengan lefe
skill (keterampilan hidup), yaitu keterampilan
mengekspresikan, memelihara, dan mengembangkan
diri. Kompetensi hidup diekspresikan dalam bentuk
kemampuan, kebiasaan, keterampilan, aktivitas,
tindakan, atau kinerja yang dapat diamati atau bahkan
diukur.
Paul Gilster (1997: 3) mengelompokkan empat
kompetensi inti yang harus dimiliki oleh setiap individu
dan akhirnya dapat dikatakan berliterasi digital yang
dikutip dalam jurnal ilmu perpustakaan yang ditulis oleh
Faras Alda Havana (2016) ” Analisis Kemampuan
Literasi Digital Penulis artikel Di Website PT. Nyunyu
Digital Media Jakarta”, antara lain:
1) Pencarian di Internet (Internet Searching)
Keterampilan individu dalam penggunaan internet
dan melakukan beragam kegiatan di dalamnya.
Keterampilan ini meliputi keterampilan dalam
mencari informasi yang akurat di internet dengan
memanfaatkan mesin pencari, dan melakukan
baragam aktivitas di dalamnya.
2) Pandu Arah (Hypertextual Navigation)
Keterampilan ini menglompokkan beberapa elemen
diantaranya: mengerti akan penggunaan hypertext
dan hyperlink hingga cara kerjanya, mengerti
bagaimana membaca buku teks dan browsing
menggunakan internet, memahami cara kerja situs
website yang mencakup pemahaman bandwidth
(kapasitas transfer data), http, html, dan url, serta
memahami karakteristik halaman situs website.
3) Evaluasi Contet Informasi (Content Evaluation)
Pemahaman individu dalam berpikir kritis dan
mengevaluasi mengenai temuan secara online
dengan mengidentifikasi keabsahan dan
kelengkapan informasi yang direkomendasikan
oleh hypertext dan hyperlink.
Keterampilan tersebut meliputi beberapa unsur
antara lain: pemahaman yang memisahkan tampilan
dan contet informasi yang merupakan persepsi
penerapan dalam menguasai tampilan halaman
website yang dikunjungi, keterampilan menilai
alasan informasi di internet yang merupakan
kesadaran untuk menggali lebih jauh tentang
sumbernya dan pencipta informasi, keterampilan
mengevaluasi alamat situs web dengan memahami
jenis alamat situs website (domain) untuk masing-
masing lembaga atau negara tertentu, keterampilan
dalam memeriksa halaman situs web, dan
pengetahuan tentang pertanyaan yang sering
diajukan (FAQ), yaitu pertanyaan yang sering
ditanyakan dalam kelompok diskusi.
4) Penyusunan Pengetahuan (Knowledge Assembly)
Ketrampilan dalam mengasah pengetahuan,
mengumpulkan informasi dari berbagai sumber
yang terpercaya agar dapat mengevaluasi fakta dan
opini dengan baik dengan menghilangkan
prasangka buruk.
Harjono (2018) juga memberi pendapat mengenai
pemahaman literasi digital yang merupakan gabungan
dari ketrampilan teknologi informasi dan komunikasi,
berpikir kritis, ketrampilan dalam berkolaborasi, dan
memiliki kesadaran sosial.
Eshet Alkalai dan Chajut (2009) juga menguraikan
kerangka kerja yang terdiri dari serangkaian
keterampilan dalam literasi digital.
Adapun keterampilan yang dimaksud adalah sebagai
berikut:
1. Literasi foto visual yaitu ketrampilan dalam
menafsirkan dan memaknai informasi dalam bentuk
gambar atau visual sehingga tersampaikan pesan
dari gambar tersebut kepada pembaca.
2. Literasi reproduksi, yaitu keterampilan
mereproduksi dan memanipulasi konteks digital,
gambar, dan potongan audio yang sudah ada
sebelumnya untuk dipadukan dengan animasi lain
sehingga menjadi produk yang menarik untuk
disajikan.
3. Literasi cabang adalah kerampilan dalam
mengembangkan pengetahuan dalam menggunakan
navigasi non linier melalui ranah pengetahuan,
seperti akses internet dan lingkungan hypermedia
lainnya.
4. Literasi informasi adalah keterampilan dalam
memanfaatkan informasi secara kritis dan
menyeleksi informasi yang salah dan menyimpang

Dalam penelitian ini penulis menggunakan teori


literasi digital yang dikemukakan oleh Beetham,
Littlejohn dan McGill (2009) dikutip dari Sarah Davies
(2015) yang menyebutkan tujuh elemen (komponen)
penting dalam literasi digital, dan dengan tujuh elemen
tersebut seseorang telah dapat dikatakan berliterasi
digital dengan kemampuan peserta didik dalam mencari,
menyebarkan dan menggunakan perangkat digital
sehingga dapat menumbuhkan rasa ingin tahu mereka
untuk membuat, mengevaluasi informasi secara kritis.

C. Konsep pembelajaran Fikih


1. Defenisi Pembelajaran.
Pembelajaran merupakan suatu proses interaksi
dalam lingkungan belajar antara guru dan siswa serta
sumber belajar, sehingga perubahan perilaku dapat
terjadi menjadi lebih baik. Tugas utama pendidik dalam
pembelajaran adalah mampu mengatur lingkungan
belajar sehingga dapat mendukung perubahan perilaku
siswa. Tujuan kurikulum pembelajaran adalah agar
siswa memperoleh hasil belajar sesuai dengan yang
diharapkan. Indikator prestasi belajar dapat dirumuskan
secara tertulis sejak perencanaan dimulai (Kunandar,
2007: 287).
Gagne dan Bringgs menjelaskan bahwa
pembelajaran dideskripsikan sebagai rangkaian
peristiwa yang secara langsung direncanakan dan
disusun sebaik mungkin agar dapat mempengaruhi
siswa dalam proses pembelajaran hingga dapat
berinteraksi dengan baik. dan dengan mudah.
Pembelajaran juga tidak hanya sebatas peristiwa yang
dilakukan oleh guru, tetapi juga mencakup segala
peristiwa dan kegiatan yang dapat berdampak langsung
pada proses belajar seseorang (Ahmad, 1996: 96).
Pembelajaran dapat diartikan sebagai upaya sadar
yang terkonsep untuk membentuk perihal yang baik agar
siswa bisa belajar hingga mengalami perubahan tingkah
laku serta komunikasi timbal balik dan proses transaksi,
baik antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa.
untuk ketepatan pencapaian tujuan itu sendiri. (Muh.
Hanif, Vol. 17, 2012: 15).
Miftahul Huda (2014: 6) menguraikan ada Tiga
konsep pembelajaran, yaitu:
a. Pembelajaran yang sifatnya psikologis dan
mengacu pada mental seseorang
b. Pembelajaran adalah proses interaksi seseorang
antara dengan lingkungan di sekitarnya; dan
c. Pembelajaran adalah sebuah produksi keahlian
individu dalam merespon lingkungan disekitarnya.
Dari ketiga konsep pembelajaran ini dapat
dikategorikan semuanya benar tergantung bagaimana
cara seseorang menyimpulkannya.
Pembelajaran memiliki elemen-elemen penting
yang saling berkaitan dan berinteraksi dalam rangka
mencapai tujuan pembelajaran. Elemen-elemen tersebut
antara lain (Mohammad Syarif Sumantri, 2015: 199):
a. Tujuan Pembelajaran.
Dapat diartikan sebagai penjelasan yang menguraikan
hal-hal apa saja yang berkaitan dengan kemampuan
yang didapatkan peserta didik setelah ikut serta dalam
kegiatan pembelajaran.
b. Pendidik dan Peserta didik.
Guru adalah seorang pendidik yang profesional yang
mempunyai tugas menyusun perencanaan
pembelajaran, menilai hasil evaluasi pembelajaran,
mendekati dan membimbing serta memberikan
pelatihan, serta memberikan pelayanan kepada
masyarakat sekitar. Sedangkan peserta didik merupakan
individu yang terus berupaya mengembangkan
potensinya melalui kegiatan pembelajaran.
c. Materi atau Bahan Pengajaran
Bahan pengajaran adalah semua hal yang akan dipelajari
oleh siswa baik yang berupa pengetahuan, keterampilan,
ataupun sikap melalui kegiatan pembelajaran. Bahan
ajar disiapkan guru dan siswa akan memahaminya untuk
tercapainya tujuan pembelajaran yang telah
direncanakan guru. Bahan ajar yang digunakan bukan
saja ya bersumber dari buku teks, tetapi juga diperoleh
dari banyak sumber referensi yang dijadikan bahan
pembelajaran.
d. Media
Media merupakan alat bantu yang dapat digunakan
sebagai saluran informasi yang dapat disampaikan untuk
pencapaian tujuan pembelajaran. Media pembelajaran
berperan penting dalam proses kegiatan belajar
mengajar sehingga dapat membantu guru mengerjakan
contet materi yang kompleks dengan lebih mudah.
e. Strategi Pembelajaran
Strategi pembelajaran dapat disebut sebagai
keseluruhan susunan agenda dalam kegiatan
pembelajaran yang berkaitan erat dengan pengelolaan
peserta didik, pendidik, kegiatan pembelajaran, sumber
belajar dan evaluasi, guna mewujudkan pembelajaran
yang lebih efektif dan tepat.
f. Metode Pembelajaran
Metode dapat diartikan sebagai cara untuk perencanaan
pelaksanaan yang telah terstruktur agar tujuan
pembelajaran tercapai dengan maksimal. Metode juga
dapat digunakan untuk mengimplementasikan desain
yang ditentukan sebelumnya.
g. Evaluasi Pembelajaran
Evaluasi pembelajaran merupakan sebuah usaha untuk
mendapatkan informasi mengenai tujuan pembelajaran
yang sudah direncanakan apakah sudah tercapai atau
belum. Dari informasi ini, guru dapat melakukan
perbaikan dalam proses pembelajaran agar tujuan
pembelajaran bisa tercapai secara maksimal.
Menurut Muh. Sain Hanafy (2014: 74) menjelaskan
bahwa pendidikan menggambarkan suatu proses
pembelajaran yang bercirikan interaksi yang
menginstruksikan apa yang terjadi yaitu interaksi yang
sadar akan suatu tujuan. Interaksi tersebut berakar pada
aktivitas pendidik (guru) dan pedagogik peserta didik,
yang mengolah secara sistematis melalui tahapan
perancangan, implementasi, dan evaluasi. Pembelajaran
tidak hanya terjadi secara instan, tetapi terjadi melalui
tahapan pemrosesan tertentu. Dalam pembelajaran
seorang pendidik memotivasi dan memfasilitasi siswa
untuk dapat belajar dengan baik. Dengan adanya
interaksi tersebut akan mampu menciptakan proses
pembelajaran yang efektif sesuai dengan harapan (Muh.
Sain Hanafy, 2014: 74)
Trianto (2009: 18) juga menjelaskan bahwa belajar
merupakan aktivitas yang lingkungan serta tidak bisa
dipaparkan secara teori. Secara simpel, pembelajaran
bisa dimaksud selaku produk dari interaksi
berkepanjangan antara revisi serta pengalaman hidup.
Pada dasarnya, Trianto menekankan kalau belajar
merupakan upaya sadar dari seseorang guru untuk
mendidik siswanya ( memusatkan interaksi siswa
dengan sumber belajar lain) guna untuk mencapai
tujuan. Dari uraian tersebut dapat diketahui
pembelajaran ialah interaksi antara pendidik serta
partisipan didik, diantara keduanya ada komunikasi
yang terencana mengarah tujuan yang sudah
didetetapkan (Trianto, 2009: 18)
Mengenai pembelajaran, penulis sependapat
dengan Muh. Hanif (2012) yang mengemukakan
pembelajaran adalah upaya sadar serta terencana dalam
menghasilkan keadaan dimana siswa bisa belajar
sehingga tingkah laku berganti sehingga ada proses
komunikasi transaksional timbal balik, baik antara guru
dengan siswa, siswa dengan siswa untuk tercapainya
tujuan yang sudah ditetapkan (Muh. Hanif, Vol.17,
2012: 15).
2. Pembelajaran Fikih di Madrasah.
Mata pelajaran fikih merupakan mata pelajaran
yang telah diajarkan di setiap institusi pendidikan
madrasah mulai dari jenjang MI, MTs dan MA yang
mengkaji tentang hukum Islam. Pembelajaran Fikih
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
pembelajaran yang mengkaji “ilmu hukum Islam”.
Adapun tujuan yang diberikan dalam materi mata
pelajaran Fikih adalah supaya peserta didik dapat
melaksanakan segala ketentuan hukum Islam, baik
hukum yang berkaitan dengan ibadah maupun hukum
yang berkaitan dengan masalah kemasyarakatan yang
nantinya akan memperkuat keimanan dan ketaqwaan
kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Dalam pembelajaran Fikih mengarahkan peserta
didik untuk dapat mengetahui ketentuan-ketentuan
hukum Islam dan tatacara pelaksanaannya yang dapat
diaplikasikan dalam kehidupan sehingga menjadi
muslim yang selalu patuh menjalani syariat Islam secara
kaffah ( Peraturan Mentri Agama Republik Indonesia
Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Standar Kompetensi
Lulusan dan Standar Isi Pendidikan Agama Islam dan
Bahasa Arab di Madrasah hal 90)
Pembelajaran Fikih adalah pembelajaran yang
membahas tentang hukum Islam yang tingkatan
kekokohannya cuma menggapai zan, sebab bersumber
dari dalil zanny. Sebaliknya hukum Fikih zanny sejalan
dengan kata" al- muktasab" yang berarti"
dibudidayakan" yang berarti campur tangan ide manusia
dalam mengambilnya dari Alquran serta Sunnah Nabi
Muhammad ( Totok Sumanto serta Samsul Munir Amin,
2005: 67).
Sedangkan, Al- Aimidi membagikan penafsiran
Fikih yang berbeda, ialah“ ilmu seperangkat hukum
“syara”, ialah Furuiyyah yang diperoleh lewat
penalaran ataupun Istidlal”( Amir Syarifuddin, 1997: 3).
Pendidikan Fikih di Madrasah Aliyah bertujuan untuk:
a. Membagikan penguatan pengetahuan supaya bisa
menguasai konsep pokok syri’ ah Islam lebih
mendalam serta merata, baik berbentuk dalil naqli
serta aqli, dengan emahami pengetahuan tersebut
diharapkan jadi pedoman hidup dalam kehidupan
dalam beragama serta bermasyarakat.
b. Supaya peserta didik mengamalkan serta
melakukan syarat hukum Islam secara baik serta
benar, pengalaman yang diharapkan bisa tingkatkan
ketaatan dalam melaksanakan syari’ at, disiplin,
serta tanggung jawab sosial yang besar didalam
kehidupan individu ataupun sosialnya( Depag RI,
2004: 46- 47).
Menurut H. Safiudin Shidiq menarangkan
bahwa pendidikan Fikih merupakan ilmu yang
menekuni tentang hukum- hukum Islam yang ada
hubungannya dengan perbuatan mukalaf, tujuan
dari ilmu Fikih yakni untuk melasanakan hukum
syariat terhadap perkataan serta perbuatan mukalaf
( H. Sapiudin Shidiq, Meter. AG, 2011: 9)
T. M Hasbi Ash- Shidqy (1996) pengikut
Syafi’ i, Fikih merupakan ilmu yang menarangkan
menimpa seluruh hukum- hukum agama yang
menarangkan tentang pekerjaan para mukallaf yang
dikeluarkan dari dalil- dalil yang jelas. Menurut (
Al- Imam Abd Hamid Al- ghazali, 2012: 69)
pendidikan Fikih merupakan ilmu yang
menerangkan tentang hukum- hukum syara’ untuk
para mukallaf semacam wajib, haram, mubah,
sunnat, makruh, shahih.
3. Karakteristik Mata Pelajaran Fikih
Adapun karakteristik dari mata pelajaran Fikih
adalah:
a. Mata pelajaran Fikih adalah mata pelajaran
amaliyah (praktek). Hal ini tercermin dalam tujuan
kurikulum pembelajaran yaitu:
1) Kemampuan dalam menfsirkan pokok-
pokok hukum Islam dalam mengatur
ketetapan dan tatacara menjalankan hablum
minallah yang diatur dalam kontek Fikih
ibadah dan hablum minannas yang diatur
dalam Fikih muamalah.
2) Mengerjakan dan mengamalkan ketentuan
hukum Islam secar benar seperti dalam
mengerjakan dan mengamalkan ketentuan
hukum Islam kepada Allah dan ibadah sosial.
b. Materi dari pelajaran Fikih yang telah diajarkan
kepeserta didik adalah suatu bentuk dari
pengamalan standar kompetensi. Muhammad Daud
mengutip dari Ana Tree didefinisikan ilmu Fikih
sebagai ilmu yang menentukan dan
mendeskripsikan norma hukum dasar yang
terkandung dalam Al-Qur'an dan ketentuan umum
yang terdapat dalam sunnah Nabi yang tercatat
dalam kitab hadits.
Secara umum materi dari pelajaran Fikih adalah:
a) Fikih adalah ilmu yang membahas tentang hukum-
hukum Islam yang berkaitan dengan Fikih ibadah
dan Fikih Muamalah.
b) Mempelajari ilmu Fikih adalah kewajiban
individual (fardlu ‘ain) karena pengetahuannya
akan membekali seseorang memahami hukum-
hukum Islam dan menjadi syarat bagi peleksanaan
ibadah seseorang.
c) Ada lima norma yang di ajarkan didalam islam
untuk membentuk akhlak mulia yang biasa disebut
Ahkamul Khamsah (hukum yang lima) yakni
berupa wajib, sunnah, mubah, makruh dan haram.
Dari konsep Fikih diatas penulis tertarik untuk
meneliti pembelajaran Fikih pada bab
“Penyelenggaraan Jenazah” dengan memanfaatkan
media pembelajaran berbasis digital. Materi ini
menurut penulis tidak hanya sekedar diajarkan
secara teoritis akan tetapi juga harus diperaktikkan
secara langsung dengan benar, karena diantara
masalah-masalah yang penting dimasyarakat yang
ada keterkaitannya dengan hubungan manusia
dengan manusia seperti masalah perawatan jenazah
khususnya jenazah muslim, Agama Islam
mewajibkan orang muslim melakukan pengurusan
jenazah dengan pengurusan terbaik menurut agama
Islam.
Menurut penulis, realita dimasyarakat masih
banyak ditemukan kasus kekurang fahaman
masyarakat dalam pengurusan jenazah seperti
memandikan, mengkhafani, menshalatkan hingga
menguburkan, kecuali orang-orang yang memang
benar-benar memahami tentang ketentuan
pengurusan jenazah.
Oleh karena itu penulis tertarik dalam meneliti
pembelajaran Fikih bab “Penyelenggaraan
Jenazah” khususnya di kelas X MAN 1 Aceh Barat
karena peserta didik mendapatkan pemahaman
langsung dari materi tersebut yang dijelaskan dan
simulasikan guru yang didapatkan dari sumber yang
relevan dan terpercaya menurut Al-Quran dan
Hadist dengan memanfaatkan media pembelajaran
berbasis digital yang secara langsung dapat diakses
melalui internet, sehingga peserta didik dapat
memperaktikannya dimasyarakat.
4. Konsep Penyelenggaraan Jenazah
Dalam kamus Al-Munawwir, kata jenazah
diartikan sebagai seseorang yang telah meninggal
dunia dan diletakkan dalam usungan. Kata ini
bersinonim dengan al-mayyit (Arab) atau mayat
(Indonesia). Karenanya, Ibn al-Faris memaknai
kematian (al-mawt) sebagai peristiwa berpisahnya
nyawa (ruh) dari badan (jasad) (Ahmad Warson
Munawwir, 1997 : 215 ).
Penyelenggaraan dapat dimaknai dengan
merawat. Istilah mayit atau jenazah itu sendiri
terkadang dalam pelaksanaannya masih terasa
simpang siur dalam pemahamannya. Namun pada
umumnya istilah mayit diperuntukkan untuk
seseorang yang telah meninggal namun belum
dapat pengurusan. Sedangkan istilah jenazah
lazimnya ditujukan pada mayit yang sudah
mendapatkan pengurusan sebagaimana seharusnya.
Dalam hukum Islam, ada beberapa perlakuan
yang diterapkan pada almarhum, yaitu tajhiz
almarhum. Sedangkan dalam masyarakat dikenal
dengan istilah Pemulasaran Jenazah yang artinya
merawat orang yang telah meninggal dunia. Dalam
kaitannya dengan kifayah, hal-hal yang wajib
dilakukan umat Islam ketika menghadapi kematian
orang lain berkisar pada 4 hal, yaitu memandikan,
menkhafani, men shalatkan dan menguburkan.
Adapun hal yang ada kaitannya dengan pembiayaan
pemeliharaan sarana dan prasarana diambil dari
harta tirkah jenazah.
a. Memandikan
Menurut jumhur ulama hukum memandikan
mayit adalah fardhu kifaiyah, dalam artikata
kewajiban yang diharuskan pada semua mukallaf
ditempat tersebut, akan tetapi apabila telah
dilakukan oleh sebagian orang maka gugurlah
keharusan seluruh mukallaf tersebut (Abdul karim,
2004: 34). Memandikan mayit dengan air yang
secukupnya di masudkan adalah untuk meratakan
keseluruh tubuh mayit dengan air. Sedangkan
memandikan mayit yang sempurna adalah
membersihkan kotoran dari qubul dan dubur,
kotoran yang keluar dari hidung harus dihilangkan,
lalu mewudhukan mayit, dan memandikannya
dengan daun bidara serta disiramkan dengan air
sebanyak Tiga kali.
Jenazah yang tidak dimandikan serta
dishalatkan merupakan orang- orang yang gugur di
medan perang melawan orang- orang kafir( syahid).
Kematian di medan perang melawan orang- orang
kafir meyakinkan kedzhaliman serta kekafiran
mereka. Orang yang sudah syahid sesungguhnya
hidup disisi Allah serta menikmati rezeki. Dalam
memandikan jenazah diusahakan supaya gasal
(ganjil), mula- mula dicampur air dengan daun
bidara serta yang terakhir dicampur kapur barus.
b. Mengkafani
Mengkafani adalah membalut mayit
menggunakan kain kafan (sebaiknya adalah kain
yang berwarna putih). Paling sedikitnya
mengkafani adalah satu pakaian yang mencukupi.
Selesai dimandikan sebelum dikafani berilah mayit
tersebut wangi-wangian yang pastinya tidak
mengandung alkohol (Hasan Salah, 2008: 230-
232). Bagi mayit laki-laki yang sempurna adalah
Tiga lapis kain , dan untuk perempuan adalah
gamis, sarung dan dua lapis kain. Kain yang
digunakan adalah kain yang berwarna putih bersih.
Dalam sebuah hadist Rasulullah saw, beliau
bersabda:
ِ ‫اَّللُ ىعلىْي ِه ىو ىسلَّ ىم ىعلىْي ُك ْم ِِبلْبى يى‬
‫اض‬ َّ ‫صلَّى‬ َِّ ‫ول‬
‫اَّلل ى‬ ُ ‫ال ىر ُس‬
‫قى ى‬

‫ىحيىا ُؤُك ْم ىوىك ِفنُوا فِ ىيها ىم ْو ىَت ُك ْم فىإِ ََّّنىا ِم ْن‬ ِ ‫ِمن الثِيى‬
ْ ‫اب فىلْيى لْبى ْس ىها أ‬ ْ
‫ىخ ِْْي ثِيىابِ ُك ْم‬
Artinya: Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda: “Berpakaianlah kamu dengan
pakaian yang berwarna putih, karena pakaian putih
itu merupakan pakaian terbaikmu”. (H.R. An.
Nasa’i).
Cara menggunakan kain kafan pertama
lembaran kain kafan yang paling lebar lentangkan,
kemudian disusun lembaran- lembaran lainnya, dan
kemudian masing-masing ditaburi dengan kapur
baruz (Hanut). Lalu mayit dilentangkan diatas kain
yang telah dihamparkan tersebut, lalu diberi kapas
pada bagian mulut mayit, hidung, telinga, kedua
kemaluannya, serta diikat kedua pangkal pahanya
dengan perca (yaitu ujung kain yang telah sobel
hingga membentuk tali yang digunakan untuk
mengikat mayit). Setelah itu kain kafan dibalutkan
satu persatu, dan diikat agar tidak terlepas ketika
mengangkatnya, ikatan itu dibuka kembali setelah
mayit berada dalam kuburannya (Supiana,
2009:27).
c. Menshalatkan
Salat jenazah terdiri dari Empat takbir
kemudian salam, tidak ada rukuk dan sujud seperti
sholat pada umumnya. Shalat jenazah hukumnya
fardhu kifayah. Adapun tatacara melaksanakan
shalat jenazah yakni: pertama, menempatkan
jenazah di depan jamah yang akan menyalatkannya
atau di depan imam jika shalat jenazah dilakukan
dengan berjamaah. Apabila jenazah tersebut
seorang laki-laki, imam atau orang menyalatkannya
(jika sendirian) berdiri sejajar dengan kepala
jenazah, dan apabila jenazah itu seorang perempuan
imam/ orang yang menyalatkannya berdiri sejajar
dengan tengah-tengah badannya.
Jika ada lebih dari satu jenazah yang akan
dishalatkankan dan terdiri dari jenazah laki-laki dan
perempuan, maka diperbolehkan penghitungan
ulang jenazah laki-laki secara mandiri dan jenazah
perempuan juga boleh dilakukansecara mandiri.
Namun, keduanya juga diperbolehkan untuk
dikonversi sekaligus. Jika cara kedua ini dilakukan,
maka jenazah pria diletakkan lebih dekat dengan
imam, sedangkan jenazah wanita diletakkan lebih
dekat dengan kiblat. Hal-hal yang sunnah dalam
shalat janazah adalah mengangkat tangan setiap
mengucapkan takbir dan meletakkannya di bawah
dada seperti pada shalat lainnya, ta'awudz sebelum
al-Fatihah, membaca pelan-pelan, baik siang
maupun malam, dan tidak mengaji iftitah dan doa.
surah (Abdul Fatah Idris dan Abu Ahmadi, 2004:
93).
d. Menguburkan
Menguburkan jenazah merupakan fardhu
kifayah bagi umat Islam yang mengetahui
kematian. Dengan sebagian Muslim yang
mengetahuinya, tanggung jawab ini akan selesai.
Al-Qur'an dan hadits Nabi SAW telah menjelaskan
bahwa menguburkan jenazah adalah ketentuan yang
sudah diatur dalam agama. Firman Allah SWT
dalam surah 'Abasa ayat 21:

‫ُُثَّ اىىماتىه فىاىقْ ىىْب ۙه‬


Artinya: “Kemudian Dia mematikannya dan
memasukkannya ke dalam kubur”. (QS. ‘Abasa
[80]: 21).
Dalam surah Al-Mursalaat Allah SWT berfirman:
ۙ ۤ ۙ
‫ض كِ ىفا ًَت اى ْحيىاءً َّواىْم ىوا ًَت‬
‫اىىَلْ ىَْن ىع ِل ْاّلىْر ى‬
Artinya: “25. Bukankah kami menjadikan bumi
(tempat) berkumpul, 26. Orang-orang hidup dan
orang-orang mati”. (QS. Al-Mursalaat [77]: 25-26)
Hadits Sunan Abu Dawud No. 2767 - Kitab
Jenazah
ِ ِ‫الزه ِر ِي عن سع‬
‫يد بْ ِن‬ ‫َّد ىحدَّثىنىا ُس ْفيىا ُن ىع ْن ُّ ْ ى ْ ى‬
ٌ ‫ىحدَّثىنىا ُم ىسد‬

‫اَّللُ ىعلىْي ِه ىو ىسلَّ ىم‬


َّ ‫صلَّى‬
‫َِّب ى‬
ِ
َّ ِ‫ب ىع ْن أِىِب ُهىريْ ىرةى يىبْ لُ ُغ بِه الن‬
ِ ِ‫الْ ُمسي‬
‫ى‬
ِ ‫قى ىاَلىس ِرعوا ِِب ْْلنىازةِ فىإِ ْن تىك‬
ُ ‫تُ ىق ِد ُموىَّنىا إِلىْي ِه ىوإِ ْن تى‬
‫ك‬ ٌ‫صاۡلىةً فى ىخ ْْي‬
‫ُ ى‬ ‫ْ ُ ىى‬
ِ
‫ضعُونىهُ ىع ْن ِرقىابِ ُك ْم‬ ‫ِس ىوى ذىل ى‬
‫ك فى ىشٌّر تى ى‬
Artinya: "Percepatlah untuk menguburkan
jenazah, apabilla jenazah tersebut adalah jenazah
yang baik maka kalian telah menyegerakannya
kepada kebaikan (kenikmatan), dan apabila
jenazah tersebut tidak seperti itu (jenazah yang
buruk) maka kalian (segera) meletakkan
keburukan tersebut dari pundak kalian." (Hadits
Sunan Abu Dawud No. 2767)
Untuk membuat galian yang paling utama bagi
jenazah yaitu yang luas dan dalamnya setinggi
orang normal berdiri dengan mengangkat
tangannya ke atas atau sekitar 2 meter. Galian ini
bisa berbentuk dua macam yaitu (Hafid Abdullah,
1992: 37):
a. Lahd,
yaitu membuat lubang bagian bawah dari lubang
kubur pada sisi arah kiblat setelah menggali hingga
kedalaman 1,5 meter. Hal ini lebih utama (afdhal)
di daerah dengan struktur tanah yang keras.
b. Syaq
yaitu membuat galian di tengah-tengah lubang kubur
seperti galian sungai. Ini lebih utama (afdhal) di daerah
dengan struktur tanah yang gembur dan lunak.
Menurut penulis dalam membuat galian untuk
menguburkan jenazah harus dapat memperhatikan
kondisi tanah makam tersebut yaitu dalam
menentukan dua macam bentuk lubang
sebagaimana yang telah dijelaskan Hafid Abdullah
(1992: 37) karena lubang tersebut menjadi hal
utama dalam membuat lubang yang disesuaikan
dengan kondisi keadaan tanah makam setempat.
Adapun tatacara dalam menguburkan mayit yang
sesuai dengan yang disunnahkan adalah sebagai
berikut:
a. Membaringkan jenazah sebelum dimasukkan
ke liang kubur di posisi kaki kubur (sebelah
selatan liang lahat).
b. Jenazah diangkat, kemudian diturunkan
perlahan-lahan ke liang kubur dengan posisi
kaki terlebih dahulu.
c. Ketika jenazah hendak dimasukkan kedalan
liang kubur dianjurkan menutupi liang kubur
dengan dengan menggunakan kain bagi mayit
perempuan, guna untuk ketika prosesi
pemakaman agar tidak terlihat aurat mayit jika
terbuka dan bagi laki-laki tidak diharuskan.
d. Meletakkan jenazah dengan cara berbaring
miring dan posisi tubuh bagian kanan (lempeng
kanan) menempel ke dinding tanah, dan
kemudian menghadapkan jenazah ke arah
kiblat, karena menghadapkan jenazah kearah
kiblat hukumnya wajib.
e. Kemudian melepaskan simpul ikatan kafan
pada kepala mayit dan membuka kain kafannya
yang menutupi pipi mayit lalu
menempelkannya ke tanah. Para ulama
menegaskan agar menaruh tanah di pipi bagian
bawah jenazah sebalah kanan.
f. Meletakkan bantalan yang dibuat dari tanah
(umumnya berbentuk bulat) pada tubuh mayit
bagian belakang seperti; belakang kepala dan
punggung, kemudian menekuk sedikit bagian
tubuh mayit ke arah depan supaya tidak mudah
untuk terbalik atau menjadi terlentang.
g. Setelah proses pelaksanaan penguburan selesai,
berdiam sebentar untuk membaca doa serta
memperbanyak istighfar untuk jenazah.
Pengurusan jenazah dari proses
memandikannya, mengkafaninya,
menshalatkannya, hingga membawakannya ke
kuburan sampai kepada menguburkannya adalah
perintah agama yang dibebankan kepada umat
muslimin sebagai kelompok masyarakat. Apabila
perintah itu telah dilaksanakan oleh sebagian orang
sesuai dengan tatacara semestinya, maka kewajiban
melaksanakan perintah itu berarti sudah
tertunaikan.
Dari penjelasan teori-teori dan konsep tata cara
penyelenggaraan jenazah diatas maka penulis
sangat tertarik pembelajaran berbasis digital pada
kegiatan belajar Fikih dalam bab ”Penyelenggaraan
Jenazah”. Karena penulis menyadari bahwa dalam
penyelenggaraan jenazah menurut penulis
pemahamannya tidak mudah jika hanya dipelajari
dengan teori saja akan tetapi harus memperlihatkan
secara langsung simulasi tata cara penyelenggaraan
jenazah tersebut. Dalam hal ini penulis ingin
mengetahui bagaimana cara seorang guru dalam
menggunakan literasi digital dengan
memamfaatkan perangkat atau teknologi digital
yang mendukung (technology suport) seperti:
komputer, akses internet, vidio interaktif, proyektor
infocus, dan sebagainya agar apa yang ingin
jelaskan guru tersampaikan kepada peserta didik.
Dengan adanya teknologi-teknologi pembelajaran
tersebut akan melibatkan guru dan peserta didik
dalam penggunaan media pembelajaran berbasis
digital, akan tetapi agar pembelajaran lebih efektif
perangkat digital tersebut tidak bisa digunakan
secara spontanitas karena harus dipersiapkan
perencanaan dengan membuat sebuah desain
pembelajaran yang mengkombinasikan teknologi
tersebut secara efektif dan menarik sehingga peserta
didik dapat memahami apa yang ingin disampaikan
guru melalui perangkat digital tersebut.

Anda mungkin juga menyukai